Makalah DM

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995). Diabetes Melitus merupakan penyakit
yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Diabetes Melitus
tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif
setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak (Tjokroprawiro,
2001). Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa mendatang. Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem
fisiologisnya seperti kulit yang keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot,
daya lihat, daya dengar, kemampuan berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai
organ termasuk apa yang terjadi terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit
degeneratif seperti DM akan lebih mudah terjadi (Rochmah, 2006).

Umur secara kronologis hanya merupakan suatu determinan dari perubahan yang
berhubungan dengan penerapan terapi obat secara tepat pada orang lanjut usia. Terjadi
perubahan penting pada respon terhadap beberapa obat yang terjadi seiring dengan
bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung,2004). Diabetes Mellitus (DM)
pada geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut yang disebabkan oleh
4 faktor : pertama adanya perubahan komposisi tubuh, komposisi tubuh berubah menjadi air
53%, sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral menurun 1% sehingga tinggal
5%. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan
jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan transkolasi
GLUT-4 (glucosetransporter-4) juga menurun. Faktor ketiga adalah perubahan pola makan
pada usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan
makanan karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat adalah perubahan neurohormonal,
1
khususnya Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma
(Rochmah, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu :
1.2.1 Apa Yang Dimaksud Dengan Diabetes Melitus Pada Lansia ?
1.2.2 Bagaimana Epidemiologi Dari Penyakit Diabetes Melitus Pada Lansia ?
1.2.3 Bagaimana Klasifikasi Dari Penyakit Diabetes Melitus Pada Lansia ?
1.2.4 Apa Penyebab Dari Penyakit Diabetes Melitus Pada Lansia ?
1.2.5 Bagaimana Patofisiologi Dari Penyakit Diabetes Melitus Pada Lansia ?
1.2.6 Apakah Tanda Dan Gejala Dari Penyakit Diabetes Melitus Pada Lansia ?
1.2.7 Apa Sajakah Pemeriksaan Penunjang Dari Penyakit Diabetes Melitus Pada
Lansia?
1.2.8 Bagaimana Komplikasi Dari Penyakit Diabetes Mellitus ?
1.2.9 Bagaimana Penatalaksanaan Untuk Mengatasi Penyakit Diabetes Melitus Pada
Lansia?
1.2.10 Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Yang Diberikan Pada Pasien
Lansia Dengan Penyakit Diabetes Melitus ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
I. Tujuan umum:

Mahasiswa mampu untuk memahami tentang asuhan keperawatan lansia dengan


gangguan Diabetes Melitus.

II. Tujuan khusus:


a) Mahasiswa mampu memahami definisi diabetes mellitus pada lansia.

2
b) Mahasiswa mampu memahami klasifikasi dari penyakit diabetes mellitus pada
lansia.
c) Mahasiswa mampu memahami penyebab dan patofisiologi dari penyakit Diabetes
Melitus pada lansia.
d) Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala dari penyakit diabetes mellitus
pada lansia.
e) Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dari
penyakit diabetes mellitus pada lansia.
f) Mahasiswa mampu memahami aplikasi konsep dasar asuhan keperawatan lansia
dengan penyakit diabetes mellitus.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif
dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009). World Health
Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang
tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor dimana dapat defisiensi insulin absolut atau relativ dan gangguan fungsi
insulin (Gustaviani, 2006).

2.2 Epidemiologi
Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini
dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam
pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari jumlah tersebut
dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun (Gustaviani, 2006).

4
Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di Amerika dari
tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan DM yang mencapai
kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan American Diabetes Association.

2.3 Etiologi
2.3.1 Diabetes Tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2.3.2 Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
 Obesitas
 Riwayat keluarga
5
2.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus
2.4.1 Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :
a. Diabetes Mellitus tipe I (Insulin dependent) : DM jenis ini paling sering
terdapat pada anak-anak dan dewasa muda, namun demikian dapat juga
ditemukan pada setiap umur. Destruksi sel-sel pembuat insulin melalui
mekanisme imunologik menyebabkan hilangnya hampir seluruh insulin
endogen. Pemberian insulin eksogen terutama tidak hanya untuk menurunkan
kadar glukosa plasma melainkan juga untuk menghindari ketoasidosis
diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan.
b. Diabetes Mellitus tipe II (non-insulin dependent) : DM jenis ini biasanya
timbul pada umur lebih 40 tahun. Kebanyakan pasien DM jenis ini bertubuh
gemuk, dan resistensi terhadap kerja insulin dapat ditemukan pada banyak
kasus. Produksi insulin biasanya memadai untuk mencegah KAD, namun
KAD dapat timbul bila ada stress berat. Insulin eksogen dapat digunakan
untuk mengobati hiperglikemia yang membandel pada para pasien jenis ini.
c. Diabetes Mellitus lain (sekunder) : Pada DM jenis ini hiperglikemia berkaitan
dengan penyebab lain yang jelas, meliputi penyakit-penyakit pankreas,
pankreatektomi, sindroma cushing, acromegaly dan sejumlah kelainan genetik
yang tak lazim.
2.4.2 Toleransi Glukosa yang terganggu merupakan klasifikasi yang cocok untuk para
penderita yang mempunyai kadar glukosa plasma yang abnormal namun tidak
memenuhi kriteria diagnostik.
2.4.3 Diabetes Mellitus Gestasional : istilah ini dipakai terhadap pasien yang menderita
hiperglikemia selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak

6
ditangani dengan benar (Suyono, 2006). Pada pasien pasien ini toleransi glukosa
dapat kembali normal setelah persalinan (Anonim, 1995).

2.5 Etiologi

2.6 Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak
dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi
terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

2.7 Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya
tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa
gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah
adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan
otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

7
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati visceral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak
bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi
pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM
usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi
insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan
ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan
hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia
8
seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia
lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan
koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah


sewaktu
< 100 100-200 >200
- Plasma vena
<80 80-200 >200
- Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

<110 110-120 >126


- Plasma vena
- Darah kapiler
<90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl)

9
2.9 Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk
dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic
hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah
retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
1. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive
terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
2. Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi
pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina
atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi
sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

10
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia,
dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin.

11
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum
latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu
mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang
terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin
paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan
permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga
dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa
darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi,
serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin.
Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui
terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya
untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
 Diet yang harus dikomsumsi
 Latihan
 Penggunaan insulin

12
2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.10.1 Pengkajian
a) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c) Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
e) Integritas Ego
Stress, ansietas
f) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
h) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
i) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
13
2.10.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai
dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada ektremitas.
4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
6) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

2.10.3 Rencana Keperawatan


1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
 Dengan Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi Rasional


Mandiri
1. Timbang berat badan sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang
adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, Mengidentifikasikan kekurangan dan
dan bandingkan dengan makanan yang penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
dapat dihabiskan klien.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri Hiperglikemi, gangguan keseimbangan

14
abdomen atau perut kembung, mual, cairan dan elektrolit menurunkan motilitas
muntah dan pertahankan keadaan atau fungsi lambung (distensi atau ileus
puasa sesuai inndikasi. paralitik).
4. Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih baik
mengandung nutrisi dan elektrolit. diberikan pada klien sadar dan fungsi
Selanjutnya memberikan makanan yang gastrointestinal baik.
lebih padat.
5. Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi
makan. informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism kaborhidrat (gula darah
(perubahan tingkat kesadaran, kulit akan berkurang dan sementara tetap
lembap atau dingin, denyut nadi cepat, diberikan tetap diberikan insulin, maka
lapar, peka rangsang, cemas, sakit terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
kepala, pusing). memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula darah Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
dengan finger stick. lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine.
9. Pantau pemeriksaan laboratorium Gula darah menurun perlahan dengan
(glukosa darah, aseton, pH, HCO3) penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan
asidosis dapat dikoreksi.
10. Berikan pengobatan insulin secara Insulin regular memiliki awitan cepat dan

