Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASPEK BELAJAR DAN HAMBATAN DALAM BELAJAR

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan


Dosen pengampu : Ratna Ekawati, S.Pd, M.Pd.

Disusun oleh:

Nama : Rudi Hardiansyah (2283170010)


Asih Setiowati (2283170024)

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018

[Type text]
KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmatNya saya dapat menyelesaikan makalah yang bertajuk “Aspek
Belajar dan Hambatan Dalam Belajar” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka
memenuhi tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang diampu oleh Ratna Ekawati S.Pd,
M.pd.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga
penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.

Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk masyarakat umumnya, dan untuk saya sendiri khususnya.

Serang, 15 Maret 2018

Penyusun

[Type text]
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori-teori tentang belajar…………………......................................... 2
2.2 Aspek-aspek dalam belajar...................................................................... 3
2.3 Hambatan-hambatan dalam belajar....................................................... 5
2.4 Mengatasi hambatan-hambatan dalam belajar ….............................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

[Type text]
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar merupakan hal yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya
kapabilitas disebabkan oleh stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang
dilakukan oleh pelajar. Inti dari suatu pembelajaran adalah interaksi dan proses untuk mengungkapkan
ilmu pengetahuan oleh pendidik dan peserta didik yang menghasilkan suatu hasil belajar.

Belajar merupakan jalan menuju sukses. Dengan belajar seseorang dapat mengetahui
banyak hal. Dalam hal ini, Islam pun amat menekankan tentang belajar. Tujuan belajar dalam
Islam bukan mencari rezeki di dunia semata, tetapi untuk sampai kepada hakikat,
memperkuat akhlak, artinya mencari atau mencapai ilmu yang sebenarnya dan akhlak yang
sempurna (Tohirin, 2006:57-58).

Setiap manusia di mana saja berada tentu melakukan kegiatan belajar mengajar.
Seorang siswa yang ingin mencapai cita-citanya tentu harus belajar dengan giat. Bukan hanya
di sekolah saja, tetapi juga harus belapjar di rumah, masyarakat, lembaga pendidikan ekstra di
luar sekolah, berupa kursus, les privat, bimbingan studi dan sebagainya (Dalyono, 2007:48).

Proses belajar yang dialami siswa tidak selalu lancar seperti yang diharapkan.
Kadang-kadang mereka mengalami kesulitan atau hambatan yang betapapun kecilnya dapat
mengganggukelancaran belajar. Beberapa penelitian yang dilakukan pada siswa Sekolah
Dasar dan Menengah dari beberapa negara bagian di USA, menunjukkan sekitar 5 % dari
seluruh siswa tersebut diidentifikasi mengalami hambatan perkembangan belajar. Di
Indonesia kasus ini jumlahnya lebih banyak, yaitu sekitar 10 – 15 % dari seluruh siswa SD
dan SMP (Depdiknas, Badan Penelitian dan Pengembangan, 2003).

Studi ini sejalan dengan perspektif konstruktivis sosial Vygotsky (1978), yang
berfokus pada bagaimana pengetahuan pribadi yang bermakna dibangun secara sosial melalui
pemahaman bersama. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran terjadi pada tingkat sosial (inter-
psikologis) dan kemudian pada tingkat personal (intra-psikologis). Menurut perspektif ini,
interaksi sosial, terutama dengan anggota yang lebih berpengalaman (guru dalam kelas kelas)
memberi anak-anak cara menafsirkan dunia di sekitar mereka dan oleh karena itu siswa
menjadi 'enculturated menjadi cara berpikir yang umum dilakukan di komunitas tertentu'
(Palmer, 2005, hal 3).

Pada waktu itu, hambatan perkembangan belajar masih kurang dipahami dan banyak
diperdebatkan, karena dianggap sebagai kondisi ketidakmampuan fisik dan lingkungan yang
mempengaruhi siswa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja teori-teori tentang Belajar ?


2. Apa saja aspek-aspek dalam belajar ?
3. Apa saja hambatan-hambatan dalam belajar ?
4. Bagaiman cara mengatasi hambatan-hambatan dalam belajar ?

[Type text]
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Teori-teori Belajar

Chaplin menyatakan bahwa belajar memiliki dua definisi yaitu ”...acquisition of any
relatively permanent change in behaviour as a result of a practice and experience.” (perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman) dan
”process of aquiring responses as a result of special practice.” (proses memperoleh respon-
respon sebagai akibat adanya latihan khusus)). Skinner seperti yang dikutip Barlow
berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang
berlangsung secara progresif (”...a process of progressive behaviour adaptation.”) (Syah,
2004:64-65).

Menurut Paul Eggen dan Don Kauchak, belajar adalah perubahan struktur mental
individu yang memberikan untuk menunjukkan perubahan perilaku (learning is a change in a
person’s mental structure that provides the capacity to demonstrate change in behaviour)
(Khadijah, 2006:41). Adapun, Witherington mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
perubahan di dalam diri kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada
reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian dan suatu pengertian (Purwanto,
2004:84).

Belajar erat kaitannya dengan proses perubahan. Namun, tidak semua proses perubahan
dikatakan belajar. Misalnya, seseorang yang meminum minuman keras, lalu mabuk. Maka
perubahan itu tidaklah dikatakan belajar.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada seseorang akibat pengalaman atau latihan
yang menyangkut aspek fisik maupun psikis, seperti dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
berpengetahuan menjadi tahu tentang sesuatu, dari tahu menjadi lebih tahu, dari tidak
memiliki keterampilan menjadi memiliki keterampilan dan sebagainya.

A. Teori Deskriptif dan preskriptif

Untuk membedakan teori pembelajaran dengan teori belajar bisa dibedakan dengan cara
melihat dari posisional teorinya, apakah berada pada tataran teori deskriptif atau preskriptif.
Bruner (dalam Dageng,1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif
dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah
menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujun teori
belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan
diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran
sebaliknya, teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain
agar terjadi proses belajar.

Asri Budiningsih (2004) dalam buku Belajar dan Pembelajaran menjelaskan bahwa
upaya dari Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif dan teori
pembelajaran yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth. Teori dan prinsip-
prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variable kondisi dan metode
pembelajaran sebagai givens dan menempatkan hasil belajar sebagai varibael yang diamati.

[Type text]
Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil
pembelajaran sebagai variable tergantung.

Reigeluth (1983 dalam degeng ,1990) mengemukakan bahwa teori perspektif adalah
goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori
pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar
deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya variable yang diamati
dalam mengembangkan teori belajar yang perspektif adalah metode yang optimal untuk
mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori pembelajaran deskriptif, variable
yang diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan kondisi.

B. Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori belajar behavioristik atau aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai
proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons.
Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari
lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang
diberikan lingkungan. Beberapa ilmuan yang termasuk pendiri sekaligus penganut
behavioristik antara lain adalah thorndike,watson,hull,guthrie,dan skinner.

C. Teori Belajar Kognitivistik

Teori ini menekankan proses belajar daripada hasil belajar. Bagi penganut aliran teori
kognitivistik belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih
dari belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori
kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangundalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-
pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyleluruh. Ibarat
seseorang memainkan nusik,tidak hanya memahami not-not balok pada partitur sebagai
informasi saling lepas dan berdiri sendiri, tapi sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk
kedalam pikiran dan perasaannya.

D. Teori Belajar Humanistik

Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia.
Dari teori-teori belajar sebelumnya, seperti behavioristik, kognitif, dan konstruktivistik, teori
inilah yang paling abstrak, yang mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Pada
kenyataannya, pada kenyataanya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan
proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain teori ini lebih tertarik
pada gagasan tentang belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa
yang biasa diamati dalam dunia keseharian.

E. Teori Belajar Konstruktivistik

Teori konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi)


pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang
mengetahui. Pengethuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang guru kepada
orang lain (siswa).

[Type text]
Glserfeld, Bettencourt (1989) dan Matthews (1994), mengemukakan bahwa pengetahuan
yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi (bentukan) orang itu sendiri. Sementara
Piaget (1971), mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang
dikonstruksikan dari penngalamannya, proses pembentukan berjalan terus menerus dan setiap
kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru. Sedikit berbeda dengan
pendahulunya, Lorsbach dan Tobin (1992), mengemukakan bahwa pengetahuan ada dalam
diri seseorang yang mengetahui, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak
seseorang kepada yang lain. Siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan
dengan konstruksi yang telah di bangun sebelumnya.

2.2 Aspek-aspek Dalam Belajar

Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai
prestasi belajar yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari, tampak jelas bahwa
siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar
belakang keluarga,kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara
seorang siswa dengan siswa lainnya (syah,1999: 181-182).

Dalam pembahasan yang lebih mendalam serta mendasar lagi adalah tujuan yang akan
dicapai harus memenuhi tiga aspek, yaitu:
1. Aspek kognitif yang meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berpikir,
mengetahui dan memecahkan masalah yang menggunakan akal dan keterampilan
mental.
2. Aspek afektif yang mencakup tujuan yang berkaitan dengan sikap nilai-nilai
kebudayaan.
3. Aspek psikomotor mencakup tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual
dan motorik.

Tohirin (2006:127) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua


aspek, yakni:
1. Aspek Fisiologis Aspek fisiologis meliputi keadaan atau kondisi umum jasmani
seseorang. Berkaitan dengan ini, kondisi organorgan khusus seperti tingkat kesehatan
pendengaran, penglihatan juga sangat mempengaruhi siswa dalam menyerap
informasi atau pelajaran.
2. Aspek Psikologis Aspek psikologis meliputi tingkat kecerdasan/ intelegensi, sikap
siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi, perhatian, kematangan dan kesiapan.

Ngalim Purwanto (2004:102) dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengatakan bahwa


faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dibedakan menjadi dua golongan:
a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri atau yang kita sebut dengan faktor
individual. Yang termasuk faktor individual antara lain faktor
kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.
b. Faktor yang ada diluar individu atau yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk
faktor sosial antara lain: faktor keluarga (rumah tangga), guru dan cara
mengajarnya, alatalat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan
kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.

Soemanto (1998:113-121) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar


menjadi tiga macam yaitu:
1) Faktor-faktor stimuli belajar

[Type text]
a) Panjangnya bahan belajar.
b) Kesulitan bahan pelajaran.
c) Berartinya bahan pelajaran.
d) Berat-ringannya tugas.
e) Suasana lingkungan eksternal.
2) Faktor-faktor metode belajar
 Kegiatan berlatih atau praktek.
 Overlearning dan drill.
 Resitasi selama belajar.
 Pengenalan tentang hasil-hasil belajar.
 Belajar dengan keseluruhan bagian.
 Penggunaan modalitas indra.
 Penggunaan dalam belajar.
 Bimbingan dalam belajar.
 Kondisi-kondisi insentif.
3) Faktor-faktor individual
 Kematangan.
 Faktor usia kronologis.
 Faktor perbedaan jenis kelamin.
 Pengalaman sebelumnnya.
 Kapasitas mental.
 Kondisi kesehatan jasmani.
 Kondisi kesehatan rohani.
 Motivasi.

Adapun secara lebih rinci bahwa belajar membawa perubahan pada tiga aspek seperti
yang dikemukaan Bloom dan Krath Wohl yaitu ;
1. Kognitif Kognitif terdiri 6 kata yaitu ;
a. Pengetahuan (mengingat, menghafal)
b. Pemahaman (menginterpretasikan)
c. Aplikasi (menggunakan konsep, memecahkan masalah)
d. Analisis (menjabarkan suatu konsep)
e. Sintesis (menggabungkan nilai, metode, ide dll)
f. Evaluasi (membagikan nilai, ide, metode dll)
2. Afektif Afektif terdiri dari 5 tingkatan;
a. Pengenalan (ingin menerima,sadar akan adanya sesuatu)
b. Meresepon (aktif berpartisipasi)
c. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai)
d. Pengorganisasian (menghubung-hungkan nilai-nilai yang dipercayai)
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup)
3. Psikomotorik Psikomotorik terdri dari 5 tingkatan ;
a. Peniruan (menirukan gerak)
b. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
c. Ketapatan (melakaukan gerak dengan benar)
d. Perangkaian (melakaukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
e. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)

[Type text]
Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu
sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif
ekstrinsik (faktor eksternal), biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang
sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berintellegensi tinggi (faktor
internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan
memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi,
karena pengaruh faktor-faktor di ataslah, muncul siswa-siswa yang high-achievers
(berprestasi tinggi) dan under-achievers (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali.

Pendidik juga dalam hal ini mempunyai peran penting sebagai yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan potensi anak didik dan pertumbuhan kemanusiaannya.
Pendidik baik orang tua maupun guru perlu menambah ilmu pengetahuan yang dapat
membentuk dirinya agar menjadi pendidik teladan (model) dan mampu menjalankan tugas
dan fungsinya secara maksimal. Dengan demikian akan membuat anak mengikuti apa yang
dikatakan dan dilakukanya. Ketika pendidik sebagai model adalah orang yang baik maka
akan menjadi baiklah anak didiknya. Dan sebaliknya, apabila orang tua salah dalam memilih
pendidik pendamping, jangan harap anak akan menjadi orang yang baik. Itulah sebabnya
mengapa pendidik harus terus mengembangkan kemampuannya sehingga mampu
membuktikan dirinya menjadi model atau teladan yang terbaik bagi anak-anak.

2.3 Hambatan-hambatan Dalam Belajar

Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “learning
dissability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata diterjemahkan kesulitan” untuk
memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain
adalah dan. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak,
penggunaan istilah lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah lebih menggambarkan
kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah
Kesulitan BelajarKesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar, istilah kata yakni
disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni gannguan neurologis.

Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami tahap
perkembangan yang telah dicapainya, kemampuannya, keunggulan dan kekurangannya,
hambatan yang dihadapi serta faktor dominan yang mempengaruhinya.

Penyebab hambatan perkembangan belajar lebih bersifat intrinsik, bukan karena


faktor eksternal (dari luar) seperti: lingkungan atau sistem pendidikan, melainkan karena
faktor dari dalam individu itu sendiri; dan diperkirakan karena disfungsi sistem syaraf pusat.
Hambatan tersebut dapat juga terjadi bersamaan dengan hambatan/gangguan lainnya (misal:
hambatan penginderaan atau tunarungu atau tunanetra, terbelakang mental, hambatan sosial
dan emosi) atau pengaruh lingkungan (misal perbedaan kultur, pengajaran yang tidak cukup
atau tidak sesuai, faktor psikogenik). Pada prinsipnya hambatan yang terjadi ini bukanlah
akibat langsung dari gangguan atau hambatan karena faktor-faktor eksternal tersebut.

Ada beberapa penyebab hamabatan dalam belajar belajar yangterdapat pada literatur dan
hasil riset (Harwell, 2001), yaitu :
1. Faktor keturunan/bawaan
2. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur

[Type text]
3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang
merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa
kehamilan.
4. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau
pernah tenggelam.
5. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan
belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah. 6. Awal masa kanak-kanak
yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin
lainnya

Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar
sebagai berikut:
 Faktor disfungsi otak, Otak Penelitian mengenai disfungsi otak
dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat pada akhir tahun 1930-
an, yang menjelaskanhubungan kerusakan otak dengan bahasa,hiperaktivitas dan
kerusakan perseptual.
 Faktor genetik, Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa,
yang faktor herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan
mengeja diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia.
 Faktor lingkungan dan malnutrisi, Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan
malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan merupakan dua hal yang saling
berkaitan yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada anak.
Cruickshank dan Hallahan (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa
meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara malnutrisi dan kesulitan belajar,
malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi sistem syaraf pusat dan
kemampuan belajar serta berkembang anak.
 Faktor Biokimia Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan
belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan
Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam
jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian
penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya.
Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan
pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan
belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada
anakanak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil
namun ada juga yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan
bahwa memang ada beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan makanan.
Mulyono Abdurrahman mengatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor Internal, yaitu kemungkinan adanya
disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar adalah faktor
eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan
kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian
ulangan penguatan.

Klasifikasi kesulitan belajar sebagai berikut,yaitu:

1. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik) Kesulitan yang bersifat


perkembangan meliputi:
a. Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak) Gangguan pada
kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentukbentuk
[Type text]
gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan
melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari),
penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b. Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan) Gangguan pada
kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera.
Gangguan tersebut mencakup pada proses penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman, dan pengecap.
c. Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa
yangdiinderai) Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami
rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang
bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
 Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan
memahami objek yang didengarkan.
 Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami
objek yang dilihat.
 Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan
memahami objek yang bergerak atau digerakkan.
 Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
 Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
 Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
d. Gangguan Perkembangan Perilaku Gangguan pada kemampuan
menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri
anak. Gangguan tersebut meliputi:
 ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
 ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau
gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.
2. Kesulitan Belajar Akademik Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
a. Disleksia atau Kesulitan Membaca Disleksia atau kesulitan membaca
adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui
persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada
kemampuan membaca pemahaman. Adapun bentuk-bentuk kesulitan
membaca di antaranya berupa:
 Penambahan (Addition) Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh : suruh > disuruh; gula > gulka; buku >bukuku.
 Penghilangan (Omission) Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh : kelapa > lapa; kompor > kopor; kelas > kela.
b. Disgrafia atau Kesulitan Menulis Disgrafia adalah kesulitan yang
melibatkan proses menggambar simbol simbol bunyi menjadi simbol
huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa
tahap aktivitas menulis, yaitu:
 Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat
dalam ucapan atau tulisan dari suku kata/kata. Kemampuan
yang dibutuhkan aktivitas mengeja antara lain
1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol
visual;

[Type text]
2) Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek
kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk
3) Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.
 Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung)
yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis.
c. Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung Kesulitan berhitung adalah
kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat,
dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau
jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang
bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut.

2.4 Mengatasi Hambatan-hambatan Dalam Belajar

Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi. Motivasi akan senantiasa menentukan
intenstas usaha belajar bagi para siswa. Motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Sehubungan
dengang hal tersebut, Winansih (2009: 111) memberikan tiga fungsi yaitu :

1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap
kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai
dengan rumusan tujuannya.
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentkan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dkerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisih perbuatan-perbuatan
yang tidak bermanfaant bagi tujuan tersebut.

Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Adanya motivasi
yang baik dalam belajar akan menunjukan hasil yang baik. Demikian pula apabila seorang
anak mengetahui bahwa rangkaian dari niat belajar yang baik, dilakukan dengan baik pula
maka ia akan mencapai prestasi yang gemilang. Harus dicatat, tidak ada motivasi memberi
alternatif yang tepat apabila dibalik, bahwa prestasi adalah menjadi memotivasi belajar bagi
anak. Bila ini terjadi maka motivasi akan memberikan kepuasan sesaat dan bukan permanen
sebagaimana yang diinginkan dalam hukum belajar (Mardianto, 2012: 192).

Penangan/mengatasi yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar


tergantung pda hasil pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Penanganan yang
diberikan pada anak dengan kesulitan belajar meliputi :

1. Penatalaksana dibidang Medis

a) Terapi Obat Pengobatan yang diberikan adalah sesuai dengan gangguan fisik atau
psikiatrik yang diderita oleh anak, misalnya:
o Berbagai kondisi depresi dapat diberikan dengan obat golongan antidepresan
o GPPH diberikan obat golongan psikostimulansia, misalnya Ritalin,dll
b) Terapi Perilaku Terapi perilaku yang sering diberikan adalah modifikasi perilaku.
Dalam halini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika dia dapat memenuhi
[Type text]
suatu tugas atau tanggung jawab atau perilaku positif tertentu. Di lain pihak, ia akan
mendapatkan peringatan jika jika ia memperlihatkan perilaku negative. Dengan
adanya penghargaan dan peringatan langsung ini maka diharapkan anak dapat
mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di sekolah maupun di
rumah.
c) Psikoterapi Suportif Dapat diberikan pada anak dan keluarganya. Tujuannya adalah
untuk memberi pengertian dan pemahaman mengenai kesulitan yang ada, sehingga
dapat menimbulkan motivasi yang konsisten dalam usaha untuk memerangi kesulitan
ini.
d) Pendekatan Psikososial Lainnya
o Psikoedukasi orang tua dan guru
o Pelatihan keterampilan social bagi anak

2. Penatalaksana di bidang Pendidikan

Dalam hal ini terapi yang paling efektif adalah terapi remedial, yaitu bimbingan
langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan belajar anak. Guru remedial ini
akan menyusun suatu metoda pengajaran yang sesuai bagi setiap anak. Mereka juga melatih
anak untuk dapat belajar baik dengan teknik-teknik pembelajaran tertentu (sesuai dengan
jenis kesulitan belajar yang dihadapi anak) yang sangat bermanfaat bagi anak dengan
kesulitan belajar.

[Type text]
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada seseorang
akibat pengalaman atau latihan yang menyangkut aspek fisik maupun psikis, seperti dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak berpengetahuan menjadi tahu tentang sesuatu, dari tahu
menjadi lebih tahu, dari tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki keterampilan dan
sebagainya. Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai
prestasi belajar yang memuaskan.
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “learning
dissability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata diterjemahkan kesulitan” untuk
memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain
adalah dan. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak,
penggunaan istilah lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah lebih menggambarkan
kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah
Kesulitan BelajarKesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar, istilah kata yakni
disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni gannguan neurologis.

Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi. Motivasi akan senantiasa menentukan
intenstas usaha belajar bagi para siswa. Motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Motivasi
berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Adanya motivasi yang baik
dalam belajar akan menunjukan hasil yang baik. Demikian pula apabila seorang anak
mengetahui bahwa rangkaian dari niat belajar yang baik, dilakukan dengan baik pula maka ia
akan mencapai prestasi yang gemilang.

Penangan/mengatasi yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar


tergantung pda hasil pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja.

[Type text]
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Ahmad Syarifuddin. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Belajar
Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah
Palembang Jl. K.H. Zainal Abidin Fikri No. 1, km. 3,5 Palembang. TA’DIB, Vol. XVI, No.
01,
Aisha Kawalkara & Jyotsna Vijapurkara. 2015. Aspects of Teaching and Learning
Science: What students' diaries reveal about inquiry and traditional modes. Homi Bhabha
Centre for Science Education, Tata Institute of Fundamental Research, Mumbai, India.
Eveline siregar,Hartini nara. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia.
Helmawati. 2016. Pendidik Sebagai Model. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hidayat. 2010. Identifkasi Hambatan Perkembangan Belajar dan Pembelajaran.
Jurnal. Bandung. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707111985031-
HIDAYAT/IDENTIFIKASI_HAMBATAN_BELAJAR.pdf.
J. Mursell & Prof. Dr. S. Nasution, M.A. 2008. Mengajar Dengan Sukses (Successful
Teaching). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kompri. 2016. Motivasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Riskan Qadar, Nuryani Y. Rustaman, Andi Suhandi. 2015. Mengakses Aspek Afektif
Dan Kognitif Pada Pembelajaran Optika Dengan Pendekatan Demonstrasi Interaktif. Jurnal
Inovasi Dan Pembelajaran Fisika, Volume 2, Nomor 1.
Suryani, Yulinda Erma . 2010. Kesulitan Belajar. Jurnal Penelitian Magistra.
Magistra Th. XXII. No. 73: 33-47.

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai