Disusun Oleh
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Kanker kandung empedu atau cholangiocarcinoma merupakan
tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan kandung empedu yang berada
di dalam hati (intrahepatik) atau luar hati (ekstrahepatik), yang salah
satunya disebabkan oleh infeksi cacing hati khususnya Opisthorchus
viverrini dan Clonorchis sinesis. Wilayah Asia Tenggara seperi Thailand,
yang endemik terhadap cacing hati ini sangat umum dengan kanker
saluran empedu ekstrahepatik hati ini (Dooley, 2011).
Hematemesis melena adalah muntah darah dan pengeluaran feses
atau tinja berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya
pendarahan saluran makan bagian atas. Biasanya terjadi hematemesis bila
ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi
tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Warna hematemesis
tergantung pada lamanya kontak antara darah dengan asam lambung dan
besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau
kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal (Nettina, 2001). Warna merah
gelap atau hitam feses berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh
bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga berasala dari
saluran cerna atas. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50 – 100 ml,
baru di jumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran cerna bagian atas (Sylvia, 2005).
Anemia defisiensi besi adalah kurang darah yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang yang ditandai oleh penurunan
cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah,
dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun
(Abdulmuthalib, 2009).
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi
yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh
ketidak seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi
untuk mempertahankan kesehatan. Ini bias terjadi karena asupan makan
terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain
itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi
makanan atau kegagalan metabolik (Burton, 2007).
2.2 Etiologi
Faktor resiko yang paling umum untuk kanker kantung empedu
adalah Primary Sclerosing Cholangitis (PHC). Faktor resiko lainnya adalah
infeksi saluran empedu oleh cacing hati Opisthorchus viverrini dan
clonorchis sinesi. Kemudian Zat –zat karsinogen seperti thorotrast dan
dioxin: Thorotrast merupakan suatu agen kontras yang dahulu digunakan
untuk pencitraan. Paparan terhadap thorotrast dapat menyebabkan suatu
pembuluh – pembuluh darah dalam hati, dan yang terakhir faktor resiko
kanker kandung empedu ialah hepatitis C dan sirosis.
Kelainan gastritis erosiva salah satu faktor resiko hematemesis
melena yang meliputi gastritis dimana penderita mengeluh nyeri ulu hati
dan mual muntah, dan pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan
massif. Sebelum timbul hematemesis terlebih didahului muntah-muntah
hebat yang pada akhirnya baru timbul pendarahan. Biasanya disebabkan
oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus-menerus yang
menyebabkan iritasi lambung, biasanya sebelum muntah penderita
mengeluh nyeri ulu hati. Penderita tukak lambung apabila mengalami
dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis
didahului rasa nyeri dan pedih di epigastrium yang berhubungan dengan
makanan.
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah
besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi yang
rendah. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas dan gangguan
absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi
bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol
(coklat, teh, dan kopi), dan kalsium ( susu dan produk susu).
Malnutrisi dapat disebabkan dua faktor, yaitu faktor yang terkait
penyakit (disease-related malnutrition) dan faktor eksternal. Malnutrisi
terkait penyakit, baik yang bersifat akut maupun kronis, dipengaruhi
beberapa sebab, secara garis besar yang paling berperan adalah asupan yang
kurang, pada penyakit kronis seperti kanker, Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS), efek samping obat seperti kemoterapi, analgesik,
antibiotik, sedatif dan lain-lain yang dapat menimbulkan anoreksia, mual,
muntah dan rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan sehingga
mengurangi asupan makanan. Meningkatnya kebutuhan energi dan protein,
pada keadaan akut, misalnya trauma, infeksi atau luka bakar, sebagai respon
tubuh terjadi perubahan metabolisme dan pelepasan mediator inflamasi
seperti sitokin. Kehilangan makro dan mikronutrisi akibat diare, muntah dan
pengeluaran urine juga merupakan salah satu penyebab malnutrisi (Burton,
2007).
2.3 Patofisiologi
Kanker kandung empedu disebabkan oleh sumbatan pada saluran
kandung empedu dengan stasis bilier dan menyebabkan penurunan fungsi
hati. Sumbatan pada bilier menyebabkan disfungsi hepatoseluler,
malnutrisi yang progresif, koagulopathi, pruritus, disfungsi ginjal dan
kolangitis. Inflamasi yang sangat lama dengan perkembangan dan
peradangan yang kronis adalah kanker kandung empedu merupakan
komplikasi akhir dari tumor kandung empedu. Organisme parasit yang
memacu perubahan DNA dan mutasi memacu produksi karsinogen dan
radikal bebas dan stimulasi dari proliferasi sel pada epitel kandung
empedu yang menyebabkan kanker.
