Anda di halaman 1dari 38

SISTEM INTEGUMEN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT DERMATITIS

Kelas: A9-A

Kelompok 5

1. I Putu Deby Atra Adi Wiguna (15.321.2220)


2. Ni Luh Putu Ositadevi (15.321.2245)
3. Ni Made Sudiani (15.321.2251)
4. Ni Putu Riskayanti (15.321.2258)
5. Putu Dika Payana (15.321.2264)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

2017
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Dermatitis” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari pada pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak / Ibu dosen pada mata
kuliah Sistem Integumen.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna adanya, hal itu karena
keterbatasan kemampuan yang kami miliki, dan melalui kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada Bapak / Ibu dosen yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari Bapak / Ibu dosen mata kuliah Sistem
Integumen dan pembaca makalah ini, yang sifatnya membangun sebagai masukan demi
kesempurnaan makalah ini dan kami harapkan makalah ini ada manfaatnya bagi para pembaca.

Denpasar,20 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1... Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1

1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

2.1 Konsep Dasar Penyakit ..................................................................................... 3

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ................................................................. 13

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 34

3.1 Simpulan ........................................................................................................... 34

3.2 Saran ................................................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk khusus
dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang
dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%,
termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32%
yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.

Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit
tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang paling
sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling sering dijumpai adalah eksim
atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan mulai muncul pada masa anak anak
terutama saat mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang
dengan bertambahnya usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya.
Dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga
mengurangi angka kekambuhan.

Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal.
Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala
kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup
kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain.

Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada orang kulit
putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah menjadi cokelat.
Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan mempengaruhi pigmen kulit
sehingga daerah eksim akan tampak lebih terang atau lebih gelap.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep dasar penyakit dermatitis?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan penyakit dermatitis?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit dermatitis.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan penyakit dermatitis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan Dermatitis


A. Definisi
Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya
pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi yang
menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian
permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir keluar
(Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi
polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi Juanda,2005).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering,
umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

B. Epidemiologi
Secara empiris, dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu gangguan kesehatan
kerja yang besar. Namun demikian, gambaran mengenai peran, berbagai faktor, distribusi, dan
penyebarannya masih sulit diperoleh. Insidensi dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus
per tahun atau 11,9% dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Di AS,
angka statistik berasal dari survei yang dialkukan oleh Bureau of Labor Statistic pada industri
swasta yang dilakukan secara random. Diagnosis ditetapkan secara sederhana termasuk
menetapkan jenis pekerjaan yang dilaksanakan.
Pengamatan yang dilaksanakan pada berbagai jenis pekerjaan di berbagai negara barat
mendapatkan insiden terbanyak pada penata rambut 97,4%, pengolah roti 33,2%, dan penata
bunga 23,9%. Data di Singapura dari tahun 1989-1998 dari penderita dermatitis kontak akibat
kerja didapati pada pekerja bangunan lebih banyak menderita dermatitis kontak alergik
dibandingkan dengan pekerja lain, yaitu 110 penderita (37,7%) dari 347 penderita dermatitis
kontak alergik. Sedangkan pada dermatitis kontak iritan dijumpai 44 penderita (7,4%) dari 591
penderita.

C. Klasifikasi
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala
berbeda:
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang
menempel pada kulit (Adhi Djuanda,2005). Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab
alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan
gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol
yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau
alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa
berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.

2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak
lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik (Adhi Djuanda, 2005). Timbul karena
goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5
sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores
kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya
muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Seborrheich Dermatitis
Telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan,
muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti
Parkinson.

4. Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (hipertensi vena) tungkai
bawah (Adhi Djuanda, 2005). Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan
kaki dan tulang kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal.
Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi
kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
5. Atopic Dermatitis

Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma
bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya dilipatan (fleksural) (Adhi Djuanda, 2005).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah.
Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan
seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya
dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama
masa kecil dan dewasa.

D. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya: bakteri,
jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik (Adhi Djuanda, 2005).
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi
penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi.
Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri
yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat
bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan .Selulit muncul pada
seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita
mengalami selulit dan eksim.

E. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun epidermis
yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan. Zat tersebut masuk kedalam kulit
yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi
sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa
reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam. Bahan iritan ataupun allergen yang
masuk ke dalam kulit merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan
tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel
epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit atau dermatitis.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah gesekan,
tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya
penyakit kulit lain.

