Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUHAN

1.1 Latar Belakang


Pada ibu hamil, terjadi perubahan fisiologis yang tidak hanya
berhubungan dengan bentuk dan berat badan, tetapi juga perubahan biokimia,
fisiologis, bahkan emosional yang merupakan konsekuensi dari pertumbuhan
janin dalam rahim. Sejalan dengan pertumbuhan janin dan mendorong
diafragma ke atas, bentuk dan ukuran rongga dada berubah tetapi tidak
membuatnya lebih kecil. Kapasitas paru terhadap udara inspirasi tetap sama
seperti sebelum hamil atau mungkin berubah dengan berarti. Kecepatan
pernapasan dan kapasitas vital tidak berubah. Volume tidal, volume ventilator
permenit, dan ambilan oksigen meningkat. Karena bentuk dari rongga thorak
berubah dan karena bernapas lebih cepat, sekitar 60% wanita hamil mengeluh
sesak nafas (Hamilton, 1995).
Menurut Efmed (2001), selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi
sistem pernafasan yang disebabkan oleh perubahan hormonal dan faktor
mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan
kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan
uterus. Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama
setelah pertengahan kedua kehamilan akibat membesarnya janin,
menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional yang merupakan volume
udara yang tidak digunakan dalam paru sebesar 20%. Selama kehamilan
normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%. Perubahan-
perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah.
Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30
mmHg, sedangkan pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan
pCO2 akan terjadi mekanisme sekunder ginjal untuk mengurangi plasma
bikarbonat menjadi 18-22 mEq/l, sehingga pH darah tidak mengalami
perubahan. Secara anatomi terjadi peningkatan sudut subkostal dari 68,5-103,5
selama kehamilan.

1
Perubahan fisik ini disebabkan karena elevasi diafragma sekitar 4 cm
dan peningkatan diameter tranversal dada maksimal sebesar 2 cm Adanya
perubahan-perubahan ini menyebabkan perubahan pola pernapasan dari
pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga memberikan pengaruh untuk
memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan gangguan pernapasan?
2) Bagaimana pengaruh gangguan pernafasan terhadap kehamilan?
3) Bagaimana pengaruh gangguan pernafasan terhadap persalinan?
4) Bagaimana pengaruh gangguan pernafasan terhadap nifas?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian yang diinginkan dalam makalah ini adalah
untuk mengetahui bagaimana gangguan pernafasan pada kehamilan,
persalinan dan nifas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Sistem Pernafasan pada Kehamilan


Adaptasi respirasi selama kehamilan dirancang untuk mengoptimalkan
oksigenasi ibu dan janin, serta memfasilitasi perpindahan produk sisa CO2 dari
janin ke ibu (Norwitz,et.al., 2008). Selama kehamilan, sistem pernafasan harus
lebih efisien untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme ibu, janin
dan plasenta, walaupun jika dibandingkan dengan berolahraga, kehamilan
lebih sedikit membutuhkan fungsi cadangan pernapasan. Terjadi perubahan
anatomi dan fungsional pada volume dan ventilasi paru.

Gambar 2.1 Sistem Pernapasan

Perubahan hormon selama kehamilan mengubah pembuluh darah


mukosa yang melapisi saluran pernapasan, menyebabkan pembesaran kapiler
dan pembengkakan lapisan dihidung, faring,laring dan trakea. Wanita
mungkin merasa hidungnya tersumbat dan menyadari terjadinya perubahan
tonus suaranya. Gejala ini dapat diperburuk edema dan kelebihan cairan yang
terkait dengan preeklamsia sehingga membuat intubasi endotrakea lebih sulit
(Ezri, et al., 2001).
Lapisan bagian dalam berupa membrane mukosa bersilia yang
membawa mucus dan partikel ke atas. Ujung saraf laring, trakea, dan bronkus

3
sensitive terhadap iritasi. Refleks batuk dihasilkan dari via nervus vagus untuk
mengeluarkan mucus dan benda asing. Bronkiolus dibentuk oleh otot polos.
Hal ini menyebabkan bronkiolus peka terhadap stimulasi saraf otonom. Oleh
sebab itu, diameter saluran pernapasan diubah oleh kontraksi atau relaksasi
otot involunter ini.