Pasien kanker biasanya mengalami keluhan nafsu makan menurun,
dan mual muntah terus-menerus. Asupan yang tidak adekuat disertai
dengan mual muntah dapat mengakibatkan lambung mengalami
peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang berkembang
bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan
iritan lain. Peradangan yang terus menerus pada gastritis dapat
menimbulkan pendarahan pada lapisan lambung. Pendarahan
menyebabkan tinja berwarna kehitaman dan cairan lambung menjadi
kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan
bisa meluas dan berakibat fatal. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat
ringan bahkan asimptomatis. Keluhan itu misalnya nyeri pada ulu hati
yang biasanya ringan (Adi, 2007).
Pendarahan pada gastritis dapat mengakibatkan timbulnya gejala
anemia. Selain kurang nya asupan Fe dikarenakan asupan makan menurun
dan mual muntah terus menerus anemia dapat terjadi karena pendarahan
yang hebat pada gastritis. Dampak lain dari kanker kandung empedu ini
ialah timbulnya malnutrisi yang disebabkan karena kurang nya asupan dan
mual muntah terus menerus dan dapat memperburuk kondisi pasie.
Penderita kanker dengan malnutrisi mempunyai resiko mengalami infeksi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang berstatus gizi baik.
(Sjaifoellah, 1998).
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi kanker kandung empedu (Cholangiocarcinoma) lebih
baik diklasifikasikan secara anatomi kedalam 3 kelompok besar, yaitu
intrahepatik, perihilar dan distal. Pengklasifikasian ini ditujukan untuk
mempermudah tatalaksana. Bismuth – Corlette juga mengklasifikasikan
tumor perihilar menjadi 4 klasifikasi seperti pada tabel :
Tabel 2.1. Klasifikasi Bismuth- Corlette
Klasifikasi Kanker Empedu (Cholangiocarcinoma)
Type I bellow the confluence
Type II Confined to the confluence
Type IIIa Ekstensi kedalam saluran hepatik kanan
Type IIIb Ekstensi kedalam saluran hepatik kiri
Type IV Ekstensi ke saluran hepatik kanan dan kiri
(Singal, 2012)
Klasifikasi Hematemesis melena memiliki beberapa klasifikasi
yang dibuat untuk menentukan keparahan yang terjadi. Palmer dan Brick
mengusulkan penggolongan varises esofhagus menjadi ringan, sedang, dan
berat berdasarkan bentuk, warna, tekanan dan panjang varises. Sementara
itu Baker mengusulkan untuk membagi varises menjadi 0, 1+, 2+, dan 3+.
Untuk kemudahan penggolongan varises, konsensus inggris dan beveno I-
III menganjurkan penggunaan klasifikasi seperti berikut :
Tingkat 1 : Varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus oleh
udara
Tingkat 2 : Varises antara tingkat 1 dan 3
Tingkat 3 : Varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus.
2.6 Diagnosis
Diagnosis kanker empedu penyebab penyumbatan, ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan atau kalangiografi langsung.
Untuk memperkuat diagnosis, bisa dilakukan biopsi (pengambilan contoh
jaringan untuk diperiksa mikroskop).
Pada diagnosis hematemesis melena dilakukan dengan
pemeriksaan radiologik yang diperiksa pada bagian esofagus dan
diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum dan melihat ada/ tidaknya varises. Kemudian pemeriksaan
endoskopi untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber
pendarahan. Dan pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati untuk
dapat mendeteksi penyakit hatikronik seperti sirosis hati yang mungkin
sebagai penyebab pendarah saluran makan bagian atas. (Davey, 2005).
Anemia hanyala suatu sindrom, bukan kesatuan penyakit (disease
entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying
disease). Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Tahap –
tahap dalam diagnosis anemia adalah (Bakta, 2009) :
1. Menentukan adanya anemia
2. Menentukan jenis anemia
3. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
4. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan
mempengaruhi hasil pengobatan.
