Pendahuluan
Artritis idiopatik juvenil (AIJ) merupakan penyakit reumatik anak-anak
yang paling umum, dan uveitis terkait-AIJ merupakan manifestasi ekstra-artikuler
yang paling sering dijumpai.1 Uveitis terkait-AIJ merupakan kondisi yang
berpotensi mengancam penglihatan sehingga penyakit ini memiliki risiko
morbiditas yang lumayan besar. Etiologi dari kondisi ini bersifat autoimun dengan
predominan keterlibatan sel T CD4+. Namun, mekanisme patogenesis yang
mendasarinya masih belum jelas, terutama mengenai pengaruh faktor gen dan
lingkungan terhadap satu-sama lain.2
Uveitis terkait-AIJ dapat muncul dalam beberapa bentuk, namun yang
paling umum dijumpai adalah tipe uveitis anterior kronik.3 Kondisi ini biasanya
asimptomatis sehingga penting melakukan skrining untuk uveitis terkait-AIJ pada
pasien yang berisiko.2 Deteksi awal dan tatalaksana bertujuan untuk
menghentikan inflamasi dan mencegah terjadinya komplikasi yang menyebabkan
penurunan penglihatan, yang dapat terjadi baik karena fase aktif penyakit tersebut
dan juga karena beban dari tatalaksana penyakit. Komplikasi uveitis terkait-AIJ
yang merusak penglihatan meliputi katarak, glaukoma, band keratopathy dan
edema makuler.3 Terdapat bukti yang menyatakan bahwa jika memberikan terapi
awal imunosupresif sistemik untuk mengurangi penggunaan glukokortikoid
topikal dan sistemik. Terapi tersebut meliputi terapi yang lebih tradisional, seperti
methotrexate, dan juga terapi biologis yang terbaru.1
Tujuan dari laporan kasus ini adalah melaporkan suatu kasus Uveitis Pada
Anak Perempuan Penderita Artritis Idiopatik Juvenil Usia 10 Tahun 8 Bulan
Kasus
Pasien N.A.K, perempuan usia 10 tahun 8 bulan, datang ke Poliklinik Alergi
Imunologi RS H. Adam Malik Medan pada tanggal 17/12/2018 dengan keluhan
utama nyeri pada sendi sendi tangan dan kaki. Hal ini dialami pasien sejak 6
bulan terakhir dan memberat dalam 1 bulan ini. Bengkak pada sendi tangan dan
kaki dijumpai, dan terasa semakin nyeri jika digerakkan. Saat ini sendi kaki juga
sulit untuk digerakkan. Nyeri kepala dijumpai dalam 6 bulan ini dan memberat
dalam 2 minggu ini. nyeri terasa hilang dengan pemberian obat anti nyeri. Nyeri
pada kedua bola mata juga dijumpai dalam 1 bulan ini dan terasa seperti
berdenyut. Silau pada mata dijumpai sesekali pada pasien. Demam tidak dijumpai
pada pasien. Riwayat mual dan muntah tidak dijumpai. Buang air kecil dan buang
air besar dalam batas normal. Riwayat penyakit terdahulu : tidak jelas
Riwayat pemakaian obat : ibuprofen 3 x 400 mg
Riwayat Keluarga : keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang
sama dengan pasien. ibu pasien penderita SLE (+)
Pemeriksaan Fisik
Sensorium : Compos mentis T: 36.8ºC BB: 32 kg PB: 143 cm
BB/U : PB/U: BB/PB:
Pucat (-) ikterik (-) Sianosis (-) Dispnoe(-) Edema (-)
Kepala :
Mata : Refleks cahaya +/+, pupil anisokor 3 mm/3 mm, konjungtiva palpebra
inferior tidak pucat
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis tidak dijumpai, pucat tidak dijumpai
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dijumpai
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekwensi jantung 89 kali/menit, regular, tanpa desah
Frekwensi napas 16 kali/menit, regular, tanpa ronki
Perut : soepel, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba membesar
Anggota gerak : Nadi 89 kali/menit, regular, tegangan/volume cukup, akral
hangat, capillary refill time < 2 detik, tidak sianosis
Pemerikssan pGALS:
Appearance Movement
Gait Normal
Arms Normal Normal
Legs Abnormal Abnormal
Spine Normal Normal
Rencana : Darah lengkap, ANA test, Anti DsDNA, ASTO, CRP, RF dan LED
Differensial Diagnosis :
- Artritis Idiopatik Juvenil
- Reumatoid Artritis
Terapi :
Ibuprofen 3 x 400 mg
Terapi :
Metylprednisolon 3-3-3 (1 mg/kgBB) 2 minggu
Ibuprofen 3 x 400 mg