2.2 Volume dan Kapasitas Paru

Paru pada penapasan normal yang tenang mengandung kurang lebih


2,5 liter udara, tetapi kapasitas paru lebih besar dari itu, dengan kemampuan
mengembang hingga 4-5 liter. Udara dapat dipaksa keluar, meninggalkan
volume residu sekitar satu liter. Volume paru akan dipengaruhi oleh elastisitas
dan daya pengembangan paru oleh resistensi yang dihasilkan oleh
penyempitan atau pelebaran jalan napas. Terdapat beberapa perubahan pada
volume pau selama kehamilan sebagai respons terhadapat peningkatan
kebutuhan oksigen dan diarahkan terutama oleh peningkatan kada
progesterone.

Perubahan volume paru sebagai besar disebabkan oleh perubahan


anatomis yang memungkinkan ekspansi paru yang lebih besar. Pengembangan
rusuk bawah meningkatkan diameter tranversal dada sebesar 2 cm dan
memperbesar sudut subcostal. Perubahan ini dimulai sebelum pembesaran
uterus menghasilkan tekanan mekanik (de Swiet, 1998). Relaksasi jaringan
lunak kerangka rusuk disebabkan oleh peningkatan hormone progesterone dan
relaksin yang berkontribusi pada peningkatan elastisitas kerangka rusuk
(Blackburn, 2007).

Tekanan parsial oksigen dimana hemoglobin mencapai setengah


saturasi ketika berikatan dengan oksigen meningkat dari 27 ke 30 mm Hg.
Hubungan antara masa akhir kehamilan dengan peningkatan curah jantung
memicu perfusi jaringan (Morgan, 2006). Posisi dari diafragma terdorong ke
atas akibat dari pembesaran uterus dan umumnya diikuti pembesaran dari
diameter anteroposterior dan transversal dari cavum thorak. Mulai bulan ke
lima, expiratory reserve volume, residu volume dan functional residual

4
capacity menurun, mendekati akhir masa kehamilan menurun sebanyak 20 %
dibandingkan pada wanita yang tidak hamil. Secara umum, ditemukan
peningkatan dari inspiratory reserve volume sehingga kapasitas paru total
tidak mengalami perubahan. Pada sebagian ibu hamil, penurunan functional
residual capacity tidak menyebabkan masalah, tetapi bagi mereka yang
mengalami perubahan pada closing volume lebih awal sebagai akibat dari
merokok, obesitas, atau skoliosis dapat mengalami hambatan jalan nafas awal
dengan kehamilan lanjut yang menyebabkan hipoksemia. Manuver
tredelenburg dan posisi supin juga dapat mengurangi hubungan abnormal
antara closing volume dan functional residual capacity. Volume residual dan
functional residual capacity kembali normal setelah proses persalinan
(Santos,et.al.,2006).

Rangkuman Perubahan Sistem Pernapasan Selama Kehamilan :


1. Terjadi peningkatan konsumsi oksigen sebanyak 20% sebagai akibat
kompensasi tubuh
2. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen untuk metabolisme oleh tubu ibu
dan unit fetoplasenta
3. Posisi lebih tinggi seiring betambahnya usia kehamilan
4. Diameter transversal dada bertambah
5. Pembesaran kapiler saluran napas dengan membrane mukosa yang lebih
rapuh
6. 40-50% terjadi peningkatkan volume respirasi per menit dalam keadaan
istirahat (resting minute ventilation) terutama karena peningkatan volume
tidal.
7. Alkalosis respiratorik ringan
8. Frekuensi pernapasan tetap tidak berubah sebesar 12-15x/menit saat
istirahat
9. Sering merasa sesak napas secara subjektif (ketidaknyaman saat bernapas)

2.3 Gangguan Pernafasan pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas


Pada umumnya penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan,
persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkontrol, berat luas yang disertai

5
sesak nafas dan hipoksia. Walaupun kehamilan sedikit menyebabkan
perubahan pada sistem pernafasan, karena uterus yang membesar dapat
mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dan paru-paru
berkurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. Ada tiga
penyakit paru-paru yang memerlukan perhatian kita dalam kehamilan, yaitu
TBC paru-paru, asma bronkial, dan fibrosis kistik.