2.7 Komplikasi
Komplikasi kanker kandung empedu adalah hepatitis C dan sirosis
hati dikarenakan angka kejadian kanker kandung empedu dalam hati lebih
cenderung meningkat ini disebabkan kanker kandung empedu disebabkan
infeksi cacing hati.
Pada hematemesis melenan komplikasi yang terjadi ialah koma
hepatik yaitu suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang
menyertai kelainan parenkim hati). Syok hipovolemik atau kehilangan
volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun
selain itu juga dapat terjadi aspirasi pneumoni atau infeksi paru yang
terjadi akibat cairan yang masuk dalam saluran napas. Anemia juga
merupakan suatu komplikasi dari penyakit hematemesis melena yaitu
anemia defisiensi besi atau kehilangan darah ynag mendadak dan tidak
disadari (Mubin, 2006)
BAB III
Total 5
Penilaian : Pasien bersiko malnutrisi tinggi dengan penilaian MST didapatkan
skor nilai 5
Jumlah Kandungan
1000 ml Kalori : 1000 kal / L
Non protein : 400 kkal
Karbohidrat dan protein 4 kkal.g
Calcium :2,3 mmol
Natrium : 35 mmol
Glukosa : 200 gr
Nitrogen : 9 gr
TB : 170 cm
BB : 40 kg
BB dulu : 60 kg
Penurunan BB :Penurunan berat badan sebesar 33 % (selama 1 tahun
terakhir)
BBI : 63 kg
𝐵𝐵 40 40
IMT : 𝑇𝐵²𝑚 = 1,70 = 2,89 = 13,8 kg/m2
Penilaian : Status gizi pasien berdasarkan IMT masuk dalam kategori malnutrisi
yang ditandai dengan hasil IMT sebesar 13,8 kg/m2.
C. Data Biokimia
Data Biokimia awal pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Domain Klinis
2. Intervensi Gizi
a. Diagnosa 1
Diagnosa gizi NI. 2.1 Asupan Oral Tidak Adekuat berkaitan dengan
terbatasnya daya terima makanan akibat faktor fisiologis
berupa mual muntah ditandai dengan estimasi asupan
makan kurang dari kebutuhan yaitu E = 54 %, P = 64 %, L=
73% dan Kh =46 %
b. Diagnosa 2
Diagnosa gizi NI.5.1 Peningkatan kebutuhan berkaitan dengan penurunan
fungsi organ terkait fungsi GI ditandai dengan menurunnya
kadar albumin dan protein total.
3. Implementasi Diet
Tanggal Kebutuhan Zat
Nama Diet Route Frekuensi
Pemberian Gizi
Formula Cair lambung I 5 oktober 2016 Oral 3 x 375 cc E = 1538,2 Kal
– 21 oktober 2x 200 cc P = 63,3 gr
- penambahan roti regal 2016 L = 57,5 gr
2 x1 KH = 238,6 grr
- susu peptisol 1x40 gr
1. Rencana Monitoring
Jenis % % % %
Tanggal Diet Energi asupan Protein asupan Lemak asupan KH asupan
05-Okt- cair
16 lambung 762,5 44 % 30,4 34 % 27,7 71 % 118,7 41 %
06-Okt- cair
16 lambung 753,2 43 % 28,4 32 % 29,1 75 % 100,6 35 %
07-Okt- cair
16 lambung 862 49 % 44,8 51 % 31,2 80 % 163,4 57 %
08-Okt- cair
16 lambung 1593,7 91 % 58 66 % 34,9 95 % 240,9 85 %
09-Okt- cair
16 lambung 1122,4 64 % 34,6 39 % 33,4 86 % 162,2 57 %
10-Okt- cair
16 lambung 1381,2 79 % 44,9 51 % 34,2 88 % 199,2 70 %
11-Okt- cair
16 lambung 1508,4 86 % 65,8 75 % 35,2 91 % 250,4 88 %
17-Okt-
16 Puasa
18-Okt- cair
16 lambung 1635,4 93 % 63,9 73 % 30,5 78 % 250,7 88 %
19-Okt- cair
16 lambung 1337,5 76 % 56,8 65 % 34,6 80 % 211,5 75 %
20-Okt- cair
16 lambung 1262,4 72 % 49,7 57 % 31,2 80 % 192,02 67 %
21-Okt- cair
16 lambung 1497,1 85 % 57,2 65 % 35,1 90 % 228,1 80 %
rata-rata 1246,89 71 % 48,5909 55 % 32,4636 83 % 192,52 67 %
kebutuhan 1741,02 87,05 29,01 282,91
Penilaian : Dari data asupan diatas rata- rata asupan selama 12 hari yaitu
energi 66 % dengan kategori kurang, Protein 53 % dengan kategori
kurang, Lemak 82 % dengan kategori Kurang dan karbohidrat 63 %
dengan kategori kurang.
b. Hasil Data Antropometri
BB TB Status Gizi
Hari pertama intervensi 40 170 Malnutrisi
Setelah intervensi 39 170 Malnutrisi
Penilaian : Pada hasil antropometri didapatkan status gizi pasien masuk
dalam kategori malnutrisi, dan terjadi penurunan berat badan sebanyak 2,5
% selama intervensi.
c. Hasil Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Selama Intervensi
4.1 Antropometri
120
100
80
Axis Title
60
40
20
0
hemogl hemato albumi
leukosit MCV HDL LDL
obin krit n
03-Okt-16 9.8 5.2 17 70.4 3.2 22 106
14-Okt-16 9.8 7.3 24 74.1
16-Okt-16 11.4 8.2 28 77.5
19-Okt-16 17.6 10.8 35 76.3
Pemeriksaan fisik dan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan klinis
meliputi tekanan darah, suhu, pernafasan dan denyut nadi (Bates, 1998).
4.4 Monitoring Asupan
A. Asupan Energi
energi
100 91 93
90 86 85
79 76
80 72
70 64
60
44 49
50 43
energi
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
B. Asupan Protein
protein
80 75 73
70 66 65 65
60 57
51 51
50
34 39
40 32
protein
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
lemak
100 95
88 91 90
90 86
80 78 80 80
80 75
71
70
60
50
lemak
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
D. Asupan Karbohidrat
KH
100
85 88 88
80
80 75
70 67
57 57
60
41 35 KH
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pada data perkembangan asupan karbohidrat, persentase asupan
karbohidrat juga mengalami naik turuh dari hari pertama sampai hari
terakhir intervensi. Rata-rata asupan karbohidrat selama dua belas hari
adalah sebesar 59 %. Asupan karbohidrat tertinggi terjadi pada hari
terakhir intervensi yaitu 80 % sedangkan asupan terendah yaitu pada hari
kedua (35%) dan hari kedelapan (0%). Asupan karbohidrat pada hari ke
keduabelas tinggi dikarenakan pada hari tersebut nafsu makan pasien
sudah mulai membaik. Asupan juga meningkat pada hari ke empat, tujuh
dan sembilan, dikarenakan pasien diberikan nutrisi parenteral berupa
clinimix 1L selama 12 jam. Sumber karbohidrat terdapat pada komposisi
makanan cair yaitu tepung susu full cream, tepung beras dan gula yang
diberikan dalam 375 ml formula cair. Persentase asupan yang mencapai
target monitoring (70%) hanya pada hari ketujuh, sepuluh dan hari terakhir
intervensi.
5.1 Kesimpulan
e. Saran
1. Kepada keluarga pasien untuk tidak membawa makanan dari luar guna
mempercepat proses penyembuhan.
2. Kepada pasien dan keluarga dapat menjalankan anjuran diet yang telah di
anjurkan oleh ahli gizi dengan baik dan benar tidak hanya dirumah sakit
tetapi saat pulang kerumah dapat menerapkan diet yang dijalani.
3. Kepada keluarga dapat memotivasi pasien untuk menghabiskan makanan
yang diberikan demi proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulmuthalib, 2009. Kelainan Hematologik. Dalam: Saifuddin, A. B.,
Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G.H., penyunting. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo --- Ed. 4, Cet. 2 --- Jakarta : PT Bina Pustaka,
774- 780
Andarina, D. & Sumarni, S., (2006). Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan
Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin Pada Balita Usia 13-36 bulan. The
Indonesian Journal of Public Healt. 3 (1). 19-23
Anggraeni, A. C. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.1-2,9.11
Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
Burton, J.L., et al., 2007. Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. New York:
Oxford University
Dooley, Lok, Burroughs dan Heathcote. 2011. Sherlock Diseases of The Liver and
Biliary System. 12th Edition. Singapore: Willey-Blackwel
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper (27 ed.).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009
Nettina, S.M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC