Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus EBP Kepada Yth.

Divisi Alergi Imunologi

UVEITIS PADA ANAK PEREMPUAN PENDERITA ARTRITIS


IDIOPATIK JUVENIL USIA 10 TAHUN 8 BULAN

Penyaji : Siti Aisyah Dalimunthe


Tanggal : April 2019
Pembimbing : dr. Hj. Rita Evalina, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
Supervisor : dr. Lily Irsa, Sp.A(K)
dr. Rita Evalina, Sp.A(K)
dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A

Pendahuluan
Artritis idiopatik juvenil (AIJ) merupakan penyakit reumatik anak-anak
yang paling umum, dan uveitis terkait-AIJ merupakan manifestasi ekstra-artikuler
yang paling sering dijumpai.1 Uveitis terkait-AIJ merupakan kondisi yang
berpotensi mengancam penglihatan sehingga penyakit ini memiliki risiko
morbiditas yang lumayan besar. Etiologi dari kondisi ini bersifat autoimun dengan
predominan keterlibatan sel T CD4+. Namun, mekanisme patogenesis yang
mendasarinya masih belum jelas, terutama mengenai pengaruh faktor gen dan
lingkungan terhadap satu-sama lain.2
Uveitis terkait-AIJ dapat muncul dalam beberapa bentuk, namun yang
paling umum dijumpai adalah tipe uveitis anterior kronik.3 Kondisi ini biasanya
asimptomatis sehingga penting melakukan skrining untuk uveitis terkait-AIJ pada
pasien yang berisiko.2 Deteksi awal dan tatalaksana bertujuan untuk
menghentikan inflamasi dan mencegah terjadinya komplikasi yang menyebabkan
penurunan penglihatan, yang dapat terjadi baik karena fase aktif penyakit tersebut
dan juga karena beban dari tatalaksana penyakit. Komplikasi uveitis terkait-AIJ
yang merusak penglihatan meliputi katarak, glaukoma, band keratopathy dan
edema makuler.3 Terdapat bukti yang menyatakan bahwa jika memberikan terapi
awal imunosupresif sistemik untuk mengurangi penggunaan glukokortikoid
topikal dan sistemik. Terapi tersebut meliputi terapi yang lebih tradisional, seperti
methotrexate, dan juga terapi biologis yang terbaru.1

Tujuan dari laporan kasus ini adalah melaporkan suatu kasus Uveitis Pada
Anak Perempuan Penderita Artritis Idiopatik Juvenil Usia 10 Tahun 8 Bulan

Kasus
Pasien N.A.K, perempuan usia 10 tahun 8 bulan, datang ke Poliklinik Alergi
Imunologi RS H. Adam Malik Medan pada tanggal 17/12/2018 dengan keluhan
utama nyeri pada sendi sendi tangan dan kaki. Hal ini dialami pasien sejak 6
bulan terakhir dan memberat dalam 1 bulan ini. Bengkak pada sendi tangan dan
kaki dijumpai, dan terasa semakin nyeri jika digerakkan. Saat ini sendi kaki juga
sulit untuk digerakkan. Nyeri kepala dijumpai dalam 6 bulan ini dan memberat
dalam 2 minggu ini. nyeri terasa hilang dengan pemberian obat anti nyeri. Nyeri
pada kedua bola mata juga dijumpai dalam 1 bulan ini dan terasa seperti
berdenyut. Silau pada mata dijumpai sesekali pada pasien. Demam tidak dijumpai
pada pasien. Riwayat mual dan muntah tidak dijumpai. Buang air kecil dan buang
air besar dalam batas normal. Riwayat penyakit terdahulu : tidak jelas
Riwayat pemakaian obat : ibuprofen 3 x 400 mg
Riwayat Keluarga : keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang
sama dengan pasien. ibu pasien penderita SLE (+)
Pemeriksaan Fisik
Sensorium : Compos mentis T: 36.8ºC BB: 32 kg PB: 143 cm
BB/U : PB/U: BB/PB:
Pucat (-) ikterik (-) Sianosis (-) Dispnoe(-) Edema (-)
Kepala :
Mata : Refleks cahaya +/+, pupil anisokor 3 mm/3 mm, konjungtiva palpebra
inferior tidak pucat
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis tidak dijumpai, pucat tidak dijumpai
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dijumpai
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekwensi jantung 89 kali/menit, regular, tanpa desah
Frekwensi napas 16 kali/menit, regular, tanpa ronki
Perut : soepel, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba membesar
Anggota gerak : Nadi 89 kali/menit, regular, tegangan/volume cukup, akral
hangat, capillary refill time < 2 detik, tidak sianosis
Pemerikssan pGALS:
Appearance Movement
Gait Normal
Arms Normal Normal
Legs Abnormal Abnormal
Spine Normal Normal

Rencana : Darah lengkap, ANA test, Anti DsDNA, ASTO, CRP, RF dan LED

Pemantauan tanggal 20 Desember 2018


S : Nyeri pada sendi tangan dan kaki (+), sulit menggerakkan kaki (+). Nyeri
kepala (+), nyeri pada mata (+)
O : Sensorium : Compos mentis T: 36,8ºC
Pucat (-) ikterik (-) Sianosis (-) Dispnoe(-) Edema (-)
Kepala :
Mata : Refleks cahaya +/+, pupil anisokor 3 mm/3 mm, konjungtiva palpebra
inferior tidak pucat
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis tidak dijumpai, pucat tidak dijumpai
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dijumpai
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekwensi jantung 92 kali/menit, regular, tanpa desah
Frekwensi napas 18 kali/menit, regular, tanpa ronki
Perut :soepel, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba membesar
Anggota gerak : Nadi 92 kali/menit, regular, tegangan/volume cukup, akral
hangat, capillary refill time < 2 detik, tidak sianosis
Pemerikssan pGALS:
Appearance Movement
Gait Normal
Arms Normal Normal
Legs Abnormal Abnormal
Spine Normal Normal

Differensial Diagnosis :
- Artritis Idiopatik Juvenil
- Reumatoid Artritis

Diagnosis : Artritis Idiopatik Juvenil

Hasil laboratorium tanggal 20/12/2018


Hb : 12.2 g/dl Neutrofil 51,70%
RBC : 4.20 juta /µL Basofil 0.20 %
WBC : 8.210/µL Limfosit 37.60%
Ht : 38% Monosit 8.40%
PLT : 297.000/µL Eosinofil 2.10%
LED : 10 mm/ 1 jam

Na : 138 mEq/L ASTO: <200


K : 4,1 mEq/L Faktor Rheumatoid: <8
Ca : 9 mg/dL ANA test : 3,07 IU/mL
Cl : 103 mEq/L Anti ds-DNA : 1 IU/mL
CRP Kuantitatif : <0,7 mg/dL
Urinalisa FCM
Warna : Kuning jernih Eritrosit : 1 /µL
Glukosa : Negatif Leukosit : 1,8 /µL
Bilirubin : Negatif Epitel : 4 /µL
Keton : Negatif Casts : 0,26 /µL
Berat jenis : 1,018 Kristal : 0,0 /µL
pH : 6,0 Bakteri : 55 /µL
Protein : Negatif Path cast : 0.13 /µL
Nitrit : Negatif

Terapi :
Ibuprofen 3 x 400 mg

Rencana tanggal 20 Desember 2018


Konsul mata untuk screening uveitis pada pasien AIJ
Foto Ankle Joint

Jawaban Konsul Mata (20/12/18):


VODS : 5/6
TI ODS : 29
TI OS : 26
Segmen Anterior : dalam batas normal
Fundus kopi : Media: Jernih
Segmen Anterior ODS : 0,5 (+), flare samar
Papil : batas tegas, A:V = 2:3, CDR: 0,3
Retina : eksudat (-), perdarahan (-)
Diagnosa : Uveitis Anterior ODS
Terapi : Isotic Adretor ED 2 x 1 gtt ODS
C. Lyteers ED 4 x 1 gtt ODS

Hasil Rontgen Ankle Joint Kanan (20/12/19):


Tak tampak dislokasi maupun fraktur pada ankle joint kanan- kiri
Pemantauan tanggal 20 Januari 2019
S : Nyeri pada sendi tangan dan kaki (+), sulit menggerakkan kaki (+). Nyeri
kepala (+), nyeri pada mata berkurang
O : Sensorium : Compos mentis T: 36,5ºC
Pucat (-) ikterik (-) Sianosis (-) Dispnoe(-) Edema (-)
Kepala :
Mata : Refleks cahaya +/+, pupil anisokor 3 mm/3 mm, konjungtiva palpebra
inferior tidak pucat
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis tidak dijumpai, pucat tidak dijumpai
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dijumpai
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekwensi jantung 92 kali/menit, regular, tanpa desah
Frekwensi napas 18 kali/menit, regular, tanpa ronki
Perut :soepel, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba membesar
Anggota gerak : Nadi 92 kali/menit, regular, tegangan/volume cukup, akral
hangat, capillary refill time < 2 detik, tidak sianosis
Pemerikssan pGALS:
Appearance Movement
Gait Normal
Arms Normal Normal
Legs Abnormal Abnormal
Spine Normal Normal

Diagnosis : Artritis Idiopatik Juvenil

Terapi :
Metylprednisolon 3-3-3 (1 mg/kgBB)  2 minggu
Ibuprofen 3 x 400 mg
Konsul Ke Bagian Mata
Jawaban Konsul Mata(20/1/19):
VODS : 5/6
TI ODS : 21
TI OS : 22
Segmen Anterior : dalam batas normal
Fundus kopi : Media: Jernih
Segmen Anterior ODS : 0,5 (+), flare samar
Papil : batas tegas, A:V = 2:3, CDR: 0,3
Retina : eksudat (-), perdarahan (-)
Diagnosa : Uveitis Anterior ODS
Terapi : Isotic Adretor ED 2 x 1 gtt ODS
C. Lyteers ED 4 x 1 gtt ODS

Pemantauan tanggal 6 Februari 2019


S : Nyeri pada sendi tangan dan kaki masih dijumpai, sulit menggerakkan kaki
(+). Nyeri pada mata terasa semakin parah
O : Sensorium : Compos mentis T: 36,6ºC
Pucat (-) ikterik (-) Sianosis (-) Dispnoe(-) Edema (-)
Kepala :
Mata : Refleks cahaya +/+, pupil anisokor 3 mm/3 mm, konjungtiva palpebra
inferior tidak pucat
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis tidak dijumpai, pucat tidak dijumpai
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dijumpai
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekwensi jantung 88 kali/menit, regular, tanpa desah
Frekwensi napas 16 kali/menit, regular, tanpa ronki
Perut :soepel, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba membesar
Anggota gerak : Nadi 88 kali/menit, regular, tegangan/volume cukup, akral
hangat, capillary refill time < 2 detik, tidak sianosis
Pemerikssan pGALS:
Appearance Movement
Gait Normal
Arms Normal Normal
Legs Abnormal Abnormal
Spine Normal Normal

Diagnosis : Artritis Idiopatik Juvenil

Terapi :
Methotrexate 5-10 mg/M2/minggu selama 8 minggu  7.5 mg/ minggu
Metylprednisolon 3-3-3 (1 mg/kgBB)  tappering off
Konsul Ke Bagian Mata

Jawaban Konsul Mata (06/02/19):


VODS : 5/6
TI ODS : 40
TI OS : 41
Segmen Anterior : dalam batas normal
Fundus kopi : Media: Jernih
Segmen Anterior ODS : 0,5 (+), flare samar
Papil : batas tegas, A:V = 2:3, CDR: 0,3
Retina : eksudat (-), perdarahan (-)
Diagnosa : Uveitis Anterior ODS
Terapi : Isotic Adretor ED 2 x 1 gtt ODS
Glauseta 2x1
Xalatan 1x1 ODS
C. Lyteers ED 4 x 1 gtt ODS
Pemantauan tanggal 25 Februari 2019
S : Nyeri pada sendi tangan dan kaki berkurang, kaki semakin mudah digerakkan.
Nyeri pada mata terasa berkurang

O : Sensorium : Compos mentis T: 36,5ºC


Pucat (-) ikterik (-) Sianosis (-) Dispnoe(-) Edema (-)
Kepala :
Mata : Refleks cahaya +/+, pupil anisokor 3 mm/3 mm, konjungtiva palpebra
inferior tidak pucat
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis tidak dijumpai, pucat tidak dijumpai
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dijumpai
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekwensi jantung 90 kali/menit, regular, tanpa desah
Frekwensi napas 16 kali/menit, regular, tanpa ronki
Perut :soepel, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba membesar
Anggota gerak : Nadi 90 kali/menit, regular, tegangan/volume cukup, akral
hangat, capillary refill time < 2 detik, tidak sianosis
Pemerikssan pGALS:
Appearance Movement
Gait Normal
Arms Normal Normal
Legs Normal Normal
Spine Normal Normal

Diagnosis : Artritis Idiopatik Juvenil

Terapi :
Methotrexate 5-10 mg/M2/minggu selama 8 minggu  7.5 mg/ minggu
Metylprednisolon 3-3-3 (1 mg/kgBB)  tappering off
Konsul Ke Bagian Mata

Jawaban Konsul Mata(25/2/19):


VODS : 5/5
TI ODS : 12
TI OS : 15
Segmen Anterior : dalam batas normal
Fundus kopi : Media: Jernih
Segmen Anterior ODS: 0,5 (+), flare tidak dijumpai
Papil : batas tegas, A:V = 2:3, CDR: 0,3
Retina : eksudat (-), perdarahan (-)
Diagnosa : Uveitis Anterior ODS
Terapi : Isotic Adretor ED 2 x 1 gtt ODS
Glauseta 2x1
Xalatan 1x1 ODS
C. Lyteers ED 4 x 1 gtt ODS

Diskusi
Artritis idiopatik juvenil (AIJ) didefinisikan oleh International League of
Associations for Rheumatology (ILAR) sebagai arhtritis dengan etiologi yang tidak
diketahui yang dimulai sebelum usia 16 tahun dan berlangsung selama minimal 6
minggu dan merupakan pengecualian di antara semua kemungkinan penyebab
3
arthritis kronis pada anak anak. AIJ merupakan penyakit reumatoid anak-anak
yang paling sering dijumpai, dengan uveitis terkait-AIJ (AIJ-U) sebagai
manifestasi ekstra-artikuler yang paling sering. 2
Prevalensi dari AIJ-U dari seluruh penyebab uveitis pediatrik sangat
bervariasi dari berbagai pusat rujukan, berkisar dari 15-67% dari semua pusat
rujukan.2 Uveitis dapat mendahului diagnosis artritis pada 3-7% anak-anak
dengan AIJ. Prevalensi uveitis pada pasien yang telah diketahui menderita AIJ,
perkiraan prevalensi berkisar dari 15% sampai 60% walaupun secara keseluruhan
terlihat ada penurunan pada dekade sebelumnya.4
Meskipun terdapat hubungan AIJ dan uveitis yang sudah banyak
didokumentasi, kemungkinan patofisiologi dari AIJ-U melibatkan elemen genetik
dan lingkungan. 2
Sebagian besar gen-terkait AIJ berada di dalam regio human leucocyte
antigen (HLA) dan kaitan ini mendukung teori bahwa AIJ-U merupakan
gangguan autoimun. Studi yang mencari hubungan antara risiko AIJ-U dengan
subtipe HLA saling bertentangan, namun alel HLA yang memberikan risiko
tersebut telah ditemukan ketika mencari alel HLA pada kategori AIJ tertentu.
Pada pasien dengan AIJ oligoartikuler uveitis kronik anterior dikaitkan dengan
HLA-DR5 haplotype dan HLADRB1*1104 allele.5 Terutama kombinasi dari HLA-
DRB1*1104 dan HLA-DPB1*0201alleles dikaitkan dengan peningkatan 7,7 kali
lipat risiko uveitis kronik. HLA-B27 hampir selalu dijumpai pada ERA dan
memberikan peningkatan risiko uveitis anterior akut pada kelompok pasien ini.
HLA-DR1 merupakan satu-satunya alel HLA yang berulang kali ditemukan
bersifat protektif terhadap uveitis anterior kronik yang terkait dengan AIJ. Selain
itu, ada bukti bahwa hubungan HLA itu sementara, dimana alel HLA memberikan
proteksi atau risiko terhadap AIJ pada usia yang berbeda-beda; beberapa alel
memberikan proteksi pada masa awal kanak-kanak namun meningkatkan risiko
uveitis terkait-AIJ pada masa penghujung anak-anak 2,5
Pada level seluler, ada keterlibatan baik limfosit T maupun B dalam
membentuk respon imun terhadap antigen intraokuler bawaan seperti S-arrestin
(yang juga disebut S-antigen retinal), retinol binding protein 3, dan tyrosinase-
related proteins. Bukti dari keterlibatan baik limfosit B dan T berasal dari
imunohistokimia biopsi mata pasien dengan AIJ yang menunjukkan predominansi
limfosit T CD4+ dibanding CD8+ dan juga level limfosit B CD20+ yang
bervariasi. Limfosit CD4+ meliputi sel Th1 pro-inflamatori (yang memproduksi
interferon gamma) dan sel Th17 (yang memproduksi interleukin-17), yang
diregulasi oleh sel regulator CD4+CD25+FoxP3+T (Tregs) dan Tregs yang dapat
diinduksi. Kemungkinan autoimun tersebut berasal dari ketidakseimbangan antara
subset sel ini yang menyebabkan hilangnya toleransi terhadap antigen sendiri.
Selain respon imun adaptif, elemen dari sistem imun bawaan juga dikaitkan
dengan patogenesis AIJ-U.6
Spesifisitas dari ANA tidaklah diketahui meskipun studi telah
menunjukkan frekuensi antibodi anti-histone yang lebih tinggi pada pasien AIJ
dengan uveitis dibandingkan dengan mereka yang tidak sedang menderita
uveitis..7
Pasien AIJ menunjukkan peningkatan frekuensi antibodi terhadap iris dan
retina. Apakah antibodi tersebut merupakan penyebab atau efek dari uveitis masih
belum dijelaskan lebih lanjut. Sampai saat ini, belum ada antigen intra-okuler
spesifik yang ditemukan sebagai target untuk ANA, sehingga peranan mereka
pada patogenesis ini masih belum jelas.7
Uveitis dapat muncul dengan gejala yang jelas seperti pada uveitis anterior
akut. Gejala umumnya berupa nyeri pada mata, kemerahan, nyeri kepala,
fotofobia dan perubahan visual. Namun, uveitis anterior kronik, yang lebih umum
dijumpai pada AIJ, seringkali sepenuhnya asimptomatis.8 Maka, skrining teratur
untuk uveitis pada pasien AIJ itu penting untuk mendeteksi penyakit yang tidak
memunculkan gejala, namun berpotensi mengancam penglihatan tersebut. Bahkan
dengan adanya gejala, anak-anak mungkin tidak bisa melaporkan secara baik apa
yang mereka rasakan, sehingga masih dibutuhkan penilaian objektif terhadap
penglihatan dan kesehatan okuler. Pada kasus, pasien AIJ mengeluhkan nyeri
pada mata yang dikeluhkan sejak 6 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 bulan
terakhir. Nyeri kepala juga dirasakan oleh pasien ini, dan pasien juga sesekali
merasa silau.
Semua pasien yang berisiko AIJ-U sebaiknya diskrining untuk penyakit
ini. Standar konsensus Inggris mendahulukan penilaian oftalmologi yang
dilakukan dalam 6 minggu setelah AIJ didiagnosis atau dicurigai, yang
menyatakan pentingnya mendiagnosis dan menatalaksana uveitis dengan
segera.2,9
Skrining anak-anak dengan AIJ untuk mencari uveitis melibatkan
kombinasi pemeriksaan slit-lamp, pengukuran tekanan intraokuli dan pemeriksaan
visus sesuai-usia.11 Slit-lamp dapat memeriksa bilik anterior dan posterior serta
retina. Diagnosis uveitis dibuat berdasarkan ciri-ciri inflamasi pada pemeriksaan
slit-lamp. Ciri tersebut meliputi sel di bilik anterior (anterior chamber/AC) dan
kemerahan pada AC akibat kebocoran protein kedalam AC karena pemecahan
sawar darah-aqueous humour.9 Kriteria SUN memberikan sistem skala untuk
inflamasi intra-okuler, yang memperhitungkan sel AC, flare AC, sel vitreous, dan
kekaburan vitreous atau debris.2

Tabel 1. Panduan British Society for Paediatric and Adolescent Rheumatology/


Royal College of Ophthalmology untuk skrining uveitis pada AIJ4
Rujukan
- Pasien sebaiknya dirujuk pada saat didiagnosis, atau dicurigai AIJ
Pemeriksaan Skrining Awal
- Sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dan jangan lebih lama dari enam minggu setelah
dirujuk
- Pasien simptomatis sebaiknya diperiksa dalam seminggu setelah dirujuk
Skrining
- Skrining dilakukan setiap dua bulanan dari awitan artritis selama enam bulan
- Diikuti dengan skrining setiap 3-4 bulan selama waktu yang tertera dibawah:
> AIJ oligoartikuler, artritis psoriatik dan enthesitis terkait artritis tanpa memperhatikan
status ANA, awitan dibawah 11 tahun
Usia Awitan Lama Skrining
< 3 tahun 8 tahun
3-4 tahun 6 tahun
5-8 tahun 3 tahun
9-10 tahun 1 tahun
> AIJ poliartikuler, ANA (+), awitan < 10 tahun
Usia awitan Lama Skrining
< 6 tahun 5 tahun
6-9 tahun 2 tahun
> AIJ poliartikuler, ANA (-), awitan < 7 tahun
Skrining lima tahun untuk semua anak
> AIJ sistemik dan faktor reumatoid (+) AIJ poliartikuler
Risiko uveitis sangat rendah, namun ketidakpastian diagnostik pada stadium awal dan
gejala yang serupa mungkin berarti indikasi skrining awal.
> Semua kategori, awitan > 11 tahun
Skrining satu tahun untuk semua anak
> Setelah menghentikan imunosupresi cth. methotrexate
Skrining dua bulan selama enam bulan, kemudian kembali ke frekuensi skrining
sebelumnya di atas
> Setelah selesai semua skrining
Pasien sebaiknya menerima anjuran mengenai monitoring-diri secara teratur dengan
memeriksa penglihatan masing-masing mata sekali seminggu dan kapan pasien perlu
tenaga medis.
Skrining mungkin perlu diteruskan tanpa ada batas waktu pada situasi dimana pasien
muda mungkin tidak bisa mendeteksi perubahan penglihatan atau tidak ingin
mendapatkan rujukan balik.
Pemeriksaan tahunan oleh ahli mata merupakan pilihan lain yang berguna.

Penting untuk mengukur tekanan intra-okuli pada pasien dengan AIJ-U


karena pasien berisiko menderita hipertensi intraokuli dan glaukoma. Penilaian
visus memberikan gambaran terhadap aktivitas penyakit dan kerusakan visual
yang diakibatkan oleh aktivitas penyakit yang kronik dan kegagalan atau
komplikasi dari terapi. Ada sejumlah komplikasi struktural yang terjadi pada AIJ-
U yang berkontribusi terhadap penurunan penglihatan. Komplikasi tersebut
berupa band keratopathy, posterior synechiae, katarak, glaukoma, hipotoni,
edema makuler, membran epiretinal, dan edema diskus optikus. Pada kasus, pada
saat pasien pertama kali disangkakan JIA, pasien langsung dikonsulkan ke bagian
mata untuk melakukan skrining uveitis. Saat di bagian mata, pada pasien
dilakukan pemeriksaan berupa slit lamp, pemeriksaan TIO dan funduskopi.
Didapatkan hasil pemeriksaan segmen anterior ODS 0,5 (+) dan flare tampak
samar.2
Tabel 2. Standardisation of Uveitis Nomenclature (SUN) kriteria untuk aktivitas
uveitis4
Skema penilaian untuk sel bilik anterior
Derajat Sel di lapangan*
0 <1
0,5+ 1-5
1+ 6-15
2+ 16-25
3+ 26-50
4+ >50
Skema penilaian untuk flare bilik anterior
Derajat Deskripsi
0 Tidak ada
1+ Samar
2+ Sedang (seluk beluk iris dan lensa masih
jelas)
3+ Bermakna (seluk beluk iris dan lensa kabur)
4+ Intens (fibrin atau plastic aqueous)
Terminologi aktivitas uveitis
Istilah Definisi
Inaktif Sel derajat 0^
Aktivitas Peningkatan dua tingkat pada level inflamasi (cth.
memburuk sel AC, vitreous haze) atau peningkatan dari
derajat 3+ menjadi 4+
Aktivitas membaik Penurunan dua tingkat pada level inflamasi (cth.
sel AC, vitreous haze) atau penurunan menjadi
derajat 0
Remisi Penyakit tidak aktif selama ≥ 3 bulan setelah
menghentikan seluruh terapi untuk penyakit mata
*Ukuran lapangan 1 mm x 1mm slit beam
^Diterapkan untuk inflamasi bilik anterior
Panduan interdisiplin pada tatalaksana AIJ-U menyarankan bahwa terapi
dimulai ketika skala sel AC >0,5+. Tatalaksana juga diindikasikan ketika
ditemukan fibrin pada bilik anterior dan presipitat keratositik dengan edema
sentral serta penurunan visus.2
Terapi lini pertama untuk uveitis anterior akut dan kronik adalah
glukokortikoid topikal. Efektivitas tertinggi dijumpai pada steroid potensi tinggi
seperti prednisolone acetate 1% atau dexamethasone phosphate 0,1% dipakai
sekali sehari atau hitungan jam tergantung pada derajat inflamasinya.10,12
Siklopegik dipakai secara topikal untuk mencegah pembentukan synechiae
dengan mendilatasi pupil pada pasien tanpa synechiae atau dengan derajat 1-2
(sampai 180°). Pilihan meliputi tropicamine atau cyclopentolate tetes mata 0.5–1
%.
Pada AIJ-U parah atau yang mengancam penglihatan, diperlukan kendali
inflamasi intraokuli secara cepat, dan diperlukan glukokortikoid sistemik secara
oral (prednisolone 1–2 mg/kg/hari).10 Indikasi primer untuk imunosupresi
sistemik adalah gagalnya kontrol adekuat terhadap inflamasi setelah terapi
topical.2 Methotrexate (MTX) masih menjadi terapi pilihan setelah glukokortikoid
topikal. Direkomendasikan untuk meneruskan MTX setidaknya selama 12 bulan
setelah uveitis tidak aktif dan selama 24 bulan bagi mereka dengan prognosis
visual yang buruk.11 Pada kasus, pasien ini telah mendapat terapi prednisolon
dengan dosis 1 mg/kgBB namun respon terhadap terapi tidak didapatkan secara
maksimal sehingga diberikan terapi imunosupresi berupa metothrexate, dengan
respon terapi yang baik pada pasien ini.

Ringkasan
Telah dilaporkan suatu kasus uveitis pada anak perempuan penderita artritis
idiopatik juvenil usia 10 tahun 8 bulan. Artritis idiopatik juvenil (AIJ) merupakan
penyakit reumatik anak-anak yang paling umum, dan uveitis terkait-AIJ
merupakan manifestasi ekstra-artikuler yang paling sering dijumpai. . Kondisi ini
biasanya asimptomatis sehingga penting melakukan skrining untuk uveitis pada
pasien AIJ. Sehingga deteksi awal dan tatalaksana bertujuan untuk menghentikan
inflamasi dan mencegah terjadinya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Zierhut M, Heiligenhaus A, deBoer J, Cunningham ET, Tugal-Tutkun I.


Controversies in juvenile idiopathic arthritis-associated uveitis. Ocular
immunology and inflammation. 2013 Jun 1;21(3):167-79.
2. Clarke SL, Sen ES, Ramanan AV. Juvenile idiopathic arthritis-associated
uveitis. Pediatric Rheumatology. 2016 Dec;14(1):27.
3. Thorne JE, Woreta F, Kedhar SR, Dunn JP, Jabs DA. Juvenile idiopathic
arthritis-associated uveitis: incidence of ocular complications and visual
acuity loss. American journal of ophthalmology. 2007 May 1;143(5):840-
6.
4. Sen ES, Ramanan AV. Juvenile idiopathic arthritis-associated uveitis. Best
Practice & Research Clinical Rheumatology. 2017 Aug 1;31(4):517-34.
5. Giannini EH, Malagon CN, Van CK, Taylor J, Lovell DJ, Levinson JE,
Passo MH, Ginsberg J, Burke MJ, Glass DN. Longitudinal analysis of
HLA associated risks for iridocyclitis in juvenile rheumatoid arthritis. The
Journal of rheumatology. 1991 Sep;18(9):1394-7.
6. Lee RW, Dick AD. Current concepts and future directions in the
pathogenesis and treatment of non-infectious intraocular inflammation.
Eye. 2012 Jan;26(1):17.
7. Saurenmann RK, Levin AV, Feldman BM, Rose JB, Laxer RM, Schneider
R, Silverman ED. Prevalence, risk factors, and outcome of uveitis in
juvenile idiopathic arthritis: a long‐term followup study. Arthritis &
Rheumatism: Official Journal of the American College of Rheumatology.
2007 Feb;56(2):647-57.
8. Kump LI, Castañeda RA, Androudi SN, Reed GF, Foster CS. Visual
outcomes in children with juvenile idiopathic arthritis–associated uveitis.
Ophthalmology. 2006 Oct 1;113(10):1874-7.
9. Petty RE, Smith JR, Rosenbaum JT. Arthritis and uveitis in children: a
pediatric rheumatology perspective. American journal of ophthalmology.
2003 Jun 1;135(6):879-84.
10. Bou R, Adán A, Borrás F, Bravo B, Calvo I, De Inocencio J, Díaz J,
Escudero J, Fonollosa A, de Vicuña CG, Hernández V. Clinical
management algorithm of uveitis associated with juvenile idiopathic
arthritis: interdisciplinary panel consensus. Rheumatology international.
2015 May 1;35(5):777-85.
11. Constantin T, Foeldvari I, Anton J, De Boer J, Czitrom-Guillaume S,
Edelsten C, Gepstein R, Heiligenhaus A, Pilkington CA, Simonini G,
Uziel Y. Consensus-based recommendations for the management of
uveitis associated with juvenile idiopathic arthritis: the SHARE initiative.
Annals of the rheumatic diseases. 2018 Aug 1;77(8):1107-17.
12. Qian Y, Acharya NR. Juvenile idiopathic arthritis associated uveitis.
Current opinion in ophthalmology. 2010 Nov;21(6):468.

Anda mungkin juga menyukai