1. TBC paru-paru
Penyakit kronis ini masih banyak terjadi pada Negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit ini dapat ditemui dalam
keadaan aktif ataupun tenang. Jika penyakit par-paru ini dalam keadaan
aktif, maka akan menimbulkan masalah

a. Frekuensi
Karena prevalensi TBC di Indonesia masih tinggi, dapat disimpulkan
bahwa frekuensi pada wanita akan tinggi, diperkirakan 1% wanita
hamil penderita TBC paru-paru sedangkan frekuensi wanita hamil
yang mengidap TBC paru-paru di Indonesia yaitu 1,6%.

b. Diagnosis
Diagnosis kadang-kadang tidak mudah, karena ibu hamil tampak sehat,
terutama dalam proses penyakit tenang.
1) Dalam anamnesis, ibu mengatakan pernah berobat atau sedang
berobat penyakit paru.
2) Keluhan dan gejala: batuk menahun, hemaptoe (batuk darah), dan
kurus kering
3) Pemeriksaan fisis diagnoostik pada paru-paru dijumpai adanya
kelainan bunyi pernafasan.
4) Foto rontgen paru-paru
5) Uji Mantoux

6
c. Penanganan
1) Dalam kehamilan
- Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampur
dengan wanita hamil lain pada saat pemeriksaan antenatal
- Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerja sama
dengan dr. Ahli di bidangnya
- Penderita dengan proses aktif, alagi dengan batuk darah,
sebaiknya rawat inap di RS dan berada ddalam kamar isolasi.
Guna untuk mencegah penularan, menjamin istirahat dan
konsumsi makanan yang bergisi serta pemakaian obat secara
rutin
- Obat-obatan : INH,PAS rifadin dan streptomisin
- TBC paru-paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan
dan terminasi jehamilan.
2) Dalam persalinan
- Pada proses persalinan, sikap tenang dibutuhkan agar
persalinan berjalan seperti biasanya, dan tidak perlu tindakana
apa-apa.
- Bila proses aktif kala I dan II diusahan seringan mungkin. Pada
kala I ibu diberikan obat penenang dan analgesic dosis rendah,
pada kala II diperpendek dengan ekstrasi vakum/forcep
- Bila ada indikasi obstetric untuk resiko sc, hal dilakukan
bersama dengan dr. ahli anatesi guna pada saat proses sc.
3) Dalam masa nifas
- Usahakan tidak terjadi persarahn banyak , berikan uterotonika
dan koagulansia
- Usahankan pencegaha terjadinya infeksi tambahan dengan cara
memberikan antibiotika yang cukkup
- Bila terdapat anemia sebaiknya diberikan taranfusi darah, agar
daya tahan tubuh ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder
- Anjurkan ibu untuk segera memakai alat kontraepsi bila jumlah
anak mereka sudah cukup, segera dilakukan tubektomi.

7
2. Asma Bronkial
a. Definisi Asma
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada jalan napas.
Inflamasi menyebabkan episode mengi berulang, sesak napas, sesak
dada, batuk dan gejala lebih sering terjadi pada malam hari dan dini
hari. Penyebabnya tidak diketahui secara lengkap, tetapi meliputi
respon alergik terhadap antigen yang dihirup seperti debu kutu rumah
dan serbuk sari, polusi dari lingkungan, dan disposisi genetic.
Inflamasi membuat jalan napas sensitive terhadap stimulus seperti
iritan zat kimia, asap rokok, udara dingin atau olahraga. Stimulus yang
memperberat gejala asma sangat bervariasi diantara wanita. Ketika
terpajan dengan stimulus asma , jalan napas membengkak, menyempit
dan terisi lender. Penyempitan jalan napas ini biasanya reversible, baik
secara spontan maupun dengan pengobatan (British Thoracic Society,
2008; Global Initiative for Asthma, 2006).
Prevalensi asma meningkat pesat dalam 20 tahun terakhir
sehingga saat ini hamper 12% wanita hamil menderita asma, membuat
asma menjadi kondisi yang paling sering diderita sebelum kehamilan
yang ditemui selama kehamilan (Rey dan Boulet, 2007). Ada dua
mekanisme obstruksi jalan napas yaitu respons berlebihan bronkus dan
inflamasi jalan napas. Asma melibatkan respons abnormal pada jalan
napas, menyebabkan jalan napas mudah menyempit sebagai respons
terhadap berbagai kemungkinan stimulus. Selain itu, mukosa bronkial
jalan napas dipertebal oleh sel-sel inflamasi secara kronis.

b. Tanda dan Gejala Asma


1) Batuk
2) Peningkatan respirasi
3) Sesak napas
4) Takikardia
5) Pernapasan mengi

