Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemasaran (Marketing)


Pasar adalah tempat baik secara fisik maupun non-fisik pertemuan antara
penjual atau produsen dengan pembeli atau konsumen untuk melakukan transaksi
jual beli. Marketing adalah proses mengkomunikasikan nilai produk atau jasa kepada
pelanggan. Kadangkala marketing juga disebut sebagai seni menjual produk namun
menjual hanya sebagian kecil dari pemasaran. Menurut Kotler (2001) definisi
marketing adalah bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang
potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.
Stanton menyatakan bahwa pemasaran adalah meliputi keseluruhan sistem
yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang bertujuan merencanakan,
menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang
atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang
potensial. (Umar, 2005,p31). AMA menyatakan pemasaran sebagai perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian operasi pemasaran total, termasuk tujuan perumusan
tujuan pemasaran, kebijakan pemasaran, program pemasaran, dan strategi pemasaran
yang ditujukan untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi tujuan individu
maupun organisasi.

2.1.1 Proses Pemasaran


Proses pemasaran yaitu merupakan tahapan dimana barang atau jasa
dapat sampai ke tangan konsumen dari produsen. Proses pemasaran itu
sendiri terdiri dari:
1. Segmentasi Pasar
Pasar terdiri dari berbagai tipe konsumen, produk, dan
kebutuhan, sehingga pemasar harus menentukan segmen mana yang
menawarkan kesempatan terbaik untuk mencapai tujuan perusahaan.
Konsumen dapat dikelompokkan dan dilayani dengan berbagai cara
berdasarkan faktor geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.
Proses pembagian pasar menjadi beberapa kelompok pembeli yang
berbeda-beda berdasarkan kebutuhan, karakteristik, atau perilaku,
yang mungkin memerlukan produk dan bauran pemasaran terpisah,
disebut segmentasi pasar.
2. Segmen Pasar
Segemen pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok
konsumen yang memberikan respon dengan cara yang sama terhadap
serangkaian usaha-usaha pemasaran tertentu. Segmen pasar terdiri
dari konsumen yang memberikan respon dengan cara yang sama
terhadap serangkaian usaha pemasaran tertentu. Contohnya di pasar
mobil, konsumen yang memilih mobil terbesar dan ternyaman tanpa
mempedulikan harga, membentuk satu segmen pasar. Segmen lainnya
bisa jadi pelanggan yang terutama memperhatikan masalah harga dan
operasi perekonomian. Akan sulit untuk membuat satu model mobil
yang merupakan pilihan utama setiap konsumen. Merupakan hal yang
bijaksana bila perusahaan memfokuskan usahanya pada pemenuhan
kebutuhan yang berbeda dari satu atau lebih segmen pasar.
3. Menetapkan Pasar Sasaran
Setelah segemen pasar ditetapkan, perusahaan bisa memasuki
satu atau lebih segmen pada suatu pasar tertentu. Penetapan pasar
sasaran terdiri dari evaluasi setiap daya tarik segmen pasar dan
pemilihan satu atau lebih segmen untuk dimasuki. Sebuah perusahaan
harus menetapkan segmen sasaran sehingga dapat menciptakan nilai
konsumen paling besar dan dapat memperhatikannya dalam waktu
lama. Sebuah perusahaan dengan sumber daya terbatas dapat
memutuskan untuk melayani hanya satu atau beberapa segmen
khusus. Strategi ini membatasi penjualan tetapi dapat sangat
menguntungkan. Sebagian besar perusahaan memasuki suatu pasar
baru dengan melayani sebuah segmen, dan apabila berhasil, mereka
akan memperbanyak segmen.
4. Menetapkan Posisi Pasar
Setelah segmen pasar diputuskan untuk dimasuki, perusahaan
harus menentukan posisi apa yang ingin diduduki dalam segmen itu.
Posisi sebuah produk adalah kedudukan produk itu secara relatif
terhadap pesaing yang terlintas dalam benak konsumen. Jika suatu
produk dianggap sama dengan produk yang lain di pasar, konsumen
tidak akan mempunyai alasan untuk membelinya. Menempatkan
posisi pasar adalah mengatur sebuah produk agar mendapat tempat
yang jelas, dapat dibedakan, dan diharapkan secara relatif terhadap
produk pesaing dalam benak konsumen sasaran. Oleh karena itu
pemasar merencanakan posisi yang membedakan produk mereka dari
merek pesaing serta memberikan manfaat strategis yang sangat besar
dalam pasar sasaran mereka.

2.1.2 Bauran Pemasaran


Menurut Kotler dan Armstrong definisi bauran pemasaran adalah
sebagai seperangkat alat pemasaran taktis dan terkontrol yang dipadukan oleh
perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran.
Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Kemungkinan-
kemungkinan itu dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel
yang dikenal dengan “Empat P”: product, price, place, dan promotion.

2.1.2.1 Produk
2.1.2.1.1 Pengertian Produk
Produk menurut Kotler adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dibeli,
digunakan maupun dikonsumsi yang dapat memuaskan
kebutuhan atau kemauan Menurut Sugeng Widodo produk
adalah apa pun yang bisa ditawarkan ke sebuah pasar dan bisa
memuaskan sebuah keinginan dan kebutuhan.
Menurut Stanton, (1996:222), “A product is asset of
tangible and intangible attributes, including packaging, color,
price quality and brand plus the services and reputation of
seller”. Artinya sebuah produk adalah kumpulan dari atribut-
atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya
kemasan, warna, harga, kualitas, dan merek ditambah dengan
jasa dan reputasi penjualannya.
Menurut Tjiptono (1999-95) secara konseptual produk
adalah pemahaman subyektif dari produsen atas “sesuatu”
yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan
organisasi melalui pemahaman kebutuhan dan keinginan
konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi
serta daya beli.

2.1.2.1.2 Tingkatan Produk


Menurut Kotler (2003:408) ada lima tingkatan produk
yaitu core benefit, basic product, expected product, augmented
product dan potential product.
1. Core Benefit
Yaitu manfaat dasar dari suatu produk yang ditawarkan
kepada konsumen
2. Basic Product
Yaitu bentuk dasar dari suatu produk yang dapat
dirasakan oleh panca indra
3. Expected Product
Yaitu serangkaian atribut-atribut produk dan kondisi-
kondisi yang diharapkan oleh pembeli pada saat
membeli suatu produk
4. Augmented Product
Yaitu sesuatu yang membedakan antara produk yang
ditawarkan oleh badan usaha dengan produk yang
ditawarkan oleh pesaing
5. Potential Product
Yaitu semua argumentasi dan perubahan bentuk yang
dialami oleh suatu produk dimasa datang.

