Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA

KEPERAWATAN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)

RSUD KAB. BULELENG

A. TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu istilah atau terminology
yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kesimpulan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (nob-ST elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI) (Douglas, 2010).
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu kondisi yang
menggambarkan kondisi klinik akut sebagai akibat adanya penurunan suplai darah
ke otot jantung secara tiba-tiba. Istilah ACS digunakan karena dianggap lebih
menggambarkan progres dari infark miokard. ACS meliputi Unstable angina,
STEMI dan NSTEMI (Price, 2009).
Syndrom koroner akut (SKA/ACS) adalah sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terganggunya aliran darah pada pembuluh darah coroner
dijantung secara akut. Gangguan pada aliran darah tersebut disebabkan oleh
thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk didalam pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah (Sholeh S. Naga, 2013).
Dari hasil 3 sumber diatas dapat disimpulkan bahwa Acute Coronary
Syndrome (ACS) adalah suatu keadaan yang menggambarkan kondisi atau
keadaan penurunan suplai darah ke otot jantung secara tiba-tiba atau mendadak.

2. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun lebih dari 1,5 juta orang Amerika pernah terkena ACS, dan
220.000 meninggal dari MI. Di Amerika Serikat, lebih dari 7,6 juta orang yang
selamat dari MI. Rasa tidak nyaman pada dada adalah alasan yang paling sering
timbul pada pasien yang datang ke gawat darurat. Hingga 5,6 juta (5,1%) pasien
gawat darurat terkait dengan ketidaknyamanan pada dada dan kemungkinan PJK
ACS. CHD adalah penyebab utama kecacatan kronis prematur di Amerika Serikat.
PJK biaya tinggi, dengan biaya langsung dan tidak langsung diperkirakan $
151.600.000.000 untuk tahun 2007. Rata-rata lama menginap di rumah sakit untuk
MI pada tahun 1999 adalah 4,3 hari tapi menurun rata-rata 3,3 hari pada tahun
2006. Sebagian besar data epidemiologi mengenai pengobatan ACS dan
kelangsungan hidup berasal dari National Registry of Myocardial Infarction
(NRMI), Registry akut global Acara Koroner (GRACE), dan statistik ringkasan
debit dari rumah sakit AS yang disiapkan oleh AHA.
Angka kematian di rumah sakit adalah 4,6% untuk pasien dengan ACS
STEMI tetapi lebih rendah (2,2%) untuk pasien dengan NSTE ACS. Pasien
dengan STEMI diobati dengan terapi reperfusi, baik PCI primer atau fibrinolitik,
tingkat kematian lebih rendah dari pasien yang diobati tanpa reperfusi. tarif
reperfusi dan tingkat kematian lebih tinggi pada orang tua dan pada wanita.
Misalnya, tingkat kematian adalah 19% pada pasien usia lanjut yang memenuhi
syarat untuk terapi reperfusi tetapi tidak menerima hal itu dibandingkan dengan
10,5% pada pasien yang did. Pada wanita, tingkat kematian adalah 18% bagi
mereka yang memenuhi syarat untuk terapi reperfusi tetapi tidak menerima
dibandingkan dengan 9,3% bagi mereka yang melakukan not. pada tahun pertama
setelah MI, 23% wanita dan 18% pria akan mati, sebagian besar infark. diulang
pada 1 tahun, angka kematian dan reinfarction antara STE dan NSTE MI serupa.
Tingkat mengembangkan gagal jantung selama perawatan di rumah sakit untuk
ACS anjlok.
Dibandingkan dengan data dari tahun 1999, kejadian gagal jantung pada
pasien dengan STEMI inhospital menurun dari 19,5% menjadi 11% dan untuk
pasien dengan NSTE ACS menurun dari 13% menjadi tingkat 6,1% kematian di
rumah sakit untuk pasien yang hadir dengan atau mengembangkan gagal jantung
lebih dari tiga kali lebih tinggi daripada mereka yang tidak. Karena reinfarction
dan kematian berikut ACS merupakan hasil utama, strategi pengobatan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas, terutama penggunaan angiografi koroner,
revaskularisasi, dan farmakoterapi, akan memiliki dampak yang signifikan pada
beban sosial dan ekonomi dari PJK di Amerika Serikat.
3. ETIOLOGI
Syndrome coroner Akut ditandai dengan adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard. Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri coroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak ateroklerosis.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada
segmen arteri coroner epicardium. Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/akibat disfungsi
endotel.
3. Penyempian yang hebat namun bukan karena spasme thrombus,
terjadi pada sejumlah pasien dengan arterosklerosis progresif dengan
stenosis ulang setelah intervensi coroner perkutan.
4. Inflamasi, penyempitan arteri destabilisasi plak, rupture, trobogenesis.
Adanya makrofag, dan lomfosit T meningkatkan sekresi
metalloproteinase, sehingga terjadi penipisan dan rupture plak.
5. Keadaan/factor pencetus.
- Meningkatnya oksigen miokard: demam, takikardi,
tirotoksikosis.
- Menurunnya aliran darah coroner.
- Menurunnya pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksia.

4. KLASIFIKASI
1. Chronic Stable Angina Pectoris
Angina pectoris berarti "mencekik dada". Hal itu disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara kemampuan arteri koroner untuk memasok
oksigen dan otot jantung kekurangan oksigen. Iskemia yang terjadi pada
angina dalam durasi terbatas dan tidak menyebabkan kerusakan permanen
jaringan miokard. (Ignatavicius dan Workman, 2010).
Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan
nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang
sering kali menjalar ke lengan kiri. Hal ini biasa timbul pada saat pasien
melakukan aktivitas dan hilang saat aktivitas dihentikan.(Mansjoer. dkk,
2001).
Angina terdiri dari dua jenis utama: Chronic Stable Angina (CSA)
dan Unstable Angina. Chronic Stable Angina (CSA) adalah
ketidaknyamanan dada yang terjadi dengan intensitas sedang yang sudah
sering terjadi pada klien. Frekuensi, durasi, dan intensitas gejala tetap sama
selama beberapa bulan. Dampak dari CSA hanya pada sedikit pembatasan
kegiatan dan biasanya berhubungan dengan plak aterosklerosis yang
menetap. Biasanya hilang dengan nitrogliserin atau istirahat dan sering
dikelola dengan terapi obat. Jarang pada kasus CSA memerlukan
pengobatan yang agresif. (Ignatavicius dan Workman, 2010).
Jadi Kesimpulan dari definisi diatas, angina yang berupa serangan
nyeri dada yang khas yang timbul saat beraktivitas. Terbagi menjadi Chronic
Stable Angina (CSA) dan Unstable Angina.

2. Acute Coronary Syndrome (ACS)


Proses perkembangan plak aterosklerosis bisa terjadi secara
bertahap. Namun, bila ada obstruksi koroner mendadak yang disebabkan
oleh pembentukan trombus atas plak aterosklerosis pecah atau ulserasi,
hasilnya adalah koroner akut. Unstable angina adalah hasil dari iskemia
miokard reversibel dan merupakan pertanda infark yang akan datang. infark
miokard (MI) terjadi ketika ada iskemia berkepanjangan menyebabkan
kerusakan permanen pada otot jantung. MI dapat dibagi lagi menjadi elevasi
ST non MI (STEMI Non) dan ST elevasi MI (STEMI). (McCance, Huether,
Brashers, dan Rote, 2010).
Istilah sindrom koroner akut (ACS) digunakan untuk
menggambarkan pasien yang memiliki baik angina tidak stabil atau infark
miokard akut. Pada ACS, diyakini bahwa plak aterosklerosis di pecah arteri
koroner, sehingga terjadi agregasi platelet (penggumpalan), trombus
(bekuan) formasi, dan vasokonstriksi. Jumlah plak aterosklerotik
menentukan tingkat penyumpatan arteri koroner dan proses penyakit
spesifik. Arteri harus memiliki setidaknya 40% akumulasi plak sebelum bisa
memblokir aliran darah. (Ignatavicius dan Workman, 2010).
Trombus bisa pecah sebelum kerusakan miosit permanen yang telah
terjadi (unstable angina) atau mungkin karena iskemia berkepanjangan
dengan infark otot jantung (infark miokard). (McCance, Huether, Brashers,
dan Rote, 2010).
Infark miokard akut (MI) didiagnosa dengan adanya ST - elevasi
segmen pada 12 - lead elektrokardiogram (EKG). Namun, ini tidak
ditemukan pada semua pasien. Sebaliknya, mereka diklasifikasikan ke
dalam salah satu dari tiga kategori sesuai dengan ada atau tidak adanya ST
elevasi segmen pada EKG dan penanda yaitu troponin positif (Ignatavicius
dan Workman, 2010):
a. ST Elevation MI (STEMI).
b. Non – ST Elevation MI (NSTEMI).
c. Unstable Angina (Ignatavicius dan Workman, 2010).
Sekitar 10 – 30 % klien dengan unstable angina berkembang menjadi
MI dalam 1 tahu, dan 29 % kematian tejadi pada penderita MI. (American
Heart Associatio {AHA}, 2008 dalam Ignatavicius dan Workman, 2010).
a. Unstable Angina Pectoris
Unstable angina adalah bentuk sindrom koroner akut yang
menghasilkan iskemia miokard reversibel. Hal ini penting untuk
dideteksi sebagai sinyal bahwa plak atheroclerotik telah berkembang dan
infark akan segera terjadi. (McCance, Huether, Brashers, dan Rote,
2010).
Menurut (Ignatavicius dan Workman, 2010) unstable angina adalah
nyeri dada atau ketidaknyamanan yang terjadi saat istirahat dan
menyebabkan keterbatasan aktivitas berat. Peningkatan jumlah serangan
dan intensitas nyeri menunjukkan angina tidak stabil. Rasa sakit bisa
berlangsung lebih lama dari 15 menit atau mungkin kurang, hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin. Unstable angina menggambarkan
berbagai gangguan, termasuk new - angina onset, varian angina
(Prinzmetal), dan pre infark angina. (Ignatavicius dan Workman, 2010).

b. Myocardial Infaction
Jenis Acute Coronary Syndom yang paling serius adalah infark
miokard (MI), sering disebut sebagai MI akut dan AMI. MI dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang sangat serius. MI terjadi ketika
jaringan miokard tiba-tiba sangat kekurangan oksigen. Ketika aliran
darah dengan cepat berkurang 80% sampai 90%, iskemia berkembang.
Iskemia dapat menyebabkan cedera dan nekrosis jaringan miokard jika
aliran darah tidak kembali. MI dapat disebabkan oleh aterosklerosis arteri
koroner, pecahnya plak, trombosis, dan oklusi (penyumbatan) dari aliran
darah. Faktor lain yang mungkin terlibat, namun seperti kejang arteri
koroner, agregasi platelet, dan emboli dari trombi mural (trombus
melapisi dinding bilik jantung). (Ignatavicius dan Workman, 2010).
Ketika aliran darah koroner terganggu, miosit nekrosis terjadi.
Dalam sebagian besar kasus MI, penurunan aliran koroner adalah hasil
dari aterosklerotik CAD; Penyebab lainnya termasuk kejang koroner dan
emboli arteri koroner. patologis dua jenis utama infark miokard: infark
subendokard dan infark transmural. klinis Namun, infark miokard
dikategorikan sebagai non STEMI atau STEMI. (McCance, Huether,
Brashers, dan Rote, 2010).
MI dimulai dengan infark (nekrosis) dari lapisan subendokard otot
jantung. Lapisan ini memiliki miofibril terpanjang, kebutuhan oksigen
terbesar, dan suplai oksigen termiskin. Area awal infark (zona nekrosis)
di subendokardium adalah 1) zona cedera, jaringan yang terluka tapi
tidak nekrotik: 2) zona iskemia, jaringan yang kekurangan oksigen.
(Ignatavicius dan Workman, 2010).

Infark adalah proses dinamis yang tidak terjadi secara instan,


melainkan selama beberapa jam. Hipoksia dari iskemia dapat
menyebabkan vasodilatasi lokal pembuluh darah dan dan asidosis pada
tingkat sel, dapat menyebabkan perubahan dalam melakukan dan
kontraktil yang normal fungsi. Katekolamin dilepaskan sebagai respon
terhadap hipoksia dan nyeri dapat meningkatkan denyut jantung,
kontraktilitas, dan afterload. Faktor-faktor ini meningkatkan kebutuhan
oksigen ke jaringan yang telah diambil. Daerah infark dapat meluas ke
zona cedera dan iskemia. Zona infark dipengaruhi oleh tiga faktor:
sirkulasi kolateral, metabolisme anaerobik, dan tuntutan beban kerja pada
miokardium. (Ignatavicius dan Workman, 2010).

5. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala ACS pada prinsipnya sama. Secara umum pasien menyeluh:
1) Nyeri dada seperti: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat salah cerna, c. Seperti
terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada, e. Sepeti ada orang yang
duduk di dada
2) Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3) Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas pendek, c.
Mual dan muntah
Nyeri angina stabil hanya terjadi ada saat olah raga dan menghilang
dengan cepat pada saat istirahat.

6. PATOFISIOLOGI
Infark merupakan kenjutan dari iskemia, merupakan keadaan dimana
secaratiba-tiba terjadi pembatasan aliran darah kejantung sehingga otot jantung
matikarena kekurangan oksigen. Penurunan oksigen karena terjadinya
penyempitankritis arteri koroner (vasodilatasi) karena aterosklerosis atau
penyumbatan totalarteri oleh emboli atau thrombus. Terjadi asidosis pada sel ya
mengakibatkanpenekanan fungsi konduksi dan kontraktil. Automisitas dan ektopi
meningkat Katekolamin dikeluarkan sebagai respon hipoksia dan sakit
meningkatkan heart rate dan kontraktilitas serta afterload. Faktor ini
mengakibatkan peningkatankebutuhan oksigen di jaringan yang sudah mengalami
kekurangan oksigen. Areainfark dapat mencapai zona jejas dan iskemia yang didasrkan
pada tiga faktor: sirkulasi kolateral, aneorobic metabolism, dan permintaan yang
besar padamiokardium.
Infark dapat melibatkan subendokardium atau menyebar ke epikardium
atauke tiga lapisan otot kardiak. Ketika semua lapisan sudah terlibat, infark
miokarddiistilahkan transmural. Subendokardiak infark miokard memiliki efek
yang kecilpada gerakan dindind dan keluaran jantung yang melakukan infark
transmural. Ternyata pada 6 jam pertama infark tidak terjadi perubahan fisik
padamanusia, ketika area yang terkena infark muncul biru dan bengkak. Setelah
48 jam, infark membentuk abu-abu kekuning-kuningan sebagai adanya serangan
darineutropil pada jaringan dan memulai perpindahan sel nekrotik. 8-10 hari
setelahinfark, jaringan granulasi terbentung pada pinggirjaringan nekrotik. Lebih
dari 2-3bulan, area jaringan nekrotik berkembang menjadi berkerut, encer,
parut. Jaringanparut secara permanen berubah bentuk dan membentuk jaringan
bentrikel. Remodeling ini mengakibatkan penurunan dunsi ventrikel,
mengakibatkan gagal jantung, dan meningkatkan kematian.

7. WOC
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi: 60 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas: 21 x/menit
Temperatur: 37,6 0C (aksila)

b. Status General
- Kulit
Warna: Sawo matang
Turgor: cepat kembali
Ikterus: (-)
Anemia: (-)
Sianosis: (-)
- Kepala
Bentuk: Kesan Normocephali
Rambut: Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitam.
- Mata: Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (+/+),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
- Mulut Bibir: Pucat (-), Sianosis (-) Gigi Geligi: Karies (-), gigi tanggal (-)
Lidah: Beslag (-), Tremor (-) Mukos: Basah (+) Tenggorokan: Tonsil
dalam batas normal.
Faring: Hiperemis (-)
- Leher
Bentuk: Kesan simetris
Kel. Getah Bening: Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ: (-), R -2 cmH2O

- Axilla
Pembesaran KGB (-)
- Thorax
Thorax depan dan belakang
1. Inspeksi Bentuk dan Gerak: Normochest, pergerakan simetris.
Tipe Pernapasan: Abdominal Thoracal Retraksi: (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri
3. Perkusi
- Sonor (+/+)
- Redup (-/-)
4. Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus Cordis teraba di ICS VI Linea Midclavicularis
Sinistra Perkusi: Batas jantung atas: di ICS IIIparasternal sinistra
Batas jantung kanan: di Linea parasternalis dekstra Batas jantung
kiri: di ICS V linea midclavikula sinistra.
Auskultasi: BJ I > BJ II: di ICS V garis midclavucula sinistra dan
ICS IV garis parasternal sinistra BJ II > BJ I: di ICS II garis
parasternal dextra dan sinistra
Bunyi jantung tambahan dan bising: tidak ada
- Abdomen
Inspeksi: Distensi (-)
Palpasi: Soepel (+), Nyeri tekan (-) Undulasi (-)
Perkusi: Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)
Auskultasi: Peristaltik usus kesan normal
- Genetalia: tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas: udema (-), sianosis (-), pucat (-), CTR < 3 detik
5. Diagnosis Banding
a. Infark miokard akut dengan ST elevasi onset 1 hari killip 1 dan
AV block grade
b. Infark miokard akut tanpa ST elevasi
c. Angina pektoris tidak stabil
d. Angina pektoris stabil.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika memiliki tanda atau gejala yang terkait dengan sindrom coroner akut,
dokter ruang gawat darurat kemungkinan akan memesan beberapa tes. Beberapa
tes adalah tentang mengajukan pertanyaan tentang gejala atau riwayat medis.
Termasuk tes:
- Elektrokardiogram (EKG). Tes ini mengukur aktivitas listrik
dihati melalui elektroda yang menempel pada kulit. Dorongan yang
abnormal atau tidak teratur dapat menunjukan kurangnya oksigen
ke jantung. Pola tertentu dalam sinyal listrik dapat menunjukkan
lokasi umum penyumbatan. Tes dapat diulang beberapa kali.
- Tes darah. Enzim tertentu dapat dideteksi dalam darah jika
kematian sel telah diproduksi dalam kerusakan jaringan jantung.
Hasil positif menunjukkan serangan jantung.

Informasi dari dua tes ini serta tanda dan gejala- dapat
memberikan dasar utama untuk diagnosis sindrom coroner akut
dan dapat menentukan apakah kondisi tersebut dapat
diklarifikasikan sebagai serangan jantung atau angina jantung.
Tes lain mungkin diperintahkan untuk mengkarakterisasi
kondisi lebih teliti, menyingkirkan penyebab lain dari gejala, atau
menggabungkan intervensi diagnostic dan perawatan.
- Angiogram coroner. Prosedur ini menggunakan pencitraan X-ray
untuk melihat pembuluh darah jantung.
- Echocardiogram. Sebuah echocardiogram menggunakan
gelombang suara, diarahkan ke jantung dari perangkat mirip
tongkat, untuk menghasilkan gambar hidup hati. Ekokardiogram
dapat membantu menentukan apakah jantung memompa dengan
benar.
- Pencitraan perfusi miokard (MPI. Tes ini menunjukkan seberapa
baik darah mengalir melalui otot jantung.
- Angiografi komputerisasi (CT). CT angigram menggunakan
teknologi sinar-X khusus yang dapat menghasilkan banyak
gambar-gambar 2-D lintas-bagian-jantung.
- Tes tekanan. Tes tekanan menilai seberapa baik fungsi jantung
ketika berolahraga- ketika jantung harus bekerja lebih keras.

10. MANIFESTASI KLINIS


Riwayat perjalanan nyeri dada sangat penting untuk membedakan ACS
dengan sejumlah penyakit lainnya. Gejalanya berupa gejala khas angina, yaitu
nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 10 menit atau lebih yang terasa seperti
ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan
terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat serta
dapat dicetus oleh serangkaian faktor seperti latihan fisik, stress, emosi, udara
dingin, dan sesudah makan.
Nyeri juga bisa terjadi pada daerah-daerah yang independen dari nyeri
dada. pasien dengan NSTE-ACS juga bisa timbul dengan diaphoresis, dyspnea,
mual, sakit perut, atau sinkop. Dyspnea saat aktivitas adalah yang paling umum
saat angina equivalent tanpa gejala nyeri. Faktor-faktor resiko lain yang harus
menjadi pertimbangan adalah probabilitas usia yang lebih tua, jenis kelamin laki-
laki, riwayat keluarga positif CAD, dan adanya penyakit arteri perifer, diabetes
mellitus, insufisiensi ginjal, MI sebelumnya, dan revaskularisasi koroner
sebelumnya. Meskipun pasien yang lebih tua (≥75 tahun) dan perempuan biasanya
hadir dengan gejala khas ACS, namun frekuensi presentasi atipikal meningkat
pada kelompok-kelompok ini serta pada pasien dengan diabetes mellitus,
gangguan fungsi ginjal, dan demensia.
Gejala atipikal, termasuk nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, nyeri
pleuritik, dan meningkatkan dyspnea dengan tidak adanya nyeri dada harus
meningkatkan kepedulian terhadap ACS. Gejala lain termasuk masalah kejiwaan
(misalnya, gangguan somatoform, serangan panik, gangguan kecemasan).
11. FAKTOR RESIKO ACUTE CORONARY SYNDROME
Faktor resiko Acute Coronary syndrome adalah sama dengan jenis
penyakit jantung lainnya. Faktor risiko coroner akut termasuk syndrome:
1. Usia yang lebih tua (lebih tua dari 45 untuk pria dan lebih dari 55
untuk wanita).
2. Tekanan darah tinggi.
3. Kolestrol darah tinggi.
4. Merokok.
5. Kurangnya aktivitas fisik.
6. Diet tidak sehat.
7. Obesitas atau kegemukan.
8. Diabetes.
9. Riwayat keluarga nyeri dada, penyakit jantung atau stroke.
10. Untuk wanita, riwayat tekanan darah tinggi, preeklamsia atau diabetes
selama kehamilan.

Pengobatan ACS
Tujuan pengobatan segera adalah untuk mengurangi rasa sakit dan
kesusahan, memperbaiki aliran darah, dan mengembalikan fungsi jantung secepat
dan sebaik mungkin.
1. Terapi awal berfokus pada hal-hal berikut:
a. Menstabilkan kondisi pasien.
b. Menghilangkan rasa sakit iskemik.
c. Menyediakan terapi antitrombotik.
2. Terapi anti-iskemik farmakologis meliputi yang berikut:
a. Nitrat (untuk meringankan gejala).
b. Beta Blocker (misalnya, metoprolol):
ini diindikasikan pada semua pasien kecuali kontraindikasi.
3. Terapi antitrombotik farmakologis meliputi sbagai berikut:
a. Aspirin.
b. Clopidogrel.
c. Prasugrel.
d. Ticaglelor.
e. Nntagonis reseptor Glikoprotein IIb/IIIa (abciximab, eptifibatide,
tirofiban).
4. Terapi antikoagulan farmakologis termasuk yang berikut:
a. Unfractionated heparin UFH.
b. Heparin berat molekul rendah (LMWH; dalteparin, nadroparin,
enoxaparin).
5. Tindakan-tindakan terapeutik tambahan yang dapat diindikasikan
meliputi hal-hal berikut:
a. Trobolisis.
b. Intervensi coroner perkutan (pengobatan pilihan untuk ST-elevasi
MI).
6. Pedoman saat ini untuk pasien dengan ACS sedang atau berisiko
tinggi termasuk yangberikut:
a. Pendekatan invasive dini.
b. Terapi antitrombotik bersamaan, termasuk aspirin dan
clopidogrel, serta UFH atau LMWH.