Konsul Ke Bagian Mata
Jawaban Konsul Mata(20/1/19):
VODS : 5/6
TI ODS : 21
TI OS : 22
Segmen Anterior : dalam batas normal
Fundus kopi : Media: Jernih
Segmen Anterior ODS : 0,5 (+), flare samar
Papil : batas tegas, A:V = 2:3, CDR: 0,3
Retina : eksudat (-), perdarahan (-)
Diagnosa : Uveitis Anterior ODS
Terapi : Isotic Adretor ED 2 x 1 gtt ODS
C. Lyteers ED 4 x 1 gtt ODS
Terapi :
Methotrexate 5-10 mg/M2/minggu selama 8 minggu 7.5 mg/ minggu
Metylprednisolon 3-3-3 (1 mg/kgBB) tappering off
Konsul Ke Bagian Mata
Terapi :
Methotrexate 5-10 mg/M2/minggu selama 8 minggu 7.5 mg/ minggu
Metylprednisolon 3-3-3 (1 mg/kgBB) tappering off
Konsul Ke Bagian Mata
Diskusi
Artritis idiopatik juvenil (AIJ) didefinisikan oleh International League of
Associations for Rheumatology (ILAR) sebagai arhtritis dengan etiologi yang tidak
diketahui yang dimulai sebelum usia 16 tahun dan berlangsung selama minimal 6
minggu dan merupakan pengecualian di antara semua kemungkinan penyebab
3
arthritis kronis pada anak anak. AIJ merupakan penyakit reumatoid anak-anak
yang paling sering dijumpai, dengan uveitis terkait-AIJ (AIJ-U) sebagai
manifestasi ekstra-artikuler yang paling sering. 2
Prevalensi dari AIJ-U dari seluruh penyebab uveitis pediatrik sangat
bervariasi dari berbagai pusat rujukan, berkisar dari 15-67% dari semua pusat
rujukan.2 Uveitis dapat mendahului diagnosis artritis pada 3-7% anak-anak
dengan AIJ. Prevalensi uveitis pada pasien yang telah diketahui menderita AIJ,
perkiraan prevalensi berkisar dari 15% sampai 60% walaupun secara keseluruhan
terlihat ada penurunan pada dekade sebelumnya.4
Meskipun terdapat hubungan AIJ dan uveitis yang sudah banyak
didokumentasi, kemungkinan patofisiologi dari AIJ-U melibatkan elemen genetik
dan lingkungan. 2
Sebagian besar gen-terkait AIJ berada di dalam regio human leucocyte
antigen (HLA) dan kaitan ini mendukung teori bahwa AIJ-U merupakan
gangguan autoimun. Studi yang mencari hubungan antara risiko AIJ-U dengan
subtipe HLA saling bertentangan, namun alel HLA yang memberikan risiko
tersebut telah ditemukan ketika mencari alel HLA pada kategori AIJ tertentu.
Pada pasien dengan AIJ oligoartikuler uveitis kronik anterior dikaitkan dengan
HLA-DR5 haplotype dan HLADRB1*1104 allele.5 Terutama kombinasi dari HLA-
DRB1*1104 dan HLA-DPB1*0201alleles dikaitkan dengan peningkatan 7,7 kali
lipat risiko uveitis kronik. HLA-B27 hampir selalu dijumpai pada ERA dan
memberikan peningkatan risiko uveitis anterior akut pada kelompok pasien ini.
HLA-DR1 merupakan satu-satunya alel HLA yang berulang kali ditemukan
bersifat protektif terhadap uveitis anterior kronik yang terkait dengan AIJ. Selain
itu, ada bukti bahwa hubungan HLA itu sementara, dimana alel HLA memberikan
proteksi atau risiko terhadap AIJ pada usia yang berbeda-beda; beberapa alel
memberikan proteksi pada masa awal kanak-kanak namun meningkatkan risiko
uveitis terkait-AIJ pada masa penghujung anak-anak 2,5
Pada level seluler, ada keterlibatan baik limfosit T maupun B dalam
membentuk respon imun terhadap antigen intraokuler bawaan seperti S-arrestin
(yang juga disebut S-antigen retinal), retinol binding protein 3, dan tyrosinase-
related proteins. Bukti dari keterlibatan baik limfosit B dan T berasal dari
imunohistokimia biopsi mata pasien dengan AIJ yang menunjukkan predominansi
limfosit T CD4+ dibanding CD8+ dan juga level limfosit B CD20+ yang
bervariasi. Limfosit CD4+ meliputi sel Th1 pro-inflamatori (yang memproduksi
interferon gamma) dan sel Th17 (yang memproduksi interleukin-17), yang
diregulasi oleh sel regulator CD4+CD25+FoxP3+T (Tregs) dan Tregs yang dapat
diinduksi. Kemungkinan autoimun tersebut berasal dari ketidakseimbangan antara
subset sel ini yang menyebabkan hilangnya toleransi terhadap antigen sendiri.
Selain respon imun adaptif, elemen dari sistem imun bawaan juga dikaitkan
dengan patogenesis AIJ-U.6
Spesifisitas dari ANA tidaklah diketahui meskipun studi telah
menunjukkan frekuensi antibodi anti-histone yang lebih tinggi pada pasien AIJ
dengan uveitis dibandingkan dengan mereka yang tidak sedang menderita
uveitis..7
Pasien AIJ menunjukkan peningkatan frekuensi antibodi terhadap iris dan
retina. Apakah antibodi tersebut merupakan penyebab atau efek dari uveitis masih
belum dijelaskan lebih lanjut. Sampai saat ini, belum ada antigen intra-okuler
spesifik yang ditemukan sebagai target untuk ANA, sehingga peranan mereka
pada patogenesis ini masih belum jelas.7
Uveitis dapat muncul dengan gejala yang jelas seperti pada uveitis anterior
akut. Gejala umumnya berupa nyeri pada mata, kemerahan, nyeri kepala,
fotofobia dan perubahan visual. Namun, uveitis anterior kronik, yang lebih umum
dijumpai pada AIJ, seringkali sepenuhnya asimptomatis.8 Maka, skrining teratur
untuk uveitis pada pasien AIJ itu penting untuk mendeteksi penyakit yang tidak
memunculkan gejala, namun berpotensi mengancam penglihatan tersebut. Bahkan
dengan adanya gejala, anak-anak mungkin tidak bisa melaporkan secara baik apa
yang mereka rasakan, sehingga masih dibutuhkan penilaian objektif terhadap
penglihatan dan kesehatan okuler. Pada kasus, pasien AIJ mengeluhkan nyeri
pada mata yang dikeluhkan sejak 6 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 bulan
terakhir. Nyeri kepala juga dirasakan oleh pasien ini, dan pasien juga sesekali
merasa silau.
Semua pasien yang berisiko AIJ-U sebaiknya diskrining untuk penyakit
ini. Standar konsensus Inggris mendahulukan penilaian oftalmologi yang
dilakukan dalam 6 minggu setelah AIJ didiagnosis atau dicurigai, yang
menyatakan pentingnya mendiagnosis dan menatalaksana uveitis dengan
segera.2,9
Skrining anak-anak dengan AIJ untuk mencari uveitis melibatkan
kombinasi pemeriksaan slit-lamp, pengukuran tekanan intraokuli dan pemeriksaan
visus sesuai-usia.11 Slit-lamp dapat memeriksa bilik anterior dan posterior serta
retina. Diagnosis uveitis dibuat berdasarkan ciri-ciri inflamasi pada pemeriksaan
slit-lamp. Ciri tersebut meliputi sel di bilik anterior (anterior chamber/AC) dan
kemerahan pada AC akibat kebocoran protein kedalam AC karena pemecahan
sawar darah-aqueous humour.9 Kriteria SUN memberikan sistem skala untuk
inflamasi intra-okuler, yang memperhitungkan sel AC, flare AC, sel vitreous, dan
kekaburan vitreous atau debris.2
Ringkasan
Telah dilaporkan suatu kasus uveitis pada anak perempuan penderita artritis
idiopatik juvenil usia 10 tahun 8 bulan. Artritis idiopatik juvenil (AIJ) merupakan
penyakit reumatik anak-anak yang paling umum, dan uveitis terkait-AIJ
merupakan manifestasi ekstra-artikuler yang paling sering dijumpai. . Kondisi ini
biasanya asimptomatis sehingga penting melakukan skrining untuk uveitis pada
pasien AIJ. Sehingga deteksi awal dan tatalaksana bertujuan untuk menghentikan
inflamasi dan mencegah terjadinya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA