PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat,
mencampur, meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengkombinasi,
menganalisis serta menstandarkan obat dan pengobatan, juga sifat-sifat obat
beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman (Syamsuni, 2006).
Dalam dunia farmasi selain berkaitan dengan obat jenis sintetik juga
perlu dipahami mengenai pengetahuan bahan alam beserta cara
penanganannya dalam rangka mengembangkan potensi bahan alam indonesia
menjadi produk-produk bernilai tinggi yang bermanfaat baik secara
fungsional maupun ekonomi bagi masyarakat luas. Oleh sebabnya, perlu
pemahaman tentang kimia bahan alam, teknologi sediaan alam dan
farmakognosi (Nugroho, 2017).
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan
dan pengenalan obat yang berasal dari bahan tanaman dan zat-zat aktifnya,
begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Farmakognosi mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam yang
meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme, dan mineral. Selain melibatkan
hasil penyaringan atau identifikasi ekstrak, juga meliputi proses standarisasi
bahan herbal agar sediaan obat herbal yang diproduksi memenuhi ketentuan.
(Anonim, 1989).
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit,
terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif, dan kanker. WHO juga
mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat
herbal (WHO, 2003).
Kebijaksanaan Obat Nasional (1983) menyatakan bahwa
penyediaan obat merupakan salah satu unsur yang penting dalam upaya
pembangunan di bidang kesehatan. Obat tradisional yang terbukti berkhasiat
dikembangkan dan digunakan dalam upaya kesehatan. Dalam rangka
memacu perkembangan obat tradisional tersebut, pemerintah menetapkan
bahwa fitofarmaka dapat digunakan dalam sistem pengobatan formal
bersama-sama dengan obat kimia. Untuk mencapai hal 2 tersebut perlu
dilakukan standardisasi guna menjamin mutu produk yang dihasilkan (Ivan,
2002 cit Arini, 2004).
Standarisasi adalah serangkaian parameter prosedur yang hasilnya
merupakan unsur-unsur terkait paradiqma kefarmasiaan (Dirjen POM, 2000).
Selain itu standarisasi juga disebut sebagai segala proses menetukan,
menetapkan serta merevisi standar yang dilakukan secara tertib. Tertib yang
dimaksud adalah suatu yang ditetapkan dan disusun berdasarkan konsesus
seseorang yang berkaitan dengan persyaratan kesehatan, keamanan,
keselamatan lingkungan, berdasarkan pengalaman, hingga perkembangan
massa kini dan yang akan datang untuk memperoleh manfaat sebanyak-
banyaknya (Anonim, 2008)
Adapun pada praktikum kali ini dilakukan standarisasi pada sampel
yakni serbuk biji cokelat (Theobroma cacao). Biji cokelat merupakan salah
satu tanaman yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional di dalam
masyarakat. Tanaman coklat (theobroma cacao) Secara empiris tanaman ini
berkhasiat untuk penangkal radikal bebas, salah satu kandungan penting
yang ada di dalam coklat adalah anti oksidan dan flavonoid, kandungan dari
kedua zat ini memiliki fungsih utama yang sangat penting untuk menangkal
radikal bebas yang akan masuk kedalam tubuh. (Sekti et al, 2008).
I.2 Maksud Dan Tujuan Percobaan
I.1.2 Maksud Percobaan
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara-cara
standarisasi obat herbal
I.1.3 Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa dapat mengetahui bagai mana cara melakukan
standarisasi bahan herbal sehingga obat herbal dapat sesui dengan ketentuan
fitofarmaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Standarisasi
Standarisasi adalah serangkaian proses yang melibatkan berbagai
metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis
fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi)
terhadap suatu ekstrak (Saifudin et al, 2011). Standarisasi secara normatif
ditujukan untuk memberikan efikasi yang terukur secara farmakologis dan
menjamin keamanan konsumen. Standarisasi obatherbal meliputi dua aspek:
a. Aspek parameter spesifik: befokus pada senyawa atau golongan
senayawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis.
Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan
kuantitatif terhadap senyawa aktif.
b. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi,
dan fisik yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas.
Misal kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain.
II.1.2 Pengertian Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tanaman,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional baik berupa jamu
maupun tanaman obat keluarga masih banyak digunakan oleh masyarakat,
terutama dari kalangan menengah ke bawah. Bahkan dari masa ke masa obat
tradisional mengalami perkembangan semakin meningkat, terlebih dengan
munculnya isu kembali ke alam (back to nature) (Sinaga, 2009).
Obat tradisional awalnya digunakan berdasarkan warisan turun
temurun dari nenek moyang secara konvensional. Pemakaiannya pun
berdasarkan pengalaman dan kepercayaan secara empiris di kalangan
masyarakat. Dalam perkembangannya obat tradisional telah mulai diteliti
secara ilmiah guna membuktikan khasiatnya melalui uji praklinik dan uji
klinik. Namun kedokteran modern sekarang ini masih terasa kuat
peranannya dalam menempatkan obat tradisional sebagai pendamping obat
modern.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI: 4-6), menyebutkan
obat tradisional dapat dikelompokkan enjadi 3 jenis, yaitu:
a. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine) adalah obat tradisional yang
berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut.
Jamu disajikan dalam bentuk serbuk seduhan, pil atau cairan,
mengandung dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10
macam bahkan bisa lebih. Jamu harus memenuhi persyaratan keamanan
dan standar mutu, tetapi tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji
klinis, cukup dengan bukti empiris. Kriteria yang harus dipenuhi dalam
suatu sediaan jamu adalah: aman, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan
data empiris dan memenuhi persyaratan mutu.
b. Obat herbal terstandar (Standarized Based Herbal Medicine) merupakan
obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan
alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses pembuatan
obat herbal terstandar membutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan
lebih mahal dari jamu. Pembuktian ilmiah merupakan penunjang obat
herbal berstandar berupa penelitian praklinis yang meliputi standardisasi
kandungan senyawa berkhasiat dalam bahan penyusun, standardisasi
pembuatan ekstrak yang higienis serta uji toksisitas maupun kronis.
c. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine) merupakan obat
tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses
pembuatan fitofarmaka telah terstandardisasi yang didukung oleh bukti
ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Pembuatannya diperlukan
peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.
Menurut Suharmiati dan Handayani (2006) dikutip oleh Sinaga
(2009), obat tradisional industri diproduksi dalam bentuk sediaan modern
berupa herbal terstandar atau fitofarmaka seperti tablet dan kapsul, juga
bentuk sediaan lebih sederhana seperti serbuk, pil, kapsul, dan sirup. Bentuk
sediaan obat tradisional seperti serbuk, pil, kapsul, dan sirup harus
menjamin mutu yang sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB).
II.1.3 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain
berupa bahan yang telah dikeringkan (Anonim, 1995).
Dalam Materia Medika Indonesia simplisia dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu: simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan
(mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa senyawa kimia
murni (Dirjen POM, 1995).
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan dari
tanaman liar (wild crop) memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin
selalu konstan karena adanya variabel bibit, temperatur tumbuh, iklim,
kondisi (umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir.
Variasi kandungan senyawa dalam produk hasil panen tanaman obat
disebabkan oleh beberapa aspek sebagai berikut (Anonim, 2000) :
II.1.4 Ekstraksi
Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau
fisika suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman
obat (Anonim, 2000). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut
dibedakan menjadi dua cara yaitu: cara dingin dan cara panas. Cara dingin
terbagi menjadi dua yaitu: maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas
terbagi dalam empat jenis yaitu: refluks, soxhlet, digesti, infusa, dan dekokta
(Dirjen POM, 2000).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
pada temperatur ruangan (suhu kamar) (Dirjen POM, 2000). Maserasi
berasal dari bahasa latin macerase yang berarti mengairi dan melunakkan.
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari
maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak,
yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan
dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan
yang masuk kedalam cairan telah tercapai, maka proses difusi segera
berakhir (Voigt, 1994).
II.1.5 Standarisasi obat herbal
Standarisasi obat herbal merupakan serangkaian proses melibatkan
berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis,
melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum
keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam atau tanaman obat
herbal (Dirjen POM, 2000).
Standarisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian
parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-
unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi
syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas)
stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Dengan kata lain,
pengertian standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir
obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu
yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Terdapat dua factor yang
mempengaruhi mutu yaitu factor biologi dari bahan asal tanaman obat dan
factor kandungan kimia bahan obat tersebut. Standarisasi terdiri dari
parameter standar spesifik dan parameter standar non spesifik (Dirjen POM,
2000).
II.2 Uraian Bahan
1. Alkohol 70% (Dirjen POM, 1995 ; Rowe, 2009)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
RM/ BM : C2H5OH / 46,07
Rumus struktur :
H H
H – C – C - OH
H H
Coklat (Theobroma
Morfologi Coklat
a. Akar
Perakaran tanaman kakao sangat beragam dan bervariasi tergantung
dengan media tanah yang digunakan, namun pada umumnya tanaman kakao
memiliki akar tunggang, memanjangberkisar 30-35 cm dalam tanah. Perajaran
tanaman kakao juga tergantung dengan tanaman kakao liar akar akan tunggang
lebih pendek dan akar lateral lebih meluas dan banyak (Abdolerachman, 1979).
b. Daun
Daun berbentuk bulat memanjang, ujung daun meruncing, pangkal
daun meruncing dan susunan pertulangan menyirip serta memiliki permukaan
bahwa menonjol. Pada tanaman tunas ortotrop, tangkai daun dengan panjang
7,5-10 cm dan tunas plagiotrop panjang tangkai daun 2,5 cm.
c. Batang
Batang memanjang dengan membentuk bulat berdiameter 3-5 cm
bahkan lebih tergantung dengan pertumbuhan tanaman, berwarna kecoklatan
bergetah dan juga permukaan kulit kasar,. Percabangan tanaman coklat sangat
banyak, dalam satu tanaman percabangan akan berkisar 5-10 percabangan dan
bahkan juga percabangan tersebut berbentuk tidak beraturan. Adapun yang
menyebutkan arah kehorizontal dan tidak rimbun.
Kandungan coklat
Asam oleat. Asam lemak tak jenuh. Ditemukan pada minyak zaitun.
Studi epidemiologis pada penduduk mediterania yang banyak mengkonsumsi
asam oleat dari minyak zaitun, menyimpulkan bahwa efek positif bagi
kesehatan jantung (Brotodjojo, 2008).
Manfaat coklat
Mencegah penyakit jantung karena mengandung beberapa bahan kimia
yang membuat system kardiovaskular sahabat CNI berjalan lancar. Membantu
menurunkan berat badan.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
Oven Penjepit
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 % Kadar Air
Diketahui : Berat cawan porselen kosong (X) = 20,0290 g
Berat sampel sebelum pengeringan (Y) = 6 g
Berat Sampel sesudah pengeringan (Z) = 5,691 g
Ditanyakan : Kadar air = …?
Penyelesaian :
x+y-z
Kadar Air = x 100%
y
20,0290 g + 6 g – 5,691
= x 100 %
6g
= 3,38%
IV.2.2 % Kadar Abu
Diketahui : Berat sampel setelah pengeringan (M1) = 27,2938 g
Berat sampel seelah pembakaran (M2) = 35,2303 g
Berat sampel (Z) =6g
Ditanya : % Kadar abu = ..?
Penyelesaian
M2-M1
Kadar Abu = Z
35,2303 g - 27,2938 g
= 6g
= 1,32%
IV.2.3 Susut Pengeringan
Diketahui : X = 5,7 gram
Mo= 29,7084 gram
M1= 35,40 gram
M2= 25,11 gram
M3= 25 gram
M4= 29,7 gram
Ditanyakan : Susut Pengeringan M1, M2, M3, M4 = …?
Penyelesaian :
X – (M1 - Mo )
1. Susut pengeringan M1 = x 100%
X
5,7 – (35,40 – 29,7084 )
= x 100%
5,7
= 1,7 %
X – (M2 - Mo )
2. Susut pengeringan M2 = x 100%
X
5,7 – (35,11890 – 29,7084 )
= x 100%
5,7
= 5,26 %
X – (M3 - Mo )
3. Susut pengeringan M3 = x 100%
X
5,7 – (35 – 29,7084 )
= x 100%
5,7
= 8,77 %
X – (M4 - Mo )
4. Susut pengeringan M4 = x 100%
X
5,7 – (29,7 – 29,7084 )
= x 100%
5,7
= 10 %
IV.3 Pembahasan
Persyaratan mutu ekstrak meliputi parameter standar umum dan
parameter standar spesifik. Standarisasi ini dimaksudkan agar dapat
menjamin bahwa produk sampel mempunyai nilai parameter tertentu yang
konstan (Depkes RI, 2000).
Simplisia yang akan kami amati kadar abu, air dan susut
pengeringannya adalah serbuk biji coklat.
IV.3.1 Kadar Air
Kadar air adalah presentase kandungan air pada suatu bahan yang
dapat di kelompokkan menurut berat basah, atau berdasrkan berat kering.
Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, khamir dan
kapang untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pangan. Kadar air setiap bahan berbeda tergantung pada
kelembaban suatu bahan. Semakin lembab tekstur suuatu bahan maka
akan semakin tinggi presentase kadar air yang terkandung dalam sampel
(Winarno, 1997).
Penentuan kadar air pada praktikum kali ini yaitu dengan
memasukkan cawan kosong yang dibungkus aluminium foil ke dalam
oven selam 10 menit pada suhu 105o C. Tujuannya adalah untuk
menguapkan air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan
(Sudarmadji, 2007). Kemudian cawan dikeluarkan dan dipindahkan ke
dalam desikator, fungsi desikator yaitu untuk menghilangkan kadar air
dari bahan maupun cawan porselin (Shahin, 2002). Selanjutnya cawan
ditimbang sebagai X, kemudian dimasukkan sampel serbuk biji coklat
sebanyak 6 gram kedalam cawan sebagai Y, lalu dipanaskan dalam oven
selama 15-30 menit . Setelah itu, cawan yang berisi sampel dimasukkan
kedalam desikaor selama 5 menit. Kemudian ditimbang kembali sebagai
Z.
Setelah selesai penimbangan, kemudian dihitung % kadar air pada
x+y-z
sampel serbuk biji coklat dengan menggunakan rumus x 100%. Hasil
y