12. KOMPLIKASI
a. Iskemia: Edema Paru.
b. Infark Miokard: pecahnya otot papiler, dinding bebas ventrikel kiri, dan
sputum ventrikel.
a) ANGINA STABIL
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ACS pada prinsipnya sama. Secara umum pasien
menyeluh:
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat
salah cerna, c. seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada,
e. Sepeti ada orang yang duduk di dada
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas
pendek, c. Mual dan muntah
Nyeri angina stabil hanya terjadi ada saat olah raga dan
menghilang dengan cepat pada saat istirahat.
b) UNSTABLE ANGINA
Berbeda dengan angina stabil, angina tidak stabil didefinisikan
sebagai kejadian salah satu atau beberapa dari kejadian berikut: 1. Angina
yang terjadi pada periode waktu tertentu dari mulai beberapa hari dan
meningkat dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan karena faktor
pencetus yang lebih sedikit atau kurang. Keadaan ini sering disebut
sebagai crescendo angina. 2. Episod kejadian angina sering berulang dan
tidak dapat diprediksi. Angina tidak stabil tidak pencetus karena olahraga
tidak begitu jelas. Biasanya terjadi dalam waktu pendek dan hilang dengan
spontan atau dapat hilang sementara dengan dara minum glyceryl trinitrate
(GTN) sub lingual. 3. Tidak ada pencetusnya dan nyeri dada yang
memanjang. Tidak ada bukti adanya myokardial infark.
Tanda dan Gejala:
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat
salah cerna, c. Seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada,
e. Sepeti ada orang yang duduk di dada.
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas
pendek, c. Mual dan muntah.

Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan dan pengkajian tanda vital. Pengkajian
selalu menggunakan prinsip ABCDE.
a) Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas
2. Lakukan head tilt, chin lift
3. Gunakan alat bantu pernapasan jika diperlukan
4. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan
intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas dengan
baik.
b) Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter
dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
2. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-
mask ventilation.
3. Kaji jumlah pernapasan.
4. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan.
5. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
c) Circulation
1. Kaji heart rate dan rhythm.
2. Ukur tekanan darah
3. Lakukan pemeriksaan EKG – mungkin normal akan tetapi
biasanya ada ST depresi.
4. Pasang IV Acces (infus).
5. Lakukan pemeriksaan darah, enjim jantung atau troponin
tergantung dari protokol setempat (enjim dan troponin biasanya
tidak meningkat pada angina tidak stabil.
6. Ingat MONA.
a. Morphine – berikan 5 mg IV
b. Oksigen – aliran tinggi
c. Nitrat – berikan sublingual
d. Aspirin – berikan 300 mg
7. Pertimbangkan untuk memberikan heparin berat molekul rendah
sampai dengan pasien terbebas dari nyeri dalam 24 jam.
8. Pertimbangkan untuk memberikan Clopidogrel 300 mg yang
diikuti dengan pemberian 75 mg per hari.
d) Disability
1. Kaji tingkat kesaddaran dengan menggunakan AVPU.

e) Exposure
1. Lakukan pemeriksaan kesehatan dan riwayat penyakit apabila
pasien stabil.
c) NON-ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko
tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih luas dan aritmia yang
dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya kemacetan dapat
terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan
waktu
Tanda dan Gejala
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat
salah cerna, c. Seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada, e.
Sepeti ada orang yang duduk di dada
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas pendek,
c. Mual dan muntah

Pengkajian
Keluhan utama dan pengkajian tanda vital. Bantuan medis harus segera
dilakukan. Lakukan pengkajian dengan menggunakan prinsip ABCDE:
a) Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas.
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu.
3. Gunakan alat bantu dalam membebaskan jalan napas jika
diperlukan.
4. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk
dilakukan intubasi apabila tidak dapat mempertahankan jalan
napas.
b) Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter
dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
2. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-
mask ventilation.
3. Kaji jumlah pernapasan.
4. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan
5. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
c) Circulation
1. Kaji heart rate dan rhythm.
2. Ukur tekanan darah.
3. Lakukan pemeriksaan EKG – mungkin normal akan tetapi
biasanya ada ST depresi.
4. Pasang IV Acces (infus).
5. Lakukan pemeriksaan darah, enjim jantung atau troponin
tergantung dari protokol setempat (jumlah enjim dan troponin
biasanya menunjukan tingkat kerusakan myokardial).
6. Monitor gula darah.
7. Ingat MONA: a. Morphine – berikan 5 mg IV, b. Oksigen –
aliran tinggi, c. Nitrat – berikan sublingual, d. Aspirin – berikan
300 mg.
8. Pertimbangkan untuk memberikan heparin berat molekul rendah
sampai dengan pasien terbebas dari nyeri dalam 24 jam.
9. Pertimbangkan untuk memberikan Clopidogrel 300 mg yang
diikuti dengan pemberian 75 mg per hari.
10. Pertimbangkan pemberian beta bloker dan statin harus menjadi
pertimbangan.
d) Disability
1. Kaji tingkat kesaddaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
1. Lakukan pemeriksaan kesehatan dan riwayat penyakit
apabila pasien stabil. Pasien dengn NSTEMI tidak
diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan dalam 4
(empat) minggu.

d) ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION


STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner.
Jika tidak dilakukan pengobatan dapat menyebabkan kerusakan
miokardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk
mengalami fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan
kematian. Bantuan medis harus segera dilakukan.
Tanda dan gejala
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat
salah cerna, c. Seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada,
e. Sepeti ada orang yang duduk di dada
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas
pendek, c. Mual dan muntah
a) Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas.
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu.
3. Gunakan alat bantu dalam membebaskan jalan napas jika
diperlukan.
4. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan
intubasi apabila tidak dapat mempertahankan jalan napas.
b) Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter dengan
tujuan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
2. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-
mask ventilation.
3. Kaji jumlah pernapasan
4. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan
5. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
c) Circulation
1. Kaji heart rate dan rhythm.
2. Ukur tekanan darah
3. Lakukan pemeriksaan EKG – ST elevasi akut atau bundle branch
block (LBBB) baru ditambah dengan tanda myokardial infark
merupakan indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi.
4. Ciri khas EKG pada STEMI
a. Anterior/anteroseptal – terlihat pada V1–V4
b. Inferior – terlihat pada II, III dan aVF
c. Lateral – terlihat pada V5–V6 dan I dan aVL
d. Posterior – kebalikan perubahan pada lead anterior
5. Pasang IV Acces (infus).
6. Lakukan pemeriksaan darah, enjim jantung atau troponin
tergantung dari protokol setempat (jumlah enjim dan troponin
biasanya menunjukan tingkat kerusakan myokardial).
7. Monitor gula darah
8. Ingat MONA
a. Morphine – berikan 5 mg IV
b. Oksigen – aliran tinggi
c. Nitrat – berikan sublingual
d. Aspirin – berikan 300 mg
9. Pertimbangkan untuk memberikan heparin berat molekul rendah
sampai dengan pasien terbebas dari nyeri dalam 24 jam.
10. Pertimbangkan untuk memberikan Clopidogrel 300 mg yang
diikuti dengan pemberian 75 mg per hari.
11. Kaji kemungkinan pemberian trombolisis – obat yang biasa
dipergunakan adalah:
a. streptokinase – 1.5 juta unit dalam 100 mls normal saline.
b. alteplase – 15 mg bolus kemudian infuskan 0.75 mg/kg
selama 1 hour.
c. reteplase – 10 Unit bolus kemudian 10 Unit setelah 30 menit.
d. tenecteplase – 30–50 mg (6,000–10,000 unit) bolus
12. Semua pasien memelukan dirujuk dengan segera ke ahli jantung.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a. Primary Survey
1) A (Airway)
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera
inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang
berbunyi stridor hoarness. Tindakan dengan membersihkan jalan
napas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid
dosis tertinggi dan antibiotika.
2) B (Breathing)
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena
nyeri atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji
dan monitor kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan
tindakan kedaruratan jalan napas agresif.
3) C (Circulation)
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
4) D (Disability)
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
GCS. Adapun cara yang cukup jelasa dan cepat adalah Awake : A,
Respon bicara : V, Respon nyeri : P, Tak ada respon : U
5) E (Expose, Examine dan Evaluate)
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang
belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan

b. Secondary Survey
a. Pemeriksaan fisik
1. Kulit/integumen:Inspeksi (lesi, warna), palpasi (tekstur,
kelembaban, edema).
2. Kepala: Inspeksi (bentuk, warna, kebersihan), palpasi (ukuran).
3. Kuku: Inspeksi (ketebalan, warna), palpasi (sirkulasi).
4. Mata/penglihatan: Inspeksi (bentuk, sclera, konjungtiva), palpasi
(adanya peradangan).
5. Hidung: Inspeksi (bentuk, polif), palpasi (adanya peradangan).
6. Telinga: Inspeksi (bentuk, posisi), palpasi (adanya peradangan).
7. Mulut dan Gigi: Inspeksi (bentuk, warna), palpasi (adanya
peradangan).
8. Leher: Inspeksi (bentuk, kekakuan), palpasi (pembengkakan
kelenjar tiroid, tekanan vena jugularis).
9. Dada: Inspeksi (bentuk, pola nafas), palpasi (letak atau posisi),
perkusi (mengetuk bagian dada), dan auskultasi (bunyi atau irama).
10. Abdomen: Inspeksi (bentuk), palpasi (meraba adanya hepar),
perkusi (mengetuk bagian abdomen), auskultasi ( mendengar bisisn
usus).
11. Genetalia: Inspeksi (kebersihan), palpasi (pembengkakan).
12. Extremitas atas dan bawah: Inspeksi (bentuk, gerak), palpasi (nyeri
tekan).
c. SAMPLE
S (Sign and Symptom): Tanda gejala terjadinya gagal ginjal akut, yaitu
pucat, mual dan muntah, dehidrasi, Pembengkakan tungkai, kaki atau
pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi
penimbunan cairan).
A (Allergies): adakah riwayat alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan.
M (Medications): Pengobatan yang di diberikan pada klien sebaiknya yang
sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulkan reaksi alergi.
Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.

P (Pertinent medical): Riwayat medis klien seperti penyakit yang pernah


di derita, riwayat pembedahan / masuk rumah sakit sebelumnya.

L (Last meal): obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini).

E (Events): hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang


menyebabkan adanya keluhan utama).

a. Pengkajian (6B)
1) Breathing:
- Klien mengalami penurunan reflek batuk akibat penurunan kesadaran
- Adanya bunyi gurgling
- RR > 20 x/menit
- Akumulasi sputum di jalan nafas
- Terdengar pernapasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.
- Tampak penggunaan pernapasan cuping hidung atau otot-otot aksesori
pernapasan.
2) Blood:
- Klien tampak pucat
- CRT > 2 Detik
- TD > 130/90 mmHg
3) Brain:
- Kesadaran dapat mengalami penurunan
- Nyeri pada kepala
- Klien gelisah
4) Bowel:
- Dapat terjadi anoreksia akibat nyeri
- Klien dapat terpasang NGT akibat penurunan kesadaran
5) Bladder:
Umumnya tidak ada masalah

6) Bone:
- Adanya penurunan tonus otot
- Gerak tidak terkoordinasi
Pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium dapat menunjukkan seperti pada
konsep dasar penyakit.

b. Riwayat kesehatan
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukanaktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar,disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala,kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatadiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.

Pemeriksaan Fisik:
1. Tampilam umum (inspeksi):
a) Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebih.
b) Pasien tampak sesak.
c) Demam derajat sedang (< 38° C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca
infark.
d) Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya stemi.
2. Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi):
a) Sinus takikardi (100-120 x/menit.
b) Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari
infark
3. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
a) Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi
Jantung Pertama Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.
b) Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal
bersifat sementara.

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada dada, klien terlihat meringis, nyeri dengan skala 5.
b) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi yang
ditandai dengan dyspnea, penggunaan otot nafas tambahan untuk bernafas
dan RR= 24x/menit.
c) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
jantung ditandai dengan perubahan EKG, palpitasi, takikardia, edema,
keletihan, murmur, penurunan nadi perifer, ologuria, pengisian ulang
kapiler memanjang, perubahan warna kulit, crakels, batuk, ortopnea.
d) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan klien mengalami kelemahan dalam
melakukankegiatan
e) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
f) Intoleransi aktivitas b/d imbalance suplai oksigen dengan kebutuhan.
B. INTERVENSI
No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan NIC:
Pain Management
berhubungan dengan keperawatan selama …x… jam
1. Lakukan pengkajian konmprehensif 1. Lakukan tindakan yang
dengan agen cedera diharapkan nyeri klien
nyeri termasuk lokasi, karakteristik, dapat mengatasi nyeri
biologis ditandai klien berkurang dengan kriteria 2. Berikan tindakan obsrvasi
onset/durasi, frekwensi, kwalitas,
mengatakan nyeri hasil: kesadaran setiap saat
intensitas atay derajat nyeri, dan
3. Berikan pasien analgesic
pada dada, klien 1. Klien tidak melaporkan
faktor yang menimbulkan.
sesuai indikasi
terlihat meringis, adanya nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal terhadap
4. Lakukan komunikasi
2. Klien tidak merintih
nyeri dengan skala 5. nyeri.
terapeutik untuk melatih
ataupun menangis 3. Pastikan pasien mendapat perhatian
3. Klien tidak menunjukkan agar px bisa mengatasi rasa
mengenai perawatan dengan
ekspresi wajah terhadap nyeri
analgesic.
5. Lakukan tindakan yang
nyeri 4. Gunakan strategi komunikasi
4. RR dalam batas normal dapat mengatasi atau
terapetik untuk menggali informasi
(16-20x/menit) mencegah terjadinya nyeri
terhadap pengalaman nyeri dan cara
5. Nadi dalam batas normal
pada pasien
pasien merespon terjadinya nyeri.
(60-100x/mnit) 6. Berikan pasien tentang
5. Tanyakan pada klien kapan nyeri
6. Tekanan darah dalam batas
mengatrol rsa nyeri
menjadi lebih buruk dan apa yang
normal (120/80mmHg)
dilakukan untung menguranginya.
Pain Control 6. Ajarkan prinsip dari manajemen
1. Klien dapat mengobrol
nyeri.
nyerinya dengan 7. Ajari pasien untuk menggunakan
menggunakan analgesic medikasi nyeri yang adekuat.
sesuai indikasi
NIC:
2. Klien dapat menggunakan
Anagesic Administration
analgetik sesuai indikasi 1. Ketahui lokasi, karakteristik,
3. Klien melaporkan nyeri
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
terkontrol
memberikan pasien medikasi.
2. Lakukan pengecekan terhadap
riwayat alergi.
3. Pilih analgesic yang sesuai atau
kombinasikan analghesic saat di
resepkan analgesic lebih dari
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan setelah diberikan analgesic
dengan satu kali dosis atau tanda
yang tidak biasa dicatat perawat
5. Evaluasi keefektifan dari analgesic

2 Ketidakefektifan pola Setelah diberikan askep selama NIC: 1. Mengidentifikasi adanya


nafas berhubungan ……. X ……. Jam diharapkan Respiratory Monitoring tanda-tanda kecepatan
1. Monitor kecepatan, ritme,
dengan hiperventilasi pola nafas pasien kembali nafas, ritme, dan kedalaman
kedalaman dan usaha pasien saat
yang ditandai dengan efektif dengan kriteria hasil: pasien saat bernafas.
bernafas 2. Lakukan pengkajian pada
dyspnea, penggunaan
NOC 2. Catat pergerakan dada, simetris atau
dada, jika perlu bantuan alat
otot nafas tambahan Respiratory Status: ventilation
tidak, menggunakan otot bantu
1. Frekuensi nafas normal (16- pernafasan bantu atau tidak.
untuk bernafas dan
pernapasan atau tidak 3. Mengidentifikasi adanya
20 x/mnt)
RR=24 x/menit. 3. Monitor pola nafas: bradypnea,
2. Tidak terdapat retraksi dada bradypnea, tachypnea
3. Tidak ada penggunaan otot tachypnea, hiperventilasi, respirasi
bantu nafas kussmaul, respirasi Cheyne-stokes.
4. Tidak ada pernapasan
NIC:
cuping hidung
Oxigen Therapy
5. Kedalaman napas normal 1. Lakukan tindakan
1. Bersihkan area mulut, hidung, jika
pembersihan mulut dan
diperlukan
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas hidung bila perlu
3. Monitor jumlah aliran oxygen 2. Pantau kepatenan jalan
4. Monitor efektivitas terapi oksigen
nafas
3. Berikan jumlah oksygen
yang cukup
4. Lakuakan pemberian
terapi oksygen secara
tepat
3 Penurunan curah Setelah diberikan
asuhan NIC:
Cardiac care (acute)
jantung berhubungan keperawatan selama …… x ….
1. Catat adanya disritmia jantung 1. Berikan tindakan jika
dengan perubahan 24 jam, diharapkan curah 2. Pantau adanya nyeri dada (P, Q, R,
perlu
kontraktilitas jantung jantung efektif, dengan kriteria S, T) 2. Lakukan penanganan nyeri
3. Hindari Pasien kelelahan dengan
ditandai dengan hasil: pada pasien
penurunan aktivitas dan anjurkan 3. Jangan berikan pasien
perubahan EKG,
NOC:
pasien bed rest beraktifitas yang
palpitasi, takikardia, Status Kardiopulmonal
4. Monitor tanda-tanda vital secara
1. Tekanan darah sistolik berlebihan
edema, keletihan,
berkala 4. Pantau ttv setiap saat
dalam batas normal (120
murmur, penurunan 5. Menitor status kardiovaskuler 5. Kaji adanya kelainan pada
mmHg) 6. Monitor disritmia jantung, termasuk
nadi, parifer, ologuria, kardiovaskuler
2. Tekanan darah diastolic
gangguan dan irama dan konduksi
pengisian ulang
dalam batas normal (80
jantung
kapiler memanjang,
mmHg) 7. Monitor status pernapasan
perubahan warna 3. Denyut nadi perifer teraba 8. Monitor balance cairan
9. Monitor hasil laboratorium, seperti:
kulit, crakels, batuk, normal
4. Irama jantung regular enzim jantung, level elektrolit, BUN,
ortopnea.
5. Frekuensi pernapasan dalam
CK, LDH, AST, Kreatinin, Na, K
batas normal (12-20 x/mnt) 10. Monitor adanya dyspnea, fatig,
6. Irama pernapasan regular
takipnea, dan ortopnea
7. Output urine normal 0,5-1
cc/kgBB/jam NIC:
8. Saturasi oksigen dalam Regulasi Hemodinamic
batas normal 1. Kenali adanya perubahan tekanan
9. Tidak ada sianosis
darah
10. Tidak ada distensi vena
2. Auskultasi suara paru terhadap
jugularis
krekels dan bunyi lain
11. Tidak ada edema
3. Auskultasi bunyi jantung
12. Tidak ada dispnea
4. Monitor level elektrolit
5. Kolaborasi dalam pemberian
medikasi positive
inotropic/contractility, serta
medikasi anti aritma
6. Pantau efek samping dari pemberian
medikasi positive
inotropic/contractility, anti nyeri,
serta medikasi anti aritmia.
Rasional: mencegah adanya
anfilaktif syok
7. Monitor nadi perifer, CRT, serta
warna dan suhu ekstremitas.
8. Monitor edema perifer, distensi vena
jugularis, dan suara jantung S1, S2.
9. Berikan posisi semi-fowler.
4. Ketidak seimbangan NOC: Nutrition Management
nutrisi kurang dari 1. Nutrisional status: Food 1. Awasi konsumsi makanan atau cairan 1. Mengidentifikasi kekurangan
kebutuhan tubuh and Fluid Intake nutrisi

Kriteria Hasil: 2. Perhatikan adnya mual muntah


2. Gejala yang menyertai
2. Adanya peningkatan 3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Tingkatkan kunjungan oleh orang akumulasi toksisn endogen yang
berat badan sesuai
terdekat selama makan dapat mengubah atau
dengan tujuan
5. Berikan perawatan mulut sering menurubkan pemasukan dan
3. Berat badan ideal sesuai
memerlukan intervensi.
dengan tinngi badan
4. Mampu mengidentifikasi 3. Porsi lebih kecil dapat
kebutuhan nutrisi meningkatkan masukan
5. Tidak ada tanda-tanda makanan.
malnutrisi 4. Memberikan pengalihan dan
6. Tidak terjadi penurunan meningkatakan aspek social
berat badan yang berarti 5. Menurunkankan
ketidaknyamanan stomatitis oral
dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat
mempengaruhi masukan
makanan.
5 Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
b/d imbalance suplai 1. Energy Conservation Energy Management Activity Therapy 1. Melatih pasien untuk
oksigen dengan 2. Self Care: ADLs 1. Pantau pasien untuk melakukan melakukan aktivitas ringan
kebutuhan aktivitas yang dapat pasien tolerir agar
Kriteria Hasil:
2. Kaji factor yang menyebapkan tidak terjadi kekakuan otot.
1. Berpartisipasi dalam keletihan 2. Mengetahuai factor yang
aktivitas fisik tanpa
3. Pertahankan status gizi yang dapat menyebapkan keletihan
disertai peningkatan
adekuat. memudahkan perawat untuk
tekanan darah, nadi dan mengatasi masalah keletihan.
RR 3. Nutrisi adde kuat yang
2. Mampu melakukan membantu pasien untuk
aktivitas sehari hari memenuhi kebutuhan energy
(ADLs) secara mandiri untuk melakukan aktifitas
dan mengurangi keletihan.
C. IMPLEMENTASI
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan rencana keperawatan.

D. EVALUASI
1. Pola nafas pasien kembali efektif
2. Px tidak mengalami gangguan pertukaran gas
3. Perfusi jaringan pasien kembali efektif
4. Px mampu mengatasi nyeri
5. Px mampu beraktifitas secara normal

DAFTAR PUSTAKA
Andra. (2010). Sindrom Koroner Akut. Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif.
http://www.majalah-farmasia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197.
Diakses pada tanggal 12 November

Carpenito. (2013). Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinis. Jakarta:


EGC.

Rilantono. (2000). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.

Wasid. (2007)Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrome Koroner


Akut. http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-
konsep-baru penanganan.html. Diakses pada tanggal 12 November

Anda mungkin juga menyukai