Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN

Disusun Oleh :
NAMA : RETNO MONICHA SARI
NIM : 16142014315081

S1 KEPERAWATAN 6B

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO


TAHUN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3
BAB I
JURNALPENELITIAN...............................................................................................4
JURNAL 1 Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65
Tahun di Kota Padang.................................................................................................4
JURNAL 2 Pola Makan Dan Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada
Lansia .....................................................................................................................15

BAB II KRITISI DESAIN PENELITIAN.............................................................27


BAB III PENUTUP.................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
JURNAL PENELITIAN

JURNAL 1
Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65
Tahun di Kota Padang
Yashinta Octavian Gita Setyanda1, Delmi Sulastri2, Yuniar Lestari3
Abstrak
Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada masyarakat di dunia.
Penyakit ini disebut juga the silent killer. Prevalensi hipertensi telah mencapai angka
31,7% dari semua penduduk. Peningkatan ini diakibatkan perubahan gaya hidup yang
salah satunya merokok. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara
kebiasaan merokok termasuk lama merokok, jumlah rokok dan jenis rokok dengan
hipertensi. Desain penelitian berupa cross-sectional study. Populasi adalah laki-laki
yang berusia 35-65 tahun di empat kecamatan terpilih di kota Padang. Jumlah subjek
sebanyak 92 orang yang diambil secara multi stage random sampling. Instrumen dalam
penelitian ini ialah kuesioner untuk data responden dan karakteristik kebiasaan
merokok, serta sphygmomanometer untuk mengukur tekanan darah. Data dianalisis
dengan uji chi-square dengan p < 0,05 untuk signifikansi. Hasil penelitian didapatkan
ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi (p=0,003) yaitu dipengaruhi
oleh lama merokok (p=0,017) dan jenis rokok (p=0,017), tetapi tidak terdapat hubungan
antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi (p=0,412). Oleh karena kebiasaan
merokok meningkatkan risiko hipertensi, penyuluhan kesehatan tentang risiko
peningkatan tekanan darah terhadap penderita hipertensi yang memiliki kebiasaan
merokok harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar terjadi penurunan angka kejadian
hipertensi.
Kata Kunci: hipertensi, kebiasaan merokok, lama merokok, jumlah rokok, jenis rokok
Abstract

4
Hypertension is one of the major causes of death in the world. This disease is called
silent killer. The prevalence of hypertension has reached 31.7% of the population. It
increases because of lifestyle changes, one of them is smoking. The objective of this
study was to determine the association between smoking habits including duration of
smoking, number of cigarettes, and type of cigarettes with hypertension. The research
design was cross-sectional study. The population was 35-65 years old men in four
selected districts in Padang. There were 92 subjects who were taken by multi-stage
random sampling. The instruments of this research were questionnaire for data of
respondents and smoking habit characteristics, also sphygmomanometer for blood
pressure measurements. Data were analyzed by chi-square test with p value < 0.05 for
significance. The result of this study showed that there is association between smoking
habit and hypertension (p=0.003) which is influenced by duration of smoking
(p=0.017) and type of smoking (p=0.017), but there is no association between number
of cigarettes with the incidence of hypertension (p=0.412). As smoking habits increase
the risk of hypertension, health promotion about the risk of blood pressure increasing in
the patient who has a smoking habit should be done. It is important in order to decrease
the incidence of hypertension.
Keywords: hypertension, duration of smoking, number of cigarettes, type of cigarettes
PENDAHULUAN alkohol, kurang olahraga, konsumsi garam
Hipertensi merupakan salah satu penyebab yang berlebihan, dan kebiasaan merokok.1
kematian dini pada masyarakat di dunia Merokok merupakan masalah yang terus
dan semakin lama, permasalahan tersebut berkembang dan belum dapat ditemukan
semakin meningkat. WHO telah solusinya di Indonesia sampai saat ini.
memperkirakan pada tahun 2025 nanti, Menurut data WHO tahun 2011, pada
1,5 milyar orang di dunia akan menderita tahun 2007 Indonesia menempati posisi
hipertensi tiap tahunnya.1 ke-5 dengan jumlah perokok terbanyak di
Tingginya angka kejadian hipertensi di dunia. Merokok dapat menyebabkan
dunia, dipengaruhi oleh dua jenis faktor, hipertensi akibat zat-zat kimia yang
yaitu yang tidak bisa diubah seperti umur, terkandung di dalam tembakau yang dapat
jenis kelamin, ras. Faktor yang bisa merusak lapisan dalam dinding arteri,
diubah diantaranya obesitas, konsumsi sehingga arteri lebih rentan terjadi
penumpukan plak (arterosklerosis). Hal

5
ini terutama disebabkan oleh nikotin yang dewasa usia 18 tahun ke atas dibagi
dapat merangsang saraf simpatis sehingga seperti terlihat pada tabel 1.4
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII4
memacu kerja jantung lebih keras dan
menyebabkan penyempitan pembuluh Klasifikasi Tekanan darahTekanan
darah, serta peran karbonmonoksida yang Tekanan

dapat menggantikan oksigen dalam darah Darah sistolik darah


(mmHg) diastolik
dan memaksa jantung memenuhi (mmHg)
kebutuhan oksigen tubuh.2
Normal < 120 < 80
Pada penelitian ini faktor yang diteliti Prehipertensi120 – 139 80 – 89
adalah ada/tidaknya hubungan antara Hipertensi :
Tahap I 140 – 159 90 – 99
kebiasaan merokok yang mencakup lama Tahap II > 160 > 100
merokok, jumlah rokok, dan jenis rokok
Hipertensi primer merupakan yang
dengan kejadian hipertensi.1 Berdasarkan
terbanyak dari semua kasus hipertensi.
Hasil Riskesdas tahun 2007, Padang
Lebih dari 90% pasien hipertensi masuk
merupakan kota dengan angka kejadian
ke dalamnya. Beberapa faktor yang
hipertensi tertinggi di provinsi Sumatera
berperan dalam kasus hipertensi, yaitu :
Barat. Selain itu juga didapatkan
(1) Faktor Keturunan, beberapa peneliti
kebiasaan merokok dan kejadian
meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi
hipertensi lebih banyak ditemukan pada
diturunkan secara genetik.5 Hal ini sering
laki-laki berusia 35-65 tahun. Berdasarkan
dihubungkan dengan kemampuan
hal tersebut, perlu dilakukan penelitian
seseorang untuk mengeluarkan natrium
terhadap laki-laki usia 35-65 tahun di
dari tubuhnya (salt sensitivity).6 (2) Usia,
Kota Padang. Hasil penelitian ini
hipertensi umumnya berkembang pada
diharapkan dapat membantu masyarakat
usia 35-65 tahun.5 Hal ini terutama akibat
untuk mengetahui ada/tidaknya hubungan
elastisitas pembuluh darah yang
kebiasaan merokok terhadap hipertensi.3
berkurang.6 (3) Jenis Kelamin, hipertensi
Berdasarkan The 7th Report of the Joint
terjadi umumnya lebih tinggi pada laki-
National Committee of Prevention,
laki.1 (4) Ras, kejadian hipertensi pada
Detection, Evaluation, and Treatment of
orang kulit hitam lebih tinggi
High Blood Pressure (JNC VII) tahun
dibandingkan orang kulit putih. (5)
2003, klasifikasi tekanan darah untuk
Kelebihan berat badan, sebesar 75% kasus
hipertensi di Amerika berhubungan

6
dengan obesitas. Hal ini dipengaruhi oleh mempunyai kemampuan mengikat
peningkatan curah jantung dan aktivitas hemoglobin yang terdapat dalam sel darah
saraf simpatis pada orang dengan berat merah, lebih kuat dibandingkan oksigen,
badan berlebih.7 (6) Resistensi Insulin. sehingga setiap ada asap tembakau,
Peningkatan gula darah pada penderita disamping kadar oksigen udara yang
resistensi insulin akan menyebabkan sudah berkurang, ditambah lagi sel darah
kerusakan organ, sehingga dapat terjadi merah akan semakin kekurangan oksigen
aterosklerosis dan penyakit ginjal yang karena yang diangkut adalah CO dan
dapat menyebabkan peningkatan tekanan bukan oksigen.11 (3) Tar. Tar merupakan
darah.8 (7) Merokok, akibat zat-zat kimia komponen padat asap rokok yang bersifat
yang terkandung dalam tembakau, dapat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar
terjadi kerusakan pembuluh darah.1 (8) masuk ke dalam rongga mulut dalam
Asupan Natrium-Kalium, peningkatan bentuk uap padat. Setelah dingin, tar akan
kadar natrium dan penurunan kadar menjadi padat dan membentuk endapan
kalium dapat meningkatkan cairan darah berwarna coklat pada permukaan gigi,
yang nantinya akan menyebabkan saluran pernafasan dan paru.9
peningkatan tekanan darah.6 Perokok dapat diklasifikasikan
Tiap rokok mengandung kurang lebih berdasarkan banyak rokok yang dihisap
4000 bahan kimia, dan hampir 200 perhari. Bustan membaginya ke dalam 3
diantaranya beracun dan 43 jenis yang kelompok, yang dikatakan perokok ringan
dapat menyebabkan kanker bagi tubuh.9 adalah perokok yang menghisap 1 - 10
Racun utama pada rokok adalah sebagai batang rokok sehari, perokok sedang, 11 -
berikut : (1) Nikotin. Komponen ini paling 20 batang sehari, dan perokok berat lebih
banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin dari 20 batang rokok sehari.9
merupakan alkaloid yang bersifat Selain itu perokok dapat juga dibagi
stimulant dan pada dosis tinggi beracun.9 berdasarkan cara bahan kimia dalam
Nikotin bekerja secara sentral di otak rokok masuk ke dalam tubuh, yaitu: (1)
dengan mempengaruhi neuron Perokok Aktif, ialah orang yang merokok
dopaminergik yang akan memberikan efek dan langsung menghisap rokok serta bisa
fisiologis seperti rasa nikmat, tenang dan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri
nyaman dalam sesaat.10 (2) sendiri maupun lingkungan sekitar.12 (2)
Karbonmonoksida (CO). Gas CO Perokok Pasif, asap rokok yang di hirup

7
oleh seseorang yang tidak merokok. Asap Responden tidak hadir saat pengambilan
rokok yang dihembusan oleh perokok data. 2) Responden menderita hipertensi
aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima yang disebabkan oleh penyakit lain
kali lebih banyak mengandung karbon (hipertensi sekunder) seperti pada DM,
monoksida, empat kali lebih banyak hipertiroid, penyakit ginjal, dan lain
mengandung tar dan nikotin.9 sebagainya.
Berdasarkan penggunaan filter, rokok Pada penelitian ini variabel dependen
dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Rokok ialah kejadian hipertensi yang terjadi pada
Filter, yaitu rokok yang pada bagian responden dan variabel independen
pangkalnya terdapat gabus, dan Rokok penelitian terdiri dari kebiasaan merokok,
Non Filter, yaitu rokok yang pada bagian lama merokok, jumlah rokok, dan jenis
pangkalnya tidak terdapat gabus. rokok. Data yang diperoleh diolah secara
Kandungan nikotin yang terdapat dalam komputerisasi, dan untuk analisis hasil
rokok non filter lebih besar. Hal ini penelitiannya digunakan uji beda rata-rata
disebabkan rokok non filter tidak dan chi-square dengan tingkat pemaknaan
dilengkapi dengan filter yang berfungsi p < 0,05.
mengurangi asap yang keluar dari rokok HASIL DAN PEMBAHASAN
seperti yang terdapat pada jenis rokok a. Karakteristik Subjek Penelitian
filter.13 1. Umur
METODE Berdasarkan usia, responden terbanyak
Desain penelitian ini ialah studi cross- ialah pada usia 56-65 tahun. (Gambar 1)
sectional. Populasi penelitian adalah laki- 2. Pendidikan
laki yang berusia 35-65 tahun di empat Distribusi responden berdasarkan
kecamatan dan delapan kelurahan terpilih pendidikan terbanyak pada tingkat tamat
di Kota Padang, diambil dengan metode SMA. (Gambar 2)
multistage random sampling dengan 3. Status Perkawinan
kriteria inklusi : 1) Responden laki-laki Berdasarkan status perkawinan, hampir
berusia 35-65 tahun. 2) Responden semua responden berstatus kawin.
berdomisili di kelurahan tempat dilakukan (Gambar 3)
penelitian. 3) Bersedia ikut dalam
penelitian dengan menandatangani
informed consent. Kriteria Eksklusi : 1)

8
Gambar 1. Distribusi responden 2. Kejadian Hipertensi
berdasarkan usia Didapatkan 60 (65,2%) dari 92 responden
mengalami hipertensi. Kejadian hipertensi
berdasarkan karakteristik umur dijumpai
paling sering pada usia 55-65 tahun
Gambar 2. Distribusi responden dengan jumlah 27 (45%) dari 60
berdasarkan pendidikan responden hipertensi. Dari karakteristik
pendidikan, kejadian hipertensi dijumpai
paling tinggi pada tingkat tamat SMA
dengan angka 23 orang (38,3%),
Gambar 3. Distribusi responden sedangkan bila dilihat dari status
berdasarkan status perkawinan perkawinan, kejadian hipertensi tinggi
pada responden yang telah kawin, yaitu
sebanyak 59 (98,3%) dari 60 responden
hipertensi.
Gambar 4. Gambaran kejadian hipertensi 3. Kebiasaan Merokok
b.Analisis Univariat Dari penelitian didapatkan jumlah
1. Tekanan Darah Responden responden perokok ialah 57 orang (62%)
Pengukuran tekanan darah yang dilakukan dan bukan perokok sebesar 35 orang
terhadap 92 responden, terdapat 32 (38%). Artinya lebih dari setengah
responden normotensi yang menunjukkan responden merupakan perokok.
tekanan darah sistolik rata-rata sebesar c. Analisis Bivariat
115,09±6,93 mmHg dan rata-rata tekanan 1. Hubungan Antara Kebiasaan
darah diastolik pada responden Merokok dengan Kejadian
normotensi adalah 76,09±6,57 mmHg, Hipertensi;
sedangkan pada penderita hipertensi, hasil Hasil uji chi-square menunjukkan adanya
pengukuran tekanan darah 60 responden hubungan bermakna antara kebiasaan
menunjukkan tekanan darah sistolik rata- merokok dengan kejadian hipertensi
rata yaitu 147,75±15,85 mmHg dan rata- (p=0,003). Hasil tersebut sesuai dengan
rata tekanan darah diastolik adalah penelitian yang mendapatkan peningkatan
87,5±6,92 mmHg yang dikategorikan tekanan darah dari 140±7 / 99±3 mmHg
kepada hipertensi derajat I. menjadi 151±5 / 108±2 mmHg setelah

9
merokok 10 menit.14 Nikotin yang ada di Hasil uji chi-square menunjukkan tidak
dalam rokok dapat mempengaruhi tekanan terdapat hubungan bermakna antara
darah seseorang, bisa melalui jumlah rokok dengan kejadian hipertensi
pembentukan plak aterosklerosis, efek (p=0,412). Hasil berbeda dengan teori
langsung nikotin terhadap pelepasan Thomas yang menyatakan adana
hormon epinefrin dan norepinefrin, hubungan antara jumlah rokok yang
ataupun melalui efek CO dalam dihisap perhari dengan kejadian hipertensi
peningkatan sel darah merah.15 (p<0,05).17 Hal ini sejalan dengan
2. Hubungan Antara Lama Merokok penelitian Paola yang mendapatkan hasil
dengan Kejadian Hipertensi; tekanan darah rata-rata yang tidak jauh
Hasil uji chi-square didapatkan adanya berbeda antara ketiga kategori jumlah
hubungan bermakna antara lama merokok batang rokok (p>0,05). Hal ini
dengan kejadian hipertensi (p=0,017). dipengaruhi oleh data diet responden,
Hasil ini sejalan dengan penelitian Suheni dimana terdapat kebiasaan minum alkohol
yang menunjukkan sangat besar pengaruh dan asupan elektrolit yang tinggi pada
lama merokok terhadap kejadian semua responden, sehingga tekanan darah
hipertensi (p=0,000 dan OR=21), artinya pada responden tersebut tidak jauh
semakin lama memiliki kebiasaan berbeda.18 Hal itu yang memngkinkan
merokok, maka semakin tinggi hasil yang berbeda dengan teori dalam
kemungkinan menderita hipertensi.16 penelitian ini.
Dampak rokok memang akan terasa
setelah 10-20 tahun pasca penggunaan. 4. Hubungan Antara Derajat Perokok
Rokok juga punya dose-response effect, dengan Kejadian Hipertensi
artinya semakin muda usia mulai Hasil uji chi-square menunjukkan tidak
merokok, semakin sulit untuk berhenti ada hubungan bermakna antara derajat
merokok, maka semakin lama seseorang perokok dengan kejadian hipertensi
akan memiliki kebiasaan merokok. Hal itu (p=0,226). Hasil ini tidak sejalan dengan
menyebabkan semakin besar pula risiko penelitian Miyatake yang mendapatkan
untuk menderita hipertensi.12 peningkatan risiko sindrom metabolik
3. Hubungan Antara Jumlah Rokok terdapat pada perokok berat (indeks
dengan Kejadian Hipertensi; Brinkmann >600) (p<0,05).Hipertensi
merupakan salah satu sindroma metabolik,

10
artinya terdapat hubungan antara derajat Kebia
perokok dengan hipertensi.19 Ada tota
saan HIpertensi
beberapa hal yang menyebabkan hasil l
tida
penelitian ini tidak sesuai dengan
Ya k X2 P
teori.Sejalan dengan penelitian Bambang Merok
yang mendapatkan tidak ada hubungan ok f % f % f %
derajat perokok dan kejadian hipertensi
Ya 44 77,213 22,857 100
(p=0,358). Pada penelitian ini terdapat 0,00
interaksi kuat antara konsumsi alkohol, Tidak 16 45,719 54,335 100 94,72 3
kebiasaan merokok, dan indeks massa
Jumlah60 65,230 34,892 100
tubuh, artinya faktor-faktor lain dapat
mempengaruhi hasil analisis.20
1. Hubungan Antara Jenis Rokok Tabel 3. Hubungan antara lama merokok
dengan Kejadian Hipertensi; dan kejadian hipertensi
Hasil uji chi-square didapatkan adanya Lama HIpertensi
total
hubungan bermakna antara jenis rokok
Merok
dengan kejadian hipertensi (p=0,017). Hal
ok Ya tidak X2 P
ini sejalan dengan penelitian Susanna (Tahun
yang menyatakan bahwa kandungan ) f % f % f %
nikotin dalam rokok non filter lebih besar
<10 1 20 4 80 5 100
dari rokok filter, sehingga risiko yang 10-20 8 80 2 20 10100
ditimbulkannya akan lebih besar.13 Jenis 0,01

rokok filter dapat mengurangi masuknya 8,154 7


>20 33 78,6 9 21,4 42100
nikotin ke dalam tubuh. Filter tersebut
berfungsi sebagai penyaring asap rokok Jumlah 42 73,6 3026,4 92100

yang akan dihisap, sehingga nantinya


tidak terlalu banyak bahan kimia yang
akan masuk sampai ke paru-paru.21
Tabel
Tabel 2. Hubungan antara kebiasaan merokok Tabel 4. Hubungan antara jumlah rokok
dan kejadian hipertensi
dan kejadian hipertensi

11
HIperte
Jumla
nsi
h total
Ya tidak X2 P
rokok
f % f % f % Tabel 6. Hubungan antara jenis
rokok dan kejadian hipertensi
1
HIpertensi
<10 11 73,3 4 26,7 5 100
3 Jenis total
10-20 22 68,7510 31,25 2 100 Ya tidak X2 P
0,4 Rokok
f % f % f %
1,776 12
1
1 3
>20 9 90 1 10 0 100
Filter 18 60 2 40 0 100
Non 2 0,01
5
Filter 24 88,8 3 11,2 7 100 6,12 7
Jumlah42 73,6 15 26,4 7 100
1 5
Jumlah 42 73,6 5 26,4 7 100
Tabel 5. Hubungan antara derajat
perokok dan kejadian hipertensi
Deraja HIpertensi KESIMPULAN
t total a. Lebih dari separuh responden
2
Peroko Ya tidak X P memiliki kebiasaan merokok.
k b. Sebagian besar responden telah
F % f % f %
memiliki kebiasaan merokok lebih
1 dari 20 tahun.
Ringan 10 58,8 7 41,2 7 100 c. Lebih dari separuh responden
2
merokok sebanyak 10-20 batang
Sedang 21 77,8 6 22,2 7 100
0,2 sehari.
2,971 26 d. Lebih dari separuh responden
1 perokok merupakan kategori
Berat 11 84,6 2 15,4 3 100 perokok derajat sedang.

1 5 e. Lebih dari separuh responden

Jumlah 42 73,6 5 26,4 7 100 menghisap jenis rokok filter.

12
f. Terdapat hubungan antara 33. Departemen Kesehatan Republik
kebiasaan merokok dengan Indonesia. Riset Kesehatan Dasar
kejadian hipertensi pada laki-laki (Riskesdas) 2007. Jakarta; 2008.
usia 35-65 tahun di Kota Padang. 34. National Institutes of Health,
g. Terdapat hubungan antara lama National Heart, Lung, and Blood Intitute.
merokok dengan kejadian The Seventh report of the joint national
hipertensi pada laki-laki usia 35-65 committee on prevention, detection,
tahun di Kota Padang. evaluation, and treatment of high blood
h. Tidak terdapat hubungan antara pressure (JNC VII). 2003.
jumlah rokok yang dihisap per hari 35. Sani A. Rokok dan hipertensi.
dengan kejadian hipertensi pada Jakarta: Yayasan Jantung Indonesia; 2005.
laki-laki usia 35-65 tahun di Kota 36. Hananta IPY, Freitag H. Deteksi
Padang. dini dan pencegahan hipertensi dan stroke.
i. Tidak terdapat hubungan antara Yogyakarta: MedPress;2011.
derajat perokok dengan kejadian 37. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar
hipertensi pada laki-laki usia 35-65 fisiologi kedokteran. Luqman YR, editor.
tahun di Kota Padang. Jakarta: EGC; 2007.hlm.239.
j. Terdapat hubungan antara jenis 38. Price SA, Wilson L. Hipertensi
rokok yang dihisap dengan dalam patofisologi konsep klinis proses-
kejadian hipertensi pada laki-laki proses penyakit. Edisi ke-4. Jakarta:
usia 35-65 tahun di Kota Padang. EGC;2002.
DAFTAR PUSTAKA 39. Khoirudin. Perbedaan kapasitas
31. Sheps SG. Mayo clinic hipertensi, vital paru dan tekanan darah antara
mengatasi tekanan darah tinggi. Tjandra perokok aktif dengan perokok pasif pada
Yoga A, editor. Jakarta: Intisari siswa Madrasah Hidayatul Mubtadi’in
Mediatama; 2005. hlm.52-6. Semarang Tahun Ajaran 2005/2006.
32. World Health Organization. The Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan
global burden of disease: 2007 update. Universitas Negeri; 2006.
Geneva: WHO Library Cataloguing in- 40. Perhimpunan Dokter Paru
Publication Data; 2011:40-51. Indonesia. Pedoman diangnosa dan
penatalaksanaan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) di Indonesia; 2007.

13
41. Sitepoe, Mangku. Usaha 49. Miyatake N, Wada J, Kawasaki Y,
mencegah bahaya merokok. Jakarta: Nishii K, Makino H. Relationship
Gramedia; 2000. between metabolic sydrome and cigarette
42. Bustan MN. Epidemiologi smoking in japanese population.
penyakit tidak menular. Jakarta: Rineka 2006;1039-43.
Cipta; 2000. 50. Dwiputra B. hubungan perilaku
43. Susanna D, Hartono B, Fauzan H. dengan prevalensi hipertensi pada
Penentuan kadar nikotin dalam asap masyarakat kota Ternate. FK UI : Jakarta.
rokok. Jurnal Universitas Indonesia. 2008.
Jakarta: Makara Kesehatan. 2003;7. 51. Nurcahyani, Fajar H, Bustamam
44. Baer L. Cigarette smoking in N, Diandini R. Hubungan antara
hypertensive patients. blood pressure and kebiasaan merokok dengan kejadian
endocrine response. The American Journal hipertensi di layanan kesehatan. Bina
of Medicine. 2007;78(4):564-8. Widya.2011;22(4):
45. Sani A. Rokok dan hipertensi.
Yayasan Jantung Indonesia: Jakarta; 2005.
46. Suheni, Yuliana. Hubungan antara
kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke
atas di badan RS daerah Cepu. Semarang:
Jurnal UNS; 2007.
47. Bowman T, Gaziano M, Buring
J.E, Sesso H. A prospective study of
cigarette smoking and risk of incident
hypertension. Journal of the American
College of Cardiology. 2007;50:21.
48. Primatesta, Paola. Association
between smoking and blood pressure:
evidence from the health survey for
england. American Heart Association.
200;37;187-93.

14
JURNAL GIZI KLINIK INDONESIA Nancy Swanida Henriette Malonda, Lucia Kris Dinarti, Retno Pangastuti202
Vol. 8, No. 4, April 2012: 202-212

Pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko


hipertensi pada lansia
Eating pattern and alcohol consumption as risk factors of hypertension in the elderly
Nancy Swanida Henriette Malonda1, Lucia Kris Dinarti2, Retno Pangastuti3

ABSTRACT

Background: Hypertension is one of the major chronic diseases in the elderly and the prevalence is constantly
increasing. The results of Health Research Survey (Riskesdas) in 2007 showed that the prevalence of hypertension
in the city of Tomohon was 41.6%. The prevalence of fatty foods consumption in Tomohon was relatively high,
amounted to 17.2%. The proportion of alcohol consumer in North Sulawesi province was higher (17.4%) than the
National proportion (4.6%), and Tomohon has significantly higher alcohol consumers (36%). The consumption pattern
of fatty foods and alcoholic beverages were factors that might increase the risk of hypertension.
Objective: To identify the influence of eating pattern and alcohol consumption as risk factors of hypertension in the
elderly at Tomohon Municipality.
Method: This is an analytic observational study with case control design. Subjects were elderly people aged 60 – 65
years at Tomohon Municipality consisted of 76 cases (hypertensive) and 76 control (non-hypertensive). Data was
collected through structured interviews, food frequency questionaire (FFQ ) was used to assess dietary pattern,
mental health questionnaire (Self Reporting Questionnaire) was used to determine the condition of stress, waist-hip
ratio measurement for obesity status, and blood pressure measurements. Data were analysed by bivariate and
multiple logistic regression analysis.
Result: The result of bivariate analysis showed that fat intake (OR=3.046; 95% CI:1.338 – 6.933; p=0.008), alcohol
consumption (OR=2.8; 95% CI:1.418 – 5.299; p=0.003), and obesity (OR=2.4; 95% CI:1.072 – 5.404; p=0.033) signifi
cant increase the risk of hypertension. The intake of natrium, potassium and calcium, family history, smoking and
stress showed no significant association with hypertension. Statistical analysis revealed that the variables that
become dominant risk factors for hypertension and affected the incidence of hypertension were fat (OR=3.303; 95%
CI:1.346 – 8.10; p=0.009) and alcohol consumption (OR=2.792; 95% CI:1.347–5.789; p=0.006).
Conclusion: High fat and alcohol consumption were risk factors that affect the incidence of hypertension amongst
the elderly at Tomohon Municipality.

KEYWORDS hypertension, eating pattern, fat, alcohol consumption, elderly

ABSTRAK
Latar belakang: Hipertensi adalah salah satu penyakit kronis utama pada lanjut usia dan terus mengalami
peningkatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di
Kota Tomohon sebesar 41,6%. Prevalensi penduduk Kota Tomohon yang mengonsumsi makanan berlemak
tergolong tinggi yaitu 17,2%. Konsumsi alkohol di Provinsi Sulawesi Utara adalah yang tertinggi (17,4%) dari data
Nasional (4,6%) dan di Kota Tomohon juga didapatkan 36% yang mengonsumsi alkohol. Pola konsumsi makanan
berlemak dan minuman beralkohol adalah faktor yang dapat memicu terjadinya hipertensi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko
hipertensi pada lansia di kota Tomohon.
Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian case control study. Sampel
dalam penelitian ini yaitu lansia di Kota Tomohon yang berumur 60-65 tahun, sebanyak 76 sampel untuk kasus
hipertensi dan 76 sampel untuk kontrol (tidak hipertensi). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
terstruktur, food frequency questionaire (FFQ) untuk mengetahui pola makan, kuesioner kesehatan mental (Self
Reporting Questionnaire) untuk mengetahui kondisi stres, pengukuran rasio lingkar pinggang panggul untuk status
obesitas, serta pengukuran tekanan darah. Analisis dilakukan secara bivariat dan multiple logistic regression.
Hasil: Hasil uji bivariat didapatkan asupan lemak (OR=3,046; 95% CI:1,338 – 6,933; p=0,008), konsumsi alkohol (OR=2,8;
95% CI:1,418 – 5,299; p=0,003), dan obesitas (OR=2,4; 95% CI:1,072 – 5,404; p=0,033) memiliki pengaruh yang bermakna
terhadap kejadian hipertensi. Hasil analisis pada asupan natrium, asupan kalium, asupan kalsium, riwayat keluarga,
merokok, dan stres diperoleh hasil yang tidak bermakna (p>0,05). Hasil uji multivariat menunjukkan

1Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Kleak Manado 95115, e-mail: nancymalonda@yahoo.com
2Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
3Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Jl. Kesehatan No 1, Yogyakarta 55281, e-mail: retnopangastuti@gmail.com
203 Pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko hipertensi pada lansia

variabel yang paling berisiko dan mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu asupan lemak (OR=3,303; 95% CI:1,346
– 8,10; p=0,009) dan konsumsi alkohol (OR=2,792; 95% CI:1,347 – 5,789; p=0,006).
Kesimpulan: Pola makan tinggi lemak dan konsumsi alkohol merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi pada lansia di Kota Tomohon.

KATA KUNCI: hipertensi, pola makan, konsumsi alkohol, lansia

PENDAHULUAN Tomohon yang mengonsumsi alkohol dalam 12 bulan


terakhir sebesar 36%. Masyarakat Provinsi Sulawesi Utara
Di Indonesia, saat ini hipertensi adalah faktor juga tergolong tinggi pola konsumsi alkoholnya (17,4%)
risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini dibanding rata-rata Nasional yaitu 4,6%. Demikian juga
terkait penyakit jantung dan pembuluh darah (1). prevalensi konsumsi minuman beralkohol dalam satu bulan
Bahkan hipertensi berdampak pula pada penurunan terakhir, ditemukan prevalensi tertinggi di Kota Tomohon
kualitas hidup (2). Hipertensi adalah salah satu penyakit (31%) (6). Setiap masyarakat memiliki persepsi yang
kronis utama yang diderita lanjut usia (3). Angka berbeda mengenai benda yang dikonsumsi. Perbedaan
harapan hidup penduduk Indonesia semakin meningkat persepsi ini, sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma
dari 70,7 tahun pada tahun 2009 menjadi 70,9 tahun budaya yang berlaku di masyarakatnya (9). Oleh karena
pada tahun 2010. Termasuk angka harapan hidup itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penduduk Sulawesi Utara, didapatkan lebih tinggi dari pola makan (konsumsi lemak, natrium, kalium, kalsium)
data nasional yaitu 74,9 tahun (4). dan konsumsi alkohol terhadap terjadinya hipertensi pada
Pada tahun 2008 angka kesakitan masyarakat lansia di Kota Tomohon.
menunjukkan bahwa hipertensi merupakan penyakit
terbanyak di Puskesmas yaitu 13.246 kasus (33,83%)
BAHAN DAN METODE
(5). Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007
menunjukkan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
pengukuran tekanan darah untuk kota Tomohon sebesar rancangan case control (kasus - kontrol) dengan matching
41,6%. Hipertensi merupakan masalah yang sering variabel umur dan jenis kelamin. Penelitian dilaksanakan di
ditemukan pada lansia, termasuk lansia di Kota wilayah kerja Puskesmas Tomohon Utara, Tomohon
Tomohon. Data yang ada menunjukkan penduduk lansia Tengah, dan Tomohon Selatan di Kota Tomohon. Populasi
seluruhnya berjumlah 15.904 jiwa, dikelompokkan penelitian adalah seluruh lansia berusia 60-65 tahun yang
menjadi pra lansia (45-59 tahun) berjumlah 8.842 jiwa tinggal di Kota Tomohon. Sampel yaitu lansia yang ada di
dan lansia (≥60 tahun) berjumlah 7.062 jiwa (6). Kota Tomohon yang memenuhi kriteria inklusi yaitu berusia
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi 60-65 tahun, berdomisili di Kota Tomohon, dan tinggal
faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat bersama keluarga. Sedangkan lansia yang mengalami
dikontrol. Umur, jenis kelamin, dan keturunan termasuk gangguan berkomunikasi dan daya ingat dieksklusi dalam
faktor yang tidak dapat dikontrol, sedangkan faktor yang penelitian ini. Kelompok kasus adalah lansia yang
dapat dikontrol antara lain obesitas, stres, kurang memeriksakan diri ke puskesmas pada periode Oktober
olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam 2008 sampai dengan September 2009, dilakukan
(7). Telah dibuktikan juga dalam penelitian bahwa pemeriksaan klinis, pengukuran tekanan darah oleh dokter,
konsumsi alkohol setiap hari dapat meningkatkan dan didiagnosis hipertensi. Kemudian secara random
tekanan darah sistolik sebesar 1,21 mmHg dan tekanan ditentukan responden yang akan menjadi subjek penelitian
darah diastolik sebesar 0,55 mmHg untuk rata-rata satu dengan menggunakan tabel random dan dilakukan
kali minum per hari (8). Pada perjalanannya hipertensi penjaringan dengan tes penentuan fungsi kognitif untuk
juga dipengaruhi oleh pola makan (7). mendapatkan subjek penelitian yang kemampuan
Gaya hidup yang tidak sehat pada masyarakat kota mengingatnya baik atau tidak ada gangguan daya ingat.
Tomohon saat ini terlihat pada prevalensi penduduk yang Tes penentuan fungsi kognitif ini menggunakan kuesioner
mengonsumsi makanan berisiko atau berlemak sebesar Mini Mental State Examination (MMSE).
17,2%. Jika dibandingkan dengan angka rata-rata di Subjek dinyatakan hipertensi jika hasil pengukuran
Sulawesi Utara (7,3%) dan angka rata-rata nasional tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg
(12,8%) maka masyarakat Kota Tomohon tergolong tinggi (10). Kelompok kontrol adalah lansia yang tidak menderita
konsumsi makanan berlemaknya (6). Kebiasaan minum hipertensi atau tidak memiliki riwayat hipertensi serta bersedia
alkohol juga menjadi bagian dari masyarakat yang menjadi subjek penelitian. Besar sampel dihitung dengan
berdomisili di wilayah Kota Tomohon. Data Riskesdas menggunakan rumus untuk studi kasus kontrol berpasangan
tahun 2007 menggambarkan prevalensi penduduk di Kota dengan tingkat kepercayaan (Zα) 95% (1,96), power (Zβ) 20%
Nancy Swanida Henriette Malonda, Lucia Kris Dinarti, Retno Pangastuti 204

(0,842), OR=2 (yang dianggap bermakna) sehingga besar Tabel 1. Karakteristik responden
sampel minimal yang dibutuhkan adalah 74 sampel (11).
Tidak
Jumlah sampel yang digunakan yaitu 76 sampel sebagai Hipertensi Jumlah
kelompok kasus dan 76 sampel sebagai kelompok kontrol. Karakteristik hipertensi
n % n % n %
Pola makan adalah asupan dan frekuensi jenis
Umur (tahun)
makanan sumber lemak, natrium, kalsium, dan kalium yang
60 - 62 32 50 32 50 64 50
dikonsumsi sehari-hari. Kriteria asupan lemak dibagi menjadi
63 - 65 44 50 44 50 88 50
lebih (> 25%) dan cukup (≤ 25%) (12); asupan natrium
Jenis kelamin
dikategorikan menjadi lebih (≥ 2300 mg) dan kurang (< 2300
Laki-laki 26 34,2 26 34,2 52 34,2
mg); asupan kalsium dikategorikan menjadi lebih (≥ 800 mg) Perempuan 50 65,8 50 65,8 100 65,8
dan kurang (< 800 mg); asupan kalium dikategorikan menjadi Pekerjaan
lebih (≥ 2000 mg) dan kurang (< 2000 mg). Frekuensi Tidak bekerja 28 36,8 29 38,2 57 37,5
konsumsi lemak jenuh dan tidak jenuh dibagi dalam kategori Tani 23 30,3 19 25,0 42 27,6
sering (frekuensi ≥ 1 kali per minggu) dan jarang (frekuensi Swasta 3 3,9 4 5,2 7 4,6
konsumsi < 1 kali per minggu), demikian pula dengan Pensiunan 22 28,9 24 31,6 46 30,3
frekuensi konsumsi natrium yang dikategorikan menjadi sering Tekanan darah
Kasus Kontrol
(≥ 3 kali per hari) dan jarang (< 3 kali per hari). Konsumsi (mmHg)
alkohol adalah kebiasaan mengonsumsi minuman yang Sistolik 143,36 ± 18,35 121,49 ± 8,94
mengandung alkohol dari subjek penelitian dalam waktu Diastolik 90,26 ± 8,74 78,50 ± 6,31
minimal 12 bulan terakhir (6) yang diperinci berdasarkan jenis,
jumlah, frekuensi, dan lama konsumsi. asupan lemaknya lebih dari 25% total kalori sehari lebih
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara banyak ditemukan pada kelompok hipertensi (31,6%)
terstruktur, formulir food frequency questionaire (FFQ) untuk dibanding pada kelompok tidak hipertensi (13,2%).
mengetahui pola makan dalam 3 bulan terakhir, kuesioner Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa lansia
kesehatan mental yaitu Self Reporting Questionnaire (SRQ) dengan rata-rata asupan lemak lebih dari 25% total
sebagai panduan untuk mendapatkan data kondisi stres pada kalori per hari mempunyai risiko 3,046 lebih besar untuk
lansia, serta pengukuran tekanan darah menggunakan mengalami hipertensi dibandingkan dengan lansia yang
sphygmomanometer air raksa dan stetoskop. Status obesitas rata-rata asupan lemaknya kurang dari atau sama
diketahui dengan pengukuran lingkar pinggang dan panggul
dengan 25% total kalori per hari (Tabel 2).
Pada kelompok yang menderita hipertensi, 52,6% lansia
menggunakan pita meteran non elastic / meterline merek
sering mengonsumsi lemak jenuh sedangkan lansia yang tidak
Seca dengan tingkat ketelitian 0,1 cm dengan batas normal
hipertensi hanya 25% yang sering mengonsumsi. Hasil
atau tidak obesitas jika rasio lingkar pinggang panggul (RLPP)
penelitian diperoleh bahwa lansia yang sering mengonsumsi
kurang dari 0,9 pada pria dan kurang dari 0,8 pada wanita (1).
lemak jenuh mempunyai risiko 3,333 kali lebih tinggi untuk
Analisis data dengan uji statistik Chi Square dilakukan untuk
mengalami hipertensi dibandingkan dengan lansia yang jarang
mengetahui pengaruh antara pola makan, konsumsi alkohol,
mengonsumsi lemak jenuh. Lansia yang sering mengonsumsi
obesitas, riwayat keluarga, merokok, dan stres dengan
lemak tidak jenuh, didapatkan 3,9% yang mengalami
hipertensi, kemudian untuk mengetahui faktor risiko yang
hipertensi dan 15,8% yang tidak hipertensi, tetapi secara
paling berpengaruh dilakukan analisis multivariat
keseluruhan lansia dalam subjek penelitian ini jarang
menggunakan uji regresi logistik ganda.
mengonsumsi lemak tidak jenuh. Hasil analisis menunjukkan
lansia yang sering mengonsumsi lemak tidak jenuh
mempunyai risiko 0,219 kali lebih rendah untuk mengalami
HASIL hipertensi. Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh
antara asupan lemak serta frekuensi konsumsi lemak jenuh
Karakteristik subjek penelitian
dan lemak tidak jenuh dengan terjadinya hipertensi (p<0,05)
Berdasarkan umur, paling banyak subjek berumur dan asam lemak tidak jenuh merupakan faktor protektif
63 – 65 tahun dan lebih banyak lansia perempuan terhadap hipertensi.
(65,8%). Jika dilihat berdasarkan umur dan jenis Pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi.
kelamin tidak ada perbedaan antara kelompok kasus Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang asupan
dan kontrol karena telah dilakukan matching (Tabel 1). natriumnya lebih dari atau sama dengan 2300 mg lebih
banyak ditemukan pada kelompok hipertensi (5,3%)
Pengaruh pola makan terhadap hipertensi sedangkan pada kelompok yang tidak hipertensi sebesar
2,6%. Penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang
Pengaruh asupan lemak terhadap hipertensi.
bermakna antara asupan natrium (OR=2,055; CI
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia yang
95%:0,365–11,573; p>0,05) dan frekuensi konsumsi
205 Pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko hipertensi pada lansia

Tabel 2. Pengaruh pola makan terhadap hipertensi


Tidak
Hipertensi OR
Variabel hipertensi p
(CI 95%)
n % n %
Asupan lemak
Lebih (> 25%) 24 31,6 10 13,2 3,046 0,008*
Cukup (≤ 25%) 52 44,1 66 55,9 (1,338–6,933)
Total 76 100 76 100
Konsumsi lemak jenuh
Sering 40 52,6 19 25,0 3,333 0,001*
Jarang 36 47,4 57 75,0 (1,676–6,627)
Total 76 100 76 100
Konsumsi lemak tidak jenuh
Sering 3 3,9 12 15,8 0,219 0,023*
Jarang 73 96,1 64 84,2 (0,059–0,811)
Total 76 100 76 100
Asupan natrium
Lebih (≥ 2300 mg) 4 5,3 2 2,6 2,055 0,414
Kurang (< 2300 mg) 72 94,7 74 97,4 (0,365–11,573)
Total 76 100 76 100
Konsumsi natrium
Sering 3 3,9 4 5,3 0,739 0,700
Jarang 73 96,1 72 94,7 (0,159–3,423)
Total 76 100 76 100
Asupan kalium
Lebih (≥ 2000 mg) 49 64,5 39 51,3 1,72 0,102
Kurang (< 2000 mg) 27 35,5 37 48,7 (0,898–3,299)
Total 76 100 76 100
Asupan kalsium
Lebih (≥ 800 mg) 9 11,8 8 10,5 1,141 0,797
Kurang (< 800 mg) 67 88,2 68 89,5 (0,416–3,136)
Total 76 100 76 100
Keterangan: *Bermakna (p<0,05)

natrium (OR=0,739; CI 95%:0,159–3,423; p>0,05) pada kelompok hipertensi dibanding pada kelompok
dengan kejadian hipertensi (Tabel 2). tidak hipertensi (26,3%). Lansia yang mengonsumsi
Pengaruh asupan kalium terhadap hipertensi. alkohol berisiko 2,8 kali lebih tinggi untuk menderita
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh hipertensi dibandingkan dengan lansia yang tidak
yang bermakna antara asupan kalium dengan kejadian mengonsumsi alkohol (p<0,05) (Tabel 3).
hipertensi (p=0,102). Lansia dengan asupan kalium Hasil penelitian menunjukkan bahwa alkohol jenis Cap
lebih besar atau sama dengan 2000 mg, lebih banyak Tikus (minuman keras atau minuman berkadar alkohol tinggi
(64,5%) pada kelompok hipertensi dibandingkan pada yang diproduksi secara penyulingan tradisional di daerah
kelompok tidak hipertensi (51,3%) (Tabel 2). Sulawesi Utara) lebih banyak (86,8%) dikonsumsi lansia pada
Pengaruh asupan kalsium terhadap hipertensi. kelompok hipertensi dibanding kelompok tidak hipertensi
Sebagian besar lansia asupan kalsiumnya kurang dari
(70%). Lansia yang mengonsumsi alkohol setiap hari lebih
800 mg. Subjek penelitian yang asupan kalsiumnya
banyak pada kelompok hipertensi dibandingkan pada
lebih besar atau sama dengan 800 mg, sebanyak 11,8%
kelompok tidak hipertensi. Lansia yang mengonsumsi alkohol
mengalami hipertensi dan 10,5% tidak hipertensi. Tidak
ada pengaruh yang bermakna antara asupan kalsium setiap hari mempunyai risiko 8,84 kali lebih tinggi untuk
dengan kejadian hipertensi (OR=1,141; CI 95%:0,416– menderita hipertensi dibanding lansia yang tidak
3,136; p>0,05) (Tabel 2). mengonsumsi alkohol. Demikian juga untuk lansia yang
mengonsumsi alkohol 1-4 kali per minggu, mempunyai risiko
Pengaruh konsumsi alkohol terhadap hipertensi 2,54 kali lebih tinggi untuk mengalami hipertensi dibanding
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lansia yang tidak mengonsumsi alkohol. Lansia yang
lansia yang mengonsumsi alkohol lebih banyak (50%) mengonsumsi 1-2 sloki minuman alkohol lebih banyak pada
kelompok hipertensi (60,5%) dibanding pada kelompok tidak
Nancy Swanida Henriette Malonda, Lucia Kris Dinarti, Retno Pangastuti 206

Tabel 3. Pengaruh konsumsi alkohol terhadap hipertensi

Hipertensi Tidak hipertensi OR


Variabel p
n % n % (CI 95%)
Konsumsi alkohol
Ya 38 50 20 26,3 2,8 0,003*
Tidak 38 50 56 73,7 (1,418 – 5,529)
Total 76 100 76 100
Jenis minuman (kadar alkohol)
Cap Tikus (30-40%) 33 86,8 14 70 3,47 (1,643 - 7,343) 0,001*
Anggur (8-15%) 1 2,6 1 5 1,47 (0,894 – 24,28) 0,786
Bir (4-8%) 2 5,3 3 15 0,98 (0,156 - 6,161) 0,985
Saguer (<5%) 2 5,3 2 10 1,47 (0,198 – 10,91) 0,704
Tidak konsumsi 38 50 56 73,7 Reference
Total 76 100 76 100
Frekuensi konsumsi
Tiap hari 12 31,6 2 35 8,84 (1,871 – 41,76) 0,006*
1-4 kali per minggu 19 50 11 55 2,54 (1,088 – 5,950) 0,031*
< 1 kali per minggu 7 18,4 7 10 1,47 (0,478 – 4,542) 0,500
Tidak konsumsi 38 50 56 73,7 Reference
Total 76 100 76 100
Jumlah alkohol (sloki)
>5 4 10,5 5 25 1,17 (0,297 – 4,675) 0,815
3-4 1 2,6 0 0 0 0
1-2 23 60,5 8 40 4,23 (1,716 – 10,46) 0,002*
<1 10 26,3 7 35 2,10 (0,736 - 6,016) 0,165
Tidak konsumsi 38 50 56 73,7 Reference
Total 76 100 76 100
Lamanya konsumsi (tahun)
41 – 50 18 23,7 7 9,2 3,78 (0,513 - 16,90) 0,007*
31 – 40 14 18,4 5 6,6 4,12 (1,372 - 12,41) 0,012*
21 – 30 1 1,3 3 3,9 0,49 (0,492 – 4,901) 0,545
11 – 20 2 2,6 4 5,3 0,73 (0,128 – 4,226) 0,732
1 – 10 3 3,9 1 1,3 4,42 (0,443 – 44,11) 0,205
Tidak konsumsi 38 50 56 73,7 Reference
Total 76 100 76 100
Ket: *Bermakna (p<0,05)

hipertensi (40%). Lansia yang mengonsumsi alkohol 1-2 Pengaruh obesitas, riwayat keluarga, merokok, dan
sloki setiap kali minum mempunyai risiko 4,23 kali stres terhadap hipertensi
terjadinya hipertensi dibanding yang tidak mengonsumsi
Tabel 4 menunjukkan bahwa lansia yang obesitas,
alkohol.
lebih banyak (85,5%) mengalami hipertensi dibanding yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lansia
tidak hipertensi (71,1%). Lansia yang obesitas mempunyai
yang mengonsumsi alkohol selama 41-50 tahun dan 31-40
risiko 2,40 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi
tahun ditemukan adanya pengaruh yang bermakna
dibandingkan dengan lansia yang tidak obesitas (p<0,05).
terhadap terjadinya hipertensi. Masing-masing beresiko
Lansia yang memiliki riwayat keluarga hipertensi diketahui
3,78 kali dan 4,12 kali lebih tinggi untuk mengalami
lebih banyak (60,5%) pada kelompok hipertensi dibanding
hipertensi dibanding yang tidak mengonsumsi alkohol. kelompok tidak hipertensi (51,3%) namun hasil analisis
Sedangkan yang mengonsumsi alkohol selama 21-30 menunjukkan tidak ada pengaruh bermakna antara riwayat
tahun dan 11-20 tahun, ditemukan sebagai faktor protektif keluarga hipertensi dengan kejadian hipertensi. Sebesar
tetapi tidak ada pengaruh yang bermakna. Demikian juga 14,5% lansia yang merokok mengalami hipertensi, hasil ini
dengan subjek yang mengonsumsi alkohol selama 1-10 sama dengan lansia yang tidak hipertensi (14,5%),
tahun, didapatkan tidak ada pengaruh bermakna walaupun sehingga hasil analisis menunjukkan tidak ada pengaruh
dapat berisiko 4,4 kali lebih besar mengalami hipertensi bermakna antara merokok dengan terjadinya hipertensi.
dibanding yang tidak mengonsumsi alkohol. Pada lansia yang mengalami stres ditemukan 19,7% lansia
207 Pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko hipertensi pada lansia

Tabel 4. Pengaruh obesitas, riwayat keluarga, merokok, dan stres terhadap hipertensi

Hipertensi Tidak hipertensi OR


Variabel p
n % n % (CI 95 %)
Obesitas
Ya 65 85,5 54 71,1 2,40
0,033*
Tidak 11 14,5 22 28,9 (1,072–5,404)
Total 76 100 76 100
Riwayat keluarga
Ya 46 60,5 39 51,3 1,454
0,254
Tidak 30 39,5 37 48,7 (0,764–2,768)
Total 76 100 76 100
Merokok
Ya 11 14,5 11 14,5 1
1,000
Tidak 65 85,5 65 85,5 (0,405–2,468)
Total 76 100 76 100
Stres
Ya 15 19,7 9 11,8 1,830
0,186
Tidak 61 80,3 67 88,2 (0,747–4,486)
Total 76 100 76 100
Ket: *Bermakna (p<0,05)

menderita hipertensi dan 11,8% lansia tidak menderita aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah,
hipertensi. Hasil analisis membuktikan bahwa tidak ada akibatnya pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya
pengaruh antara stres dengan terjadinya hipertensi. berkurang. Kondisi ini akan mengakibatkan tahanan aliran
darah dalam pembuluh darah menjadi naik. Naiknya
Faktor yang paling berpengaruh terhadap hipertensi tekanan sistolik yang diakibatkan oleh pembuluh darah
yang tidak elastis dan naiknya tekanan diastolik yang
Pada penelitian ini, variabel asupan lemak yang paling
diakibatkan oleh penyempitan pembuluh darah, disebut
besar pengaruhnya terhadap terjadinya hipertensi. Hasil
dengan tekanan darah tinggi (7). Peningkatan jumlah asam
analisis multivariat (Tabel 5) menunjukkan nilai OR yang
lemak bebas juga akan mempersempit pembuluh darah
paling besar dari variabel asupan lemak yaitu 3,303 (95%
sehingga tekanan darah meningkat (13). Berbeda dengan
CI:1,346-8,109). Hasil ini menunjukkan bahwa lansia dengan
penelitian yang dilakukan di Puskesmas Curup dan
rata-rata asupan lemak lebih dari 25% total kalori per hari
Perumnas Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu,
mempunyai risiko 3,303 kali lebih besar untuk menderita
hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang
hipertensi dibandingkan dengan lansia yang rata-rata asupan bermakna asupan lemak terhadap kejadian hipertensi
lemaknya kurang, setelah dikontrol variabel stres, asupan esensial setelah dikontrol faktor lain (14).
kalium, obesitas, dan konsumsi alkohol. Pada penelitian ini diketahui bahwa hampir semua
Tabel 5. Analisis multivariat faktor yang paling lansia mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan khas
berpengaruh terhadap hipertensi Minahasa yang sebagian besar mengandung asam lemak
jenuh tinggi yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
Variabel OR p 95%CI
hipertensi. Sehingga dapat dibuktikan bahwa lansia yang
Stres 2,410 0,086 0,883-6,574
Asupan kalium 1,948 0,068 0,951-3,990 sering mengonsumsi lemak jenuh mempunyai risiko 3,333 kali
Obesitas 2,318 0,057 0,976-5,504 lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan
Asupan lemak 3,303 0,009* 1,346-8,109 lansia yang jarang mengonsumsi lemak jenuh.
Konsumsi alkohol 2,792 0,006* 1,347-5,789 Etnis Minahasa termasuk sebagian besar lansia di kota
Ket: *Bermakna (p<0,05) Tomohon, mempunyai kebiasaan budaya ‘pesta’ dalam
pengertian kebiasaan mengonsumsi makanan sumber asam
BAHASAN
lemak jenuh tinggi yaitu lemak hewani, seperti ayam rica, RW
Pola makan terhadap hipertensi (daging anjing), tikus rica, dan berbagai makanan yang
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan terbuat dari daging babi. Jenis makanan yang sering disajikan
antara asupan lemak dengan terjadinya hipertensi. dalam pesta ataupun yang sering dikonsumsi sehari-hari yaitu
Konsumsi makanan yang tinggi lemak dapat menyebabkan ayam santan, babi tore, babi bakar, brenebon babi, babi
putar, babi garo rica, tinorangsak,
Nancy Swanida Henriette Malonda, Lucia Kris Dinarti, Retno Pangastuti 208

pangi babi, paniki, babi asam manis, babi kecap, RW, menggunakan bumbu alami seperti jahe, kunyit, pala,
sup kuah asam babi, tinutuan (bubur Manado), sayur kemangi, dan bawang putih sebagai penyedap masakan.
pait, kotey, ikan cakalang goreng, ikan laut wokublanga, Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Puskesmas
ikan mujair bakar, ikan mujair goreng, ikan cakalang fufu Mergangsan Yogyakarta menyatakan adanya hubungan
saos, ikan mas bakar rica, ikan mas wokublanga, ikan bermakna antara asupan natrium dan tekanan darah, yaitu
mas goreng, kangkung tumis, tikus, dan sayur rica rodo. subjek dengan asupan natrium tinggi berisiko untuk
Jenis makanan tersebut diketahui mengandung asam menderita hipertensi 4,69 kali lebih besar. Diketahui subjek
lemak jenuh, namun untuk tinutuan atau bubur manado penelitian sering mengonsumsi bahan makanan sumber
adalah makanan yang asam lemak jenuhnya terendah natrium seperti garam, kecap, sosis, jeroan, telur asin, ikan
(15). Rata-rata lansia mengonsumsi makanan tersebut asin, mie instan, dan biskuit kaleng (18).
1-2 kali dalam seminggu. Sehubungan dengan Rata-rata asupan kalium pada lansia yang hipertensi
kebiasaan budaya pesta tersebut, yang menyebabkan maupun tidak hipertensi dalam penelitian ini di atas 2000
setiap lansia mempunyai kemungkinan untuk terpapar mg per hari. Pada umumnya lansia sering mengonsumsi
makanan yang mengandung asam lemak jenuh. sayuran dan buah (pisang, bayam, wortel, tomat) sebagai
Asupan lemak tak jenuh berhubungan dengan bahan makanan sumber kalium. Banyak mengonsumsi
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik (16). Hasil kalium akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
penelitian menunjukkan bahwa lansia yang sering intraseluler sehingga cenderung menarik cairan dari bagian
mengonsumsi lemak tidak jenuh mempunyai risiko 0,219 kali ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah. Cara kerja
lebih rendah untuk mengalami hipertensi dibandingkan kalium berlawanan dengan natrium, dengan demikian
dengan lansia yang jarang mengonsumsinya. Asam lemak tak konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium (13).
jenuh sebagai faktor protektif terhadap hipertensi. Lansia Penelitian ini tidak menunjukkan adanya pengaruh yang
dalam penelitian ini sering mengonsumsi jenis makanan bermakna antara asupan kalium terhadap kejadian
sumber asam lemak tak jenuh seperti ikan tongkol (cakalang) hipertensi, berbeda dengan hasil penelitian di Puskesmas
kuah asam, tetapi ada juga lansia yang lebih menyukai Mergangsan Yogyakarta yang membuktikan bahwa antara
makanan ikan laut yang disantan atau digoreng. asupan kalium dan tekanan darah terdapat hubungan yang
Salah satu faktor utama penyebab terjadinya bermakna, yaitu orang yang asupan kaliumnya kurang
hipertensi adalah aterosklerosis yang didasari konsumsi memiliki risiko mengalami tekanan darah tinggi (18).
lemak berlebih. Oleh karena itu, pembatasan konsumsi Rata-rata asupan kalsium pada lansia kurang dari
lemak sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi 800 mg per hari. Hal ini dapat disebabkan oleh
muncul, terutama pada orang yang mempunyai riwayat kemampuan mengunyah atau masalah gigi pada lansia
hipertensi dan pada orang menjelang usia lanjut (7). sehingga kurangnya asupan bahan makanan maupun
Pengaruh asupan natrium terhadap timbulnya hasil olahan yang mengandung kalsium. Buah-buahan
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, mentah, sayuran, dan kacang-kacangan sering dihindari
curah jantung, dan tekanan darah (17). Konsumsi natrium karena tidak dapat dikunyah atau ditelan, atau mungkin
yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium dalam terlalu mahal misalnya produk susu (19). Kalsium
cairan ekstraseluler meningkat, untuk menormalkannya, adalah salah satu komponen gizi utama dalam produk
cairan intraseluler ditarik keluar sehingga volume cairan susu. Diit kalsium dapat menurunkan aktivitas sistem
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan renin-angiotensin, meningkatkan keseimbangan
ekstraseluler itu menyebabkan meningkatnya volume natrium-kalium, dan menghambat konstriksi vaskular sel
darah sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (7). otot polos. Asupan tinggi kalsium memfasilitasi
Namun penelitian ini tidak menunjukkan adanya pengaruh peningkatkan sensitivitas insulin yang juga berkontribusi
yang bermakna antara asupan natrium dengan kejadian terhadap pengurangan tekanan darah. Bukti dari studi
hipertensi. epidemiologi telah mendukung hubungan antara asupan
Sebagian besar lansia dalam penelitian ini jarang kalsium yang memadai dapat menurunkan hipertensi
mengonsumsi bahan makanan sumber natrium termasuk atau mengurangi risiko. Meningkatkan kadar kalsium
garam sebagai bumbu. Hal ini diketahui dari hasil analisis dalam diit dapat menurunkan risiko terjadinya tekanan
yang menunjukkan bahwa 96,1% lansia yang hipertensi, darah tinggi dan dapat menurunkan tekanan darah pada
jarang mengkonsumsi natrium, demikian juga dengan penderita hipertensi (20).
94,7% lansia yang tidak hipertensi. Umumnya para lansia
Konsumsi alkohol terhadap hipertensi
sudah mengetahui perlunya membatasi konsumsi natrium,
termasuk lansia yang hipertensi. Selain itu, mereka jarang Tidak semua lansia mengonsumsi alkohol, tetapi di
mengonsumsi bumbu penyedap masakan seperti antara mereka yang mengonsumsinya, terlihat berbagai
Monosodium Glutamat (MSG), kecap, sambal botol, saos pola penggunaannya (21). Pada beberapa populasi,
tomat, tauco, dan lain sebagainya. Lansia lebih sering konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan
209 Pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko hipertensi pada lansia

darah tinggi (22). Pernyataan tersebut juga didukung tubuh juga berbeda. Alkohol paling cepat diserap pada
oleh hasil penelitian ini, yaitu lansia yang mengonsumsi kadar dalam minuman antara 10-30% (27). Pada penelitian
alkohol mempunyai risiko 2,8 kali lebih tinggi untuk ini, lansia yang mengonsumsi alkohol lebih dari 5 sloki
mengalami hipertensi dibandingkan dengan lansia yang berisiko mengalami hipertensi tetapi tidak ada pengaruh
tidak mengonsumsi alkohol. yang bermakna. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jenis
Hubungan antara konsumsi alkohol yang berat minuman yang mereka konsumsi yaitu bir atau saguer
dan hipertensi telah ditunjukan dengan jelas dalam yang memiliki kandungan alkohol rendah. Minuman ini
berbagai penelitian epidemiologis. Kira-kira 5% dari sering dikonsumsi menggunakan ukuran gelas (± 200 cc)
kasus hipertensi penyebabnya adalah alkohol (23). dan biasanya dikonsumsi saat menghadiri pesta.
Dalam penelitian ini dibuktikan adanya pengaruh antara Berbagai penelitian mencoba mengonfirmasi
konsumsi alkohol dengan terjadinya hipertensi. Begitu pengaruh konsumsi alkohol terhadap risiko penyakit
juga dengan penelitian yang dilakukan pada pria kardiovaskuler dan para ahli menduga bahwa alkohol dapat
dewasa di Korea, didapatkan bahwa mereka yang mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler dengan
mengkonsumsi 30 g alkohol per hari berisiko mengalami mekanisme menurunkan tekanan darah. Namun efek yang
hipertensi (24). Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tampaknya menguntungkan ini hanya diperoleh jika alkohol
tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan dikonsumsi dalam jumlah kecil sampai sedang. Tetapi
tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. belum ada konsensus medis mengenai seberapa banyak
Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan yang dikatakan sebagai konsumsi alkohol dalam jumlah
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan sedang. Sebaliknya jika mengonsumsi alkohol dalam
darah berperan dalam meningkatkan tekanan darah (1). jumlah besar dapat berdampak buruk pada sistem
Minuman beralkohol adalah semua jenis minuman kardiovaskuler yaitu hipertensi (27).
yang mengandung etanol, termasuk Cap Tikus, anggur, bir, Lansia dalam penelitian ini sebagian besar telah
dan saguer. Sebagian besar lansia dalam penelitian ini mengonsumsi alkohol selama lebih dari 30 tahun atau
mengonsumsi Cap Tikus. Cap Tikus adalah jenis cairan sejak berusia muda. Lamanya mengonsumsi alkohol juga
berkadar alkohol rata-rata 30-40% yang dihasilkan melalui berpengaruh sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.
penyulingan saguer (cairan putih yang keluar dari mayang Pola penggunaan alkohol pada lansia juga bervariasi,
pohon enau). Tinggi rendahnya kadar alkohol pada Cap lansia yang mulai menggunakan alkohol secara berlebihan
Tikus tergantung pada kualitas penyulingan. Semakin sejak masa dewasa muda menunjukkan ketergantungan
bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula kadar alkohol. Penggunaan alkohol secara kronis meningkatkan
alkoholnya. Saguer sejak keluar dari mayang pohon enau tekanan darah dan pengaruhnya lebih banyak pada
sudah mengandung alkohol sekitar kurang dari 5% (25). tekanan sistolik (28). Demikian juga dengan lansia yang
Peminum alkohol harian ternyata mempunyai tingkat mengonsumsi alkohol kurang dari 10 tahun dapat berisiko
tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan mengalami hipertensi. Hasil penelitian ini menunjukkan
peminum sekali seminggu, berapapun jumlah total yang bahwa sejumlah subjek mulai mengonsumsi alkohol di saat
diminum setiap minggunya (2). Umumnya petani Minahasa memasuki usia lanjut atau pra lansia. Alasan lansia yang
sebelum pergi ke kebun, minum 1 sloki atau 1 gelas ukuran baru mengonsumsi alkohol di akhir hidupnya yaitu sebagai
kecil minuman beralkohol (Cap Tikus). Minuman ini dikenal respons terhadap peristiwa-peristiwa hidup seperti rasa
oleh setiap orang Minahasa sebagai minuman penghangat berduka, kesehatan memburuk, atau kesepian (21).
tubuh, penambah nafsu makan, dan pendorong semangat Pola konsumsi alkohol selama 11-30 tahun dalam
untuk bekerja. Konsumsi alkohol sebanyak 1-2 sloki oleh penelitian ini menunjukkan risiko lebih rendah terhadap
lansia dalam penelitian ini ternyata mempengaruhi kejadian hipertensi. Hal ini diduga karena lansia yang
terjadinya hipertensi. Begitu juga dengan penelitian di termasuk dalam kelompok ini sebagian besar wanita
Amerika yang menyimpulkan bahwa wanita peminum yang mengonsumsi alkohol rata-rata 1 sloki sekali
alkohol yang tergolong ringan dan sedang potensi risiko seminggu atau kurang dari itu. Wanita peminum alkohol
hipertensinya rendah, sedangkan pada pria risiko yang tergolong ringan dan sedang, risiko hipertensinya
terjadinya hipertensi lebih tinggi. Hal ini dapat dipengaruhi lebih rendah (25).
oleh perbedaan pola minum, pilihan minuman, dan gaya
hidup, yang dihubungkan dengan kebiasaan konsumsi Faktor lain terhadap hipertensi
alkohol pada pria maupun wanita (26). Pada usia lanjut, hipertensi ditemukan terutama hanya
Kandungan alkohol bukan berapa banyak alkohol berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Tingginya hipertensi
yang diminum, tetapi berapa banyak kadar alkohol dalam sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh
minuman tersebut karena kadar alkohol yang menentukan
perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga
berapa banyak yang diserap oleh tubuh. Pada kadar
lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah
alkohol yang berbeda, kecepatan penyerapan ke dalam
menjadi lebih kaku, sebagai
Nancy Swanida Henriette Malonda, Lucia Kris Dinarti, Retno Pangastuti 210

akibatnya adalah tekanan darah sistolik meningkat (1). Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua
Tekanan darah diastolik juga cenderung meningkat dengan orang tua, maka kemungkinan menderita hipertensi
bertambahnya umur, tetapi dengan laju lebih rendah dari menjadi lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
pada tekanan sistolik, nilainya rata-rata turun setelah usia penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah
50 tahun (22). Begitu juga dalam penelitian ini, kasus satunya menderita hipertensi. Fakta ini mendukung dugaan
hipertensi banyak ditemukan pada lansia umur 63–65 bahwa faktor keturunan mempunyai peran dalam terjadinya
tahun dibanding lansia umur 60–62 tahun. hipertensi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya Teori ini juga didukung oleh penelitian di Bengkulu yang
hipertensi, di mana pria lebih banyak yang menderita juga membuktikan bahwa lansia dengan riwayat keluarga
hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 hipertensi mempunyai risiko 2,28 kali lebih besar
untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga mengalami hipertensi (14). Berbeda dengan penelitian ini
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh riwayat
tekanan darah dibandingkan wanita. Pada wanita, keluarga hipertensi terhadap terjadinya hipertensi.
peningkatan risiko tekanan darah terjadi setelah Lingkungan keluarga juga dapat mempengaruhi pola
menopause karena menurunnya hormon estrogen. Bahkan makan atau kebiasaan makan anggota keluarga yang satu
setelah usia 65 tahun, kejadian hipertensi pada wanita dengan yang lain, terutama dalam memilih menu makanan
lebih tinggi dibandingkan pria (1). Demikian juga pada dan cara pengolahan.
penelitian ini, pasien hipertensi lebih banyak pada wanita, Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa
hal ini dipengaruhi juga oleh jumlah subjek penelitian yang merokok, baik yang dilakukan sesekali maupun kronis serta
sebagian besar adalah wanita. paparan rokok pasif dapat menyebabkan arteri menjadi
Obesitas mempunyai kaitan erat dengan terjadinya kaku, sehingga menghalangi arteri mengembang ketika
hipertensi dikemudian hari. Obesitas terjadi akibat otot dan jantung membutuhkan oksigen lebih banyak. Arteri
mengonsumsi kalori lebih banyak daripada yang yang kaku meningkatkan tekanan pada jantung sehingga
dibutuhkan oleh tubuh. Ada kecenderungan lansia memilih mengakibatkan hipertensi (2). Hasil analisis membuktikan
makanan lunak yang seringkali mempunyai kandungan bahwa tidak ada hubungan antara merokok dengan
energi tinggi, misalnya jenis karbohidrat atau lemak. terjadinya hipertensi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
Lingkungan juga memegang peranan penting dalam kasus sebagian besar lansia dalam penelitian ini wanita dan tidak
obesitas, misalnya apa yang dimakan dan berapa kali merokok atau sebagai perokok pasif. Begitu juga dengan
makan dalam sehari, serta bagaimana aktivitasnya. Hampir penelitian di Korea yang menemukan bahwa status
semua lansia dalam penelitian ini mengonsumsi kalori lebih merokok tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi
dari angka kecukupan gizi (AKG). (24). Berbeda dengan hasil penelitian di RS Haji Surabaya
Pada kondisi obesitas, terjadi peningkatan jumlah yang secara umum menyimpulkan bahwa merokok
asam lemak bebas yang akan mempersempit pembuluh merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi (31).
darah sehingga tekanan darah meningkat. Daya pompa Stres dapat merangsang kelenjar anak ginjal
jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
dengan hipertensi menjadi lebih tinggi dibanding dengan lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan
yang berat badannya normal (17). Hasil analisis meningkat (1). Stres dapat mengakibatkan tekanan darah naik
membuktikan adanya pengaruh antara obesitas terhadap untuk sementara waktu. Jika stres telah berlalu, maka tekanan
hipertensi. Tetapi setelah dikontrol dengan faktor lain, tidak darah biasanya akan kembali normal (13). Pada penelitian ini
ada pengaruh yang bermakna walaupun berisiko tidak ditemukan adanya pengaruh stres terhadap terjadinya
menyebabkan hipertensi. Perbedaan ini dapat disebabkan hipertensi. Hasil penelitian lain juga menyimpulkan bahwa
oleh asupan lemak, konsumsi alkohol, stres, dan asupan stres dan tekanan psikologis tidak berhubungan dengan
kalium sebagai faktor risiko hipertensi, yang secara hipertensi. Hubungan antara peristiwa-peristiwa stres dengan
bersama dapat terpapar pada subjek penelitian ini, hipertensi dilaporkan bukan karena efek stres pada tekanan
sehingga dapat melemahkan pengaruh obesitas terhadap darah dan mungkin dianggap berasal dari perasaan negatif
terjadinya hipertensi. Penelitian lain yang menggunakan tentang penyakit dan bukan karena penyakit itu sendiri (32).
RLPP sebagai indikator obesitas, membuktikan bahwa
perempuan dengan RLPP lebih dari atau sama dengan 0,8
mempunyai risiko 11,5 kali untuk menderita hipertensi. KESIMPULAN DAN SARAN
Namun hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan
RLPP dengan hipertensi (29). Hasil penelitian yang Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
berbeda menyatakan bahwa ada hubungan yang pola makan tinggi lemak dan konsumsi alkohol
bermakna antara obesitas dan peningkatan tekanan darah berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi pada lansia di
pada wanita muda di Malaysia (30). Kota Tomohon, namun tidak ada pengaruh yang bermakna
211 Pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko hipertensi pada lansia

dari pola makan bahan makanan sumber natrium, kalium, dan 14. Riyadi A, Wiyono P, Budiningsari RD. Asupan gizi dan
kalsium terhadap terjadinya hipertensi. Oleh karena itu, pola status gizi sebagai faktor resiko hipertensi esensial
makan yang tinggi lemak dan kebiasaan mengonsumsi pada lansia di Puskesmas Curup dan Perumnas
alkohol harus dihindari oleh masyarakat sejak usia muda. Bagi Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Jurnal
lansia, penting diberikan informasi untuk mencegah dan Gizi Klinik Indonesia 2007;4(1):43–51.
menghindari pola konsumsi makanan tinggi lemak dan 15. Kandou GD. Makanan etnik Minahasa dan kejadian
minuman beralkohol yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Jurnal Kesehatan
hipertensi melalui program penyuluhan kesehatan lansia di Masyarakat Nasional 2009;4(1):42-8.
posyandu atau kelompok lansia. Selain itu, pada penyajian 16. Gurr MI. Fats. In: Garrow. Human nutrition and
menu makanan saat pesta sebaiknya jenis makanan maupun dietetics. Tenth Edition. London: Churchill
minuman beralkohol dikurangi dan lebih banyak disajikan Livingstone; 2000.
buah dan sayuran. 17. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi primer.
Dalam: Suyono SH. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
RUJUKAN Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2001.
18. Ernitasari PD, Djarwoto B, Siswati T. Pola makan,
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman teknis rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP) dan tekanan
penemuan dan tatalaksana penyakit hipertensi. darah di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Jurnal
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006. Gizi Klinik Indonesia 2009;6(2):71–7.
3. Kaplan NM. Clinical hypertension. Sixth edition. 19. Stanley M. Penuaan pada sistem gastrointestinal
Baltimore: Wiliam &Wilkins; 1994. dengan pertimbangan nutrisi. Dalam: Stanley M, Beare
4. Handajani YS. Penyakit kronis pada masyarakat PG. Buku ajar keperawatan gerontik. Ed 2. Juniarty M,
lanjut usia dalam hubungan dengan perilakunya di Meiliya E. (Alih bahasa). Jakarta: EGC; 2007.
DKI Jakarta. Majalah Kesehatan Perkotaan 20. Wang L, Manson JE, Buring JE, Lee IM, Sesso HD.
2005;12(2):1-8. Dietary intake of dairy products, calcium, and vitamin
5. Badan Pusat Statistik. Perkembangan beberapa D and the risk of hypertension in middle-aged and
indikator utama sosial ekonomi Indonesia. Jakarta: older women. Hypertension 2008;51(4):1073-9.
BPS; 2011. 21. Holland BE. Masalah-masalah alkohol pada lansia.
6. Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Profi l Dalam: Stanley M, Beare PG. Buku ajar
kesehatan. Tomohon: Dinkes; 2009. keperawatan gerontik. Ed 2. Juniarty M, Meiliya E.
7. Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (Alih bahasa). Jakarta: EGC; 2007.
tahun 2007. Laporan Nasional. Jakarta: Departemen 22. Padmawinata K. Pengendalian hipertensi. Laporan
Kesehatan RI; 2008. Komisi Pakar WHO. Bandung: Penerbit ITB; 2001.
8. Saraswati S. Diet bagi penderita penyakit hipertensi. 23. Masters SB. Alkohol. Dalam: Katzung BG.
Dalam: Diet sehat untuk penyakit asam urat, diabetes, Farmakologi dasar dan klinik. Sjabana. (Alih
hipertensi, dan stroke. Yogyakarta: A-plus Books; 2009. bahasa). Jakarta: Salemba Medika; 2002.
9. Russel ML, Cooper ML, Frone MR, Welte JW. 24. Lee SH, Kim YS, Sunwoo S, Huh BY. A retrospective
Alcohol drinking patterns and blood pressure. Am J cohort study on obesity and hypertension risk among
Public Health 1991;81(4):452-7. Korean adults. J Korean Med Sci 2005;20(2):188-95.
10. Sudarma M. Makanan makna budaya dan 25. Barlina R, Karouw S, Pasang P. Pengaruh sabut
kesehatan. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: kelapa terhadap kualitas nira aren dan palm wine.
Salemba Medika; 2008. Jurnal Litri 2006;12(4):166-71.
11. The Seventh Report of The Joint National Committee. 26. Sesso HD, Cook NR, Buring JR, Manson JE, Gaziano
Prevention, detection, evaluation, and treatment of high JM. Alcohol consumption and the risk of hypertension
blood pressure. Maryland: NIH Publication; 2003. in women and men. Hypertension 2008;51(4):1080–7.
12. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman 27. Nurwijaya H, Ikawati Z. Bahaya alkohol dan cara
I, Purwanto H. Perkiraan besar sampel. Dalam: mencegah kecanduannya. Jakarta: Elex Media
Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi Komputindo; 2009.
penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto; 2008. 28. Joewana S. Gangguan mental dan perilaku akibat
13. Sukardji K. Penatalaksanaan gizi mutakhir: diabetes penggunaan zat psikoaktif. Jakarta: EGC; 2005.
mellitus. Prosiding Temu Ilmiah Kongres XIII 29. Widyastuti N, Subagio HW. Hubungan beberapa
PERSAGI dan Festival Gizi; 2005 Nov 20-24; Bali. indikator obesitas dengan hipertensi pada perempuan.
Jakarta: PERSAGI; 2005. Media Medika Indonesiana 2006;41(1):10–6.
14. Puspitorini M. Cara mudah mengatasi darah tinggi. 30. Khan J. Obesity and blood pressure of female Malaysian
Yogyakarta: Image Press; 2008. students, utilizing the newly proposed classification of
Nancy Swanida Henriette Malonda, Lucia Kris Dinarti, Retno Pangastuti 212

body mass index for Asians. International Medical 32. Sparrenberger F, Fuchs SC, Moreira LB, Fuchs
Journal 2008;15(2):153-6. FD. Stressful life events and current psychological
31. Martini S, Hendrati LY. Usia merokok pertama kali distress are associated with self reported
merupakan faktor yang meningkatkan risiko kejadian hypertension but not with true hypertension: results
hipertensi: besar risiko kejadian hipertensi menurut pola from a cross-sectional population-based study.
merokok. Jurnal Kedokteran Yarsi 2006;14(3):191–8. BMC Public Health 2008;8:357.

BAB II
KRITISI DESAIN PENELITIAN

A. Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang

1. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini ialah studi cross-sectional. Populasi penelitian adalah laki-laki yang berusia 35-

65 tahun di empat kecamatan dan delapan kelurahan terpilih di Kota Padang, diambil dengan metode

multistage random sampling. Data yang diperoleh diolah secara komputerisasi, dan untuk analisis

hasil penelitiannya digunakan uji beda rata-rata dan chi-square.

2. Penjelasan

Cross-sectional adalah studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun

hubungan penyakit dan paparan dengan mengamati status paparan, penyakit atau outcome lain

secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada suatu saat.

Penelitian studi cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak

ada follow up, untuk mencari hubungan antara variabel independen (faktor risiko) dengan variabel

dependen (efek).

Desain cross-sectional merupakan suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor

risiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Studi

ini merupakan yang sederhana yang sering dilakukan.

B. Pola Makan Dan Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada Lansia
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan case control (kasus - kontrol) dengan
matching variabel umur dan jenis kelamin. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Tomohon Utara, Tomohon Tengah, dan Tomohon Selatan di Kota Tomohon. Populasi penelitian
adalah seluruh lansia berusia 60-65 tahun yang tinggal di Kota Tomohon. Sampel yaitu lansia yang
ada di Kota Tomohon yang memenuhi kriteria inklusi yaitu berusia 60-65 tahun, berdomisili di Kota
Tomohon, dan tinggal bersama keluarga.

2. Penjelasan

Penelitian case control merupakan penelitian jenis analitik observasional yang dilakukan dengan

cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya.

Hal tersebut bergerak dari akibat ( penyakit ) ke sebab ( paparan ). Ciri-ciri dari penelitian case

control adalah pemilihan subyek yang didasarkan pada penyakit yang diderita, kemudian lakukan

pengamatan yaitu subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.

Case control adalah penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara dua kelompok

yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2010)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam melakukan penelitian dapat menggunakan beberapa jenis penelitian seperti penelitian pada

jurnal diatas menggunakan studi cross-sectional dan case control

Penelitian studi cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak

ada follow up, untuk mencari hubungan antara variabel independen (faktor risiko) dengan variabel dependen

(efek).

Case control adalah penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara dua kelompok

yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2010)


Daftar pustaka

http://digilib.unila.ac.id/20741/118/BAB%20III.pdf\

https://www.academia.edu/9143531/A._PENGERTIAN_CASE_CONTROL

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/268/257

https://journal.ugm.ac.id/jgki/article/view/18219

Anda mungkin juga menyukai