8
6) Penggunaan otot pernapasan tambahan
7) Dada terasa sesak
8) Tidak dapat mengatakan satu kalimat penuh
9) Memburuk pada malam dan dini hari

c. Obat-obatan pada Asma


Ada 2 tipe utama obat yang digunakan untuk terapi asma.
Kortikosteroid bertujuan untuk mengurangi proses inflamasi kronik
dijalan napas dan obat bronkodilator digunakan secara intermitten
untuk menghilangkan gejala mengi dan sesak napas yang muncul
secara mendadak. Obat anti-inflamasi dideskripsikan sebagai pencegah
dan obat bronkodilator sebagai obat pereda (Chung, 2002:16). Banyak
wanita penderita asma memiliki intoleransi atau alergi terhadap aspirin
atau NSAID dan jika belum diidentifikasi hal ini perlu ditegakkan
karena obat-obatan ini sering digunakan pada periode antenatal dan
pascanatal.

d. Pencetus Asma
1) Infeksi virus pada saluran napas atas
2) Debu kutu rumah, serbuk sari/serpihan kulit atau bulu hewan
3) Olahraga
4) Penurunan atau penghentian obat yang diminum secara rutin
5) Udara dingin
6) Hiperventilasi
7) Obat-obatan seperti aspirin dan obat anti inflamasi non steroid
(NSAID)
8) Makanan dan minuman seperti kacang-kacangan, alergi susu dan
telur, zat pengawet atau pewarna
9) Refluks gastro-esofagus
10) Polusi lingkungan seperti asap rokok dan asap kendaran
11) Stres dan factor psikologis (hal ini mungkin berhubungan dengan
hiperventilasi) (Chung,2002)

9
e. Dampak Pencetus Asma
Pada sekitar 20% wanita penderita asma, gejala asmanya akan
memperburuk ketika hamil, hamper 50% akan tetap sama dan 30%
sisanya akan membaik (Williamson dan Nelson Piercy, 2000).
Perbaikan gejala terjadi berkat bronkodilator yang diperantarai
progesterone, yang meminimalisasi respons inflamasi. Tidak dapat
diperkirakan apakah setiap pasien akan membaik atau tidak. Namun
penderita asma yang ringan lebih cenderung tida bermasalah ,
sedangkan penderita asma yang parah memiliki risiko paling tinggi
untuk mengalami perburukan, terutama diakhir kehamilan (Murphy, et
al, 2005; Nelson- Piercy, 2001).
Murphy et al (2005) menemukan bahwa musim dingin , infeksi
saluran napas karena virus , dan ketidakpatuhan meminum obat,
menjadi penyebab tersering perburukan asma selama kehamilan.
Wanita gemuk juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
perburukan asma selama kehamilan (Hendler et al, 2006). Penelitian
lain yang lebih kecil mengemukakan bahwa infeksi saluran kemih juga
dapa menyebabkan perburukan.

f. Asuhan Prakonsepsi
Sama seperti pada semua kondisi medis lain, konseling
prekonsepsi penting bagi wanita penderita asma. Asuhan prakonsepsi
terutama berguna untuk menjaga kesehatan pasien secara optimal.
Pasien yang mengalami gejala asma setidaknya sekali sehari
membutuhkan obat anti inflamasi hirup secara lebih rutin. Jika
kondisinya lebih parah, steroid hidup yang dikombinasikan dengan
agonis beta kerja panjang yang dihirup dapat membantu. Yang paling
penting wanita memerlukan edukasi yang berfokus pada efek obat
terhadap kehamilan dan janin. Selama ini diketahui bahwa tidak ada
efek samping yang merugikan akibat meminum obat yang umumnya
digunakan pada asma, tetapi dapat dimengerti jika wanita sering

10
merasa cemas meminum obat ketika sedang berusaha untuk hamil atau
sedang hamil. Akan tetapi, mengurangi atau menghilangkan obat-
obatan yang diresepkan secara rutin dapat membuat wanita berisiko
mengalami serangan asma berat secara akut.
Mengajari dan memulai pemantauan PEFR dirumah, jika
belum digunakan penting dilakukan selama kehamilan. Penting dicatat
bahwa penderita asma yang mengalami pilek dipagi hari secara
bermakna berisiko tinggi mengalami serangan berat secara tiba-tiba.
Identifikasi dan strategi untuk menghindari pencetus harus dilakukan.
Topik konseling prakonsepsi lainnya mencakup saran mengenai
kesehtan umum, khususnya berfokus pada berhenti rokok jika perlu.

g. Asuhan Kehamilan
1) Dampak asma pada kehamilan
Asma ringan dan sedang seharusnya tidak menyebabkan
masalah pada kehamilan dan hasil akhirnya seharusnya baik. Akan
tetapi, asma berat yang tidak terkontrol dapat menurunkan kondisi
janin dan berkontribusi pada morbiditas maternal akibat
hipoksemia maternal yang kronik atau intermitten. Murphy, et al
(2005) meneliti angka serangan asma berat dan hubungannya
dengan hasil perinatal pada studi prospektif terhadap 146 orang
wanita. Mereka menemukan hubungan antara serangan berat, lahir
mati, berat badan lahir rendah dan pertambahan berat badan ibu
yang buruk. Meskipun ada sangat banyak kemungkinan komplikasi
kehamilan dan asma, hasil perinatal yang buruk tidak sering terjadi
dan hal ini bergantung pada derajat pengendalian asma. Bidan
harus meyakinkan wanita secara tepat tentang resiko asma selama
kehamilan berdasarkan tanda dan gejala individual dan
meningkatkan perawatan preventif serta memberikan rujukan yang
cepat dan tepat.
Gejala asma terberat terjadi pada sekitar usia 24-36 minggu
kehamilan, sebab itu pada asma sedang dan berat, pemindaian usia

11
kehamilan secara akurat, pemindaian pertumbuhan secara teratur
dan pemeriksaan kesejahteraan janin secara teratur mungkin perlu
dilakukan (Dombrowski,2006)
2) Pemeriksaan Fungsi respirasi
Wanita dianjurkan melakukan pengujian aliran puncak
dirumah dan jika hasilnya dicatat, wanita dapat mendikusikan hasil
pemeriksaan ini dengan bidan saat kunjungan antenatal, mungkin
untuk mengidentifikasi pemicu gejala asma. Namun, temuan ini
dapat dipengaruhi oleh usia kehamilan. Menurut penelitian
berskala kecil yang baru-baru ini dilakukan (Beckmann,2006),
aliran puncak berbeda bergantung trimester kehamilan, paling
tinggi pada trimester kedua kemudian lebih rendah pada trimester
ketiga. Wanita memerlukan informasi ini untuk mengevaluasi hasil
pemeriksaan mereka.
3) Terapi Obat
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah perburukan
asma, dengan demikian mencegah episode hipoksia ibu yang dapat
berpengaruh pada oksigenasi janin (Dombrowski, 2006). Penelitian
ini di Amerika Serikat menunjukkan bahwa ibu hamil menurunkan
pemakaian obat-obatan asma mereka pada awal kehamilan
(Enriquez, et al, 2006). Masalah ini juga terjadi di UK (Nelson-
Piercy, 2006) dan seperti sudah disebutkan pada awal bab ini,
wanita perlu memahami bahwa sebagian besar obat asma tidak
menimbulkan efek merugikan pada janin dan justru terdapat
bahaya yang lebih besar akibat perburukan asma.
Pengecekan teknik inhalasi oleh tenaga terlatih harus
ditawarkan pada semua wanita penderita asma. Steroid oral rutin
(yang jarang digunakan pasien karena kebanyakan sudah cukup
terjaga dengan obat inhalasi) dapat menyebabkan peningkatan
angkat diabetes gestasional. Tidak sering, mereka yang
mengkonsumsi steroid dosis tinggi dapat merasa gelisah dan sulit
tidur. Prednisolon oral sering diresepkan sebagai obat darurat atau

12
penyelamat, dan penting diketahui oleh wanita bahwa pada
akhirnya, dosisnya perlu diturunkan secara bertahap.
4) Ringkasan Asuhan Khusus Selama Kehamilan
a) Pemantauan fungsi respirasi secara terus menerus, termasuk
pemantauan dirumah dan pemeriksaan klinis
b) Mengidentifikasi dan mengembangkan strategi untuk
menghindari pemicu
c) Mempertahankan pengobatan dan menyesuaikannya hanya jika
diperlukan untuk mengobati atau mencegah eksaserbasi
d) Mendidik wanita untuk meningkatkan perawatan diri sendiri,
cara yang benar menggunakan inhaler dan kesehatan umum
e) Mendukung program berhenti merokok jika perlu.

5) Serangan Asma Akut


Eksaserbasi perburukan (serangan asma berat akut)
didefinisikan sebagai gejala asma yang cukup berat sehingga
wanita perlu dirawat dirumah sakit atau didatangi oleh dokter tanpa
dijadwalkan terlebih dahulu, atau menambah kortikosteroid oral ke
pengobatan normal yang digunakan wanita (Murphit et al, 2005).
Serangan asma berat akut adalah trias tanda dan gejala asma yang
biasa tetapi dalam derajat yang lebih berat, mengi, sesak napas, dan
batuk. Serangan asma berat akut dapat terjadi secara cepat atau
bertahap dalam beberapa hari. Serangan asma berat akut dapat
dengan cepat mengancam nyawa sehingga memerlukan
penanganan dari tim multidisiplin dan pengobatan.
Pada asma yang mengancam nyawa, saturasi oksigen turun
hingga <92% wanita dapat menjadi sianosis, hipotensi dan hanya
melakukan upaya pernafasan yang lemah, dan monitor jantung
dapat menunjukkan aritmia dan/atau bradikardia. Wanita juga
mungkin tampakbingung dan akhirnya menjadi koma (Nelson-
Piercy, 2006).

13
Penanganan awalnya yaitu pemberian oksigen aliran tinggi,
kemudian nebulisasi dengan bronkodilator (melalui alat untuk
memasukkan obat dalam bentuk uap) dan steroid intravena atau
oral bergantung pada kondisinya. Pada episode tertentu yang berat,
atau pada kasus yang tidak cepat berespons terhadap terapi ini,
aminofilin intravena atau agonis beta 2 intravena mungin
diperlukan. Magnesium sulfat intravena juga mungkin diperlukan.
Tentu saja bergantung dari kondisi wanita, dapat dipasang satu atau
dua kanula dan perhatian perlu ditujukan pada rehidrasi jika hal ini
diperlukan.
Kadar kalium juga harus dipantau dan jika perlu dikoreksi.
Pemantauan saturasi oksigen secara kontinu biasa dilakukan dan
pemeriksaan analisis gas darah arteri dengan sering mungkin perlu
dilakukan. Rontgen dada mungkin perlu dilakukan khususnya jika
terdapat nyeri dada. Mungkin dapat ditemukan tanda infeksi atau
pneumotoraks. Bagian perut dapat dilindungi selama rontgen
dilakukan. Jika keparahan tanda dan gejala asma berkurang, terapi
obat-obatan dengan hidrokortison IV dapat diubah menjadi
prednisolone oral, dan seperti yang sudah dijelaskan, pemberian
prednisolone ini harus diturunkan secara bertahap.

h. Asuhan Persalinan
Serangan akut sangat jarang terjadi selama persalinan karena
adanya peningkatan steroid endogen yang menyebabkan bronkodilatasi
pada saat persalinan (Williamson dan Nelson Piercy,2000; de
Sweet,2002). Namun penelitian lain menemukan bahwa perburukan
gejala asma terjadi hingga 20% (Rey dan Boulet, 2007) Stenius
Arniala, et al, 1996). Inhaler rutin harus tetap dilanjutkan selama
persalinan- tidak ada bukti bahwa obat-obatan asma yang dihirup
mengganggu kontraksi. Jika steroid oral (>7,5 mg prednisolon per
hari) telah digunakan lebih dari dua minggu sebelum persalinan,

14
hidrokortison per IV harus diberikan selama persalinan sampai obat-
obatan oral dapat dimulai kembali.
PEFR dapat dipantau selama persalinan dan seringnya
pemantauan saturasi oksigen sering kali merupakan cara yang tepat
untuk memeriksa kondisi wanita. Penting untuk mempertahankan
hidrasi selama persalinan.Semua analgesic yang diberikan selama
persalinan aman, tetapi dalam peristiwa serangan asma berat akut yang
tidak diperkirakan terjadi, opiate harus dihindari. Dalam kasus
perdarahan postpartum, jika Hemabate (karbopost/PGF2a) digunakan,
hemabate dapat menyebabkan bronkospasme.

i. Asuhan Pascanatal
Ada peluang bahwa keadaa ibu akan akan memburuk pada
periode pascanatal. Oleh sebab itu, pemantauan PEFR secara sering
harus dilanjukan setidaknya hingga 12 jam pascanatal dan kemudian
berangsur –angsur kembali ke regimen sebelum hamil. Sebagian besar
inhalan dan pengobatan oral yang digunakan wanita untuk mengobati
asma aman digunakan selama menyusui. Menyusui terutama penting
dapat menurunkan angka kejadian penyakit atopic pada bayi.
Walaupun sebagian besar bayi yang lahir dari ibu penderita asma tidak
mengalami masalah, ada beberapa masalah yang jarang terjadi yang
telah dilaporkan, takipneatransien/sementara pada bayi baru lahir,
hipoglikemia, kejang dan dirawat diunit neonates tetapi kondisi
kondisi ini tidak umum terjadi dan terbatas pada bayi yang lahir dari
ibu penderita asma yang berat atau tidak terkontrol. Ada beberapa
pernyataan bahwa bayi laki-laki lebih beresiko (Murphy, et al, 2005).

15
Asma bronkial sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan.
Pengaruh penyaki ini dalam kehamilan, persalinan dan nifas. Asma
bronkial merupakan penyakit keturunan, diagnose biasanya mudah
didapat, karena wanita telah sering berobaat ke dokter atau ke pengobatan
non-medis.
1) Asma bronkial dapat bertamba atau berkurangnya dalam kehamilan
2) Menghidari kemungkinan infeksi pernafasan dan tekanan emosiional,
karena ini akan memperberat penyakit primer
3) Kehamilan persalinan dan nifas akan berlangsung seperti biasanya
tanpa adanya gangguan. Kecuali tiba-tiba datangan serangan asma
yang bera (status asmatikus). Dalam hal ini diberikan obat-obatan dan
oksigen. Kala II diperpendek dengantindakan ekstraksi vakum atau
forceps.
4) Apabila ada indikasi obstetric untuk secsio cesaria, bekerja sama
dengan dr ahli anastesi untuk memilih jenis narkosa yang paling
aman(anastesi lumbalatau kaudal)
5) Obat-obatan sama dengan pemberian obat asma sebelum hamil, pada
masa tidak hamil berikan aminofili, efidrin, epinefrin dan
kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid harus hati-hati pada kasus
preeklamsia, karena obat ini dapa mengakibatkan retensi cairan dan
kenaikan tekanan darah. Pada saat tindakan harus ada tabung oksigen
untuk menghadapi status asmatikus.
6) Untuk menjarangkan kelahiran, pemakaian koontrasepsi atau
tubektomi dianjurkan pada keadaan dimana menjadi lebih bera pada
setiap kehamilan dan persalinan.

3. Fibrosis Kistik
a. Definisi
Merupakan penyakit autosomal resesif(diturunkan) yang paling
sering terjadi pada populasi kaukasia, dengan angka kejadian sekitar
1:2000, sekitar satu dari 20 orang merupakan karier (powrie, 2007).

16
Wanita dengan fibrosis kistik ringan sebagian besar akan mempunyai
riwayat banyak infeksi pernafasan diangnosa ini ditegakkan dengan
pemeriksaan peningkatan kadar klorida dalam keringat atau melakukan
tes DNA.

b. Etiologi
Fibrosis kistik disebabkan oleh kesalahan gen pada kromosom
7 yang disebut gen systic fibrosis transmembrane conductance
regulator (CFTR). Gen ini berisi sel-sel informasi yang dibutuhkan sel
untuk membuat protein penting yang mengatur perpindahan natrium
(garam) melewati membran sel di sel-sel kelenjar tertentu ditubuh.
Penderita fibrosis kistik memiliki salinan yang salah dari kedua gen
(CFTR) yang diwarikan dari orang tua mereka. Oleh sebab itu, mereka
tidak dapat menghasilkan protein yang penting ini. Hasilnya, transport
pangkreas menjadi sangat asin dan tebal secara abnormal. Kentalnya
mucus diparu menyebabkan gangguan pernafasan, ketidak sempurnaan
pencernaan makanan, dan peningkatan kehilangan garam dari kelenjar
keringat (Thiobodeau dan patton, 2007).

c. Dampak fibrosis kistik


1) Tebalnya secret menyumbat saluran pernafasan
2) Meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi pernafasan
3) Penyakit paru, hipoksemia,
4) Antibiotic dosis tinggi dan jangka panjang
5) Obat-obatan nebulisasi untuk meningkatkan fungsi pernafasan
6) Fisioterapi dada
7) Transplantasi paru

d. Fibrosis kistik dalam kehamilan


Wanita hamil dengan fibrosis kistik sangat memerlukan
pendekatan multidisiplin dalam perawatannya. Diperlukan peran serta
berbagai tenaga professional selain bidan dan dokter kandungan, yaitu

17
mencakupi dokter, ahli fisioterapi dan ahli gizi yang handal dalam
penatalaksanaan fibrosis kistik. Beberapa dampak fibrosis kistik dalam
kehamilan yaitu :
1) Peningkatan kebutuhan fungsi paru selama kehamilan dapat
memengaruhi paru yang sudah terganggu
2) Peningkatan resiko kematian karena hipertensi pulmonal
3) Peningktan resiko prematuritas
4) Saturasi oksigen dan aliran puncak harus dipantau
5) Drainase postural menjadi lebih sulit pada akhir kehamilan

Pada penderita fibrosis kistik biasanya menjalani fisioterapi


dada setidaknya sekali sehari. Fisioterapi, pemeriksaan pernafasan dan
pengobatan mungkin menjadi lebih penting selama kehamilan (Kig, et
al., 2007). Sebagian besar wanita hamil dengan gangguan fibrosis
kistik akan mengalami gangguan toleransi glukosa dalam tubuhnya
sehingga menempatkan kehamilan pada resiko, dalam pemeriksaan
janin juga harus secara rutin dilakukan karena sering terjadi IUGR
(Bourjeily, et al., 2008). IUGR dapat meningkatkan risiko angka
mortalitas perinatal (Hilman et al., 1996).
- Penanganan
1) Wanita hamil wajib rutin melakukan pemeriksaan antenatal
secara teratur dan pemeriksaan janin, karena penyakit ini sering
mengakibatkan IUGR dan deteksi curiga menurunan fibrosis
kistik
2) Beberapa kondisi ibu hamil perlu dilakukan tindakan medikasi
bronkodilator (memperluas pemukaan bronkus dan bronkiolus)
yang dapat meningkatkan kapasitas oksigenasi ke paru-paru
dan janin.

e. Fibrosis kistik dalam persalinan


Pemantauan saturasi oksigen harus sering dilakukan, jika
fungsi paru wanita mengkhawatirkan, diperlukan pemantauan

18
hemodinamik sentral yang harus dilakukan diunit ketergantungan
tinggi (high-dependency unit).
- Penanganan
1) Berikan bantuan alat pernafasan selama proses
persalinan.
2) Berikan analgesik epidural yang berguna untuk
mengurangi kebutuhan oksigen pada ibu.
3) Jika tidak memungkinan lahir pervaginam maka
lakukan tindakan kooperatif lain yaitu tindakan
seksio sesarea dengan anestesi lokal.

f. Fibrosis kistik dalam pasca natal


Seperti ibu nifas normal lainnya, ibu direkomendasikan untuk
menyusui bayinya dan tetap perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
setiap obat maternal untuk memastikan ketepatan pemberian terkait
dengan menyusui karena ibu dengan fibrosis kistik mungkin tidak
dapat produksi ASI sesuai dengan komposisinya namun tetap dianggap
memadai (Powrie, 2007).

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Selama kehamilan persalinan dan nifas terjadi perubahan fisiologi
sistem pernafasan yang disebabkan oleh perubahan hormonal dan faktor
mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan
kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan
uterus. Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama
setelah pertengahan kedua kehamilan akibat membesarnya janin,
menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional yang merupakan volume
udara yang tidak digunakan dalam paru sebesar 20%. Selama kehamilan
normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%. Saat
persalinan terjadinya peningkatan oksigen serta dalam proses nifas tubuh ibu
mengalami proses pemulihan seperti sebelum hamil.
Pada umumnya penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan
dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkontrol, berat luas yang
disertai sesak nafas dan hipoksia. Walaupun kehamilan sedikit menyebabkan
perubahan pada sistem pernafasan, karena uterus yang membesar dapat
mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dan paru-paru
berkurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. Ada tiga
penyakit paru-paru yang memerlukan perhatian kita dalam kehamilan, yaitu
TBC paru-paru, asma bronkial, dan fibrosis kistik sehingga perlu diagnose,
penanganan sedini mungkin agar tidak menganggu proses
kehamilan,persalinan dan pasca salin ibu.

3.2 Saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca. Apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham F. G., Leveno K. J., Bloom S. L., Hauth J. C., Larry G., Wenstrom
K. D., Medical and Surgical Complication, dalam: Williams Obstetrics,
edisi: 22, Seils A., penyunting, USA: McGraw Hill Companies, 2005 ;
1064-1066. 2. Derek

Liewellyn-Jones. Tuberculosis and Pregnancy in Fundamentals of Obstetric and


Gynecology, 6th edition. 199. Mosby International. p. 275-3.

Boyle dan Bothamley. 2013. Patofisiologi dalam Kebidanan. Jakarta: EGC

http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/39

21

Anda mungkin juga menyukai