Pembimbing:
dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp.A, IBCLC
Oleh:
Roderick Samuel Prentice
406181068
NIM : 406181068
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tarumanagara
Diajukan :
Mengetahui,
Waras
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 406181068
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tarumanagara
Diajukan :
Mengetahui,
Waras
dr. Hendy Halim, M.Sc , Sp. A dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp.A
iii
PENDAHULUAN
1
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. MAN
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : 15 June 2015
Usia : 2 tahun 6 bulan
Pendidikan : Belum bersekolah
Alamat : Tomang
Tanggal dan Jam Pemeriksaan : 5 Januari 2019, jam 06.00 WIB
Tanggal dan Jam Masuk RS : 5 Januari 2019, jam 01.00 WIB
No. RM : 627233
2
Selain kejang demam, ibu pasien juga mengatakan kalau
anaknya ada batuk dan pilek pada sore harinya. Batuk dan pilek
sudah 1 hari. Batuk pileknya diduga tertular dari nenek pasien
menurut ibunya. Tidak ada keluhan mual dan muntah. Tidak ada
keluhan diare. BAB dan BAK masih normal, tidak ada perubahan.
Pasien pernah dirawat di RS 2 kali pada usia 1 tahun dan 1.5 tahun
dengan diagnosis kejang demam.
Orang tua pasien tidak ada riwayat kejang demam. Nenek pasien
sedang sakit batuk dan pilek.
V. Riwayat Perinatal
Merupakan anak ke 1 dari 1 bersaudara
Lahir cukup bulan (38-39 minggu), persalinan spontan
Selama kehamilan rutin kontrol kehamilan setiap bulannya di
puskesmas.
Tidak ada kondisi penyulit/penyakit selama hamil dan saat
melahirkan
Keadaan saat lahir: bayi cukup bulan, sesuai masa kehamilan,
langsung menangis, bergerak aktif, bernafas spontan, dan tidak ada
kuning
3
VI. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B: usia 0,2,3,4 bulan
BCG : usia 0 bulan (Scar + di lengan kanan atas)
DPT : usia 2,3,4 bulan
HiB : usia 2,3,4 bulan
Polio : usia 0,2,3,4 bulan
Campak : usia 9 dan 18 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai dengan usia
4
VIII. Riwayat Asupan Nutrisi
ASI selama 2 bulan
Susu formula selama 2 tahun
Makanan pendamping mulai usia 6 bulan
Makanan padat mulai 12 bulan
Kebutuhan cairan : 1150 ml/hari
Kebutuhan protein : 1.5 x 13 kg = 19.5 kg/hari
Kebutuhan kalori : 100 x 13 kg = 1300 kkal/hari
Food recall 1 x 24 jam:
Waktu Jenis Makanan Porsi Kalori (kkal)
Pagi Bubur ayam ½ porsi 82.5
Susu formula 1 botol 150
Siang Bihun ayam ½ porsi 148
Susu formula 1 botol 150
Malam Bubur ayam ½ porsi 82.5
Susu formula 1 botol 150
Total 763
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : lemas
Nadi : 100 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Pernafasan : 25 x/menit, reguler
5
Antropometri
Pemeriksaan Fisik
6
Paru-paru:
Inspeksi : bentuk normal, simetris (+/+), jejas (-),
retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : stem fremitus sama kuat. tidak teraba massa (-),
krepitasi (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru, batas paru normal
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler (+/+), rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS IV MCL sinistra
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
7
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Penunjang
Hitung jenis
Basofil 0 0-1
Eosinophil 1 0-3
Batang 1 0-6
Segmen 75 (H) 50-70
Limfosit 20 20-40
8
Monosit 3 0-8
Rontgen Thoraks
Kesan: bronchopneumonia
9
X. Resume
10
XII. Pengkajian
a. Clinical Reasoning
Pasien datang dengan keluhan kejang . Kejang terjadi satu kali saat
demam tinggi. Demam tidak diukur saat di rumah. Kejang terjadi
kurang dari 5 menit dengan kondisi sekujur tubuh kaku dengan
mata mendelik ke atas. Setelah kejang pasien langsung menangis.
Sebelum kejang, pasien mengalami demam tinggi tapi tidak diukur
suhu tubuhnya, sudah diberi obat penurun panas tapi tidak turun.
Pasien sedang ada batuk dan pilek sudah 1 hari, diduga tertular dari
neneknya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas
bronkovesikuler dan terdapat ronkhi. Pada pemeriksaan lab darah
didapatkan peningkatan neutrofil segmen dan peningkatan LED.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan gambaran
bronchopneumonia.
b. Diagnosis Banding
Pneumonia
Kejang Demam Kompleks
c. Rencana Diagnostik
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan EEG
Rontgen Thoraks
11
d. Rencana Terapi Farmakologi
Paracetamol Syrup 120 mg/5ml = 1,5 cth setiap demam
f. Rencana Evaluasi
12
g. Edukasi
XIII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
13
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus
2. Epidemiologi
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya
sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus
influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi.
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita
14
3. Etiologi
Streptococcus pneumoniae diakui sebagai penyebab penting
bronkopneumonia pediatrik tanpa memandang usia dalam pengaturan rawat
inap dan rawat jalan. Di negara maju, S. pneumoniae mungkin menyumbang
25 hingga 30% dari kasus bronkopneumonia yang didapat dari komunitas
anak. bertanggung jawab atas sekitar 20% kasus, dan Chlamydia pneumoniae
dan Mycoplasma pneumoniae umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.6
4. Klasifikasi
15
4) Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda
seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
5. Gejala Klinis
malnutrisi berat. 10
Pneumonia bakterial harus dipertimbangkan pada anak usia <3 th. yang
mengalami panas badan >38,5 °Cdisertai retraksi dinding dada dan frekuensi
napas ≥50×/mnt.10
Pneumonia yang disebabkan Pneumoccocus spp. biasanya diawali dengan
demam dan napas cepat. Gejala lain yang umum ditemukan adalah kesukaran
bernapas, retraksi dinding dada, dan anak tampak tidak sehat (unwell
appearance).10
Pneumonia yang disebabkan Staphylococcus spp. mempunyai gejala
yang sama dengan pneumonia yang disebabkan pneumoccocus sering
ditemukan pada bayi, tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar
sebagai komplikasi dari influenza. Pneumonia yang disebabkan Mycoplasma
16
spp. harus dicurigai pada anak usia sekolah yang menunjukkan gejala
demam, nyeri sendi, sakit kepala, batuk.10
6. Patofisiologi
17
Bakteri, virus, jamur, protozoa dan patogen lainnya
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora normal dalam Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
usus
masuk alveoli eritrosit pecah
Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru
Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia
Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu
Akumulasi asam
Fatigue
Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
18
7. Diagnosis10
1) Anamensis
Demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak napas
Pada bayi, gejala tidak khas, sering kali tanpa demam dan batuk
Anak yang sudah cukup besar kadang dapat mengeluh nyeri kepala,
nyeri abdomen, disertai mual dan muntah
2) Pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
usia tertentu.
Neonatus: sering dijumpai takipnea, grunting, pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, sianosis, dan malas menyusu
Bayi yang lebih besar: jarang ditemukan grunting. Gejala lain
yang sering terlihat adalah batuk, panas, dan iritabel
Anak prasekolah, selain gejala di atas, dapat ditemukan batuk
produktif/nonproduktif, dan dispnea
Anak sekolah dan remaja, gejala lainnya yang dapat dijumpai
yaitu nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi, dan letargi
Takipnea berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan → ≥60×/mnt
Usia 2 – < 12 bulan → ≥50×/mnt
Usia 1–5 tahun → ≥40×/mnt
Takipnea terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
dalam mendiagnosis pneumonia.
Auskultasi → fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak
besar, mungkin tidak ditemukan pada bayi. Iritasi pleura akan
menyebabkan nyeri dada; bila berat gerakan dada tertinggal waktu
inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa
nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut
19
3) Pemeriksaaan Penunjang
A. Radiologi : Foto Rontgen toraks proyeksi posterior-anterior
(PA) merupakan dasar diagnosis utama pneumonia
20
8. Tatalaksana
Tatalaksana berdasarkan MTBS maka dibagi menjadi 3 klasifikasi sesuai
21
Berdasarkan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit oleh
WHO, berikut tatalaksana bronkopneumonia maupun pneumonia:
1) Pneumonia ringan
Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari.
2) Pneumonia berat
Anak dirawat di rumah sakit
Terapi antibiotik
- Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM
setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan
selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di
rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali
sehari) untuk 5 hari berikutnya.
- Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV
sekalisehari).
Terapi oksigen
- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%,
bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian
oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen
setelah saat ini tidak berguna
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau
masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia
secara terus-menerus setiap waktu.
- Lakukan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau
22
napas lebih dari sama dengan 70 kali per menit tidak ditemukan
lagi
Perawatan penunjang
- Bila anak disertai demam (> 390 C) yang tampaknya
menyebabkan distres, beri parasetamol.
- Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat
- Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara
perlahan.
- Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai
umur anak
- Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan
berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering.
Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan
pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen
diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama.
23
b) Empiema. Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan
tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung. Bila masif terdapat
tanda pendorongan organ intratorakal. Pekak pada perkusi. Gambaran foto
dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada. Jika terdapat
empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik dan cairan
pleura menjadi keruh atau purulen.
24
DAFTAR PUSTAKA
25