Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk mengupayakan
pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:
Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan,
sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis
dan jumlah minimal Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini .
Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan
kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam
bekerja. (2) Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aturan regulasi / pengelolaan.
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan :
Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
(1) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit.
(2) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya :
Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(1) Rumah Sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum
yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah
dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
(2) Rumah Sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero.
Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan
standar rumah sakit pendidikan.
Rumah Sakit pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang
membidangi urusan pendidikan.
(1) Rumah Sakit pendidikan merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan
penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran
berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
(2) Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah Sakit pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit
umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah
Sakit.
Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum kelas B
c. Rumah Sakit umum kelas C;
d. Rumah Sakit umum kelas D.
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar.
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang
medik.
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang
medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS
pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik,
12 (dua belas) spesialis lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Persyaratan Umum Bangunan Rumah Sakit :
Pemilihan lokasi.
(1) Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi, Lokasi harus mudah dijangkau oleh
masyarakat atau dekat ke jalan raya dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, misalnya
tersedia pedestrian, Aksesibel untuk penyandang cacat
(2) Kontur Tanah kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur, dan harus
dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh terhadap
perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak bangunan dan lain-lain.
(3) Fasilitas parkir. Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting, karena
prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak lahan. Perhitungan kebutuhan
lahan parkir pada RS idealnya adalah 1,5 s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m2 s/d 50m2 per tempat
tidur)1 atau menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat parkir harus
dilengkapi dengan rambu parkir.
(4) Tersedianya utilitas publik. Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah,
listrik, dan jalur telepon. Pengembang harus membuat utilitas tersebut selalu tersedia.
(5) Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan
pengendalian dampak lingkungan
(6) Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain.
Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang tenang.
Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi atmosfer yang
datang dari berbagai sumber.
(7) Master Plan dan Pengembangannya. Setiap rumah sakit harus menyusun master plan
pengembangan kedepan. Hal ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan
bangunan baru. Review master plan dilaksanakan setiap 5 tahun.
Massa Bangunan.
(1) Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan jarak antara massa
bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
a. Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;
b. Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan;
c. Kenyamanan;
d. Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan;
(2) Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan & Lingkungan (RTBL), yaitu :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah
setempat. Misalkan Ketentuan KDB suatu daerah adalah maksimum 60% maka area yang dapat
didirikan bangunan adalah 60% dari luas total area/ tanah.
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah
setempat. KLB menentukan luas total lantai bangunan yang boleh dibangun. Misalkan
Ketentuan KLB suatu daerah adalah maksimum 3 dengan KDB maksimum 60% maka luas
total lantai yang dapat dibangun adalah 3 kali luas total area area/tanah dengan luas lantai dasar
adalah 60%.
c. Koefisien Daerah Hijau (KDH) Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil
bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat
tentang bangunan gedung, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan
1. daerah resapan air
2. ruang terbuka hijau kabupaten/kota
d. Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar (GSP) Ketentuan besarnya GSB
dan GSP harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam RTBL atau peraturan daerah setempat.
(3) Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).
(4) Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal Penentuan pola pembangunan RS baik
secara vertikal maupun horisontal, disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
diinginkan RS (;health needs), kebudayaan daerah setempat (;cultures), kondisi alam daerah
setempat
Zonasi.
adalah pembagian atau pengelompokan ruangan-ruangan berdasarkan persamaan karakteristik
fungsi kegiatan untuk tujuan.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi berdasarkan tingkat
risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan
pelayanan.
(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari :
area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer,
ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.
area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.
area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium,
pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.
area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patolgi.
Dosen Pembimbing :
Bedjo Utomo, SKM, M. Kes
NIP. 19651013 198803 1 002
Disusun oleh:
I Komang Yogi Mahardika
P27838116001
3B1
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN TEKNIK ELEKTROMEDIK
TAHUN PELAJARAN 2018/2019