15
teratur melalui iv dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV
karena absorpsi dari jaringan subkutan
sangat lambat.
11. Berikan larutan glukosa ( destroksa, Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin
setengah salin normal). dan cairan membawa gula darah sekitar 250
mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat
mendekati normal, perawatan diberikan
untuk menghindari hipoglikemia.
12. Konsultasi dengan ahli gizi. Bermanfaat dalam penghitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai


dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (…x…jam)
diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi.
 Dengan kriteria Hasil :
- Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.

Tindakan / Intervensi Rasional


Mandiri
1. Kaji riwayat klien sehubungan Membantu memperkirakan kekurangan
dengan lamanya atau intensitas dari volume total. Adanya proses infeksi
gejala seperti muntah dan pengeluaran mengakibatkan demam dan keadaan

16
urine yang berlebihan. hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.
2. Pantau tanda – tanda vital, catat Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi
adanya perubahan tekanan darah dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
ortostatik. hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun
≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk
atau berdiri.
3. Pantau pola napas seperti adanya Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui
pernapasan Kussmaul atau pernapasan pernapasan yang menghasilkan kompensasi
yang berbau keton. alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan
pemecahan asam asetoasetat dan harus
berkurang bila ketosis terkoreksi.
4. Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan
pernapasan, penggunaan otot bantu pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan
napas, adanya periode apnea dan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
sianosi. pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan atau kehilangan kemampuan
melalui kompensasi pada asidosis.`
5. Pantau suhu, warna kulit, atau Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah
kelembapannya. hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan
tanda dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau
turgor kulit, dan membrane mukosa. volume sirkulasi yang adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran. Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang

17
diberikan.
8. Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan Mempertahankan hidrasi atau volume
minimal 2500 ml/hari. sirkulasi.
10. Tingkatkan lingkungan yang Menghindari pemanasan yang berlebihan
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti terhadap klien lebih lanjut dapat
klien dengan kain yang tipis. menimbulkan kehilangan cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan dengan
sensori. hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran menjadi
predisposisi aspirasi pada klien.
12. Observasi mual, nyeri abdomen, Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah
muntah, dan distensi lambung. motilitas lambung sehinnga sering
menimbulkan muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan dan
elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat
yang meningkat, edema, peningkatan berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan
berat badan, nadi tidak teratur, dan gagal jantung kronis.
distensi vaskuler.
Kolaborasi
14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
 Normal salin atau setengah Tipe dan jumlah cairan tergantung pada

18
normal salin dengan atau tanpa derajat kekurangan cairan dan respon klien
dekstrosa. secara individual.

 Albumin, plasma, atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan


jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15. Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat terhadap
pengeluaran urine terutama jika neuropati
otonom menimbulkan retensi atau
inkontinensia.
-
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada ektremitas.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan tidakterjadi komplikasi.
 Dengan Kriteria Hasil :
- Menunjukan peningkatan integritas kulit
- Menghindari cidera kulit
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
warna,turgor,vaskuler,perhatikan dapat menimbulkan infeksi
kemerahan.
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema dan
pada tonjolan tulang menurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal
lipatan

19
4. Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit dan
penggunaan lotion robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan Mencegah terjadinya infeksi
teknik aseptik
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
kuku tetap pendek karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan Makanan TKTP dapat membantu
TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak

4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan kelelahan dapat teratasi.
 Dengan kriteria hasil klien dapat:
- Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
- Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang
mempengaruhi toleransi aktivitas.
- Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
-
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
Buat jadwal perencanaan dan meningkatkan tingkat aktivitas meskipun
identifikasi aktivitas yang klien sangat lemah.
menimbulkan kelelahan.
2. Diskusikan penyebab keletihan Dengan mengetahui penyebab keletihan,
seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi dapat menyusun jadwal aktivitas.

