Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud dan Tujuan Percobaan


1.1.1. Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara
pengujian potensi antibiotik dan menentukan potensi antibiotik terhadap
penghambatan tumbuh mikroorganisme.
1.1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui potensi antibiotik dengan
menguji daya hambat atau daya bunuhnya terhadap mikroorganisme uji dengan
varian dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi.

1.2. Prinsip Percobaan


Prinsip percobaan ini adalah dengan menggunakan media padat Nutrient Agar
(NA) yang pada permukaannya diinokulasikan mikroorganisme uji yang spesifik
terhadap antibiotik secara merata. Paper disk diletakkan pada permukaan media
tersebut yang telah direndam dalam larutan antibiotik selama masa inkubasi akan
terjadi proses difusi antibiotik ke dalam sel agar dan membentuk daerah hambatan
(zona). Zona yang terbentuk inilah yang digunakan sebagai dasar kuantitatif untuk
membandingkan potensi antibiotik baku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Umum


Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan mikroba. Dalam konsentrasi
rendah, mikroba mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba lain.
Peranan mikroba belakangan ini sangatlah menarik untuk diteliti karena mikroba
dapat menghasilkan berbagai macam senyawa bioaktif metabolit sekunder yang
bermanfaat, salah satunya adalah antimikroba. Antimikroba ini selanjutnya sering
dikenal sebagai antibiotik (Kumalasari, 2012).
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba
pada manusia. Sedangkan antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri
serta organisme lain. Secara garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis yaitu
yang membunuh kuman (bakterisid) dan yang hanya menghambat pertumbuhan
kuman (bakteriostatik). Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara lain
penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin,
isoniazid dan lain-lain. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik antara
lain sulfonamide, tetrasiklin, klormfenikol, eritromisin, klindamisin (Utami, 2012).
Antibiotik merupakan obat yang sangat penting dan digunakan untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi. Zat kimia ini di hasilkan oleh
mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tanah, dan mempunyai khasiat
bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu atau beberapa mikroorganisme lain yang
rentan terhadap antibiotik. Selain antibiotik, untuk memberantas penyakit infeksi,
obat sintetik juga digunakan misalnya obat golongan sulfa (Sumardjo, 2008).
Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies
mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Sifat
toksik senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan bahkan ada yang kontak dengan antibiotik
tersebut (Sumardjo, 2008).
Aktivitas atau potensi antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai
dengan efek daya hambat terhadap mikroorganisme. Suatu penurunan aktivitas
antimikroba juga dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan
oleh metode kimia sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya
merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang hilangnya aktivitas.
(Harmita, 2006)
Tujuan assay antimikroba (termasuk antibiotik dan susbstansi antimikroba
non antibiotik, misalnya fenol, bisfenol, aldehid) adalah untuk menunjukkan potensi
dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa antimikroba di pabrik, untuk
menentukan farmakokinetik obat pada hewan atau manusia dan untuk memonitor dan
mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu
sistem pengobatan yang efektif dan efesien (Pratiwi, 2008).
Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti berikut:
a. Metode difusi
1) Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan
yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut.
2) Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimal Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum), yaitu konsentrasi
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
3) Ditch-plate technique. Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba
yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar
dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji
(maksimum 6 macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba.
4) Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana
dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme
dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.
5) Gradien-plate technique. Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada
media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal
b. Metode dilusi
1) Metode dilusi cair / broth dilution test. Metode ini mengukur MIC atau KHM
atau KBM (Kadar Bunuh Minimum). Cara yang dilakukan dengan membuat
seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan
dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai
KHM. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan
sebagai KBM.
2) Metode dilusi padat / solid dilution test serupa dengan metode dilusi cair
namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu
konsentrasi agen antimikroba yang di uji dapat digunakan untuk menguji
mikroba uji.
(Pratiwi, 2008)

2.2. Uraian Khusus


2.2.1. Uraian Bakteri
a. Eschericia coli
1) Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Eubacteriaceae
Genus : Eschericia
Spesies : Eschericia coli
(Entjang, 2003)
2) Morfologi
Bakteri berbentuk batang, gram negatif, fakultatif aerob. Dapat melakukan
fermentasi laktosa dan fermentasi glukosa, serta menghasilkan gas (Julendra, 2010).
b. Pseudomonas aeruginosa
1) Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gamma proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas aeruginosa
(Liu, 2015)
2) Morfologi
Merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, bakteri monoflagella.
Berwarna seperti putih mutiara dan berbentuk seperti anggur. Tumbuh baik pada suhu
25 °C – 37 °C (Liu, 2015).
Pseudomonas aeruginosa bergerak dengan flagel dan bersifat aerob. Bakteri
ini banyak menginfeksi penderita di rumah sakit dengan predisposisi tertentu.
Pseudomonas aeruginosa mempunyai pili tipe IV yang berfungsi sebagai adherin
untuk mengikat sel host (Hidayati, 2009).
c. Staphylococcus aureus
1) Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Eubacteriaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
(Entjang, 2003)
2) Morfologi
Bakteri ini berbenuk anggur, gram positif, mengeluarkan endotoksin, tidak
bergerak, tidak mampu membentuk spora, fakultatif anaerob, sangat tahan terhadap
pengeringan. Di alam terdapat di tanah, air (Entjang, 2003).
d. Streptococcus mutans
1) Klasifikasi
Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillus
Famili : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans
(Alfath, 2013)
2) Morfologi
Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif yang dapat memetabolisme
karbohidrat terutama sukrosa dan menciptakan suasana asam dirongga mulut.
Streptococcus mutans merupakan bakteri anaerob yang memproduksi asam laktat.
(Alfath, 2013)
2.2.2. Uraian Medium
a. Nutrient Agar
Komposisi (g/L)
Pepton 5 g
Ekstrak daging 13 g
Agar 12 g
(Merck, 1989)
Medium pertumbuhan NA dibuat dengan memasukkan NA 23 gram untuk
setiap 1000 mL. larutan medium dipanaskan sambil diaduk di atas penangas air
hingga semua bahan larut homogen. Volume media dikembalikan seperti semula,
kemudian dilakukan penyesuaian pH. Media ini disterilkan dalam autoklaf pada 121
°C, 2 atm, selama 15-20 menit (Noviana, 2009).
2.2.3. Uraian Bahan
a. Amoksisilin
Amoksisilin pemerian berwarna putih, tidak berasa, praktis tidak berbau,
berbenuk serbuk hablur. Kelarutan sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut
dalam benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform (Depkes, 1995).
b. Kloramfenikol
Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari
118,0 % C6H2C12N2O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kloramfenikol
merupakan hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, tidak berbau,
larut dalam lebih kurang 400 bagian air, 3,9 bagian etanol (Depkes, 1995).
c. NaCl
Injeksi NaCl adalah larutan steril NaCl dalam air untuk injeksi. Tidak
mengandung zat antimikroba. Mengandung tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih
dari 10,5 % NaCl (Depkes, 1995).
BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Autoklaf
b. Batang pengaduk
c. Botol vial
d. Bunsen
e. Cawan petri
f. Corong
g. Erlenmeyer 250 ml
h. Freezer
i. Gelas kimia 50 ml ; 100 ml
j. Hot Plate
k. Labu ukur 10 ml ; 25 ml
l. Laminar Air Flow (LAF)
m. Mikrometer sekrup
n. Mikrometer
o. Mortir dan Stemper
p. Ose bulat
q. Pinset
r. Rak tabung reaksi
s. Sendok tanduk
t. Spoid 10 ml
u. Tabung reaksi
v. Timbangan analitik
3.1.2 Bahan
a. Alkohol 70%
b. Alumunium foil
c. Amoksisilin dry syrup
d. Aquades
e. Kapas
f. Kloramfenikol baku
g. Kloramfenikol baru
h. Kloramfenikol kadaluarsa
i. Medium Nutrient Agar (NA)
j. Na-CMC
k. NaCl 0,9%
l. Paper Disk
3.1.3 Bioindikator
a. Bakteri Eschericia coli
b. Bakteri Pseudomonas aeruginosa
c. Bakteri Staphylococcus aureus
d. Bakteri Streptococcus mutans

