Tugas Mata Fanny
Tugas Mata Fanny
Disusun Oleh :
Fanny Yaren Sitompul 173307020064
Pembimbing :
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M (K)
Nilai :
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya paper ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan paper ini adalah
sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata dengan judul “Glaukoma Sudut Tertutup”.
Penulis juga berterima kasih kepada dokter pembimbing, “Dr. dr. Rodiah
Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M (K)”, karena atas bimbingannya, paper ini
dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan paper ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk penyempurnaan paper
ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi 3
2.1.1. Bola Mata 3
2.1.2. Sudut Bilik Mata Depan 3
2.1.3. Humor aquos 5
2.2. Definisi Glaukoma Sudut Tertutup 6
2.3. Epidemiologi Glaukoma Sudut Tertutup 6
2.4. Faktor Resiko 7
2.4.1. Faktor Risiko Presdiposisi 7
2.5. Mekanisme penutupan sudut 10
2.6. Klasifikasi 13
2.7. Gejala Klinis Glaukoma Sudut Tertutup 16
2.7.1. Glaukoma sudut tertutup sub akut 16
2.7.2. Glaukoma sudut tertutup primer akut 17
2.7.3. Glaukoma sudut tertutup primer kronis 19
2.7.4. Iris plateau 19
2.8. Deteksi dini dan pencegahan 19
2.9. Pemeriksaan glaukoma sudut tertutup primer 20
2.9.1. Anamnesa Pasien 20
2.9.2. Pemeriksaan mata 20
2.10. Diagnosis Banding Glaukoma SudutTertutup 25
2.10.1. Glaukoma Neovaskular 25
iii
2.10.2. Glaukoma fakomorfik25
2.10.3. Iritis akut dengan glaukoma sekunder 25
2.11. Penatalaksanaan Glaukoma Sudut Tertutup 26
2.11.1. Terapi Medikamentosa 26
2.11.2. Terapi Laser 28
2.11.3. Bedah Insisi 30
2.12. Komplikasi Glaukoma Sudut Tertutup 31
2.13. Prognosis Glukoma Sudut Tertutup 31
BAB III KESIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA 35
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah kumpulan penyakit mata yang terdiri dari atrofi papil
optikus glaukomatosa (N II) dan defek luas lapang pandang yang karasteristik
(sejalan dengan kelainan saraf optik). Peningkatan tekanan intra okular (TIO)
merupakan salah satu faktor resiko utama. Rentang TIO normal adalah 10-21
mmHg; bila TIO diatas 21 mmHg, maka dikatakan tekanan intraokularnya
meningkat. Tekanan intraokular tinggi yang berdiri sendiri tanpa kelainan lain
belum dapat dikatakan sebagai glaukoma, selama belum disertai dengan kelainan
saraf optik serta defek luas lapang pandangan. Glaukoma ditegakkan apabila
terdapat kelainan saraf optik berupa eksvasio atau penggaungan yang progresif
pada diskus optikus (atrofi papil glaukomatosa), dan kelainan saraf optik ini
berkorespondensi atau bersesuaian dengan defek luas lapang pandang yang
terjadi.(Artini, Widya. Et al, 2017)
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan
jumlah penderita 60.500.000 pada tahun 2010, diperkirakan meningkat menjadi
76.600.000 pada tahun 2020. Kebutaan akibat penyakit glaukoma bersifat
menetap. Diantara jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 74% berasal dari
bentuk glaukoma sudut terbuka primer, sedangkan di asia sebanyak 87% berasal
dari bentuk glaukoma sudut tertutup primer akut. Di amerika, jumlah penderita
glaukoma pada ras kulit hitam 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit
putih. Selain itu, ditemukan angka prevalensi yang meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia, pada kelompok penduduk yang berusia 70 tahun 3-8 kali lebih
tinngi dibandingkan dengan kelompok penduduk yang berusia 40 tahun (Budiono,
Sjamsu. Et al, 2013)
Berdasarkan survey Nasional tahun 1996, glaukoma merupakan penyebab
kebutaan nomor dua di indonesia. Diperkirakan sebanyak 6,7 juta orang buta
diakibatkan oleh glaukoma. Berdasarkan data pasien baru glaukoma di
Departemen Medik Mata, RS dr Cipto Mangunkusomo, sejak tahun 2010 sampai
2012 yang mengalami kebutaan bilateral dari 4213 penderita glaukoma adalah
1
sebesar 19%, sedangkan buta unilateral 45%. Kasus yang terbanyak disebabkan
oleh glaukoma primer. (Artini, Widya. Et al, 2017)
Glaukoma sudut tertutup primer di amerika serikat adalah kondisi yang
jarang terjadi, terhitung kurang dari 10 persen dari semua kasus glaukoma yang
didiagnosis. Berbeda dengan glaukoma sudut terbuka, dimana kehilangan
penglihatan lambat dan bertahap. Serangan akut pada glaukoma sudut tertutup
dapat menyebabkan kebutaan dalam waktu beberapa jam atau hari. Oleh karena
itu diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat sangatlah diperlukan. Diagnosis
yang akurat dan tepat waktu dari bentuk glaukoma sudut tertutup primer
intermitten dan kronis juga penting karena pengobatan profilaksis (iridotomi
perifer) dapat melindungi mata terhadap episode akut dan mencegah kerusakan
dari serangan intermiten berulang atau penutupan sudut kronis.
Istilah penutupan sudut mengacu pada penyumbatan mesh trabekular oleh
iris perifer (kontak iridotrabekular-ITC) yang menghalangi aliran air. Penutupan
sudut bisa menjadi primer, ketika terjadi pada mata yang memiliki kecenderungan
anatomis, atau sekunder dari faktor okular atau sistemik lainnya. Glaukoma sudut
tertutup primer mungkin bertanggung jawab atas setengah dari semua kasus
glaukoma secara global, dengan prevalensi yang sangat tinggi pada invidu
keturunan timur, ini biasanya terkait dengan kecepatan yang lebih besar dari
perkembangan dan morbiditas visual daripada glaukoma sudut terbuka primer.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1, Sudut Kamera Okuli Anterior
.
Gambar 2, Penggambaran diagram dari berbagai struktur sudut. (SL,
Schwalbe line; TM, trabecular meshwork, SS, memacu scleral; CBB, band tubuh
ciliary, ROI, akar iris) seperti yang terlihat di kelas yang berbeda dari lebar sudut
(sistem penilaian Schaffer ini): A, Gonioscopic pandangan; B, Konfigurasi dari
sudut dalam penampang ruang anterior.
Humor aquos
4
Tekanan intaokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueos
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata.
Humor aqueos adalah sutau cairan jernih yang mengisi kamera okuli
anterior dan posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada
kornea dan lensa. Volumenya adalah sekitar 250 µL dan kecepatan pembentuknya,
yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 µL/ menit. Tekanan osmotik sedikit lebih
tinggi daripada plasma. Komposisi humor akueos serupa dengan plasma kecuali
bahwa cairan ini memiliki konsentarsi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih
tinggi dan protein, ure, dan glukosa yang rendah.
Sistem drainase aqueous humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular
(konvensional) dan jalur uveoskleral. Jalur drainase terbanyak adalah trabekular
yakni sekitar 90 % sedangkan melalui jalur oveoskleral hanya sekitar 10%. Pada
jalur trabekular, aliran akueos akan melalui kamera posterior, kamera anterior
menuju kanal schlemm dan berakhir pada vena episkleral, sedangkan jalur uveo
aqueos akan masuk keruang suprakoroidal dan dilirkan ke vena-vena pada badan
siliaris, koroid dan sklera.
5
Jalinan/ jala trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen san
elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabecular yang membentuk suatu saringan
dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm.
Kontraksi otot siliaris melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar
ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor juga
meningkat. Aliran akueos humor kedalam kanalis schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transeluler siklik dilapisan endotel. (khurana,2007)
2. Definisi Glaukoma Sudut Tertutup
Galukoma sudut tertutup adalah sekelompok penyakit dimana ada
penutupan reversibel (appositional) atau adhesi (synechial) dari sudut bilik
anterior. Penutupan sudut dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis. Dalam
bentuk akut, TIO naik akibat penyumbatan yang relatif tiba-tiba dari trabecular
meshwork oleh iris melalui mekanisme blok papiler. Bentuk kronis dapat
berkembang setelah penutupan sudut akut dimana penutupan sinecial sudut
bertahan atau mungkin berkembang seiring waktu ketika sudut menutup dari
kontak yang berkepanjangan atau berulang antara iris perifer dan TM, yang sering
menyebabkan sinekia anterior perifer (PAS) dan kerusakan fungsional pada sudut.
Sekitar 6,7 juta manusia didunia buta akibat glaukoma dan setengahnya
disebabkan glaukoma sudut tertutup ini.
3. Epidemiologi Glaukoma Sudut Tertutup
Prevalensi glaukoma sudut tertutup primer (PACG) dengan latar belakang
etnis adalah salah satu faktor utama yang menentukan kerentanan terhadap
penutupan sudut primer. Survei populasi menunjukkan bahwa penutupan sudut
primer lebih umum diantara orang orang keturunan asia daripada orang-orang
eropa. Diantara orang yang berusia 40 tahun ke atas, prevalensi penutupan sudut
primer berkisar dari 0,1% di Eropa ,di Asia Timur 1,4% hinga 5% di Greenland
Inuit. Dari mereka yang berusia lebih dari 40 tahun dari pupulasi yang berasal dari
Eropa 0,4% diperkirakan akan memiliki PACG. Tiga perempat kasus terjadi pada
perempuan ada 1,60 juta orang di Eropa dan 581.000 orang di AS dengan PACG.
(European Glaucoma Society, 2014)
6
Prevalensi dan insidensi glaukoma sudut tertutup berjumlah kurang dari 10
persen dari semua kasus glaukoma yang didiagnosis di amerika serikat.
Diperkirakan 2-8 persen populasi di amerika serikat memiliki sudut bilik anterior
yang cukup sempit untuk ditutup. Dari kasus-kasus tersebut 5 persen akan benar-
benar berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup primer. Prevalensi glaukoma
sudut tertutup primer lebih sering terjadi dan dapat melebihi glaukoma sudut
terbuka. Prevalensi glaukoma sudut tertutup primer dalam populasi tertentu,
tergantung pada sejumlah variabel, termasuk ras, riwayat keluarga, usia, jenis
kelamin, dan kesalahan bias. (Jackson, jimmi et al)
4. Faktor Resiko
Faktor Risiko Presdiposisi
Ini dapat dibagi menjadi faktor-faktor anatomi dan umum :
a. Faktor anatomi
Mata yang secara anatomis cenderung mengalami glaukoma sudut tertutup
primer (PACG) meliputi :
1) Mata hipermetropi dengan ruang anterior dangkal
2) Mata dimana diafragma lensa iris ditempatkan di anterior
3) Mata dengan sudut sempit ruang anterior yang munkin disebabkan oleh : bola
mata kecil, ukuran lensa yang relatif besar dan diameter kornea yang lebih
kecil atau ukuran badan siliari yang lebih besar
4) Konfigurasi iris plateau ( Khurana AK, 2007)
b. Faktor umum, meliputi:
1) Ras
Dalam populasi kaukasia prevalensi glaukoma sudut tertutup primer
adalah satu per dua belas dibandingkan glaukoma sudut terbuka primer.
Glaukoma sudut tertutup primer dianggap sangat jarang diantara orang afrika-
amerika dan ketika hal itu terjadi pada orang – orang ini biasanya sebagai bentuk
kronis dari penyakit. Selain itu orang afrika- amerika cenderung memiliki lebih
sedikit gejala daripada kaukasia selama serangan glaukoma sudut tertutup primer
akut yang dapat menyebabkan pelaporan kasus yang kurang.
Beberapa populasi mongoloid, seperti eskimo, asia timur dan tenggara,
dan asia selatan, memiliki tingkat glaukoma sudut tertutup primer yang sangat
7
tinngi. Di sisi lain, penduduk pulau pasifik dari keturunan yang sama memiliki
tingkat glaukoma sudut tertutup primer yang sangat rendah dan penduduk asli
autralia, yang leluhurnya adalah asia tenggara tidak memiliki glaukoma sudut
tertutup primer. Dilaporkan indian amazon amerika selatan memiliki prevalensi
lebih tinggi glauoma sudut tertutup primer daripada indian amerika (yang hampir
tidak ada) meskipun mereka memiliki keturunan asia yang sama
Tingkat glaukoma sudut tertutup primer yang berbeda diantara kelompok-
kelompok keturunan yang sama membuatnya jelas bahwa tidak ada pola genetik
yang jelas. Namun demikian banyak penelitian telah menujukkan bahwa
kelompok ras tertentu berada pada peningkatan resiko untuk glaukoma sudut
tertutup primer, seperti halnya mereka dengan segmen anterior yang kecil dan
padat. Kecendrungan orang- orang dengan kedalaman ruang anterior yang lebih
dangkal dengan glaukoma sudut tertutup primer telah dilaporkan secara konsisten
diantara kaukasia, eskimo, dan asia. Faktor lain yang terkait dengan tingginya
prevalensi glaukoma sudut tertutup primer di asia adalah katarak intumescent di
india dan trakoma di burma
2) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga positif adalah faktor resiko tambahan. Frekuensi sudut
yang dapat di tutup adalah 3,5-6 kali lebih tinggi pada tingkat pertama.
Glukoma sudut tertutup primer diyakini poligenik, meskipun silsilah
dengan prevalensi tinggi telah dilaporkan dengan pola pewarisan dominan
autosomal dan resesif. Konfigurasi bilik anterior dapat diwariskan dibawah
pengaruh poligenik in daripada gen tertentu terkait dengan penyakit ini dapat
menjelaskan terjadinya familial glaukoma sudut tertutup primer. Namun sebagian
besar kasus penyakit ini terjadi pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga
penyakit .
3) Usia
Prevalensi glaukoma sudut tertutup pimer meningkat sejalan dengan usia,
dengan frekuensi puncak pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan. Glaukoma
sudut tertututup primer dianggap jarang dibawah 40, meskipun kasus yang
melibatkan anak-anak telah dilaporkan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan usia
8
yang berkaitan pada galukoma sudut tertutup primer meliputi peningkatan
ketebalan lensa, peningkatan kelengkungan permukaan lensa anterior, sedikit
perpindahan anterior lensa dan miosis pupil
4) Jenis kelamin
Perempuan dianggap lebih rentan untuk mendapatkan PACG
dibandingkan laki – laki. Glaukoma sudut tertutup primer dilaporkan rasio
perempuan : laki –laki bervariasi dari 2:1 hingga 4:1. Namun dalam populasi
afrika – amerika beberapa penelitian telah menemukan tingkat glaukoma sudut
tertutup primer sama meskipun temuan ini masih diperdebatkan. Penjelaan untuk
perbedaan berbasis jenis kelamin adalah bahwa perempuan umumnya memiliki
kedalaman ruang anterior yang lebih dangkal dan sudut yang lebih sempit.
5) Kesalahan refraksi
Sejumlah penelitian telah melaporkan bahwa sudut sempit dan galukoma
sudut tertutup primer lebih sering terjadi pada mata hiperopik daripada
emmetropik atau miopik. Mata hiperopik umumnya lebih kecil dalam volume
bola mata, yang menghasilkan kepadatan dari ruang anterior ketika ukuran lensa
normal.(Jackson, jimmi et al)
6) Tipe kepribadian
Hal ini lebih sering terjadi pada individu yang gugup dengan sistem
vasomotor yang tidak stabil.
7) Musim
Puncak insidensi dilaporkan pada musim hujan. (Khurana AK, 2007)
c. Faktor pencetus
Pada mata yang cenderung berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup,
salah satu faktor berikut yang dapat memicu serangan:
1) Pencahayaan redup
2) Stres emosional
3) Penggunaan obat-obatan mydriatic seperti atropin, cyclopentolate, tropicamide
dan phenylephrine. (Khurana AK, 2007 )
9
Penting untuk megidentifikasi penyebab sekunder dari sudut sempit atau
tertutup, seperti kasus phakomorpik, uveitis dan neovaskular, karena penanganan
kasus-kasus ini awalnya diarahkan untuk mengendalikan penyakit yang
mendasarinya.
a. Mekanisme blok pupilary
Adalah mekanisme yang dominan pada sekitar 75% kasus penutupan
sudut primer. Blok pupil adalah fenomena fisiologis dimana aliran cairan dari
ruang posterior melalui pupil ke ruang anterior terhambat sehingga menyebabkan
tekanan di ruang posterior menjadi lebih tinngi daripada tekanan di ruang anterior.
Akibat, iris perifer membungkuk ke depan dan bersentuhan dengan meshwork
trabecular dan/ atau kornea perifer. Dalam sebagian kecil kasus, ini menjadi siklus
yang berkelanjutan sendiri dengan obstruksi aliran trabekular yang mengarah ke
peningkatan TIO hingga 50-80 mmHg. Ketika obstruksi trabekular total menjadi
terjadi dengan cepat (dalam beberapa jam) hal itu menyebabkan gejala dan tanda-
tanda akut angle- closure (AAC). Peningkatan resistensi terhadap aliran cairan
trans pupil diyakini hasil dari ko ak-tivasi kedua otot sfingter dan dilator,
menyebabkan margin pupil mencengkram permukaan anterior lensa. Hal ini dapat
terjadi sebagai respon terhadap rangsangan fisiologis seperti membaca dalam
cahaya yang buruk, atau secara farmakologis seperti terapi dengan miotik dan
stimulasi otot dilator secara bersamaan dengan fenilefrin. Dalam kebanyakan
kasus kecenderungan untu blok pupil, dibuat oleh segmen anterior yang sempit
dan peningkatan volume lensa yang berkaitan dengan usia. Prevalensi PAC lebih
tinggi pada wanita lansia dan dalam beberapa ras (terutama orang Asia Timur).
Ada hubungan yang lebih lemah dengan hipermetropia, sindrom pengelupasan
kulit, diabetes dan retinitis pigmentosa.
b. Anomali pada tingkat iris dan/atau badan siliaris (“konfigurasi iris plateau”)
Kelompok mekanisme anterior, non blok pupil kadang-kadang keliru
disebut dalam istilah payung “lateau iris” mereka adalah hasil dari variasi iris dan
anatomi badan cilary yang membawa iris perifer kontak dengan trabecular
meshwork. Ini termasuk iris yang lebih tebal, penyisipan iris yang lebih anterior
10
dan posisi badan silia yang lebih anterior. Faktor-faktor anatomi ini memprediksi
kegagalan dari iridotomi laser untuk membuka sudut yang tertutup.
Proses siliaris yang diposisikan secara anterior yang menyebabkan
konfigurasi iris plateau yang khas. Sindrom plateau iris harus dibedakan dari
konfigurasi plateau iris, “konfigurasi” mengacu pada situasi dimana bidang iris
datar dan ruang anterior tidak dangkal secara aksia. Dalam kebanyakan kasus,
glaukoma sudut tertutup yang terkait dengan konfigurasi plateau iri sembuh
dengan iridotomi perifer. “sindrom plateau iris” mengacu pada kondisi pasca laser
dimana iridotomi paten telah menghilangkan blok pupil relatif tetapi penutupan
sudut- sudut yang di konfirmasi secara gonioscopically berulang tanpa
pendangkalan ruang anterior secara aksial. Sindrom plateau iris jarang terjadi
dibandingkan konfigurasi, Biasanya terjadi pada kelompok usia yang lebih muda
daripada penutupan sudut blok pupil. Perawatannya adalah laser iridoplasti atau
penggunaan pilocarpine jangka panjang pasca operasi selama itu diperlukan.
c. Anomali di Tingkat Lensa
Faktor resiko yang paling banyak dikenal untuk penutupan sudut primer
adalah ruang anterior dangkal. Permukaan anterior lensa menandai kedalaman
ruang, anterior dan oleh karena itu pasien PAC , biasanya memiliki lensa yang
lebih tebal diposisiskan lebih anterior dibandingkan orang-orang dengan sudut
terbuka lebar. Katarak sklerotik nuklear merupakan temuan yang sring pada
penutupan sudut primer. Jika proses patologis atau iatogenik terpisah
menyebabkan lensa tiba-tiba meningkatkan ketebalan (misalnya katarak diabetes
“klasik” atau pasca trauma) menjadi diposisikan lebih anterior (gas retina atau
tamponade oil ) atau sublukasi (trauma atau sindrom marfan) ini mungkin
menyebabkan penutupan sudut sekunder. (Khurana AK, 2007)
11
diafragma lensa iris menyebabkan penutupan sudut sekunder sehingnga terjadi
peningkatan TIO. Kasus-kasus ini biasanya memilik mata yang sangat kecil
(panjang aksial <21 mm) dan pembiasan hipermetropik yang lebih tinngi (> +
6D). Hal ini diyakini bahwa proses siliaris bersentuhan dengan ekuator lensa dan
atau zonule/posterior kapsul diafragma yang kuat menyebabkan penyesatan dari
cairan ke dalam vitreous. Akibatnya lensa/iris didorong kedepan dan menyumbat
sudut ruang anterior. Setelah iridotomi atau iridektomi penggunaan miotik
meningkatkan TIO, sedangkan penggunaan cycloplegics mengurangi TIO. Reaksi
terbalik atau paradoks terhadap parasimpatomimetik ini harus diuji hanya setelah
iridotomi telah dilakukan. Biomikroskopi ultrasonografi dapat menunjukkan
anatomi ruang posterior yang abnormal dalam kasus-kasus yang jarang terjadi.
Asimetri kedalaman ruang anterior adalah tanda kardinal dari sudut penutup
sekunder. (European Glaucoma Society, 2014)
6. Klasifikasi
Glaukoma bukan merupakan salah satu bentuk klinis tunggal tetapi
sekelompok penyakit mata dengan berbagai penyebab yang akhirnya dikaitkan
12
dengan neoropati optik progresif yang menyebabkan hilangnya penglihatan.
Glauoma dapat dipisahkan oleh etiologi yang tidak terkait dengan kondisi
penggunaan lain yang diklasifikasikan sebagai primer, dan yang bersifat sekunder
terhadap penyakit mata atau sistemik. (Jackson, jimmy et al, 2001)
Glaukoma umumnya diklasifikasikan sebagai penutupan sudut, sudut
terbuka, mekanisme campuran, atau gabungan dan perkembangan. Di sudut
primer penutupan glaukoma tekanan intraokular menjadi meningkat karena iris
perifer mencegah cairan mencapai jaringan drainase bilik anterior, trabecular
meshwork. Meshwork itu sendiri dianngap berfungsi secara normal. Dalam
galukoma sudut terbuka (OAG) berair memiliki akses ke trabecular meshwork,
tetepi drainese terganggu karena mekanisme lain. Glaukoma mekanisme
campuran glaukoma ada ketika kedua bentuk glaukoma yang hadir dari kombinasi
dari ACG dan OAG. Perkembangan glaukoma yang hadir disebabkan oleh
beberapa anomali ruang anterior pada saat lahir dan berhubungan dengan anomali
sistemik okular lainnya. . (Jackson, jimmy et al, 2001)
a. Glaukoma sudut tertutup dengan pupil blok
Klasifikasi glaukoma sudut tertutup didasarkan pada ada tidaknya blok
pupil dan apakah mekanisme sudut tertutup primer atau sekunder. Dengan blok
pupil aliran cairan melalui pupil dari ruang posterior ke ruang anterior dibatasi.
Blok ini menyebabkan peningkatan tekanan di dalam ruang posterior yang
mendorong iris perifer ke depan (iris bombe) sampai blok trabecular meshwork.
Glaukoma sudut tertutup primer dengan blok pupil ada ketika ada
presdiposisi dasar anatomi, seperti sudut sempit. PACG primer dapat
diklasifikasikan lebih lanjut sebagai penyebab, subakut (penutupan intermiten
sudut dengan resolusi spontan) akut (penyumbatan mendadak aliran cairan oleh
iris), atau kronis ( oklusi sudut yang disebabkan oleh perkembangan sinekia
anterior perifer atau aposisi dari iris). ACG sekunder dengan blok pupil dikaitkan
dengan beberapa proses penyakit primer lainnya, seperti peradangan ruang
anterior.
b. Glaukoma sudut tertutup tanpa pupil blok
13
Glaukoma sudut tertutup primer tanpa blok pupil terjadi pada dua bentuk
berbeda. Konfigurasi iris plateau adalah bentuk klinis dimana kedalaman ruang
anterior sentral adalah normal, bidang iris datar dan sudut bilik anterior sangat
sempit. Gonioskopi yang diperlukan untuk membuat diagnosis, mengungkapkan
bahwa iris perifer membutuhkan tura tajam posterior sebelum dimasukkan
kedalam badan ciliari. Plateau iris sindrom terjadi ketika ruang anterior tetap
dapat ditutup dengan adanya iridotomy paten.
Glaukoma sudut tertutup sekunder dapat diklasifikasikan sebagai
mekanisme anterior menarik atau mekanisme pendorong posterior. Dalam bentuk
anterior (misalnya glaukoma neovaskular) iris perifer ditarik terhadap meshwork
dengan kontraksi membran fibrovaskular pada iris dan pada sudut. Mekanisme
mendorong posterior (misalnya glaukoma ganas dan kondisi terkait seperti ablasi
koroid , mendorong iris perifer terhadap meshwork. Kondisi ini yang selalu
unilateral dengan sedikit resiko pada kedua mata.
14
(glaukoma ganas dan penyebab
terkait)
Detasemen choroidal
Detasemen badan siliari
Tumor intraokular
Mengikuti prosedur
scleral buckling
Injeksi udara intravitreal
Inflamasi terimbas
Retinopati prematuritas
Berikut photocoagulation
panretinal
Central oklusi vena retina
Lensa diinduksi
( Jackson, Jimmi et al, 2001)
Karena pengetahuan tentang epidemiologi dan mekanisme penutupan
sudut telah meningkat, klasifikasi teleh bergeser dari pendekatan berbasis gejala
(akut, subakut dan kronis)
Skema dibawah ini telah disarankan oleh kelompok konsensus dari
asosiasi masyarakat glaukoma internasional
15
3) Beberapa ahli mengklasifikasikan lebih lanjut PAC menjadi non iskemik dan
iskemik menunjukkan bukti anterior dari peningkatan TIO substansial
sebelumnya seperti perubahan iris atau glaukomflecken
c. Glaukoma sudut tertutup primer (PACG)
1) ITC di tiga kuadran atau lebih, dengan neuropati optik glaukoma
2) Kerusakan saraf optik akibat episode peningkatan TIO berat, seperti
penutupan sudut akut, munkin tidak tampak sebagai tanda khas glaukoma
yang khas. (Kanski.S, 2016)
16
Serangan umum gejala klinik glaukoma sudut tertutup primer akut terbagi
akut, intermiten atau subakut serta kronis. Serangan akut glauoma sudut tertutup
pimer akut secra klinis oleh salmon (2004) disebut juga sudut tertutup akut
kongestif. Sebagian besar serangan akut hanya terjadi pada satu mata, sedangkan
kurang dari 10% dapat menyerang kedua mata. Serangan akut tersering pada usia
55-56 tahun dan dilaporkan tiga kali lebih sering terjadi pada wanita.
Serangan tersebut biasanya mendadak ketika tekanan intraokular
meningkat cepat (biasanya sekitar 45-75 mmHg), karena terjadi blok relatif
trabekular meshwork oleh iris dengan manisfestasi klinik berupa
1) Nyeri mata mendadak
2) Sakit kepala
3) Penglihatan Kabur
4) Melihat cahaya pelangi sekitar sumber cahaya (halo)
5) Mual, muntah.
Gejala yang berat sering ditunjukkan dengan nyeri mata mendadak dan
sakit kepala. Nyeri tersebut dapat radier sepanjang distribusi cabang optalmik
saraf trigeminalyang ditandai nyari sinus, telinga, kepala dan gigi.nyari yang hebat
karena tinnginya TIO dapat menimbulkan gejala mual dan muntah. Kadang nyari
dada dan abdomen serta berkeringat dapat terjadi hal ini sering meninbulkan
misdiagnosis.
Kabur dan melihat seperti pelangi disebabkan edema epitel kornea karena
tinnginya TIO. Edema kornea dapat memisahkan cahaya putih menyebabkan
cincin berwarna mengelilingi cahaya lampu pijar denagn warna merah kuning di
tengah dan biru hikau di perifer. Gejala ini merupakan gejala awal serangan akut.
(Budiono Sjamsu et al, 2013)
Bila lampu celah biomikroskop dan goniolens tidak tersedia, kedalaman
bilik mata depan dapat dinilai dengan iluminasi penlight pada permukaan iris
melalui sinar dari sisi temporal mata. Bila iris datar akan diiluminasikan pada sisi
temporal dan nasal pupil sedangkan bila iris lebih terdorong kedepan maka akan
tampak bayangan pada sisi nasal atau disebut eclipse sign. Pemeriksaan ini
mempunyai sensitivitas 80-86% dan spesifisitas 69-70%.
Lampu celah biomikroskop
17
1) Kongesti pembuluh darah epiklera dan konjungtiva
2) Edema epitel kornea
3) Bilik mata depan dangkal, flare dan cells
4) Pupil iregular, middilatasi
5) Lensa membesar dan lebih terdorong ke depan
Dengan pemeriksaan lampu celah biomikroskop kedalaman bilik mata
depan perifer bisa ditentukan dengan tehnik Van Herick, yakni membandingkan
kedalaman bilik mata depan perifer dengan ketebalan kornea terdekat. Bila
kedalaman bilik mata depan perifer kurang dari seperempat ketebalan kornea,
maka sudut bilik mata depan kemungkinan potensial untuk tertutup. Pemeriksaan
ini menjadi parameter diagnostik penting untuk sudut tertutup dengan sensivitas
61,9% dan spesifisitas 89,3%. (Budiono, Sjamsu et al, 2013)
18
iris plateau dengan mencegah serangan blok glaukoma sudut tertutup primer
utama, menunjukkan bahwa blok pupil memainkan peran yang cukup besar dalam
pengembangan glaukoma akut pada pasien ini, namun yang lain mempertahankan
bahwa blok pupil memberikan kontribusi sedikit untuk kenaikan TIO dan bahwa
iridotomi perifer tidak bermanfaat. (Vaugan, Asbury,2015)
19
Pemeriksaan mata
Evalusi tersangka sudut tertutup primer dapat mencakup tetapi tidak
terbatas pada, prosedur berikut:
a. Refraksi (kecuali pasien dalam penutupan sudut akut)
b. Tes kedalaman bilik mata depan dengan lampu senter yang disorotkan dari
temporal, sejajar iris dan diarahkan ke mata nasal. Gambaran gelap diiris
bagian nasal menunjukkan sudut bilik mata dangkal dan besar kemungkinan
sudutnya tertutup
c. Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Rentang tekanan intra
okular normal adalah 10-21 mmHg. Instrumen yang paling luas digunakan adalah
tonomer aplinasi Goldmann, yang diletakkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang
diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan kornea
berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran. Tekanan intraokular mata yang
korneanya tebal, akan ditaksir terlalu tinggi yang koerneanya tipis ditaksir terlalu
rendah. Kesulitan ini dapat diatasi dengan tonomer kontor dinamik pascal.
Tonomer – tonomer aplanasi lainnya, yaitu tonometer perkins dan tonopen.
Tonomer schiotz adalah tonometer tonometer ini mengukur indentasi kornea yang
ditimbulkan oleh beban yang diketahui sebelumnya. (Japan Glaucoma
society,2006)
d. Gonioscopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan
iris, yang diantaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi sudut ini yakni
lebar (terbuka), sempit, atau terttutup memberi dampak penting pada aliran
aqueous humor. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan
pencahayaan oblik blik mata depan, menggunkan sebuah senter atau dengan
pengamatan bilik mata depan perifer menggunakan slitlamp. Akan tetapi sudut
bilik mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memunkinkan
visualisasi langsung struktur-stuktur sudut. Apabila keseluruhan anyaman
trabekular, taji sklera, dan processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.
Apabila hanya garis schwalbe atau hanya sebagian kecil dari anyaman trabekular
yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis schwalbe tidak terlihat,
20
sudut dinyatakan tertutup. Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata
hiperopia kecil memiliki sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia
mempersempit sudut ini dan berperan pada beberapa kasus glaukoma sudut
tertutup. ( Vaughan, Asbury,2015)
21
Hal ini penting untuk memastikan jenis dan jumlah kesalahan bias karena
hyperopia, merupakan faktor resiko yang pasti untuk glaukoma sudut tertutup
primer. Pemeriksaan harus mencakup pengukuran tekanan intraokular dan
evaluasi stereoskopi dari kepala saraf optik. Foto saraf optik awal dapat diambil
(stereofotografi, jika tersedia). Deskripsi dan gambar yang terperinci adalah
alternatif tepat jika fotografi tidak tersedia atau tidak layak. Dasar bidang visual
yang menggunakan ambang batas atau perimetri kinetik dapat dilakukan.
e. Teknik estimasi sudut van herick umumnya digunakan untuk penilaian
kedalaman sudut ruang anterior sebelum pelebaran. Lebar ruang hitam yang
dibentuk oleh interval sudut ruang anterior secara subjektif dibandingkan
dengan lebar bagian optik kornea. Sudut diberi penilaian 1 hingga 4. Nilai 3
dan 4 dianggap tidak mampu ditutup, sementara nilai 1 dan 2 harus dinilai
dengan gonioskopi yang dilakukan sebelum pelebaran. Estimasi kedalaman
aksial ruang anterior juga dapat membantu karena pusat kedalaman bilik
kurang dari 2,5 cm adalah ambang batas untuk glaukoma sudut tertutup primer
pupil blok. Ketika sudut tampak sempit, gonioskopi harus dilakukan.
22
yang terlihat
f. Tes provokatif
Tes provokatif untuk mencerminkan kondisi “fisiologis” yang
menyebabkan dilatasi dapat membantu menentukan tersangaka glaukoma sudut
tertutup mana yang berisiko tinggi untuk berkembang menjadi serangan akut.
Pasien yang beresiko tinggi ini dapat memperoleh manfaat dari iridotomi
profilaksis. Tes provokatif yang paling umum digunakan adalah :
1) Tes ruangan gelap. Pasien ditempatkan diruang gelap selama 60-90 menit
setelah pengukuran TIO dasar dan gonioskopi. Meskipun bermasalah, penting
untuk pasien tertidur karena miosis tidur menetralkan midrasis iluminasi redup
pada akhir waktu yang ditentukan, TIO diukur kembali. Pemeriksa harus
berhati- hati untuk tidak mengekpos pasien ke cahaya terang, yang akan
menyempitkan pupil. Peningkatan TIO yang sama dengan atau melebihi 8 mm
merkuri (Hg) adalah temuan positif. Gonioskopi harus diulangi untuk
memastikan penutupan sudut.
2) Tes prone. Pasien ditempatkan pada posisi tengkurap selama 60-90 menit dan
diintruksikan untuk tetap terjaga dan untuk menghindari tekanan langsung
pada globe atau orbit. Kriteria untuk menentukan tes positif sama dengan
untuk tes kamar gelap.
3) Tes prone ruangan gelap. Pasien ditempatkan di ruangan gelap dalam posisi
tengkurap selama 60-90 menit. Instruksi kepada pasien dan kriteria untuk tes
positif sama seperti untuk dua tes sebelumnya
4) Tes mydriatic. Setelah pengukuran TIO dasar pupil pasien dilatasi dengan
agen siklopegik yang lemah seperti 0,5% atau 1% tropicamid. Ketika TIO
diukur kembali 60-90 menit kemudian, kenaikan dari 8 mmHg diaggap positif.
Sayangnya tidak ada, tes provokatif ini yang menunjukkan spesifisitas dan
sensitivitas yang memadai dalam uji klinis. Tidak ada konsensus diantara spesialis
glaukoma mengenai penggunaan pengujian provokatif.
Sebagian besar dokter mengandalkan gonioskopi dan penilain klinis untuk
menentukan pasien mana yang dapat memperoleh manfaan dari iridotomi.
23
Iridotomi propilaktik direkomendasikan ketika sudutnya sempit, biliknya dangkal
dan salah satu dari berikut ini ada :
a. Bukti penutupan appositional
b. Bukti penutupan sebelumnya
c. Gejala yang terkait dengan penutupan sebelumnya
d. Tes provokatif positif dengan bukti penutupan sudut. (Jackson,jimmy et
al,2001)
24
miosis, keratic precipitates, ada sel dibilik mata depan dan peningkatan TIO yang
moderet serta keluhan penglihatan kabur dengan halo.
a. Ectopia lentis
25
b. Beta blockers
Jika pasien tidak memiliki kontra indikasi paru atau jantung, salah satu
beta blockers nonselektif dapat digunakan, dengan timolol 0,5% (timoptic)
mungkin yang paling sering digunakan. Betaxolol 0,25% (betoptic S) harus
digunakan untuk pasien dengan kontraindikasi paru. Dosis yang
direkomendasikan dari setiap beta blocker adalah satu tetes pada awalnya, diulang
dalam 1 jam jika perlu, dan dilanjutkan satu tetes setiap 12 jam sampai laser
perifer iridotomi dilakukan.
c. Agonis alfa-adrenergik
Disetujui untuk digunakan dalam prosedur laser segmen anterior untuk
mencegah lonjakan TIO, Apraclondine 1% (Iopidine) adalah terapi tambahan
dalam penutupan sudut. Ini adalah agonis alfa-adrenergik yang menurunkan TIO
dengan mengurangi produksi air itu. Dosis biasa, satu hingga dua tetes pada mata
yang terkena pada saat didiagnosis, dapat diulangi sekali dalam 1 jam jika
diperlukan.
26
Sebuah inhibitor karbonat anhidrase oral harus diberikan segera setelah
diagnosis pasien tidak mual. Dosis 500 mg (dua tablet 250 mg) dari acetazolamide
(diamox) ini paling umum digunakan. 500 mg diamox sequel ini harus dihindari
karena merupakan formulasi pelepasan waktunya, dan karena itu ia memiliki
onset tindakan yang lebih lambat. Acetazolamide harus dihindari pada pasien
dengan masalah ginjal, 100 mg metazolamid (neptazane) menjadi pilihan
pengobatan karbonat anhidrasi inhibitor. Karbonic anhidrasi inhibitor adalh obat
berbasis sulfa dan harus dihindari pada pasien alergi. Ketika pasien mual
acetazolamid 500 mg intavena harus diberikan. Antiemetik dapat digunakan
dengan obat oral untuk mengurangi mual dan mencegah karbonat anhidrase
inhitor intavena.
f. Agen hiposmotik oral.
Cara paling efektif untuk menurunkan TIO selama serangan penutupan
sudut akut adalah agen hiperosmotik oral. Jika pasien tidak mual atau muntah,
gliserin 50% (Osmoglyn) dapat diberikan dalam dosis 15 ml/kg berat badan.
Karena tidak dimetabolisme, 45% isosorbide (Ismotic) dapat diganti dalam dosis
yang sama bagi gliserin pada pasien dengan diabetes mellitus.
Agen-agen ini paling baik ditoleransi jika diberingan dingin,
dengan seluruh dosis dikomsumsi dalam 5 menit. Perhatian ketika memberikan
agen hiperesmotik pada pasien yang rentan terhadap dehidrasi, pasien yang lebih
tua yang mungkin sangat rentan, dapat menderita disoreintasi, kebingungan, diare,
atau kejang. Obat hiperesmotik mmberi tekanan pada sistem kardiovaskular
karena peningkatan beban yang diciptakan oleh volume cairan yang lebih tinggi
didalam pembuluh darah. Saat cairan diambil dari jaringan, volume cairan
intravaskular meningkat. Stres tambahan ini pada individu lansia dengan penyakit
jantung atau ginjal yang dekompensasi dapat berakibat fatal. Ketika pasien mual,
agen hiperosmotik intravena seperti urea atau manitol harus digunakan. Sebagian
pihak menganggap manitol obat pilihan dosis yang dianjurkan adalh 2,5-10 ml/kg
larutan 20%. Hiperosmotik intravena harus digunakan dengan hai-hati karena
komplikasi sistemik mereka.
g. Analgesik oral
27
Diberikan bila pasien merasakan nyeri dan sakit kepala hebat. ( Mustafa,
Syukri et al, 2017)
Terapi Laser
Sejak awal tahun 1980, laser iridotomi perifer (LPI) merupakan alternatif
pilihan yang aman dan efektif dibanding iridoktomi melalui bedah insisi.
Sekarang iridotomi laser merupakan pilihan untuk semua bentuk glaukoma sudut
tertutup dengan blok pupil. Juga direkomendasikan untuk terapi profilaksis pada
mata yang mempunyai risiko terjadi blok pupil atau karena serangan akut pada
mata jiran. Tindakan ini berhasil pada sebagian besar kasus dengan TIO yang
sudah menurun dan edema kornea berkurang. Iridektomi dengan pembedahan
merupakan terapi standar bagi glaukoma sudut tertutup selama beberapa dekade,
tetapi beresiko menimbulkan perdarahan, infeksi, kecelakaan, anestesi, dan
bahkan oftalmia simpatika. Iridotomi laser dibuat menjadi lebih selektif dengan
lensa kontak abraham (dengan tombol pemfokus 66 dioptri) dan lensa iridotomi
sfingterotomi wise (dengan tombol 103 dioptri) yang meningkatkan kepadatan
energi laser dan memperbaiki visualisasi iris). Dengan densitas energi yang tinggi
tersebut iridotomi laser sering berhasil baik dengan laser argon maupun laser Q-
switched Nd:YAG, dan hanya gagal apabila kornea sedemikian keruh sehingga
laser tidak dapat difokuskan pada iris. Pada kasus yang demikian, mungkin
diperlukan pilihan terapi laser lain.
Dengan laser argon, berkas difokuskan melalui lensa iridotomi pada serat-
serat iris perifer, yang dipotong dalam bentuk garis sejajar limbus, dengan
tembakan-tembakan 0,01 atau 0,02 detik dan tingkat energi 1-2 W. Dengan laser
Nd:YAG iridotomi dapat dilakukan melalui lensa iridotomi dengan metode satu
titik berkekuatan tinggi menggunakan 5-10 mJ per tembakan dalam satu kali
tembakan. Iridotomi tersebut dapat diperbesar dengan memotong serat iris perifer
dalam bentuk sebuah garis sejajar dengan limbus dengan tembakan multipel 1-2
mJ. Laser argon lebih dianjurkan untuk iris yang berwarna coklat tua dan tebal,
yang cenderung mengalami perdarahan dengan laser Nd:YAG, sedangkan iris
berwarna biru muda kurang efektif meyerap energi laser argon dan lebih muda
dilubangi dengan laser Nd:YAG. Apabila kedua laser tersedia, metode yang paling
28
efisien untuk iris coklat yang tebal adalah dengan memotong stroma tebal dengan
laser argon dan kemudian menyingkirkan filamen dan pigmen dengan beberapa
letupan laser Nd:YAG berkekuatan rendah. Karena keamanannya, iridotomi laser
harus dilakukan tidak hanya untuk glaukoma sudut tertutup yang telah dipastikan
terjadi, tetapi kapanpun terjadi blokkade pupil progresif, sebelum terjadi
kerusakan permanen akibat penutupan sudut.
Bila kornea terlalu keruh sehinnga iridotomi laser pada glaukoma sudut
tertutup akut tidak dapat dilakukan dapat dicoba iridopasti perifer dengan laser
argon. Untuk mengontraksikan stroma iris didekat sudut, suatu cincin bakaran
pengontraksi berkekuatan rendah (sekitar 200 mW) durasi lama (0,5 dtk), dan
beruuran besar (500 um) ditempatkan di iris perifer dengan menggunakan lensa
iridotomi standa. Ini akan menarik sudut tersebut secara mekanis sehingga
menurunkan tekanan intaokular dan memunkinkan dilakukannya iridotomi.
Tindakan ini sama efektifnya dengan terapi medis, tetapi kadang-kadang
menyebabkan rasa tidak nyaman biasanya dilakukan terapi gabungan laser dan
medis. (Vaugan, Asbury,2015)
Bedah Insisi
Pembedahan sebaiknya dipertimbangkan bila iridotomi laser dan
iridoplasti laser tidak tepat dan tidak berhasil. Pembedahan dapat berupa
iridektomi perifer, ektraksi lensa, parasintesis,dan trabekulektomi.
a. Iridektomi perifer
Pembedahan iridektomi dilakukan hanya bila iridotomi laser paten tidak
tercapai. Situasi-situasi tertentu juga megindikasikan untuk dilakukan iridektomi
secara bedah, yaitu kornea yang keruh, bilik mata depan datar dan penderita tidak
kooperatif.
b. Ekstraksi lensa
Ekstraksi lensa saja dapat memperdalam bilik mata depan, memperluas
sudut filtrasi serta menurunkan TIO. Ektraksi lensa sebaiknya dilakukan tiga
bulan setelah iridotomi laser karena mata sudah tenang, adhesi iridokornealtidak
tetap dan lebih aman. Pendapat lain, iridotomi laser perifer merupakan prosedur
yang cepat, mudah dan efektif untuk terminasi sebagian besar seragan glaukoma
29
sudut tertutup primer akut. Fakoemulsifikasi bukan prosedur yang mudah. Oleh
karena itu pertama sebaiknya dilakukan laser perifer iridotomi dan atau iridoplasti.
Dievaluasi kemudian dan bila diperlukan dapat dilakukan ektraksi katarak pada
mata yang lebih tenang dan TIO yang sudah menurun. Namun akhir-akhir ini
ekstraksi lensa (fakoeumulsifikasi) dan penanaman lensa intaokuli ruang posterior
chamber dilakukan pada keadaan akut, beberapa penelitian menunjukkan hasil
yang efektif, meskipun masih kontroversi.
c. Trabekulektomi
Karena kompilakasi durante dan pascatrabekulektomi, maka biasanya
tidak dilakukan pada keadaan akut, akan tetapi trabekulektomi daat disarankan bil
serangan terjadi lebih dari 36-72 jam. Pasca serangan akut glaukoma sudut
tertutup primer akut, trabekulektomi diindikasikan bila sudah terdapat PAS lebih
dari 70%, sedangkan apabila PAS yang terjadi masih sekitar 50% iridektomi
masih mungkin untuk dilakukan dan bila pasca episode akut dengan
medikamentosa maksmal sudut masih tetap tertutup lebih dari 75% meskipun
dengan gonioskopi indensitasi dan atau TIO masih lebih 45mmHg. Pada keadaan
ini keberhasilan iridektomi perifer hanya 43%. Pada mata asian serangan akut
kadang refrakter terhadap terapi standar. Trabekulektomi biasanya dilakukan pada
mata yang tidak respons terhadap terapi medikamentosa atau mata yang berespons
terhadap terapi medikamentosa.
d. Parasintesa Bilik Mata Depan
Parasintesa bilik mata depan merupakan modalitas lain dalam rangka
menurunkan TIO inisial. Pada studi di china kombinasi pilokarpin topikal,
timolol, asetazolamid sistemik dan manitol dengan parasintesis bilik mata depan
sebagai terapi primer pada glaukoma susut tertutup primer akut dikatakan cukup
aman dan efektif untuk mengontrol TIO dan gejala akutnya. Studi lain di prancis
disipulkan bahwa parasintesis bilik mata depan merupakan prosedur aman dan
efektif untuk peningkatan TIO yang mendadak pada glaukoma sudut tertutup
primer akut dengan kombinasi obat antiglaukoma, dan pada observasi tidak
didapatkan komplikasi yang berhubungan dengan parasintesis. ( Mustafa, Syukri
et al, 2017)
30
12. Komplikasi Glaukoma Sudut Tertutup
Apabila terapi ditunda, iris perifer dapat melekat keanyaman trabekular
(sinekia anterior) sehingga menimbulkan oklusi sudut bilik mata depan ireversibel
yang memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Sering terjadi
kerusakan nervus optikus.(Vaugan, Asbury)
31
BAB III
KESIMPULAN
32
c. Faktor pencetus
Pada mata yang cenderung berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup,
salah satu faktor berikut yang dapat memicu serangan:
1) Pencahayaan redup
2) Stres emosional
3) Penggunaan obat-obatan mydriatic seperti atropin, cyclopentolate, tropicamide
dan phenylephrine.
Keadaan ini dapat bermanisfestasi sebagai kedaruratan oftalmogik atau
dapat tetap asimtomatik sampai timbul penurunan penglihatan. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan mengenal gejala dan tanda klinis serta ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan segmen anterior dan gonioskopi yang cermat. Pendekatan
terapi pada serangan akut adalah ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular.
Terapi medikamentosa intensif untuk menurunkan TIO, sebaiknya dimulai
sesegera mungkin karena tingginya TIO akan merusak saraf optik lebih lanjut,
setelah tekanan intraokular dapat dikontrol harus dilakukan iridotomi perifer
untuk membentuk hubungan permananen antara bilik mata depan dan belakang
sehingga kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Hal ini sering dilakukan dengan
laser YAG. Iridektomi perifer secara bedah merupakan terapi konvensional bila
terapi laser tidak berhasil. Pada glaukoma sudut tertutup subakut terapinya adalah
dengan iridotomi perifer dengan laser. Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup
primer kronik iridotomi perifer dengan laser harus selalu dilakukan sebagai
langkah pertama.
33
DAFTAR PUSTAKA
Artini, Widya . 2017. Glaukoma . In: Sitorus, Rita, Ratna Sitompul, Syska
Widyawati, Anna P Bani, Buku Ajar Oftalmogi Edisi Pertama
Jakarta:Badan penerbit FKUI
Budiono, Sjamsu. Trisnowati Taib Saleh, Moestidjab, Eddyanto. 2013. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya:Penerbit Airlangga University Press
European Glaucoma Society, 2014. Terminology and Guidelines for Glaucoma
4th
Ilyas, sidarta. Yulianti, Sri Rahayu. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima.
Jakarta:Badan Penerbit FKUI
Jackson, Jimmy. Leland W, Barry M Fisch, Victor E, David K. 2001. Optometrik
clinical practice guideline: Primary Angle Closure Glaucoma
Japan Glaucoma Society,2006. Guidelins For Glaucoma. Tokyo, 2nd
Kanski’S. 2016. Clinical ophtalmogy a systematic approach:glaucoma. Chapter
10. 8th ed. Elsevier;.p.306
Khurana AK. 2007. Comprehensive ophtalmology: glaucoma. 4th ed. New
Delhi:New Age Internasional Publisher;.p.205
Mustafa, Syukri. 2017. Glaukoma Sudut Tertutup Akut. In: Sitorus, Rita, Ratna
Sitompul, Syska Widyawati, Anna P Bani, Buku Ajar Oftalmogi Edisi
Pertama Jakarta:Badan penerbit FKUI; hal 241-228
Tshai, James C. Alastair K, Denniston, philip I, Jhon J, Tamir S. 2011. Oxford
American Handbook Of Ophthalmology
Vaughan, Asbury. 2015. Oftalmogi umum. Pemeriksaan optalmogik;glaukoma.
Edisi ke 17. Jakarta; EGC; hal 228-28
34