20
tidur, peningkatan upaya yang
diperlukan untuk ADL.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi Mengidentifikasi waktu puncak energi dan
dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 kelelahan membantu dalam merencanakan
(0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan) akivitas untuk memaksimalkan konserfasi
energi dan produktivitas.
4. Berikan aktivitas alternatif dengan Mencegah kelelahan yang berlebih.
periode istirahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
tekanan darah sebelum dan seudah ditoleransi secara fisiologis.
melakukan aktivitas.
6. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
kebutuhan. dapat ditoleransi.
7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda Membantu dalam mengantisipasi terjadinya
dan gejala yang menunjukkan keletihan yang berlebihan.
peningkatan aktivitas penyakit dan
mengurangi aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan, keletihan
makin memburuk.

5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


 Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
tanda-tanda infeksi.
 Dengan Kriteria hasil :
- Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
- Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

21
Rencana / intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
peradangan sperti demam, kemerahan, biasanya telah mencetuskan keadaan
adanya pus pada luka, sputum purulen, ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
urine warna keruh atau berkabut. nosokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
3. Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
prosedur invasif. menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan
kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur dan sungguh-sungguh, masase menempatkan pasien pada peningkatan risiko
daerah tulang yang tertekan, jaga kulit terjadinya kerusakan pada kulit.
tetap kering, linen kering dan tetap
kencang.
5. Berikan tisue dan tempat sputum pada Mengurangi penyebaran infeksi.
tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang
lainnya.
Kolaborasi
6. Lakukan pemeriksaan kultur dan Untuk mengidentifikasi adanya organisme
sensitifitas sesuai dengan indikasi. sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
7. Berikan obat antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat mambantu mencegah
timbulnya sepsis.

22
6) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan tidak terjadi injuri.
 Dengan Kriteria hasil :
- Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk
menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
- Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan.

Rencana / Intervensi Rasional


Mandiri
1. Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh
pada pasien.
2. Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan turun
dari tempat tidur.
3. Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah menurun,
sehingga diperlukan orientasi ruangan agar
lansia bisa menyesuaikan diri terhadap
ruangan.
4. Bantu klien dalam melakukan Lansia sudah mengalami penurunan dalam
aktivitas sehari-hari fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang
lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
5. Bantu pasien dalam ambulasi atau Keterbatasan aktivitas tergantung pada
perubahan posisi kondisi lansia.

23
2.10.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.

2.10.5 Evaluasi
I. Dx I :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat.
 Berat badan pasien stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya.
II. Dx II :
 Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
III. Dx III :
 Pasien mengalami peningkatan integritas kulit.
IV. Dx IV :
 Pasien mulai mengalami peningkatan tingkat energi.
 Pasien mampu untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
V. Dx V :
 Pasien tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
 Pasien mampu merubah gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.

24
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa diabetes mellitus merupakan
kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai
dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine
(glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi
insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Dimana penyakit
diabetes mellitus sering dialami oleh lansia, karena lansia tersebut sudah mengalami
penurunan daya tahan tubuh, maka dari itu sangat mudah lansia mengalami penyakit
komplikasi itu disebabkan karena gaya hidup pasien tidak teratur.Dalam hal ini kita sebagai
perawat harus memberikan pelayanan kesehatan dan asuhan kesehatan yang care kepada
pasien lansia.

3.2. Saran
Dalam keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, tentu dalam penulisan paper ini
masih banyak kekurangan dan kejanggalan dalam penulisan paper ini, maka untuk itu kami
sangat mengharapkan motivasi dan bimbingan dari Bapak/Ibu Dosen pengajar serta teman-
teman, sehingga dapat kami gunakan sebagai acuan dalam penulisan paper berikutnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI, 2002

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid
I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,


Jakarta:EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

26
27

Anda mungkin juga menyukai