2.1.2.1.3 Klasifikasi Produk


Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan
ahli pemasaran, diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh
Kotler. Menurut Kotler (2002, p.451), produk dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan wujudnya
a. Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik,
sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh , dirasa,
dipegang, disimpan, dipindahkan dan perlakuan
fisik lainnya.
b. Jasa
Jasa merupakan aktifitas, manfaat atau kepuasan
yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi oleh
pihak lain). Kotler (2002, p.486) juga
mendefinisikan jasa sebagai berikut: “Jasa adalah
setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh
satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apa pun.
2. Berdasarkan Aspek Daya Tahannya
a. Barang tidak tahan lama
Adalah barang berwujud yang biasanya habis
dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali
pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya
dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu
tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman
kaleng dan sebagainya.
b. Barang tahan lama
Merupakan barang berwujud yang biasanya bisa
bertahan lama dengan banyak pemakaian. Umur
ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu
tahun lebih. Contohnya lemari es, mesin cuci,
pakaian, dan lain-lain.
3. Berdasarkan Tujuan Konsumsi
Didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa
produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
a. Barang Konsumsi
Merupakan suatu produk yang langsung dapat
dikonsums tanpa melalui pemrosesan lebih lanjut
untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut.
b. Barang Industri
Merupakan suatu jenis produk yang masih
memerlukan pemrosesan lebih lanjut untuk
mendapat suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil
pemrosesan dari barang industri diperjual belikan
kembali.
Menurut Kotler (2002, p.451), “Barang
konsumen adalah barang yang dikonsumsi akhir
sendiri (individu atau rumah tangga), bukan untuk
tujuan bisnis”. Pada umumnya barang konsumen
dibedakan menjadi empat jenis:
a. Convenience goods
Merupakan barang yang pada umumnya memiliki
frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli),
dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya
memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil)
dalam pembandingan dan pembeliannya.
Contohnya: sabun, surat kabar, dan sebagainya
b. Shopping goods
Barang-barang yang dalam proses pemilihannya
dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen
diantara berbagai alternatif yang tersedia.
Contohnya: alat-alat rumah tangga, pakaian,
furniture, mobil bekas, dan lainnya.
c. Specialty goods
Barang-barang yang memiliki karakteristik
dan/atau identifikasi merek yang unik dimana
sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha
khusus untuk membelinya.
Contohnya: mobil Lamborghini, pakaian
rancangan orang terkenal dan sebagainya.
d. Unsought goods
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui
konsumen atau kalaupun sudah diketahui tetapi
pada umumnya belum terpikirkan untuk
membelinya.
Contohnya: asuransi jiwa, ensiklopedia, tanah
kuburan ,dan sebagainya.

2.1.2.2 Harga
Harga merupakan salah satu elemen dari bauran pemasaran
(marketing mix) dari ketiga elemen lainnya (produk, promosi, dan
distribusi). Penentuan harga pada suatu produk/jasa merupakan hal
yang akan berpengaruh besar pada keberlangsungan sebuah
produk/jasa yang dijual.

2.1.2.2.1 Pengertian Harga


Menurut Effendy (2009: 191), harga merupakan satu-
satunya unsur dari bauran pemasaran yang memberikan
pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan dan merupakan
unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya dapat
diubah dengan cepat.
Kotler dan Armstong (2010: 314) menyatakan “Price
is the amount of money charged for a product or service, or
the sum of the values that customers exchange for the benefits
of having or using the product or service”. Artinya bahwa
harga adalah jumlah uang yang dibebankan untuk produk atau
jasa, atau jumlah dari nilai-nilai pelanggan yang ditukar untuk
manfaat yang akan dimiliki atau menggunakan produk atau
jasa.
Xie dan Shugan (2000:230) mengungkapkan bahwa
konsumen yang baru lebih sensitif dalam perbandingan harga
daripada konsumen yang lama dalam waktu melakukan
transaksi pembelian. Hal inilah yang kadang menciptakan
kesempatan untuk membedakan harga bagi pendatang baru
dikaitkan dengan harga yang sangat sensitif.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan
bahwa harga merupakan variabel penting yang digunakan oleh
konsumen karena berbagai alasan, baik karena alasan
ekonomis yang akan menunjukkan bahwa harga yang rendah
atau harga yang selalu berkompetensi merupakan salah satu
variabel penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran, juga
alasan psikologis dimana harga sering dianggap sebagai
indikator kualitas dan oleh karena itu penetapan harga sering
dirancang sebagai salah satu instrumen penjualan sekaligus
sebagai instrumen kompetisi yang menentukkan.
Pengaruh harga memberikan gambaran tentang strategi
komunikasi dan pemasaran untuk meningkatkan kepuasan
konsumen. Rumusan harga untuk kepuasan dikemukakan
secara luas, bahwa ada dua prinsip mekanisme harga yaitu
potensial menandai kualitas dari sebuah produk. Penjualan
produk berkualitas tinggi kemungkinan dapat ditandai oleh
tingginya kualitas produk berdasarkan harga yang tinggi pula.
Jika hubungan antara biaya tinggi dan kualitas tinggi
diketahui, konsumen dapat menduga dari harga yang tinggi
bahwa produk itu berkualitas tinggi.
Menurut Cravens (1997) dalam membuat keputusan
mengenai harga harus memperhatikan atau harga sangat
dipengaruhi oleh:
1. Konsumen sasaran
Apabila konsumen sasaran suatu perusahaan adalah
konsumen tingkat atas maka perusahaan akan
cenderung menetapkan harga yang tinggi
2. Permintaan konsumen
Jika terjadi permintaan yang cukup tinggi terhadap
suatu produk dan jumlah barang yang tersedia sedikit
maka perusahaan cenderung menetapkan harga cukup
tinggi
3. Pesaing
Jika dalam suatu pasar terdapat banyak pesaing yang
menjual produk yang sejenis, produsen akan
menetapkan harga yang rendah atau bersaing.

2.1.2.2.2 Tujuan Penetapan Harga


Terdapat 5 tujuan penetapan harga yaitu:
a. Mendapatkan keuntungan sebasar-besarnya
Dengan menetapkan harga yang kompetitif maka
perusahaan akan mendulang untung yang optimal
b. Mempertahankan perusahaan
Dari marjin keuntungan yang didapat perusahaan akan
digunakan untuk biaya operasional perusahaan.
Contoh: Untuk gaji/upah karyawan, untuk bayar
tagihan listrik, tagihan air, pembeliah bahan baku,
biaya transportasi dan lain sebagainya
c. Menggapai ROI (Return on Investment)
Perusahaan pasti menginginkan balik modal dari
investasi yang ditanam pada perusahaan sehingga
penetapan harga yang tepat akan mempercepat
tercapainya modal kembali/ROI
d. Menguasai Pangsa Pasar
Dengan menetapkan harga rendah dibandingkan
produk pesaing, dapat mengalihkan perhatian
konsumen dari produk kompetitor yang ada di pasaran
e. Mempertahankan Status Quo
Ketika perusahaan memiliki pasar tersendiri, maka
perlu adanya pengaturan harga yang tepat agar dapat
tetap mempertahankan pangsa pasar yang ada.
2.1.2.2.3 Metode Penetapan Harga
Terdapat beberapa metode penetapan harga menurut
Kotler, antara lain:
a. Pendekatan Permintaan dan Penawaran (Supply deman
approach)
Dari tingkat permintaan dan penawaran yang ada
ditentukan harga keseimbangan (equilibrium price)
dengan cara mencari harga yang diterima produsen
sehingga terbentuk jumlah yang diminta sama dengan
jumlah yang ditawarkan
b. Pendekatan Biaya (Cost oriented approach)
Menentukan harga dengan cara menghitung biaya
yang dikeluarkan produsen dengan tingkat keuntungan
yang diinginkan baik dengan markup pricing dan
break even analysis
c. Pendekatan Pasar (Market approach)
Merumuskan harga untuk produk yang dipasarkan
dengan cara menghitung variabel-variabel yang
mempengaruhi pasar dan harga seperti situasi dan
kondisi politik, persaingan, sosial budaya, dan lain
lain.

2.1.2.3 Tempat
Berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat produk yang
dihasilkan/dijual terjangkau dan tersedia bagi pasar sasaran. Tempat
meliputi antara lain channels, coverage, assortments, locations,
inventory, dan transport. Produk tidak banyak artinya bagi pelanggan
apabila tidak tersedia pada saat dan tempat ia diinginkan.

2.1.2.4 Promosi
Merupakan aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan
membujuk pelanggan untuk membelinya.
2.1.3 Persepsi Harga
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008: 160) persepsi harga adalah
pandangan atau persepsi mengenai harga bagaimana konsumen memandang
harga tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempengaruhi pengaruh yang kuat
terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli.
Menurut Peter dan Olson (2010: 447) “Price perception concern how
price information is comprehended by consumers and made meaningful to
them.” Dapat diartikan bahwa bagaimana informasi harga dapat dipahami
oleh konsumen dan membuat berarti bagi konsumen.
Menurut Keller (2008), strategi harga dapat menentukan bagaimana
konsumen mengkategorikan harga dari suatu merek (apakah rendah, sedang,
atau tinggi), dan bagamana perusahaan atau seberapa fleksibel mereka dalam
memikirkan harga.
Konsumen selalu mengurutkan merek berdasarkan tingkat harga
dalam kategori produk. Misalnya kategori mobil dimana pasti ada hubungan
antara harga dan kualitas. Mobil yang harganya semakin mahal yang sudah
tertanam dibenak konsumen bila melihat dari harga dan kualitasnya,
contohnya Mercedes Benz, BMW, dan lain sebagainya.

2.1.3.1 Dimensi Persepsi Harga


Sering kali konsumen menganggap bahwa harga yang
ditetapkan untuk merek tertentu sebagai ciri dari produk. Melalui
pengetahuan ini, konsumen membandingkan dengan harga yang
ditawarkan oleh merek lain dalam suatu kelas produk yang sama, ciri-
ciri lain dari merek yang diamati dari merek-merek lainnya serta
biaya konsumen lainnya. Hasil dan proses ini kemudian akan
membentuk sikap terhadap berbagai alternatif merek yang ada.
Menurut Freddy Rangkuti (2009: 104) persepsi mengenai
harga diukur berdasarkan persepsi pelanggan yaitu dengan cara
menanyakan kepada pelanggan variabel-variabel apa saja yang
menurut mereka paling penting dalam memilih sebuah produk.
Persepsi harga dibentuk oleh dua dimensi utama yaitu:
1. Persepsi Kualitas
Konsumen cenderung lebih menyukai produk yang harganya
mahal ketika informasi yang didapat hanya harga produknya.
Persepsi konsumen terhadap kualitas produk dipengaruhi oleh
persepsi mereka terhadap nama, merek, nama toko, garansi
yang diberikan dan negara yang menghasilkan produk
tersebut.
2. Persepsi Biaya yang Dikeluarkan
Secara umum konsumen menganggap bahwa harga
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendapat sebuah
produk. Tetapi konsumen mempunyai persepsi yang berbeda-
beda terhadap biaya yang dikeluarkan meskipun untuk produk
yang sama. Hal ini tergantung situasi dan kondisi yang
dialami.

2.1.3.2 Konsepi Persepsi Harga


Dari perspektif konsumen, harga adalah sesuatu yang harus di
korbankan untuk mendapatkan sebuah produk. Saat ini masyarakat
mulai memiliki kebiasaan melihat nominal harga disebuah produk
dan menjadikannya landasan keputusan pembelian.
Menurut Donald R. Lichtenstein, Nancy M. Ridgway dan
Richard G. Netemeyer (1993) ada lima konsepsi yang berhubungan
dengan interpretasi dan persepsi harga:
a. Kesadaran Harga (Price Consciousness)
Maksud kesadaran harga disini adalah kesadaran konsumen
akan pentungnya harga yang rendah dalam membeli produk,
semakin rendah harga semakin dipilih sesuai dengan
preferensi terhadap harga rendah. Hal ini sebagai
pertimbangan konsumen terhadap pentingnya pertimbangan
harga yang rendah diatas pertimbangan-pertimbangan lainnya.
b. Kesadaran Nilai Fisik (Value Consciousness)
Kesadaran nilai fisik produk adalah kesadaran konsumen akan
pentingnya nilai produk yang diukur dari harga terhadap
wujud/fisiknya. Semakin rendah harga dianggap semakin
tinggi nilai produk tersebut, sehingga lebih dipilih. Hal ini
sebagai persepsi konsumen terhadap pentingnya pertimbangan
nilai fisik produk.
c. Potongan Harga (Scale Proneness)
Potongan harga dianggap menguntungkan karena harganya
lebih rendah dari harga semestinya. Sejalan dengan hal ini
maka harga rendah lebih dipilih. Hal ini sebagai preferensi
konsumen terhadap produk-produk yang dijual dengan
potongan harga yang ditunjukkan oleh persepsi konsumen
terhadap pertimbangan potongan harga.
d. Harga-Kualitas (Price Quality Scheme)
Hubungan harga-kualitas berkaitan dengan anggapan bahwa
harga produk sebanding dengan kualitasnya. Semakin tinggi
harga semakin dipilih. Karena dianggap memiliki kualitas
yang semakin bagus. Semakin rendah harga semakin kurang
dipilih karena dianggap semakin menurun kualitasnya. Hal ini
sebagai persepsi konsumen bahwa harga produk sebanding
dengan kualitasnya.
e. Harga Gengsi (Prestige Sensitivity)
Hubungan harga-gengsi berkaitan bahwa produk yang dibeli
menunjukkan status atau gengsi. Semakin tinggi harga,
semakin dipilih, karena dianggap semakin memiliki prestige.
Semakin rendah harga semakin kurang dipilih karena
dianggap semakin berkurang nilai prestige nya. Dalam hal ini
sebagai persepsi konsumen bahwa harga sebanding dengan
prestige.

2.1.4 Kualitas
Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan
selanjutnya adalah kualitas produk. Menurut American Society for Quality
Control, kualitas adalah “the totality of features and characteristics of a
product or service that bears on its ability to satisfy given needs”, artinya
keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah produk atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat.
Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen
sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas
bila produk atau pelayanan telah memenuhi atau melebihi harapan
konsumen.
Kualitas produk merupakan pemahaman bahwa produk yang
ditawarkan oleh penjual mempunyai nilai jual lebih yang tidak dimiliki oleh
produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan berusaha memfokuskan pada
kualitas produk dan membandingkannya dengan produk yang ditawarkan
oleh perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan penampilan
terbaik atau bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan produk
dengan kualitas tertinggi jika tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh pasar.
Menurut Kotler dan Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk
adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the
product’s overall durability, realibility, precision, ease of operation and
repair, and other valued attributes” yang artinya kemapuan sebuah produk
dalam memperagakan fungsiny, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas,
realibitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga
atribut produk lainnya.

2.1.4.1 Dimesi Kualitas Produk


Menurut Mullins, Orville, Larreche, dan Boyd (2005, p.422)
apabila perusahaan ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya
dalam pasar, perusahaan terus mengerti aspek dimensi apa saja yang
digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual
perusahaan tersebut dangan produk pesaing.
Dimensi kualitas produk tersebut terdiri dari:
a. Performance
Berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah
produk
b. Durability (Daya tahan)
Yang berarti berapa lama atau umur produk yang
bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti.
Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap
produk maka semakin besar pula daya tahan produk
c. Conformance to Specifications (Kesesuaian dengan
spesifikasi)
Yaitu sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah
produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau
tidak ditemukannya cacat pada produk
d. Features (Fitur)
Adalah karakteristik produk yang dirancang untuk
menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan
konsumen terhadap produk
e. Realibility (Realibilitas)
Adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan
memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin
kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut
dapat diandalkan
f. Aesthetics (Estetika)
Berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa
dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk
g. Perceived Quality (Kesan kualitas)
Sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan pengukuran
yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat
kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau
kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi,
persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek,
periklanan, reputasi, dan negara asal.

2.1.4.2 Persepsi Kualitas


Persepsi kualitas (Perceived quality) menurut Aaker (1997)
dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Aaker (1997)
menegaskan satu hal yang harus selalu diingat, yaitu bahwa persepsi
kualitas merupakan persepsi para pelanggan, oleh sebab itu persepsi
kualitas tidak dapat ditetapkan secara obyektif. Selain itu, persepsi
pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena
setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap
suatu produk atau jasa (Aaker 1997; Darmadi Durianto et al., 2001).
Maka dapat dikatakan bahwa membahas persepsi kualitas berarti akan
membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan.
Persepsi kualitas yang tinggi menunjukkan bahwa melalui
penggunaan dalam jangka waktu yang panjang, konsumen
memperoleh diferensiasi dan superioritas dari merek tersebut.
Zeithaml mengidentifikasikan persepsi kualitas sebagai konponen
dari nilai merek dimana persepsi kualitas yang tinggi akan
mengarahkan konsumen untuk memilih merek tersebut dibandingkan
dengan merek pesaing. Persepsi kualitas yang dirasakan oleh
konsumen berpengaruh terhadap kesediaan konsumen tersebut untuk
membeli sebuah produk. Ini berarti bahwa semakin tinggi nilai yang
dirasakan oleh konsumen, maka akan semakin tinggi pula kesediaan
konsumen tersebut untuk akhirnya membeli (Chapman dan Whalers,
1999).
Persepsi kualitas mencerminkan perasaan pelanggan yang
tidak nampak secara menyeluruh mengenai suatu merek. Akan tetapi,
biasanya persepsi kualitas didasarkan pada dimensi-dimensi yang
termasuk dalam karakteristik produk tersebut dimana merek dikaitkan
dengan hal-hal seperti keandalan dan kinerja.

2.1.4.3 Indikator Persepsi Kualitas


Yoo et al., (2000), menyatakan beberapa indikator persepsi
kualitas anatara lain:
1. Menganggap merek tertentu berkualitas tinggi
2. Kemungkinan kualitas merek tertentu sangat tinggi
3. Kemungkinan bahwa merek tertentu memiliki bakal
fungsional sangat tinggi
4. Kemungkinan bahwa merek tertentu memiliki tingkat
keandalan (realibility) sangat tinggi
5. Merek tertentu pasti berkualitas sangat bagus
6. Merek tertentu kelihatannya berkualitas sangat jelek

Sweeney (2001), menyatakan beberapa indikator persepsi


kualitas sebagai berikut:
1. Has consitent quality (kualitas yang konsisten)
2. Is well made (produknya baik)
3. Has an acceptable standard of quality (memenuhi standar
kualitas yang ditentukan)
4. Jarang terjadi kecacatan produk
5. Would perform consistenly (kinerja yang konsisten)

Tslotsou (2003), mengemukakan indikator perceived quality,


antara lain:
1. Good quality (kualitas yang bagus)
2. Security (aman)
3. A sense of accomplishment (kemampuan untuk memberikan
manfaat)

2.2 Ritel
2.2.1 Pengertian Ritel
Ritel atau penegeceran adalah semua kegiatan yang terlibat dalam
penjualan barang atau jasa langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi non-bisnis. Berbagai institusi-manufaktur, perusahaan wholeseller,
dan retailer: bisnis yang penjualan utamanya diperoleh dari mengecer.
Walaupun sebagian besar ritel dilakukan di toko eceran, pada tahun-tahun
belakangan ini pengeceran nontoko-menjual melalui pos, telepon, pintu ke
pintu, mesin penjualan, internet, dan berbagai media elektronik-berkembang
dengan sangat cepat.

2.2.2 Macam-macam Ritel


Ritel memiliki bentuk dan ukuran yang bermacam-macam, dan
bentuk-bentuk baru akan terus bermunculan. Toko ritel dapat diklasifikasikan
berdasarkan pada berbagai karakteristik yang berbeda, termasuk di dalamnya
jumlah jasa yang ditawarkan, lebar dan kedalaman lini produk mereka, dan
harga relatif yang mereka tetapkan.

1. Jumlah Jasa
Produk yang berbeda membutuhkan jumlah jasa yang berbeda, dan
pilihan layanan yang diharapkan pelanggan berbeda satu sama lain.
Pengecer dapat menawarkan salah satu dari tiga tingkatan layanan-
swalayan, layanan terbatas, dan layanan penuh.
a. Pengecer swalayan (self-service retailer)
Pada saat ini swalayan adalah dasar dari semua toko diskon
dan biasanya digunakan oleh penjual barang-barang
kebutuhan harian (seperti supermarket) dan barang-barang
belanjaan yang perputarannya cepat dan bermerek nasional.
b. Pengecer dengan layanan (limited-service retailer)
Dimana mereka menyajikan layanan penjualan lebih banyak
karena mereka menjual barang belanjaan yang mana
pembelinya membutuhkan informasi lebih banyak.
c. Pengecer dengan layanan penuh (full-service retailer)
Dalam pengecer dengan layanan penuh, seperti toko khusus
dan departmen store kelas atas, para tenaga penjual membantu
pelanggan dalam setiap tahap proses berbelanja. Toko
pelayanan penuh biasanya menjual lebih banyak barang-
barang khusus yang untuknya para pelanggan merasa senang
untuk “ditunggui”.
2. Lini Produk
Para pengecer juga dapat diklasifikasikan berdasarkan luas dan
kedalaman bauran produk mereka.
a. Toko khusus (speciality store) menjual lini produk yang
sempit dengan bauran produk yang mendalam untuk setiap
lini yang dijual. Saat ini toko khusus mengalami
perkembangan yang pesat. Meningkatnya penggunaan
segmentasi pasar, penetapan sasaran pasar, dan spesialisasi
produk berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan toko
yang berfokus pada produk dan segmen tertentu.
b. Departemen Store menjual variasi lini produk yang sangat
lebar. Toko ini berkembang dengan cepat di sepanjang paruh
pertama abad ini. Namun demikian, di sepanjang beberapa
dekade terakhir, departemen store mengalami tekanan menuju
toko khusus yang fleksibel dan lebih fokus di satu sisi dengan
toko yang lebih efisien dan dengan harga yang lebih rendah.
c. Supermarket adalah jenis toko yang paling sering dikunjungi.
Saat ini mereka menghadapi pertumbuhan penjualan yang
lambat karena lambatnya pertumbuhan populasi penduduk dan
adanya peningkatan persaingan toko barang kebutuhan harian,
toko pangan diskon, dan superstore. Supermarket juga
mengalami pukulan keras dari perubahan yang sangat cepat
dari kebiasaan makan diluar rumah.
d. Toko barang kebutuhan harian (convenience store) adalah
toko kecil yang menjual sejumlah kecil lini produk barang
kebutuhan harian yang perputarannya tinggi.
e. Superstore ukurannya jauh lebih besar dari supermarket pada
umumnya dan menyediakan ragam produk yang luas dari
produk-produk makanan, bukan makanan, dan jasa yang
dibeli secara rutin.

2.2.3 Masa depan Ritel


Pengecer beroperasi dalam lingkungan yang keras dan cepat berubah,
yang menyajikan ancaman sekaligus peluang. Bentuk ritel baru terus
berkembang untuk dapat menghadapi situasi baru dan memenuhi kebutuhan
konsumen, akan tetapi siklus hidup dari bentuk baru itu pun juga semakin
memendek. Beberapa inovasi ritel dapat dijelaskan sebagian dengan
menggunakan roda konsep pengeceran (wheel of retailing concept). Menurut
konsep ini, beberapa jenis bentuk pengeceran dimulai dengan operasi
bermajin rendah, berharga rendah dan berstatus rendah.
Semakin pentingnya teknologi pada ritel. Teknologi ritel telah
menjadi perangkat persaingan yang semakin penting. Pengecer yang
progresif menggunakan komputer untuk membuat peramalan yang lebih baik,
mengontrol persediaan, memesan secara elektronis dari para pemasok,
mengirim email antartoko, dan bahkan melakukan penjualan kepada
pelanggan di dalam toko. Proses transaksi online, transfer dana elektronik,
dan pengiriman data elektronis menjadi salah satu peran penting teknologi
dalam bidang ritel. Sehingga untuk masa depan, pengecer harus lebih berhati-
hati dan memposisikan diri mereka dengan kuat. Mereka haru
mempertimbangkan perkembangan pengecer berikut pada saat mereka
merencanakan dan memutuskan strategi bersaing mereka.

2.2.4 Ekuitas Merek


Munculnya konsep ekuitas merek dilatarbelakangi oleh pemikiran
bahwa merek yang kuat adalah suatu asset yang dapat dikalkulasi nilainya.
Artinya merek tersebut dapat diperjualbelikan sebagaimana asset lainnya
dalam perusahaan.

2.2.4.1 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)


Dalam sebuah produk harus memiliki merek sebagai sebuah
alat pembeda dengan produk lainnya. Sebuah merek akan
mengidentifikasikan suatu produk dengan jelas karena dalam merek
itu ada hal yang disebut dengan ekuitas merek (brand equity), yang
merupakan nilai suatu merek yang bersifat intangible. Mengelola
ekuitas merek dapat meningkatkan atribut keunggulan bersaing.
Menurut darianto dkk (2001: 4) ekuitas merek merupakan
seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu
merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai
yang diberikan oleh sebuah produk baik pada perusahaan maupun
pada pelanggan.
Menurut Kotler dan Keller (2009: 334) ekuitas merek adalah
nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa, nilai ini bisa
dicerminkan dalam cara konsumen berfikir, merasa dan bertindak
terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang memiliki
perusahaan.
Ekuitas merek menurut Aaker, David A. Dalam Mahrinasari
MS (1997:22) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang
berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbol yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada
perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Ekuitas merek
merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri di mata
pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan
dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang
terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas merek dapat
mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil
keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam
penggunaan atau kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik
merek.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek
adalah segala kekayaan dalam suatu merek baik nama, symbol, yang
secara keseluruhan memiliki konsep multidimensional, yang terdiri
dari kesadaran merek, kualitas yang dipersepsikan, asosiasi merek,
loyalitas merek, atas nilai tambah terhadap suatu produk sehingga
meningkatkan profit perusahaan dimasa yang akan datang.

2.2.4.2 Elemen-Elemen Ekuitas Merek


Menurut Aaker (1991) dalam Tjiptono (2005:40)
mengklasifikasikan elemen-elemen ekuitas merek, kedalam lima
kategori yaitu loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi merek,
asosiasi merek dan aset merek lainnya.
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk
mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
b. Asosiasi Merek (Brand Association)
Suatu merek yang kesadarannya tinggi dibenak konsumen
akan membantu asosiasi melekat pada merek tersebut karena
daya jelaja mereka tersebut menjadi sangat tinggi dibenak
konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika
kesadaran suatu merek rendah, maka asosiasi yang diciptakan
oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut. Asosiasi
merek adalah segala sesuatu yang terkait dengan memori
terhadap sebuah merek.
c. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi kualitas adalah penilaian pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk. Simamora
(2001: 78) menyatakan bahwa persepsi kualitas adalah
persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif
dengan produk-produk lainnya.
d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Loyalitas merek adalah satu ukuran kesetian konsumen
terhadap suatu merek. Menurut Durianto dkk dalam Kartono
(2007: 126), loyalitas merek merupakan suatu ukutan
keterkaitan seorang pelanggan kepada sebuah merek.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas
merek merupakan ukuran kesetiaan, kedekatan atau
keterkaitan pelanggan pada sebuah merek.

2.3 Country of Origin


Latar belakang country of origin berasal ketika terjadinya perang dunia I,
ketika itu negara-negara yang terkalahkan seperti Jerman dipaksa oleh negara-negara
yang memenangi perang dunia I untuk menyebutkan country of origin pada produk-
produk mereka. Penelitan menunjukkan tujuan terjadinya hal tersebut dikarenakan
untuk menghukum negara seperti Jerman yang telah membuat reputasi buruk untuk
dirinya sendiri. (Cai: 2002)
Sebuah produk yang memiliki negara asal sering digunakan sebagai extrinsic
cue dalam menyajikan konsumen yang berbasis sebagai keputusan pembelian
(Bilkey dan Nes, 1982).Dalam keadaan ini extrinsic cue digunakan untuk
memberikan informasi mengenai kualitas sebuah merek . Country of origin memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap evaluasi produk (Jagdish and Wagner, 1999).
Biasanya negara asal produk sering dihubungkan dengan image negara
tersebut. Bahwa reputasi, gambaran, dan stereotype sebuah produk dimata konsumen
biasanya terlekat erat pada negaranya. Image negara tersebut biasanya dipengaruhi
oleh beberapa variabel seperti produk representatif, karakter negara, politik dan
ekonomi negara, sejarah dan tradisi negara tersebut.
Pengaruh dari country of origin ini terhadap suatu merek pada perilaku
konsumen telah menjadi salah satu isu penelitian yang paling sering dilakukan pada
bisnis international (Jagdish and Wagner, 1999)
Dampak dari country of origin menjadi kan adanya differensiasi produk
seperti produk pada umumnya, produk yang memiliki kelas-kelas yang berbeda,
produk yang memiliki tipe spesifik, merek spesifik, produk dari negara-negara
berkembang, produk dari negara berkembang dan negara kurang berkembang atau
juga negara miskin.
Sekarang banyak peniliti yang mulai meneliti mengenai kata “Made In”,
“Assebled In”, “Designed In”, “Engineered In” dan “Parts Supplied By”. Karena
pada umumnya konsumen sudah mulai mendiferensiasi produk berdasarkan negara
asal brandnya. Apakah produk atau brand tersebut adalah produk import atau
domestic sudah sangat mempengaruhi keputusan pembelian. Kesensitifitasan negara
asal menjadi salah satu faktor yang mengubah kategori produk menjadi luxury
goods, durable goods, low involvement product. Dimana sekarang konsumen
menunjukkan preferensi terhadap produk lewat negara asal atau juga
memperlihatkan preferensi ketidak engganan menggunakan produk berdasarkan asal
beberapa negara. Begitu juga persepsi konsumen terhadap produk import.
Penelitian terhadap negara asal (country of origin) telah dilakukan sekitar
lima dekade terakhir. Penelitian Schooler menunjukkan bahwa produk konsumen
yang dibuat di negara kurang berkembang tidak dievaluasikan sebagai produk
berkualitas. Dia menyimpulkan bahwa negara asal memiliki efek bias terhadap
produk-produk buatan negara yang berbeda-beda di negara-negara berkembang.
(Schooler, R., 1965). Penelitian ini diikuti oleh Reierson pada tahun 1967 yang lebih
berfokus kepada persepsi kualitas produk dan menemukan bahwa negara asal
berpengaruh produk pada umumnya, classes of product, dan specific product.