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA)
a. Ditimbang 5 gram NA sintetik
b. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
c. Ditambahkan aquades sampai tanda batas
d. Dilarutkan di atas hot plate sampai mendidih sesekali diaduk
e. Didinginkan dan ditutup dengan kapas dan Alumunium foil
f. Disterilkan di autoklaf suhu 121°C selama 15 menit
3.2.2 Pembuatan Biakan Bakteri
a. Diambil 5 ml medium NA dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
b. Dimiringkan 10° dan didinginkan hingga memadat
c. Diambil biakan murni bakteri lalu digoreskan secara menyeluruh ke
permukaan medium NA menggunakan ose bulat
d. Ditutup dengan kapas dan dibungkus
e. Diinkubasi pada suhu 37°C selama 1x24 jam

3.2.3 Pembuatan Suspensi Bakteri


a. Diambil biakan bakteri, disuspensikan 1 ml NaCl 0,9 %, dihomogenkan
b. Ditambahkan 9 ml NaCl 0,9% pada tabung reaksi yang berisi biakan dan
dihomogenkan (1:10)
c. Diambil 5 ml dari tabung reaksi pertama dan ditambahkan NaCl 0,9%
sebanyak 5 ml dan dihomogenkan (1:20)
d. Diambil 5 ml dari tabung reaksi kedua dan ditambahkan NaCl 0,9% sebanyak
5 ml dan dihomogenkan (1:40)
3.2.4 Pembuatan Larutan Stok Kloramfenikol 1000 ppm
a. Ditimbang 10 mg kloramfenikol dan dilarutkan dengan Na-CMC dan
aquadest hingga larut
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan aquades hingga
tanda batas
c. Dihomogenkan hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm
d. Diambil 2,5 ml dari labu ukur pertama kemudian dimasukkan ke dalam labu
ukur 25 ml dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas
e. Dihomogenkan dan diperoleh konsentrasi 500 ppm
3.2.5 Pembuatan Seri Konsentrasi Larutan Kloramfenikol
a. Diambil 0,125 ml (2,5 μg/ml), 0,25 ml (5 μg/ml) , 0,06 ml (12 μg/ml) dari
larutan stok kloramfenikol 500 ppm
b. Dimasukan ke dalam 3 buah labu ukur yang berbeda dan ditambahkan
aquades hingga tanda batas
c. Dipindahkan ke dalam botol vial
d. Dimasukan 3 buah paper disk ke dalam masing-masing botol vial lalu
didiamkan selama 5-10 menit
3.2.6 Pembuatan Larutan Stok Amoksisilin Baku 1000 ppm
a. Ditimbang 5 mg baku amoksisilin, dimasukan ke dalam labu takar 5 mL
b. Ditambahkan sedikit aquades kemudian diaduk hingga larut
c. Dimasukan ke dalam labu takar 5 mL kemudian ditambahkan aquades hingga
tanda batas dan dihomogenkan

3.2.7 Pengenceran Sampel Amoksisilin Baku


a. Diambil 2,5 mL dari larutan stok baku dan dimasukan ke dalam labu takar 5
mL
b. Dimasukkan aquades hingga tanda batas
c. Dihomogenkan
3.2.8 Pembuatan Larutan Stok Amoksisilin dry syrup 500 ppm
a. Ditimbang 2,5 mg amoksisilin dry syrup dan dimasukkan ke dalam gelas
kimia
b. Ditambahkan sedikit aquades hingga larut dan tercampur merata
c. Dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL
d. Ditambahkan aquades hingga tanda batas
e. Dihomogenkan
3.2.9 Pengenceran Sampel Amoksisilin dry syrup 500 ppm
a. Diambil 25 µL dari larutan stok amoksisilin dry syrup
b. Ditambahkan sedikit aquades dan diaduk hingga larut
c. Dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL
d. Ditambahkan aquades hingga tanda batas lalu dihomogenkan
e. Diulangi prosedur a-d dengan mengambil masing-masing dari larutan stok
sebanyak 50 µL dan 100 µL
3.2.10 Pengujian Potensi Antibiotik
a. Dimasukkan 20 µl suspensi bakteri (1:40) ke dalam cawan petri
b. Ditambahkan 10 ml medium NA ke dalam cawan petri lalu dihomogenkan
c. Dimasukkan 3 buah paper disk yang telah direndam dalam larutan uji ke
dalam cawan petri pada sisi bagian kiri
d. Dimasukkan 3 buah paper disk yang telah direndam dalam larutan baku ke
dalam cawan petri pada sisi bagian kanan
e. Dimasukkan 1 buah paper disk yang telah direndam dalam aquades (kontrol)
ke dalam cawan petri pada bagian tengah
f. Diulangi perlakuan yang sama hingga 3 kali replikasi
g. Diinkubasi pada suhu 37°C selama 1x24 jam
h. Diamati zona hambat dan dihitung potensi antibiotic
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel Uji Potensi Kloramfenikol
Sediaan Uji (mm) Sediaan Baku (mm)
Sampel Bakteri Replikasi
1,25 2,5 5 1,25 2,5 5
1 1,04 2,29 2,56 1,99 3,12 4,65
Escherichia 2 0,53 0,67 1,79 2,14 2,56 3,87
coli 3 0,93 1,48 2,57 1,54 2,84 3,54
Kloramfenikol Rata-rata 0,83 1,14 2,30 1,89 2,84 4,02
Baru 1 1,26 1,57 3,84 1,25 2,45 4,67
Staphylococcus 2 0,89 0,94 2,37 1,28 1,79 3,38
aureus 3 1,74 1,95 3,45 2,32 3,47 5,26
Rata-rata 1,29 1,48 3,22 1,82 2,57 4,43
1 0,53 0,65 1,28 1,16 3,74 3,12
Escherichia 2 0,12 0,58 0,94 1,68 2,77 3,33
coli 3 0,57 1,13 2,08 2,03 2,16 4,07
Kloramfenikol Rata-rata 0,40 0,78 1,43 1,49 2,55 3,50
Kadaluarsa 1 0,92 1,08 1,74 1,73 2,39 4,02
Staphylococcus 2 0,29 0,53 1,68 0,82 1,49 2,78
aureus 3 1,21 1,77 2,82 2,44 2,81 4,18
Rata-rata 0,80 1,12 2,08 1,66 2,23 3,92
4.1.2. Tabel Uji Potensi Amoksisilin
Sediaan Uji (mm) Sediaan Baku (mm)
Sampel Bakteri Replikasi
1,25 2,5 5 1,25 2,5 5
1 0,35 1,08 2,3 0,7 1,46 1,64
Pseudomonas 2 0,35 0 1,64 0 2,6 2
aeruginosa 3 0 4,84 6,27 0 2,6 5,39
Amoksisilin Rata-rata 0,23 3,6 3,4 0,23 2,22 3,01
Dry syrup 1 2,70 3,08 7,19 1,03 1,55 4,08
Streptococcus 2 4,52 6,32 5,95 0,72 2,44 2,41
mutans 3 6,12 9,03 7,78 2,71 4,02 6,98
Rata-rata 4,49 6,97 6,97 0,49 2,67 4,49
a. Uji Potensi Kloramfenikol Baru terhadap Escherichia coli
1) Tabel Pengujian
Uji Baku Jumlah
Respon Dosis Rendah U1 = 0,83 B1 = 1,89 Z1 = 2,72
Respon Dosis Sedang U2 = 1,14 B2 = 2,84 Z2 = 3,98
Respon Dosis Tinggi U3 = 2,30 B3 = 4,02 Z3 = 6,32
Jumlah Dosis U = 4,27 B = 8,75 ƩY = 13,02
Kontras Linier Lu = 1,47 Lb = 2,13 ƩL = 3,6
Kontras Kuadran Qu = 0,85 Qb = 0,23 ƩQ = 1,08
Keterangan :
Z1 = B1 + U1
Z2 = B2 + U2
Z3 = B3 + U3
B = B1 + B2 + B3
U = U1 + U2 + U3
ƩY =B+U
Lb = B3 - B1
Qb = B1 - 2B2 + B3
Lu = U3 - U1
Qu = U1 - U2 + U3
ƩL = Lb + Lu
ƩQ = Qb + Qu

2) Tabel ANOVA
Kuadran F table
Sumber Avian DB JK F hitung
Rata-rata 1% 5%
Sediaan 1 1,115 1,115 - - -
Regresi 1 1,08 1,08 0,103 NS NS
Kesejajaran 1 0,0363 0,0363 0,00346 NS NS
Kuadran 1 1,0324 1,0324 0,00309 NS NS
∆ Kuadran 1 1,043 1,043 0,0041 NS NS
Perlakuan 5 2,275 0,455 - - -
Deviasi galat 12 125,721 0,476 - - -
ƩTotal 17 127,996 7,529 - - -
Keterangan :
NS = non signifikan
S = signifikan
d = banyaknya dosis
h = banyaknya sampel (baku + uji)
Sediaan =h–1
Kesejajaran =h–1
∆ Kuadran =h-1
Perlakuan = d.h - 1
db total = n (d.h) - 1
db galat = db total – db perlakuan
b. Uji Potensi Kloramfenikol Baru terhadap Staphylococcus aureus
1) Tabel Pengujian
Uji Baku Jumlah
Respon Dosis Rendah U1 = 1,29 B1 = 1,82 Z1 = 3,11
Respon Dosis Sedang U2 = 1,48 B2 = 3,47 Z2 = 4,95
Respon Dosis Tinggi U3 = 3,22 B3 = 5,26 Z3 = 8,48
Jumlah Dosis U = 5,95 B = 10,55 ƩY = 16,54
Kontras Linier Lu = 1,93 Lb = 3,44 ƩL = 5,37
Kontras Kuadran Qu = 1,55 Qb = 0,14 ƩQ = 11,69
Keterangan :
Z1 = B1 + U1
Z2 = B2 + U2
Z3 = B3 + U3
B = B1 + B2 + B3
U = U1 + U2 + U3
ƩY =B+U
Lb = B3 - B1
Qb = B1 - 2B2 + B3
Lu = U3 - U1
Qu = U1 - U2 + U3
ƩL = Lb + Lu
ƩQ = Qb + Qu

2) Tabel ANOVA
Kuadran F table
Sumber Avian DB JK F hitung
Rata-rata 1% 5%
Sediaan 1 16,353 16, 353 - - -
Regresi 1 2,403 2,403 0,246 NS NS
Kesejajaran 1 2,593 2,593 0,265 NS NS
Kuadran 1 0,079 0,079 0,008 NS NS
∆ Kuadran 1 0,134 0,134 0,013 NS NS
Perlakuan 5 3,957 3,957 - - -
Deviasi galat 12 117,192 117,192 - - -
ƩTotal 17 121,149 121,149 - - -
Keterangan :
NS = non signifikan
S = signifikan
d = banyaknya dosis
h = banyaknya sampel (baku + uji)
Sediaan =h–1
Kesejajaran =h–1
∆ Kuadran =h-1
Perlakuan = d.h - 1
db total = n (d.h) - 1
db galat = db total – db perlakuan
c. Uji Potensi Kloramfenikol Kadaluarsa terhadap Escherichia coli
1) Tabel Pengujian
Uji Baku Jumlah
Respon Dosis Rendah U1 = 0,40 B1 = 1,49 Z1 = 1,89
Respon Dosis Sedang U2 = 0,78 B2 = 2,55 Z2 = 3,33
Respon Dosis Tinggi U3 = 1,43 B3 = 3,50 Z3 = 4,93
Jumlah Dosis U = 2,61 B = 7,54 ƩY = 10,15
Kontras Linier Lu = 1,03 Lb = 2,01 ƩL = 3,04
Kontras Kuadran Qu = 0,27 Qb = -0,11 ƩQ = 0,16
Keterangan :
Z1 = B1 + U1
Z2 = B2 + U2
Z3 = B3 + U3
B = B1 + B2 + B3
U = U1 + U2 + U3
ƩY =B+U
Lb = B3 - B1
Qb = B1 - 2B2 + B3
Lu = U3 - U1
Qu = U1 - U2 + U3
ƩL = Lb + Lu
ƩQ = Qb + Qu
2) Tabel ANOVA
Kuadran F table
Sumber Avian DB JK F hitung
Rata-rata 1% 5%
Sediaan 1 1,594 1,594 - - -
Regresi 1 0,770 0,770 0,136 NS NS
Kesejajaran 1 0,850 0,850 0,150 NS NS
Kuadran 1 0,00071 0,00071 0,000125 NS NS
∆ Kuadran 1 0,0047 0,0047 0,00083 NS NS
Perlakuan 5 7,928 1,585 - - -
Deviasi galat 12 67,856 5,654 - - -
ƩTotal 17 75,784 4,457 - - -
Keterangan :
NS = non signifikan
S = signifikan
d = banyaknya dosis
h = banyaknya sampel (baku + uji)
Sediaan =h–1
Kesejajaran =h–1
∆ Kuadran =h-1
Perlakuan = d.h - 1
db total = n (d.h) - 1
db galat = db total – db perlakuan

d. Uji Potensi Kloramfenikol Kadaluarsa terhadap Staphylococcus aureus


1) Tabel Pengujian
Uji Baku Jumlah
Respon Dosis Rendah U1 = 0,80 B1 = 1,66 Z1 = 2,46
Respon Dosis Sedang U2 = 1,12 B2 = 2,23 Z2 = 3,35
Respon Dosis Tinggi U3 =2,08 B3 = 3,92 Z3 = 6
Jumlah Dosis U= 4 B = 7,81 ƩY = 11,64
Kontras Linier Lu = 1,28 Lb = 2,26 ƩL = 3,54
Kontras Kuadran Qu = 0,64 Qb = 1,12 ƩQ = 1,76
Keterangan :
Z1 = B1 + U1
Z2 = B2 + U2
Z3 = B3 + U3
B = B1 + B2 + B3
U = U1 + U2 + U3
ƩY =B+U
Lb = B3 - B1
Qb = B1 - 2B2 + B3
Lu = U3 - U1
Qu = U1 - U2 + U3
ƩL = Lb + Lu
ƩQ = Qb + Qu

2) Tabel ANOVA
Kuadran F table
Sumber Avian DB JK F hitung
Rata-rata 1% 5%
Sediaan 1 9,587 9,587 - - -
Regresi 1 1,044 1,044 0,512 NS NS
Kesejajaran 1 1,124 1,124 0,551 NS NS
Kuadran 1 0,086 0,086 0,042 NS NS
∆ Kuadran 1 0,092 0,092 0,045 NS NS
Perlakuan 5 9,552 1,910 - - -
Deviasi galat 12 24,447 2,037 - - -
ƩTotal 17 33,999 1,999 - - -
Keterangan :
NS = non signifikan
S = signifikan
d = banyaknya dosis
h = banyaknya sampel (baku + uji)
Sediaan =h–1
Kesejajaran =h–1
∆ Kuadran =h-1
Perlakuan = d.h - 1
db total = n (d.h) - 1
db galat = db total – db perlakuan
4.2 Perhitungan
4.2.1 Pembuatan Medium NA
Stok = 20 g/L
Dibuat dalam 100 mL
20 g
NA yang ditimbang = x 100 mL
1000 mL

=1g
4.2.2 Pembuatan Suspensi Bakteri
Perbandingan 1:10  1 mL suspensi bakteri dalam 9 mL NaCl
a. Pengenceran 1:20
M1 x M2 = M 2 x M2
1/10 x χ = 1/20 x 10 mL
χ = 5 mL
Jadi diambil 5 mL suspense bakteri 1:10 dan dilarutkan dalam 5 mL NaCl
b. Pengenceran 1:40
M1 x M2 = M 2 x M2
1/20 x χ =1/40 x 10 mL
χ = 5 mL
Jadi diambil 5 mL suspensi bakteri 1:20 dan dilarutkan dalam 5 mL NaCl
4.2.3. Kloramfenikol baru terhadap Escherichia coli
a. Db
1) Db sediaan : h-1 = 2-1 = 1
2) Db regresi : h-1 = 2-1 = 1
3) Db kesejajaran : h-1 = 2-1 = 1
4) Db kuadran : h-1 = 2-1 = 1
5) Db Δkuadran : h-1 = 2-1 = 1
6) Db perlakuan : d×h-1 = 3×2-1 = 5
7) Db total : n(d×h)-1 = 3(3×2)-1 = 17
8) Db deviasi galat: Db total- Db perlakuan = 17-5 = 12
b. Jk
1) Nilai konversi
(ΣY)2 (13,02)2 169,52
K= = = = 9,417
d×n×h 3×3×2 18
2) Sediaan
B2 + U2 8,752 + 4,272
–K = − 9,417 = 1,115
d × n 3 × 3
3) Regresi
(LB + LU)2 (2,13 + 1,47)2
R= = = 1,08
2×n×h 2×3×2
4) Kesejajaran
LB2 + LU 2 - R 2,132 + 1,472 - 1,08
= = 0,0363
2×n 2×3
5) Kuadran
(QB + QU)2 (0,23 + 0,85)2
= = 0,0324
6×n×h 6×3×2
6) ΔKuadran
QB2 + QU2 0,232 + 0,852
= = 0,043
6×n 6×3
7) Perlakuan
(B1 2 + B2 2 + B3 2 + U1 2 + U2 2 + U3 2 )
Perlakuan = -K
n
(1,892 + 2,842 + 4,022 + 0,832 + 1,142 + 2,302 )
= - 9,417
3
= 2,275

8) Jk total
Jk total = (B1R12+B2R12+B3R12+B1R22+B2R22+B3R22+B1R32+B2R32+B3R32
+U1R12+U2R12+U3R12+U1R22+U2R22+U3R22+U1R32+U2R32+U3R32)-K
= (1,992+2,142+1,542+3,122+2,562+2,842+4,652+3,872+3,542+1,042
+0,532+0,932+1,292+0,672+1,482+2,562+1,792+2,572)-9,417
= 127,996
9) Jk deviasi galat
Jk deviasi galat = Jk total - Jk perlakuan
= 127,996-2,275
=125,721
c. Kolom rata-rata kuadran
kolom Jk
Kolom rata-rata kuadran =
kolom Db
1,115
1) Sediaan = = 1,115
1
1,08
2) Regresi = = 1,08
1
0,0363
3) Kesejajaran = = 0,0363
1
0,0324
4) Kuadran = = 0,0324
1
0,043
5) ΔKuadran = = 0,043
1
2,275
6) Perlakuan = = 0,455
5
125,721
7) Deviasi galat = = 10,476
12
127,996
8) Total = = 7,529
17

d. F hitung
1) Kesejajaran
Kesejajaran (kolom rata-rata) 0,0363
= = 0,00346
Deviasi galat (kolom rata-rata) 10,476
2) Regresi
Regresi (kolom rata-rata) 1,08
= = 0,103
Deviasi galat (kolom rata-rata) 10,476
3) Kuadran
Kuadran (kolom rata-rata) 0,0324
= = 0,00309
Deviasi galat (kolom rata-rata) 10,476
4) ΔKuadran
ΔKuadran (kolom rata-rata) 0,043
= = 0,0041
Deviasi galat (kolom rata-rata) 10,476
e. F tabel
F tabel 1% = 5,06 ; F tabel 5% = 3,11
1) Regresi
0,103 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,103 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
2) Kesejajaran
0,00346 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,00346 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
3) Kuadran
0,00309 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,00309 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
4) ΔKuadran
0,0041 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,0041 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
f. Rasio Potensi
1) Rasio berdekatan
log dosis tinggi 5
I= = log = 0,301
dosis menengah 2,5
t = 2,178
2) Slope regresi
LB + LU 2,13 + 1,47
b= = = 3,612
I × n × h (d - 1) 0,301 × 3 × 2(3 - 1)
3) Jumlah respon
B 8,75
YB = = = 0,972
d×n 3×3
U 4,27
YU = = = 0,474
d×n 3×3
4) Log potensi yang diperkirakan
YB - YU 0,972 - 0,474
MS = = = 0,137
b 3,612
5) Rasio potensi sediaan uji
Dosis rendah kloramfenikol 1,25 ppm = 0,005 μg
RS = Antilog MS = Antilog 0,137 = 1,3708 > 0,005 μg
R 1,08
C= 2 = = -2,07 × 10-3
R -S × t 2
1,08 - 10,4762 × 2,1782
6) Log batas keyakinan

8 2
CMS± = √(C-1)(C(MS)2 ) + (I )
3

8
= √(-2,07×10-3 -1)(-2,07×10-3 (0,5)2 ) + (0,3012 )
3

= √(-1,002)(-5,175×10-4 ) + 2416

= √0,2421 = 0,492
CMS = -2,07×10-3 ×0,5 = -1,035×10-3 ± 0,492
= -1,035×10-3 + 0,492=0,4909
= -1,035×10-3 - 0,492 = -0,493
Kesimpulan: Rasio potensi > dosis rendah, maka kloramfenikol uji lebih
berpotensi dibandingkan antibiotik baku

4.2.7. Amoksisilin dry sirup terhadap Pseudomonas aeruginosa


g. Db
9) Db sediaan : h-1 = 2-1 = 1
10) Db regresi : h-1 = 2-1 = 1
11) Db kesejajaran : h-1 = 2-1 = 1
12) Db kuadran : h-1 = 2-1 = 1
13) Db Δkuadran : h-1 = 2-1 = 1
14) Db perlakuan : d×h-1 = 3×2-1 = 5
15) Db total : n(d×h)-1 = 3(3×2)-1 = 17
16) Db deviasi galat : Db total- Db perlakuan = 17-5 = 12
h. Jk
10) Nilai konversi
(ΣY)2 (11,06)2 122,324
K= = = = 6,7958
d×n×h 3×3×2 18
11) Sediaan
B2 + U2 5,62 + 5,462
–K = − 6,7958 = 0,0010
d × n 3 × 3
12) Regresi
(LB + LU)2 (3,17 + 2,78)2
R= = = 2,9502
2×n×h 2×3×2
13) Kesejajaran
LB2 + LU2 - R 3,172 + 2,782 - 2,9502
= = 2,9502
2×n 2×3
14) Kuadran
(QB + QU)2 (-0,31 + (-1,21))2
= = 0,0633
6×n×h 6×3×2
15) ΔKuadran
QB2 + QU2 0,312 + (-1,2)2
= = 0,0220
6×n 6×3
16) Perlakuan
(B1 2 + B2 2 + B3 2 + U1 2 + U2 2 + U3 2 )
Perlakuan = -K
n
(0,232 + 1,972 + 3,42 + 0,232 + 2,222 + 3,012 )
= - 6,7958
3
= 3,0492
17) Jk total
Jk total = (B1R12+B2R12+B3R12+B1R22+B2R22+B3R22+B1R32+B2R32+B3R32
+U1R12+U2R12+U3R12+U1R22+U2R22+U3R22+U1R32+U2R32+U3R32)-K
= (0,352+0,352+02+1,082+02+4,842+2,32+1,642+6,722+0,702
+02+02+1,462+2,62+2,62+1,642+22+5,392)-6,7958
= 117,2170
18) Jk deviasi galat
Jk deviasi galat = Jk total - Jk perlakuan
= 117,2170 -3,0492
= 14,6178
i. Kolom rata-rata kuadran
kolom Jk
Kolom rata-rata kuadran =
kolom Db
0,0010
9) Sediaan = = 0,0010
1
2,9502
10) Regresi = = 2,9502
1
2,9502
11) Kesejajaran = = 2,9502
1
0,0633
12) Kuadran = = 0,0633
1
0,0220
13) ΔKuadran = = 0,0220
1
3,0492
14) Perlakuan = = 0,6098
5
114,1678
15) Deviasi galat = = 9,5139
12
117,7170
16) Total = = 6,8951
17

j. F hitung
5) Kesejajaran
Kesejajaran (kolom rata-rata) 2,9502
= = 0,3101
Deviasi galat (kolom rata-rata) 9,5139
6) Regresi
Regresi (kolom rata-rata) 2,9502
= = 0,3101
Deviasi galat (kolom rata-rata) 9,5139
7) Kuadran
Kuadran (kolom rata-rata) 0,0633
= = 0,0067
Deviasi galat (kolom rata-rata) 9,5139
8) ΔKuadran
ΔKuadran (kolom rata-rata) 0,0220
= = 0,0041
Deviasi galat (kolom rata-rata) 9,5139
k. F tabel
F tabel 1% = 5,06 ; F tabel 5% = 3,11
5) Regresi
0,3101 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,3101 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
6) Kesejajaran
0,3101 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,3101 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
7) Kuadran
0,0067 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,0067 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
8) ΔKuadran
0,0023 < 5,06 ; F hitung < F tabel 1% = NS
0,0023 < 3,11 ; F hitung < F tabel 5% = NS
l. Rasio Potensi
7) Rasio berdekatan
log dosis tinggi 5
I= = log = 0,301
dosis menengah 2,5
t = 2,178
8) Slope regresi
LB + LU 1,6 + 1,14
b= = = 0,77
I × n × h (d - 1) 0,301 × 3 × 2(3 - 1)
9) Jumlah respon
B 5,74
YB = = = 0,64
d×n 3×3
U 2,95
YU = = = 0,33
d×n 3×3
10) Log potensi yang diperkirakan
YB - YU 0,64 - 0,33
MS = = = 0,211
b 0,77
11) Rasio potensi sediaan uji
Dosis rendah amoksisilin 1,25 ppm = 0,005 μg
RS = Antilog MS = Antilog 0,211 = 1,625 > 0,005 μg
R 0,64
C= 2 2
= 2 2 = 6,389 × 10-3
R -S × t 0,64 - 5,74 × 2,178
12) Log batas keyakinan

8 2
CMS± = √(C-1)(C(MS)2 ) + (I )
3

= √(6,389×10-3 -0,3)(6,389×10-3 (0,211)2 ) + 6,389×10-3 (0,3012 )

= √(-0,293)(0,28×10-3 ) + 0,575×10-3

= √0,493×10-3 = 0,702×10-2

CMS = 6,389×10-3 ×0,211 = 1,35×10-3 ± 0,702×10-2


= 1,35×10-3 + 0,702×10-2 =8,37×10-3
= 1,35×10-3 - 0,702×10-2 = -5,67×10-3
Kesimpulan: Rasio potensi > dosis rendah, maka amoksisilin dry sirup lebih
berpotensi dibandingkan antibiotik baku
BAB V
PEMBAHASAN

Percobaan kali ini membahas mengenai percobaan potensi antibiotik yang


bertujuan untuk mengetahui potensi antibiotik dengan menguji daya hambat atau
daya bunuhnya terhadap mikroorganisme uji dengan variasi dosis rendah, dosis
tengah dan dosis tinggi. Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan mikroorganusme lain. Antibiotik
yang ideal harus memiliki syarat-syarat antara lain mempunyai kemampuan untuk
mematikan atau menghambat suatu pertumbuhan mikroorganiseme yang luas, tidak
menimbulkan efek samping yang buruk pada host, tidak menimbulkan terjadinya
resistensi dari mikroba patogen (Kumalasari, 2012).
Sampel antibiotik yang digunakan dalam pengujian ini adalah kloramfenikol
dan amoksisilin. Kloramfenikol merupakan antibiotik yang bekerja dengan
menghambat sintesis protein. Amoksisilin merupakan antibiotik yang bekerja dengan
menghambat sintesis dinding sel bakteri (Neal, 2006). Bakteri yang digunakan dalam
pengujian ini adalah Eschericia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa dan Streptococcus mutans. Alasan penggunaan kedua bakteri ini adalah
karena kloramfenikol yang digunakan merupakan antibiotik berspektrum luas yang
dapat bekerja melawan bakteri gram positif maupun gram negatif. Kedua bakteri
tersebut mewakili mikroba uji yang digunakan dimana Eschericia coli dan
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif sedangkan,
Staphylococcus aureus dan Strepsococcus mutans merupakan bakteri gram positif.
Bakteri tersebut juga merupakan bakteri patogen yang dapat menimbulkan infeksi
apabila jumlahnya melebihi batas normal dalam tubuh. Perbedaan dari bakteri gram
positif dan negatif adalah pada bakteri gram positif terdapat lapisan peptidoglikan
yang lebih tebal (20-80 nm) dengan kadar lipid 1-4 % sedangkan bakteri gram negatif
memiliki dinding sel dengan lapisan peptidoglikan lebih tipis dengan kadar lipid 11-
22 % (Pratiwi, 2008).
Tahap pertama ialah pembuatan suspensi bakteri dengan konsentrasi 1:40.
Penambahan NaCl 0,9 % dalam biakan bakteri dikarenakan NaCl 0,9 % merupakan
cairan fisiologis yang bersifat isotonis sehingga dapat menjaga sel-sel bakteri berada
dalam kondisi isotonis dan dapat mencegah sel bakteri berada dalam keadaan
hipotonis maupun hipertonis sehingga sel bakteri tidak akan mengkerut ataupun lisis.
Alasan penggunaan konsentrasi 1:40 dikarenakan sel bakteri memiliki ukuran yang
cukup kecil serta pertumbuhan yang cukup cepat sehingga mengakibatkan jumlah
bakteri menjadi lebih banyak. Pengenceran hingga konsentrasi 1:40 diperlukan agar
diperoleh jumlah bakteri yang optimal sebagai bioindikator dalam penentuan potensi
antibiotik.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan larutan stok kloramfenikol yang bertujuan
untuk mempermudah pembuatan seri konsentrasi kloramfenikol. Larutan seri
konsentrasi kloramfenikol yang digunakan adalah 1,25 ppm; 2,5 ppm dan 5 ppm.
Tujuan penggunaan larutan seri konsentrasi ini adalah untuk mengetahui pada
konsentrasi berapa antibiotik dapat bekerja secara optimal. Sediaan kloramfenikol
yang digunakan adalah sediaan kloramfenikol baru, kadaluarsa dan kloramfenikol
baku sebagai pembanding. Tujuan penggunaan sediaan yang berbeda-beda adalah
untuk melihat aktivitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri baik dari
sediaan baru maupun kadaluarsa dengan membandingkannya terhadap sediaan baku.
Selain itu, sediaan amoksisilin yang digunakan adalah sediaan amoksisilin dry syrup.
Tujuan penggunaan kedua sediaan ini adalah untuk melihat ada-tidaknya perbedaan
aktivitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri dari kedua sediaan
dengan pembawa yang berbeda. Larutan seri konsentrasi dari kloramfenikol
dipindahkan ke dalam botol vial kemudian dilakukan perendaman paper disk. Paper
disk merupakan kertas saring yang berbentuk bulat dan digunakaan untuk menguji
potensi suatu antibiotik terhadap mikroorganisme. Metode yang digunakan dalam
pengujian ini adalah metode kertas saring (Kirby and Bauer). Metode Kirby-Bauer
adalah uji sensitivitas dengan metode difusi agar. Tujuan dari perendaman paper disk
adalah agar larutan antibiotik dapat terserap dalam kertas saring dimana selanjutnya
kertas saring akan diletakkan diatas permukaan medium padat NA yang telah berisi
mikroorganisme uji.
Pengujian potensi antibiotik dilakukan dengan cara meletakkan 3 buah paper
disk (uji) dan 3 buah paper disk (baku) pada permukaan medium. Selain itu
diletakkan pula 1 buah paper disk sebagai kontrol yang telah direndam dengan
aquades. Kontrol digunakan sebagai pembanding antara uji dan baku karena tidak
mengandung antibiotik. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 °C yang merupakan suhu
optimal bagi pertumbuhan bakteri. Potensi antibiotik dihitung melalui zona hambat
yang terbentuk disekitar cakram kertas saring (paper disk). Zona hambat adalah zona
atau daerah yang menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan, zona bunuh
merupakan daerah yang tidak menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme karena
telah mengalami kematian pada zona tersebut (Pratiwi, 2008). Pada saat inkubasi,
mikroorganisme uji akan mengalami fase adaptasi (log), lalu berkembang biak ke
suatu tingkat dimana akan cukup banyak sel yang mengabsorpsi antibiotik.larutan
antibiotik yang berasal dari paper disk akan berdifusi ke dalam medium agar.
Terbentuknya zona bening disekitar paper disk menunjukkan adanya aktivitas
penghambatan oleh antibiotik terhadap mikroorganisme. Sensitivitas suatu bakteri
terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin
besar diameternya maka, semakin terhambat pertumbuhannya. Pengukuran diameter
zona hambat dilakukan menggunakan mikrometer sekrup. Diameter zona hambat dari
kloramfenikol baru maupun kadaluarsa dibandingkan dengan sediaan baku. Pengujian
dilakukan sebanyak 3 kali replikasi agar diperoleh hasil yang lebih akurat.
Metode cakram kertas (paper disk) yang digunakan dalam pengujian memiliki
keuntungan yaitu jumlah larutan antibiotik yang diserap dapat diatur homogen sesuai
dengan kapasitas dan daya serap kertas tergantung pada diameter dan ketebalan
cakram, penggunaan yang lebih mudah dan volume larutan yang digunakan tidak
terlalu banyak. Kelemahan dari metode ini adalah apabila komposisi dari kertasnya
kurang baik maka dapat berpengaruh terhadap difusi zat uji sehingga diameter
hambatan yang terbentuk akan bervariasi (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan maka dapat dikatakan bahwa
aktivitas antibiotik kloramfenikol semakin besar dengan semakin tingginya
konsentrasi. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya zona hambat yang terbentuk
dengan bertambahnya konsentrasi. Rata-rata diameter zona hambat kloramfenikol
baru pada sediaan uji terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 1,25 ppm
sebesar 1,29 mm; pada konsentrasi 2,5 ppm sebesar 1,48 m; dan pada konsentrasi 5
ppm sebesar 3,22 mm sedangkan pada sediaan baku, rata-rata diameter zona hambat
pada konsentrasi 1,25 ppm sebesar 1,82 mm; pada konsentrasi 2,5 ppm sebesar 2,57
mm; dan pada konsentrasi 5 ppm sebesar 4,43 mm. Rata-rata diameter zona hambat
kloramfenikol baru pada sediaan uji terhadap bakteri Eschericia coli pada konsentrasi
1,25 ppm sebesar 0,83 mm; pada konsentrasi 2,5 ppm sebesar 1,14 mm; dan pada
konsentrasi 5 ppm sebesar 2,30 mm sedangkan pada sediaan baku, rata-rata diameter
zona hambat pada konsentrasi 1,25 ppm sebesar 1,89 mm; pada konsentrasi 2,5 ppm
sebesar 2,84 mm; dan pada konsentrasi 5 ppm sebesar 4,02 mm.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kloramfenikol baru memiliki
potensi yang lebih tinggi terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol baku. Berdasarkan tabel ANOVA, perbedaan
dari keduanya tidak signifikan yang berarti perbedaan potensi antibiotik
kloramfenikol baru dengan kloramfenikol baku tidak begitu bermakna.
Rata-rata diameter zona hambat kloramfenikol kadaluarsa terhadap
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 1,25 ppm sebesar 0,80 mm; pada
konsentrasi 2,5 ppm sebesar 1,12 mm; dan pada konsentrasi 5 ppm sebesar 2,08 mm
sedangkan pada sediaan baku, rata-rata diameter zona hambat pada konsentrasi 1,25
ppm sebesar 1,66 mm; pada konsentrasi 2,5 ppm sebesar 2,23 mm; dan pada
konsentrasi 5 ppm sebesar 3,92 mm. Rata-rata diameter zona hambat kloramfenikol
kadaluarsa pada bakteri Eschericia coli pada konsentrasi 1,25 ppm sebesar 0,40 mm;
pada konsentrasi 2,5 ppm sebesar 0,78 mm dan pada konsentrasi 5 ppm sebesar 1,43
mm sedangkan pada sediaan baku, rata-rata diameter zona hambat pada konsentrasi
1,25 ppm sebesar 1,49 mm; pada konsentrasi 2,5 ppm sebesar 2,55 mm; dan pada
konsentrasi 5 ppm sebesar 3,50 mm. Berdasarkan hasil perhitungan, maka diketahui
bahwa kloramfenikol yang telah kadaluarsa memiliki potensi yang lebih tinggi
terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli bila dibandingkan dengan
kloramfenikol baku. Berdasarkan tabel ANOVA perbedaan keduanya tidak signifikan
yang berarti meskipun kloramfenikol kadaluarsa berpotensi lebih tinggi namun
perbedaan potensinya dengan sediaan baku tidak begitu bermakna.
Rata-rata diameter zona hambat amoksisilin dry syrup pada sediaan uji terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa, diantaranya pada konsentrasi 1,25 ppm sebesar
0,23 mm; konsentrasi 2,5 ppm sebesar 3,6 mm; dan konsentrasi 5 ppm sebesar 3,4
mm sedangkan pada sediaan baku, diantaranya konsentrasi 1,25 ppm sebesar 0, 23;
konsentrasi 2,5 ppm sebesar 2,22 mm; dan konsentrasi 5 ppm sebesar 3,01 mm. Rata-
rata diameter zona hambat amoksisilin dry syrup pada sediaan uji terhadap bakteri
Streptococcus mutans, diantaranya pada konsentrasi 1,25 ppm sebesar 4,49 mm;
konsentrasi 2,5 ppm sebesar 6,97; dan konsentrasi 5 ppm sebesar 6,97 mm sedangkan
pada sediaan baku, diantaranya pada konsentrasi 1,25 ppm sebesar 0,49 mm;
konsentrasi 2,5 ppm sebesar 2,67 mm; dan konsentrasi 5 ppm sebesar 4,49 mm. Dari
hasil tersebut diketahui bahwa amoksisilin dry syrup memiliki potensi yang lebih
tinggi terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri Streptococcus mutans
bila dibandingkan dengan amoksisilin dry syrup bakunya.
Antibiotik kloramfenikol kadaluarsa memiliki potensi terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
ada, dimana seharusnya aktivitas/potensi dari antibiotik kadaluarsa menurun sehingga
tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Hal ini kemungkinan disebabkan
pengerjaan yang dilakukan pada sampel antibiotik kloramfenikol baru kurang aseptis,
sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi yang lebih besar ke dalam medium.
Akibatnya, bakteri yang berkembang biak lebih banyak daripada kemampuan
antibiotik untuk menghambat aktivitas bakteri. Kadaluarsa obat merupakan
berakhirnya batas aktif dari obat yang memungkinkan obat menjadi kurang aktif atau
menjadi toksik dimana kadar zat aktif sudah tidak sesuai dengan yang tercantum pada
kemasan. Antibiotik merupakan golongan obat yang mengalami dekomposisi secara
oksidasi (peruraian secara kimia). Hal tersebut mengakibatkan aktivitas obat menjadi
rendah bahkan dapat menimbulkan terjadinya resistensi antibiotik. Sedangkan,
antibiotik amoksisilin dry syrup memiliki potensi yang baik terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus mutans. Hal ini telah sesuai dengan teori
yang ada karena antibiotik amoksisilin memiliki aktivitas atau potensi terhadap
bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif.
Berdasarkan metode statistika (ANOVA) yang digunakan maka diperoleh nilai
Fhitung yang kemudian dibandingkan dengan Ftabel 1 % dan 5 %. Apabila Fhitung lebih
besar dari Ftabel 1 % dan 5 % maka sampel dikatakan sangat signifikan. Jika Fhitung
kurang dari Ftabel 1 % dan 5 % maka sampel dikatakan tidak signifikan. Penentuannya
berdasarkan perbedaan kemampuan memberikan efek penghambatan mikroorganisme
antara antibiotik baku dan uji. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa
kloramfenikol baru dan kadaluarsa yang diujikan pada bakteri E. coli dan S. aureus
memiliki nilai Fhitung lebih kecil daripada Ftabel yang menandakan non signifikan
sehingga dikatakan bahwa efek antibiotik yang dihasilkan sama atau tidak ada
perbedaan secara signifikan dengan antibiotik baku kloramfenikol. Nilai Ftabel 1 %
sebesar 5,06 sedangkan nilai Ftabel 5 % adalah 3,11. Nilai Fhitung kloramfenikol baru
terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 0,246; 0,265; 0,008; dan 0,0013.
Sedangkan, untuk bakteri Eschericia coli adalah 0,103; 0,00346; 0,00309; dan
0,0041. Untuk kloramfenikol kadaluarsa yang diujikan dengan Staphylococcus
aureus memiliki nilai Fhitung 0,512; 0,551; 0,042; 0,045; dan untuk Escherichia coli
memiliki nilai Fhitung 0,136; 0,150; 0,000125; dan 0,00083.
Selain itu, antibiotik amoksisilin dry syrup yang diujikan pada bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus mutans memiliki nilai Fhitung lebih kecil
daripada Ftabel yang menandakan non signifikan sehingga dikatakan bahwa efek
antibiotik yang dihasilkan sama atau tidak ada perbedaan secara signifikan dengan
antibiotik bakunya. Nilai Fhitung amoksisilin dry syrup terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa adalah 0,3101; 0,3101; 0,0067; 0,0023. Sedangkan, untuk bakteri
Streptococcus mutans adalah 0,104; 0,104; 0,002; 0,006.
Metode ANOVA digunakan untuk melihat adanya pengaruh antara masing-
masing hasil perhitungan. Sedangkan untuk melihat potensinya dengan
membandingkan antara rasio potensi dengan log batas keyakinan. Rasio potensi
adalah konsentrasi yang berpotensi dari sampel untuk mengetahui potensi dari
konsentrasi efektif. Sedangkan, log batas keyakinan merupakan nilai untuk
mendapatkan range konsentrasi yang berpotensi. Kegunaan dari nilai batas keyakinan
adalah untuk mengetahui konsentrasi efektif dari sampel yang berpotensi sebagai
antibiotik.
Kloramfenikol baru yang diujikan terhadap bakteri Eschericia coli memiliki
nilai rasio potensi yang lebih besar dari dosis rendah 0,005 µg yaitu 1,08 sehingga
dapat dikatakan bahwa kloramfenikol uji lebih berpotensi dibandingkan dengan
kloramfenikol baku. Nilai rasio potensi kloramfenikol baru terhadap Staphylococcus
aureus adalah 1,329 (Ru>Dt). Kloramfenikol kadaluarsa yang diujikan dengan
Staphylococcus aureus memiliki rasio potensi yang lebih besar dari dosis rendah (Dt)
yaitu 4,977. Nilai rasio potensi terhadap Eschericia coli yaitu 5,272 (Ru>Dt). Hal ini
menandakan bahwa kloramfenikol kadaluarsa lebih berpotensi dibandingkan dengan
kloramfenikol baku. Sedangkan, nilai rasio potensi amoksisilin dry syrup terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 1,625 (Ru>Dt). Nilai rasio potensi
amoksisilin dry syrup terhadap bakteri Streptococcus mutans adalah 4,217 (Ru>Dt).
Hal ini menandakan bahwa amoksisilin dry syrup lebih berpotensi dibandingkan
dengan amoksisilin bakunya.
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Antibiotik kloramfenikol baru yang diujikan terhadap Staphylococccus aureus
dan Eschericia coli memiliki rasio potensi yang lebih besar dari dosis rendah,
maka kloramfeniko baru lebih berpotensi dibandingkan kloramfenikol baku.
b. Antibiotik kloramfenikol kadaluarsa yang diujikan terhadap Staphylococccus
aureus dan Eschericia coli memiliki rasio potensi yang lebih besar dari dosis
rendah, maka kloramfenikol kadaluarsa lebih berpotensi dibandingkan
kloramfenikol baku.
c. Antibiotik Amoksisilin dry syrup uji dengan amoksisilin baku menunjukkan
hasil yang non signifikan (NS) terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Streptococcus mutans dimana tidak ada perbedaan yang nyata dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji.

6.2. Saran
Diharapkan untuk melakukan pengujian selanjutnya digunakan antibiotik
berbeda dan dengan bakteri uji yang berbeda pula, dan dalam melakukan perlakuan
atau metode kerjanya lebih aseptis lagi sehingga hasil yang didapatkan juga lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Alfath, Cut R. 2013. Antibacterial Effect of Granati Fructus Cortex Extract on


Streptococcus mutans in Vitro. Journal of Dentistry Indonesia. Vol. 20 No. 1.
Hal 5-8.

Depkes. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Entjang, Indah. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan


dan Sederajat. Bandung: Citra Aditya.

Harmita dan Radji M. 2006. Analisis Hayati. Yogyakarta: Kanisius.

Hidayati, D. Y. Nur. 2009. Pengaruh Induksi Bakteri Pseudomonas aeruginosa


terhadap Human Umbilical Vein Endothelial Cells (Havees) Culture. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 1. Hal 1-6.

Julendra, H dan A. Sofyan. 2010. Uji in Vitro Penghambatan Akivitas Eschericia coli
dengan tepung cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Media Peternakan. Vol.
30 No. 1. Hal 41-47.

Kumalasari, A.M dan Nur Fathurahman. 2012. Potensi Actinomycetes sebagai


Sumber Senyawa Bioaktif Antibiotik dari Kawasan Karst Bantimurang,
Sulawesi Selatan. Pelita. Vol. 7 No. 1. Hal 60.

Liu, D., Yi Wei Tang, Max Suscman, Ian Poxton. 2015. Molecular Medical
Microbiology, Second Edition. London: Academic Press.

Merck. 1989. Handbook Culture Media Merck. Bandung: Fakultas MIPA Universitas
Padjajaran.

Noviana. 2010. Viabilitas Bakteri Bacillus sp pada Media Pembawa Tanah Gambut
Distribusi dengan Padatan Limbah CAir Industri Rokok. Jurnal BIOMA. Vol.
11 No. 1. Hal 30-39.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia. Jakarta: Erlangga.

Utami, E. R. 2012. Antibiotik, Resistensi dan Morbiditas Terapi. SAINTIS Vo. 1 No.
1. Hal 126.

Anda mungkin juga menyukai