F. Pathway
(Terlmpir)

G. Manifestasi klinis
1. Dermatitis kontak
a. Lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak.
b. Untuk dermatitis kontak alergi, gejala tidak muncul sebelum 24-48 jam, bahkan sampai
72 jam.
c. Untuk dermatitis kontak iritan, gejala terbagi dua menjadi akut dan kronis. Saat akut
dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet.
Saat kronis gejala dimulai dengan kulit yang mengering dan sedikit meradang yang
akhirnya menjadi menebal.
d. Pada kasus berat, dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan tersebut.
e. Kulit terasa gatal bahkan terasa terbakar.
f. Dermatitis kontak iritan, gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa dibandingkan dengan tipe
alergi.

2. Dermatitis atopik (DA)


Ada 3 fase klinis DA yaitu:
a. DA infantil (2 bulan-2tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan kedua. Lesi
mula-mula tampak di daerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-vesikel pecah karena
garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas
ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa
ditemukan di daerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah 2
tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
b. DA anak (2-10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (denovo). Lokasi lesi
dilipatan siku atau lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam
berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi
sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu
pertumbuhan.

c. DA pada remaja dan dewasa


Lokasi lesi pada remaja adalah dilipatan siku atau lutut, samping leher, dahi, sekitar mata.
Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan
tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya pada bibir (kering,pecah,bersisik), vulva,
puting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar cenderung berkonfluens
menjadi plak likenifikasi dan akhirnya menjadi hiperpigmentasi. Umumnya DA remaja
dan dewasa berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia 30 tahun, jarang
sampai usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.
3. Neurodermatitis sirkumskripta
a. Kulit yang sangat gatal.
b. Muncul tunggal di daerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah, paha atau mata kaki,
kadang muncul pada alat kelamin.
c. Rasa gatal sering hilang timbul. Sering timbul pada saat santai atau sedang tidur , akan
berkurang saat beraktifitas. Rasa gatal yang digaruk akan menambah rasa gtal tersebut.
d. Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit yang bersisik akibat garukan atau
penggosokan dan sudah terjadi bertahun-tahun.
4. Dermatitis numularis
a. Gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat mengganggu.
b. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0cm), kemudian membesar dengan
cara berkonfluensi atau meluas ke samping., membentuk satu lesi karakteristik seperti
uang logam (coin), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas.
c. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi krusta
kekuningan.
d. Ukuran lesi bisa mencapai garis tengah 5cm atau lebih, jumlah lesi dapat hanya satu,
dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran bervariasi dari
miliar sampai numular, bahkan plakat.
e. Tempat predileksi biasanya terdapat di tungkai bawah, badan, lengan termasuk punggung
tangan.

5. Dermatitis statis
a. Bercak-bercak berwarna merah yang bersisik.
b. Bintik-bintik berwarna merah dan bersisik.
c. Borok atau bisul pada kulit.
d. Kulit yang tipis pada tangan dan kaki.
e. Luka (lesi) kulit.
f. Pembengkakan pada tungkai kaki.
g. Rasa gatal di sekitar daerah yang terkena.
h. Rasa kesemutan pada daerah yang terkena (Djuanda Adhi,2010).

H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan penunjang :
a. Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
b. Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
2. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi

I. Penatalaksanaan
1. Dermatitis kontak
a. Hindari kontak lebih lanjut dengan zat atau benda penyebab dermatitis kontak.
b. Pada tipe iritan, basuhlah bagian yang terkena dengan air mengalir sesegera mungkin.
c. Jika sampai terjadi lecet, tanganilah seperti menangani luka bakar.
d. Obat anti histamin oral untuk mengurangi rasa gatal dan perih yang dirasakan.
e. Kortikosteroid dapat diberikan secara topikal, oral, atau intravena sesuai dengan tingkat
keparahannya.
2. Dermatitis atopik
a. Menghindar dari agen pencetus seperti makanan, udara panas atau dingin, bahan-bahan
berbulu.
b. Hidrasi kulit dengan berbagai jenis pelembab antara lain krim hidrofilik urea 10% atau
pelembab yang mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%.
c. Kortikosteroid topikal potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah
genetalia. Kortikosteroid potensi menengah dptdiberikan pada anak dan dewasa. Bila
aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua
kali seminggu. Kortikosteroid oral hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi
akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis
diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping
dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.
d. Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat menimbulkan
sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1minggu) dapat
mengurangi gatal tanpa sensitisasi , tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan
efek samping sedatif.
e. Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S. aureus pada
kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila ada
infeksi virus dapat diberi asiklovir 3x400mg/hari selama 10 hari atau 4x200mg/hari untuk
10 hari.
3. Neurodermatitis sirkumskripta
a. Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan untuk mengurangi reaksi
inflamsi yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian steroid topical juga membantu
mengurangi hyperkeratosis. Pemberian steroid mid-potent diberikan pada reaksi radang
yang akut, tidak direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva , scrotum ,axilla
dan wajah). Pada pengobatan jangka panjang digunakan steroid yang low-protent,
pemakaian high-protent steroid hanya dipakai kurang dari 3 minggu pada kulit yang
tebal.
b. Anti-depresan atau anti-anxiety sangat membantu pada sebagian orang dan perlu
pertimbangan untuk pemberiannya.
c. Jika terdapat suatu infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal ataupun oral.
d. Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku yang dapat mencegah gatal
dan garukan.
4. Dermatitis numularis
a. Bila kulit kering, diberi pelembab atau emolien.
b. Secara topikal lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi, misalnya glukokortikoid,
takrolimus, atau pimekrolimus.
c. Bila lesi masih eksudatif, sebaiknnya dikompres dahulu misalnya dengan larutan
permanganas kalikus 1:10.000 .
d. Kalau ditemukan infeksi bakterial, diberikan pada kasus yang berat dan refrakter , dalam
jangka pendek.
e. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, misalnya hidroksisilin HCL.
5. Dermatitis statis
a. Cahaya berdenyut intens
b. Diuretik
c. Imunosupresan
d. Istirahat
e. Kortikosteroid
f. Ligasi vaskuler
g. Pelembab
h. Terapi kompresi
6. Edukasi merupakan dasar dari suksesnya penatalaksanaan dermatitis, yaitu perawatan kulit
yang benar dan menghindari penyebab. Agen topikal digunakan untuk terapi penyakit yang
terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan untuk yang lebih
luas dan berat. Berbagai makanan seperti susu, ikan, telur, kacang- kacangan yang dapat
mencetuskan DA harus diidentifikasi secara teliti, melalui anamnesis dan beberapa
pemeriksaan khusus. Eliminasi makanan esensial pada bayi/anak harus hati-hati, karena
dapat menyebabkan malnutrisi sehingga sebaiknya diberikan makanan pengganti. Mandi
dengan air hangat teratur dua kali sehari, lalu bilas dengan air biasa dan menggunakan
pembersih yang lembut dan tanpa bahan pewangi, akan membersihkan kotoran dan keringat,
juga skuama yang merupakan medium baik untuk bakteri. Keadaan itu akan meningkatkan
penetrasi terapi topikal. Hindari sabun atau pembersih kulit yang mengandung antiseptik
/antibakteri secara rutin, karena mempermudah resistensi; kecuali bila ada infeksi sekunder.
Hindari pakaian yang terlalu tebal, bahan wol atau lain kasar karena dapat mengiritasi
kulit. Kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari kerusakan kulit (erosi,
eksoriasi) akibat garukan. Gatal dikurangi dengan emolien atau kompres basah. Balut basah
(wet wrap dressing) dapat diberikan sebagai terapi tambahan untuk mengurangi gatal,
terutama untuk lesi yang berat dan kronik atau yang refrakter terhadap pengobatan biasa.
Bahan pembalut (kasa balut) dapat diberi larutan kortikosteroid atau mengoleskan krim
kortikosteroid pada lesi, kemudian dibalut basah dengan air hangat dan ditutup dengan
lapisan/baju kering di atasnya.Cara ini sebaiknya dilakukan secara intermiten dan dalam
waktu tidak lebih dari 2-3 minggu. Balut basah dapat pula dilakukan dengan mengoleskan
emolien di bawahnya, sehingga memberi rasa mendinginkan dan mengurangi gatal serta
berfungsi sebagai pelindung efektif terhadap garukan, sehingga mempercepat penyembuhan.
Bila tidak disertai pelembab, balut basah dapat menambah kekeringan kulit dan
menyebabkan fisura. Penggunaan balut basah yang berlebihan dapat menyebabkan maserasi,
sehingga memudahkan infeksi sekunder.
J. Komplikasi
1. Dapat terjadi komplikasi yaitu infeksi bakteri. Gejalanya berupa bintik-bintik yang
mengeluarkan nanah. Pembengkakan kelenjar getah bening sehingga penderita mengalami
demam dan lesu.
2. Infeksi saluran nafas atas.
3. Bronkitis.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dermatitis


A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama: biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat kesehatan
4. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
5. Riwayat penyakit dahulu: apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
6. Riwayat penyakit keluarga: apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
7. Riwayat psikososial: apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
8. Riwayat pemakaian obat: apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada
kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
9. Pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan penanganan kesehatan: tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai
kesehatan dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu
sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme: tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien
(pagi, siang dan malam), bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi, apakah klien mengalami gangguan dalam menelan, apakah klien
sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengandung vitamin
antioksidant.
c. Pola eliminasi: bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya, berapa kali
miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi, adakah masalah dalam proses miksi
dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
d. Pola aktivitas atau olahraga: perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan
gangguan pada kulit, kekuatan otot: biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya, keluhan beraktivitas: kaji keluhan klien
saat beraktivitas.
e. Pola istirahat atau tidur: tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien, apakah
terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit, Bagaimana
perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
f. Pola kognitif atau persepsi: kaji nyeri, gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak
merah pada kulit.
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola peran hubungan
i. Pola seksualitas atau reproduksi
j. Pola koping-toleransi stress
k. Pola keyakinan nilai
10. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan (B1): Tidak ada gangguan sistem pernafasan, bunyi nafas
vesikuler, tidak ada wheezing dan ronkhi, irama reguler.
b. Sistem kardiovaskuler (B2): Tidak adaa gangguan sirkulasi darah irama jantung
normal, tidak ada takikardi dan nadi teraba normal.
c. Sistem persyarafan (B3): Kesadaran composmentis, adanya nyeri tekan pada kulit
yang mengalami lesi.
d. Sistem perkemihan (B4): BAK normal, warna kuning kekuning-kuningan, bau urine
khas.
e. Sistem pencernaan (B5): Mukosa lembab, nafsu makan baik, BAB normal.
f. Sistem muskuloskeletal dan integumen (B6): Nyeri tekan pada bagian otot, otot yang
mengalami lesi mengalami penurunan fungsi otot akibat nyeri tekan, warna putih
tidak ikterik tidak ada cyanosis, kulit terlihat agak kering, integritas kulit ditemukan
luka bekas garukan seperti kemerahan timbul bula atau pustulla turgor.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit
2. Ketidakefektifan pola nafas jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan,
kerusakan neurologis
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan reaksi inflamasi
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perasaan malu terhadap penampakan diri dan
persepsi diri tentang ketidakbersihan
5. Defisiensi pengethuan berhubungan dengan kurangnya informasi
6. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak merah pada kulit

C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kreteria Intervensi
Hasil
1 Nyeri akut NOC NIC
berhubungan lesi kulit 1. Pain level Pain Management
Definisi : Pengalaman 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
sensori dan emosional 3. Comfort level nyeri secara
yang tidak komprehensif
menyenangkan yang Kriteria Hasil termasuk lokasi,
muncul akibat kerusakan karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol
jaringan yang actual atau frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab
potensial atau faktor prepitasi
nyeri, mampu
digambarkan dalam hal 2. Observasi reaksi
menggunakan teknik
kerusakan sedemikian nonverbal dari
nonfarmakologi untuk
rupa (International ketidaknyamanan
mengurangi nyeri,
Association for the study 3. Gunakan teknik
mencari bantuan)
of pain): awitan yang komunikasi terapeutik
2. Melaporkan bahwa
tiba-tiba atau lambat dari untuk mengetahui
nyeri berkurang dengan
intensitas ringan hingga pengalaman nyeri
menggunakan
berat dengan akhir yang pasien
manajemen nyeri
dapat diatisipasi atau 4. Kaji kultur yang
3. Mampu mengenali nyeri
diprediksi dan mempengaruhi respon
(skala, intensitas,
berlangsung <6 bulan. nyeri
frekuensi dan tanda
Batasan karakteristik : 5. Evaluasi pengalaman
nyeri)
nyeri masa lampau
1. Perubahan selera 4. Menyatakan rasa
6. Evaluasi bersama
makan nyaman setelah nyeri
pasien dan tim
2. Perubahan tekanan berkurang
kesehatan lain tentang
darah
ketidakefektifan
3. Perubahan frekuensi
control nyeri masa
jantung
lampau
4. Perubahan frekuensi
7. Bantu pasien dan
pernafasan
keluarga untuk
5. Laporan isyarat
mencari dan
6. Diaphoresis
menemukan dukungan
7. Perilaku distraksi
8. Kontrol lingkungan
(mis., berjalan
yang dapat
mondar-mandir
mempengaruhi nyeri
mencari orang lain
seperti suhu ruangan,
dan atau aktivitas pencahayaan dan
lain, aktivitas yang kebisisngan
berulang) 9. Kurangi faktor
8. Mengekspresikan prepitasi nyeri
perilaku ( mis., 10. Pilih dan lakukan
gelisah, merengek, penanganan nyeri
menangis) 11. Pilih dan lakukan
9. Masker wajah (mis., penanganan nyeri
mata kurang (farmakologi, non
bercahaya, tampak farmakologi dan
kacau, gerakan mata interpersonal)
terpencar atau tetap 12. Kaji tipe dan sumber
pada satu focus nyeri untuk
meringis menemukan intervensi
10. Sikap melindungi 13. Ajarkan tentang teknik
area nyeri non farmakologi
11. Focus menyempit 14. Berikan analgetik
(mis., gangguan untuk mengurangi
persepsi nyeri, nyeri
hambatan proses 15. Evaluasi keefektifan
berpikir, penurunan control nyeri
interaksi dengan 16. Tingkatkan istirahat
orang dan 17. Kolaborasikan dengan
lingkungan) dokter jika ada
12. Indikasi nyeri yang keluhan dan tindakan
dapat diamati nyeri tidak berhasil
13. Perubahan posisi 18. Monitor penerimaan
untuk menghindari pasien tentang
nyeri manajemen nyeri
14. Sikap tubuh Analgesic
melingdungi
15. Dilatasi pupil Administration
16. Melaporkan nyeri
1. Tentukan lokasi,
secara verbal
karakteristik, kualitas,
17. Gangguan tidur
dan derajat nyeri
Faktor yang
sebelum pemberian
berhubungan :
obat
1. Agen cedera (mis., 2. Cek instruksi dokter
biologis, zat kimia, tentang jenis obat,
fisik, psikologis) dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesikketika
pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan
analgesiktergantung
tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
tepat waktu teruma
saat nyeri hebat
9. Evaluasi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala
2 Ketidakefektifan pola NOC NIC
napas jalan nafas 1. Respiratory Status : Airway Management
terganggu akibat Ventilation 1. Buka jalan nafas,
spasme otot-otot 2. Respiratory status : gunakan tehnik chin
pernafasan, kerusakan airway patency lift atau jaw thrust bila
neurologis 3. Vital sign status perlu
Definisi : Inspirasi Kriteria hasil 2. Posisikan pasien
dan/atau ekspirasi yang 1. Mendemonstrasikan untuk memaksimalkan
tidak member ventilasi batuk efektif dan suara ventilasi
Batasan karakteristik : nafas yang bersih tidak 3. Identifikasi pasien
1. Perubahan kedalaman ada sianosis dan perlunya pemasangan
pernapasan dyspneu (mampu alat jalan nafas buatan
2. Perubahan ekskursi mengeluarkan sputum, 4. Pasang mayo bila
dada mampu bernafas dengan perlu
3. Mengambil posisi mudah, tidak ada pursed 5. Lakukan fisioterapi
tiga titik lips). dada jika perlu
4. Bradipneu 2. Menunjukkan jalan 6. Keluarkan secret
5. Penurunan tekanan nafas yang paten (klien dengan batuk atau
ekspirasi tidak merasa tercekik, suction
6. Penurunan ventilasi irama nafas, frekuensi 7. Auskultasi suara
semenit pernafasan dalam nafas, catat adanya
7. Penurunan kapasitas rentang normal, tidak suara tambahan.
vital ada suara nafas 8. Lakukan suction pada
8. Dipneu abnormal). mayo
9. Peningkatan diameter 3. Tanda-tanda vital dalam 9. Berikan bronkodilator
anterior-posterior rentang normal (tekanan bila perlu
10. Prnafasan cuping darah, nadi, pernafasan) 10. Berikan pelembab
hidung udara kassa basah
11. Ortopneu Nacl Lembab
12. Fase ekspirasi 11. Atur intake cairan
memenjang mengoptimalkan
13. Pernapasan bibir keseimbangan.
14. Takipneu 12. Monitor respirasi dan
15. Penggunaan otot status O2
aksesorius untuk Oxygen theraphy
bernapas 1. Bersihkan mulut,
Faktor yang hidung dan secret
berhubungan : trakea
1. Ansietas 2. Pertahankan jalan
2. Posisi tubuh nafas yang paten
3. Deformitas tulang 3. Atur peralatan
4. Deformitas dinding oksigenasi
dada 4. Monitor aliran
5. Keletihan oksigen
6. Hiperventilasi 5. Pertahankan posis
7. Sindrom hipoventilasi pasien
8. Gangguan 6. Observasi adanya
musculoskeletal tanda-tanda
9. Kerusakan neurologis hipoventilasi
10. Imaturitas neurologis 7. Monitor adanya
11. Disfungsi kecemasan pasien
neuromuscular terhadap oksigenasi
12. Obesitas Vital sign Monitoring
13. Nyeri 1. Monitor TD, nadi,
14. Keletihan otot suhu, dan RR
pernafasan cedera 2. Monitor VS saat
medulla spinalis pasien berbaring,
duduk atau berdiri
3. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
4. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama
dan setelah aktivitas.
5. Monitor kualitas dari
nadi
6. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
7. Monitor suara paru
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis
perifer
12. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
3 Kerusakan integritas NOC NIC
kulit berhubungan 1. Tissue integrity : skin Pressure ulcer prevention
dengan lesi dan reaksi and mocus wound care
inflamasi 2. Wound healing : primary 1. Anjurkan pasien untuk
Definisi : kerusakan and secondary menggunakan pakaian
jaringan memberan 3. yang longgar
mukosa, kornea, Kriteria hasil : 2. Jaga kulit agar tetap
integument, atau subkutan bersih dan kering
1. Perfusi jaringan normal
Batasan Karakteristik 3. Mobilisasi pasien
2. Tidak ada tanda-tanda
1. Kerusakan jaringan (ubah posisi pasien)
infeksi
(mis., kornea, setiap dua jam sekali
3. Ketebalan dan tekstur
integument, atau 4. Monitor kulit akan
jaringan normal
subkutan) adanya kemerahan
4. Menunjukan pemahaman
2. Kerusakan jaringan 5. Oleskan lotion atau
dalam proses perbaikan
Faktor yang minyak/ baby oil pada
kulit dan mencegah
berhubungan daerah yang tertekan
terjadinya cidera
6. Monitor aktivitas
1. Gangguan sirkulasi berulang
mobilisasi pasien
2. Iritan zat kimia 5. Menunjukan terjadinya
7. Monitor status nutrisi
3. Defisit cairan proses penyembuhan
pasien
4. Kelebihan cairan luka
8. Memandikan pasien
5. Hambatan mobilitas
dengan sabun dan air
fisik
hangat
6. Kurang pengetahuan
9. Observasi luka : lokasi,
7. Faktor mekanik (mis.,
dimensi, kedalam luka,
tekanan,
jaringannekrotik, tanda-
koyakan/robekan,
tanda infeksi local,
friksal)
formasi taktus
8. Faktor nutrisi (mis.,
10. Ajarkan keluarga
kekurangan atau
tentang luka dan
kelebihan)
perawatan luka
9. Radiasi
11. Kolaborasi ahli gizi
10. Suhu ekstrem
pemberian diet TKTP
(tinggi kalori tinggi
protein)
12. Cegah kontaminasi
feses dan urin
13. Lakukan teknik
perawatan luka dengan
steril
14. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
15. Hindari kerutan pada
tenpat tidur
4 Gangguan citra tubuh NOC NIC
berhubungan dengan 1. Urinary elimination Urinary Retention Care
perasaan malu 2. Urinary Continuence 1. Lakukan penilaian
terhadap penampakan kemih yang
diri dan persepsi diri Kreteria Hasil: komprehensif berfokus
tentang pada inkontinensia
1. Kandung kemih kosong
ketidakbersihan (misalnya, output urin,
secara penuh
pola berkemih kemih,
Definisi: konfusi dalam 2. Tidak ada residu
fungsi kognitif, dan
gambaran mental tentang urine>100-200cc
masalah kencing
diri-fisik individu 3. Intake cairan dalam
praeksisten)
Batasan karateristik : rentang normal
2. Memantau
1. Perilaku mengenali 4. Bebas dari ISK
penggunaan obat
tubuh individu 5. Tidak ada spasme
dengan sifat
2. Perilaku menghindari bladder
antikolinergik atau
tubuh individu 6. Balance cairan
property alpha agonis
3. Perilaaku memantau seimbang
3. Memonitor efek dari
tubuh individu
obat-obatan yang
4. Respon nonverbal
diresepkan, seperti
terhadap persepsi
calcium channe
perubahan actual
blockers dan
pada tubuh (mis:
antikolinergik
penampilan, struktur,
fungsi) 4. Menyediakan
5. Respon nonverbal penghapusan privasi
terhadap persepsi 5. Gunakan kekuatan
perubahan pada sugesti dengan
tubuh (mis: menjalankan air atau
penampilan, disiram toilet
struktur,fungsi) 6. Merangsang refleks
6. Mengungkapkan kandung kemih dengan
perasaan yang menerapkan dingin
mencerminkan untuk perut membelai
perubahan tinggi batin, atau air
pandangan tentang 7. Sediakan waktu yang
tubuh individu (mis: cukup
penampilan,
struktur,fungsi)
Objektif

1. Perubahan actual pada


fungsi
2. Perubahan actual pada
struktur
3. Perilaku mengenali
tubuh individu
4. Perilaku memantau
tubuh individu
5. Perubahan dalam
kemampuan
memperkirakan
hubungan special
tubuh terhadap
lingkungan
6. Perubahan dalam
keterlibatan social
7. Perluasan batasan
tubuh untuk
menggabungkan
objek lingkungan
8. Secara sengaja
menyembunyikan
bagian tubuh
9. Secara sengaja
menonjolkan bagian
tubuh
10. Kehilangaan bagian
tubuh
11. Tidak melihat bagian
tubuh
12. Tidak menyentuh
bagian tubuh
13. Trauma pada bagian
yang tidak berfungsi
14. Secara tidak sengaja
menonjolkan bagian
tubuh
Subjektif

1. Depersonalisasi
kehilangan melalui
kata ganti yang netral
2. Depersonalisasi
bagian melalui kata
ganti yang netral
3. Penekanan pada
kekuatan yang
tersisia
4. Ketakutan terhadap
reaksi orang lain
5. Focus pada
penampilan masa
lalu
6. Perasaan negative
pada sesuatu
7. Personalisasi
kehilangan dengan
menyebutkannya
8. Focus pada
perubahan
9. Focus pada
kehilangan
10. Menolak
memverifikasi
perubahan actual
11. Mengungkapkan
perubahan gaya
hidup

Faktor yang
Berhubungan:

1. Biofisik, Kognitif
2. Budaya, tahap
perkembangan
3. Penyakit, Cedera
4. Perseptual,
Psikososial,, Spiritual
5. Pembedahan, Trauma
6. Terapi penyakit
5 Defisiensi pengetahuan NOC NIC
Definisi: Ketiadaan atau 1. Knowledge : disease Teaching : disese process
defisiensi informasi process 1. Berikan penilaian
kognitif yang berkaitan 2. Knowledge : health tenang tingkat
dengan topik tertentu. behavior pengetahuan pasien
Kriteria hasil: tentang proses
Batasan karakteristik: 1. Pasien dan keluarga penyakit yang spesifik
1. Perilaku hiperbola menyatakan 2. Jelaskan patofisiologi
2. Ketidakakuratan pemahaman tentang dari penyakit dan
mengikuti perintah penyakit, kondisi, bagaimana hal ini
3. Ketidakakuratan prognosis dan program berhubungan dengan
melakukan tes pengobatan. anatoomi dan
4. Perilaku tidak tepat 2. Pasien dan keluarga fisiologi, dengan cara
mis:histeria, mampu melaksanakan yang tepat
bermusuhan, agitasi, prosedur yang 3. Gambarkan tanda dan
apatis. dijelaskan secara benar. gejala yang biasa
5. Pengungkapan 3. Pasien dan keluarga muncul pada penyakit,
masalah mampu menjelaskan dengan cara yang
Faktor yang kembali apa yang tepat
berhubungan: dijelaskan perawat atau 4. Gambarkan proses
1. Keterbatasan kognitif tim kesehatan lainnya. penyakit, dengan cara
2. Salah intepretasi yang tepat
informasi 5. Hindari jaminan yang
3. Kurang pajanan kosong
4. Kurang minat dalam 6. Sediakan bagi
belajar keluarga atau SO
5. Kurang dapat informasi tentang
mengingat kemajuan pasien
6. Tidak familier dengan dengan cara yang
sumber informasi tepat
7. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
8. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasi
10. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas local,
dengan cara yang
tepat
11. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan , dengan
cara yang tepat
6 Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan dengan Immune status Infection control
lesi, bercak-bercak Knowledge : infaction (kontrol infeksi)
merah pada kulit control 1. Bersihkan lingkungan
Risk control setelah dipakai pasien
Definisi : Mengalami
Kriteria Hasil lain
peningkatan resiko
1. Klien bebas dari tanda 2. Pertahankan teknik
terserang organisme
dan gejala infeksi isolasi
patogenik
2. Mengidentifikasi 3. Batasi pengunjung
Faktor-faktor resiko :
proses penularan bila perlu
1. Penyakit kronis
penyakit, faktor yang 4. Intruksikan pada
a. Diabetes mellitus
mempengaruhi pengunjung untuk
b. Obesitas
penularan serta mencuci tangan saat
2. Pengetahuan yang
penatalaksanaanya, meninggalkan pasien
tidak cukup untuk
3. Menunjukakan 5. Gunakan sabut
menghindari
kemampuan untuk antimikrobia untuk
pemanjanan pathogen
mencegah timbulnya cuci tangan
3. Pertahankan tubuh
infeksi 6. Cuci tangan setiap
primer yang tidak
4. Jumlah leukosit dalam sebelum dan sesudah
adekuat
batas normal tindakan keperawatan
a. Gangguan
5. Menun jukan perilaku 7. Gunakan baju, sarung
peristalsis
hidup sehat tangan sebagai alat
b. Kerusakan
pelindung
integritas kulit
8. Pertahankan
(pemasangan
lingkungan aseptik
kateter
selama pemasangan
intravena,prosedur
alat
invasif)
9. Ganti letak IV perifer
c. Perubahan sekresi
dan line central dan
ph dressing sesuai
d. Penurunan kerja dengan petunjuk
siliaris umum
e. Pecah ketuban dini 10. Gunakan kateter
f. Pecah ketuban intramiten untuk
lama menurunkan infeksi
g. Merokok kandung kencing
h. Stasis cairan tubuh 11. Tingkatkan intake
i. Trauma jaringan nutrisi
(mis,trauma 12. Berikan terapi
destruksi jaringan) antibiotik bila perlu
4. Ketidak adekuat infection protection
pertahanan sekunder (proteksi terhadap
a. Penurunan infeksi)
hemoglobin 13. Monitor hitung
b. Imunosupresi granulosit, WBC
(mis,imunitas 14. Monitor kerentanan
didapat tidak terhadap infeksi
adekuat, agen 15. Batasi pengunjung
farmaseutikal 16. Sering pengunjung
termasuk terhadap penyakit
imunosupresan, menular
steroid, antibodi 17. Pertahankan teknik
monoklonal, asepsis pada pasien
imunomudulator) yang beresiko
c. Supresi respon 18. Pertahankann teknik
inflamasi asepsis pada pasien
5. Vaksinasi tidak yang beresiko
adekuat 19. Pertahankan teknik
6. Pemajanan terhadap isolasi k/p
pathogen 20. Berikan perawatan
7. Lingkungan meningkat kulit pada area
a. Wabah epidema
8. Prosedur invasif 21. Inpeksi kulit dan
9. Malnutrisi membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
22. Inpeksi kondisi luka/
insisi bedah
23. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan
cairan
25. Dorong istirahat
26. Intruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
27. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
28. Ajarkan cara
menghindari infeksi
29. Laporkan kecurigaan
infeksi
30. Laporkan kultur
positif

D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.
E. Evaluasi
1. Nyeri pada pasien dapat berkurang
2. Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi
3. Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
4. Gangguang citra tubuh dapat teratasi
5. Pasien menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan.
6. Infeksi tidak terjadi
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). Klasifikasi
dermatitis adalah Contact Dermatitis, Neurodermatitis, Seborrheich Dermatitis, Statis
Dermatitis, dan Atopic Dermatitis. Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen) dan
dalam (endogen). Tanda dan gejala dermatitis ada tanda–tanda radang akut terutama priritus,
kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi
kulit (function laisa).
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami dan mengetahui penyebab,
gejala, pencegahan pada Dermatitis sehingga dalam melakukan tindakan keperawatan di
masa mendatang dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan yang sudah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Penerbit : LWW,


Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit :
EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit:
EGC, Jakarta
Djuanda, Adhi. 2005 Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai Penerbit FK UI,
Jakarta.
Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3. Penerbit : Media
Aesculapius FK UI, Jakarta.
PATHWAY
Faktor yang berhubungan: Genetik
-Fisik (sinar,suhu) lingkungan,farmakologik,
imunologik
-mikroorganisme(bakteri,jamur)

Dermatitis

Faktor dari luar Kurangnya informasi Faktor dari dalam


(eksogen) proses penyakit (endogen)

Defisisiensi Dermatitis Atopik


Dermatitis kontak
pengetahuan
(sabun,detergen,zat
kimia)
Berhubungan dengan
peningkatan kadar
IgE dalam serum
Alergen sensitizen Iritan primer

Asma bronchial,
Sel langerhans dan Mengiritasi kulit rhinitis alergik
makrofag

Ketidakefektifan pola
Sel T Peradangan nafas
Keruskan integritas
kulit (lesi)
kulit
Sensitisasi sel T oleh
saluran limfe
Nyeri Resiko Gangguan citra
akut infeksi tubuh
Reaksi
hipersensitivitas IV

Anda mungkin juga menyukai