2.3.1 Faktor-Faktor Country of Origin


1. Hadirnya kondisi anteseden yang memberi pengetahuan dn
sensitivitas terhadap Country of Origin sebagai bukti pembelian.
Pertimbangkan tingkat konsumen dan pasar mereperesentasikan
sebuah set determinan yang teridiri atas:
i. Faktor Konsumen
a) Product/Brand Familiarity dan pengalaman
b) Tingkat keterlibatan dalam proses keputusan pembelian
c) Etnosentris dan patriotisme

ii. Faktor Pasar


a) Tipe, karakteristik, dan atribut produk
b) Kesan merek
c) Reputasi dari jalur distribusi
d) Permintaan pasar
iii. Kondisi dari lingkungan negara
a) Kehadiran dan pengaruh dalam pasar global
b) Tingkat dari pertumbuhan ekonomi
c) Politik, sosial dan budaya
2. Secara khusus, tingkat dari kompetisi dan jumlah merek yang
berkompetisi dalam pasar lebih mempengaruhi kehadiran dan tingkat
CSE. Bahkan diiringi dengan hadirnya pengaruh-pengaruh bias
lainnya.
3. Keputusan manajemen yang bebas dan terlepas dari proses pemilihan
oleh konsumen termasuk:
i. Standarisasi program pemasaran
ii. Kesan program dan keputusan positioning
iii. Keputusan pemilihan lokasi manufacturing
Rasionalisasi produk dan keputusan lokasi harus diarahkan agar
selaras dengan standar program pemasaran, kesan produk dan
keputusan positioning. Dan sebagai akhir dan tujuan dari framework
ini adalah prohibilitas merek/produk.

2.4 Perilaku Konsumen


Semakin majunya perekonomian dan teknologi, berkembang pula strategi
yang harus dijalankan perusahaan, khusunya dibidang pemasaran. Untuk itu
perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam
hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Dalam
menentukan jenis produk atau jasa, konsumen selalu mempertimbangkan tentang
produk atau jasa apa yang dibutuhkan hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.
Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung
terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa
tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan
kegiatan-kegiatan tersebut. Definisi dari Prasetijo dan Ihalauw John (2005: 11)
perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa
maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Menurut Dharmmesta
dan Handoko, (2008: 10) hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk
atau jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas
pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where), bagaimana
kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under what condition)
barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu
didukung pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen, karena dengan
memahami perilaku konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diingikan.

2.5 Minat Pembelian


Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh yang
mendasari seseorang dalam memiliki minat pembelian suatu produk atau merek.
Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan
dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa
rangsangan pemasran maupun rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan
tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik
pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi
konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat
komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli.
Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa motivasi sebagai
kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka melakukan
tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu,
maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya
jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang
bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk kemungkinan orang
tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran
atau tidak. Sejalan dengan hal tersebut keputusan pembelian dalam penelitian ini
secara kontektual dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yaitu motivasi
konsumen untuk membeli.

2.5.1 Faktor-Faktor Minat Pembelian


Terdapat 4 faktor minat pembelian menurut Rodoula Tsiotsou (2006:
207-217), yaitu:
1. Involvement
Keterlibatan telah menjadi pada dunia marketing dan telah
menjadi topik yang menarik dalam perilaku konsumen dan riset iklan.
Terjadinya keterlibata terhadap suatu produk yang dirasakan oleh
konsumen dikarenakan melekatnya kebutuhan, kepentingan dan nilai-
nilai suatu produk tersebut di benak konsumen. Setelah diikthisarkan
akibat dari adanya suatu keterlibatan terhadap produk yaitu
meningkatnya motivasi, adanya gairah yang tinggi terhadap
pembelian dan meningkatnya elaborasi kognitif.
2. Satisfaction
Kepuasan konsumen telah dipelajari secara ekstensif dalam
pemasaran selama beberapa dekade terakhir. Kepuasan menjadi salah
satu tujuan utama dari pemasaran. Kepuasan memerankan peran
penting dalam pemasaran karena kepuasan menjadi prediksi yang
baik dalam menilai perilaku konsumen. Begitu juga terhadap loyalitas
pelanggan.
3. Values
Telah dikemukakan bahwa nilai-nilai dapat menjadi prediktor
yang signifikan terhadap banyaknya sikap sosial dan perilaku seperti
perilaku konsumen. Beberapa peniliti telah menyambungkan antara
nilai terhadap perilaku konsumsi dan efek komunikasi. Sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Sherell et al (1984) hubungan
antara nilai dan atribut merek dan minat pembelian. Mereka
menyarankan bahwa sistem nilai pengaruh masing-masing perilaku
individual terhadap persuasive communications.
4. Perceived Quality
Persepsi kualitas sudah diartikan menjadi penilaian konsumen
terhadap keseluruahan produk. Dalam beberapa penelitian, persepsi
kualitas telah ditemukan memiliki efek langsung yang positif
terhadap minat pembelian. Selain itu, belum ada kesepakatan apakah
ada interaksi pengaruh antara persepsi kualitas dan kepuasan
konsumen terhadap minat pembelian. Persepsi kualitas dianggap
sebagai konsep yang lebih spesifik yang didasarkan pada produk dan
layanan fitur sementara kepuasan dapat menjadi hasil dari segala
dimensi.

Perceived
Product
Involvemen
Quality
t

Purchase
Intention

Values Overall
Satisfaction

Gambar 2.1 Inisial model minat pembelian

2.6 Hasil penelitian terlebih dahulu

Tabel 2.1 Hasil penelitian terlebih dahulu


No Nama Peneliti Judul Model Hasil Hubungan
Penelitian Penelitian Penelitian dengan
Penelitian ini
1 Samin A Conceptual Country of Penelitian ini
Rezvani1, Study on the Origin dapat sama-sama
Goodarz Country of memberikan menggunakan
Javadian Origin Effect dampak variabel
Dehkordi1, on Consumer yang positif Country of
Muhammad Purchase dan negatif Origin dan
Sabbir Intention terhadap Minat
Rahman, minat Pembelian
Firoozeh pembelian
Fouladivanda, konsumen
Mahsa
Habibi1 &
Sanaz
Eghtebasi1
2 Jagdish Country of Model COO tidak Penelitian ini
Agrawal , Origin : A penelitian mempunyai sama-sama
Wagner A. Competitive mengguna pengaruh menggunakan
Kamakura Advantage? kan model yang variabel
analisis signifikan Country of
Anova terhadap Origin.
atau harga karena
Regresi adanya
Linear variabel lain
seperti
kualitas
produk.
Sehingga
COO tidak
mempengaru
hi keputusan
penetapan
harga
perusahaan
secara
signifikan.
3 Valerie A. Consumer Model Hubungan Sama-sama
Zeithaml Perceptions Penelitian antara price mengkaji dan
of Price, mengguna dan quality menganalisi
Quality and kan tidak variabel harga,
Value: A undimensi meyakinkan kualitas
Means-End onal scale
Model and
Synthesis of
Evidence
4 Choy Johnn Consumers’ Model Persepsi Sama-sama
Yee, Ng Cheng Perceived penelitian Kualitas mengeksploras
San, Quality, mengguna memiliki i variabel
Perceived kan model pengaruh persepsi
Value, and analisis yang kuat kualitas dan
Perceived deskriptif terhadap keputusan
Risk Towards keputusan pembelian
Purchase pembelian
Decision
5 Gerard The Adanya Sama-sama
Prendergast, Interactive hubungan meneliti
Alex S. L. Influence of antara variabel
Tsang, Cherry Country of country of Country of
N.W. Chan Origin of origin dan Origin dan
Brand and minat Minat
Product pembelian Pembelian
Involvement
on Purchase
Intention
6 Rodoula The role of Mengguna Persepsi Sama-sama
Tsiotsou perceived kan teknik kualitas meneliti
product path memiliki variabel
quality and analysis pengaruh persepsi
overall langsung kualitas
satisfaction terhadap terhadap minat
on minat pembelian
purchase pembelian
intention
s
2.7 Kerangka Pikir

Country-of-
Origin

Keputusan
Persepsi
Pembelian
Kualitas

Persepsi Harga

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Teoritis

2.8 Hubungan Antara Country of Origin dan Minat Pembelian Berdasarkan


Penelitian Sebelumnya
Menurut Samin Rezvani, Goodarz Javadian Dehkordi, Muhammad Sabbir
Rahman, Firoozeh Fouladivanda, Mahsa Habibi & Sanaz Eghtebasi (2012: 207),
country of origin memiliki dampak positif atau negatif terhadap minat pelanggan,
sesuai dengan setiap efek bahwa negara manufaktur memiliki persepsi masing-
masing. Dalam pasar yang kompetitif ini, perusahaan memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi di pasar global. Oleh karena itu, aksesibilitas untuk produk asing
ditingkatkan. Dalam situasi ini, peran negara asal lebih signifikan dari sebelumnya di
mana hanya barang-barang domestik yang tersedia. Sekarang, tempat pembuatan
dapat mempengaruhi wawasan masyarakat dalam evaluasi mereka terhadap kualitas
produk. Karena itu, ketika jumlah perusahaan internasional meningkat dengan
globalisasi, penelitian lebih lanjut diperlukan tentang kinerja pelanggan untuk
memimpin pemasar dan manajer di pasar global. Salah satu mata pelajaran yang
paling penting yang telah dipelajari selama bertahun-tahun adalah perilaku
konsumen, yang mampu mempengaruhi negara asal dari perspektif yang berbeda.
Salah satu perspektif ini adalah bahwa pelanggan pada dasarnya menggunakan
country of origin sebagai indikator antara banyak atribut produk untuk menilai
produk.

2.9 Hubungan Antara Persepsi Kualitas dan Minat Pembelian Berdasarkan


Penelitian Sebelumnya
Dalam beberapa penelitian persepsi kualitas telah dikemukakan memiliki
efek langsung yang positif terhadap minat pembelian (Carman, 1990; Boulding et
al., 1993; Parasuraman et al., 1996). Sedangkan beberapa penelitian melaporkan
hanya efek tidak langsung melalui kepuasan (Cronin dan Taylor, 1992; Sweeney et
al.,1999). Selain itu, tidak ada kesepakatan apakah ada interaksi pengaruh antara
persepsi kualitas dan kepuasan pada minat pembelian. Beberapa peneliti telah
menyarankan bahwa tidak ada interaksi (Llusar et al. , 2001), sedangkan beberapa
telah melaporkan efek interaksi antara dua konstruksi pada minat pembelian (Taylor
dan Baker, 1994). Rust dan Oliver (1994) mengusulkan dua perbedaan antara
persepsi kualitas dan kepuasan. Mereka menganggap persepsi kualitas sebagai
konsep yang lebih spesifik yang didasarkan pada produk dan layanan fitur sementara
kepuasan mendapat hasil dari setiap dimensi (misalnya loyalitas, harapan). Selain
itu, perusahaan dapat memiliki tingkat tertentu untuk mengontrol persepsi kualitas.

2.10 Hubungan Antara Persepsi Harga dan Minat Pembelian Berdasarkan


Penelitian Sebelumnya
Persepsi harga cenderung memiliki pengaruh langsung pada minat
pembelian. Harga tinggi akan menyebabkan pengeluaran yang lebih besar bagi
pelanggan, yang kemudian mengurangi kesediaan pelanggan untuk membeli produk
(Dodds et al., 1991, Von Neumann dan Morgenstern, 1953, di Kim et al., 2011).

2.11 Hipotesis Penelitian


Menurut Arikunto (2009: 55) mengemukakan bahwa hipotesis adalah
alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan
dalam penelitiannya. Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya
sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui
penelitian. Dengan kedudukan itu, maka hipotesis dapat berubah menjadi kebenaran,
tetapi juga dapat tumbang sebagai kebenaran. Sedangkan menurut Kerlinger (1973)
mengatakan hipotesis adalah penyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara
dua atau lebih varibel.

Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah diuraikan diatas, maka dapat


dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis I: Variabel Country of Origin berpengaruh secara signifikan
terhadap minat pembelian pada convenience store Ministop
 Ho = Tidak ada pengaruh secara signifikan antara country of
origin terhadap minat pembelian pada convenience store Ministop
 Ha = Ada pengaruh secara signifikan antara country of origin
terhadap minat pembelian pada convenience store Ministop
2. Hipotesis II: Variabel persepsi kualitas berpengaruh secara signifikan
terhadap minat pembelian pada convenience store Ministop
 Ho = Tidak ada pengaruh secara signifikan antara persepsi
kualitas terhadap minat pembelian pada convenience store
Ministop
 Ha = Ada pengaruh secara signifikan antara persepsi kualitas
terhadap minat pembelian pada convenience store Ministop
3. Hipotesis III: Variabel persepsi harga berpengaruh secara signifikan
terhadap minat pembelian pada conveniece store Ministop
 Ho = Tidak ada pengaruh secara signifikan antara persepsi harga
terhadap minat pembelian pada convenience store Ministop
 Ha = Ada pengaruh secara signifikan antara persepsi harga
terhadap minat pembelian pada convenience store Ministop

Anda mungkin juga menyukai