Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN

KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


Bronkopneumonia

Pembimbing:
dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp.A, IBCLC

Oleh:
Roderick Samuel Prentice
406181068

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT SUMBER WARAS PERIODE 31
DESEMBER 2018 – 9 MARET 2018 FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
HALAMAN
PENGESAHAN

Nama : Roderick Samuel Prentice

NIM : 406181068

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Tarumanagara

Tingkat : Program Studi Profesi Dokter (PSPD)

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Periode : 31 Desember 2018 – 9 Maret 2019

Pembimbing : dr. Meirani Sari, M.Sc, Sp.A

Diajukan :

Telah diperiksa dan disahkan tanggal …………

Mengetahui,

Ketua KSM Ilmu Kesehatan Anak Pembimbing RS Sumber

Waras

dr. Lie Affendi K, Sp. A dr. Meiriani Sari, M.Sc., Sp. A

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Roderick Samuel Prentice

NIM : 406181068

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Tarumanagara

Tingkat : Program Studi Profesi Dokter (PSPD)

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Periode : 31 Desember 2018 – 9 Maret 2019

Pembimbing : dr. Meirani Sari, M.Sc, Sp.A

Diajukan :

Telah diperiksa dan disahkan tanggal …………

Mengetahui,

Supervisor Pendidikan Ilmu Kesehatan Anak Pembimbing RS Sumber

Waras

dr. Hendy Halim, M.Sc , Sp. A dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp.A

iii
PENDAHULUAN

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu suatu peradangan pada


parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus sampai ke
alveolus dan sekitarnya.

Bronkopneumonia adalah suatu kondisi dimana terdapat konsolidasi


yang tidak merata (yang melebihi satu atau dua lobus) dimana eksudat dari sel
darah putih akan terakumulasi pada bronkus dan bronkiolous dengan penyebaran
ke alveoli yang berdekatan.

Bronkopneumonia merupakan kelainan pneumonia yang paling umum


terjadi pada anak-anak. Bronkopneumonia menempati posisi pertama sebagai
penyakit yang tingkat mortalitasnya tinggi pada anak dengan usia di bawah 5
tahun. Pada tahun 2013, bronkopneumonia telah menjadi penyebab kematian dari
935.000 anak dengan usia di bawah 5 tahun.

1
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. MAN
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : 15 June 2015
Usia : 2 tahun 6 bulan
Pendidikan : Belum bersekolah
Alamat : Tomang
Tanggal dan Jam Pemeriksaan : 5 Januari 2019, jam 06.00 WIB
Tanggal dan Jam Masuk RS : 5 Januari 2019, jam 01.00 WIB
No. RM : 627233

II. Riwayat Penyakit Sekarang


 Dilakukan alloanamnesis terhadap orang tua pasien pada tanggal 5
Januari 2019 jam 06.00 WIB

 Keluhan Utama: Kejang demam satu hari sebelum masuk rumah
sakit

 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dari IGD dengan keluhan kejang demam.
Kejang terjadi satu kali saat demam. Kejang terjadi kurang lebih 5
menit dengan kondisi sekujur tubuh kaku dan mata mendelik ke atas.
Kejang terjadi saat di rumah dan pasien langsung dibawah oleh
ibunya ke IGD RS. Setelah kejang tidak ada penurunan kesadaran.
Sebelum kejang, pasien mengalami demam tinggi tapi tidak
diukur suhunya. Ibunya memberikan obat penurun demam saat di
rumah tapi tidak ada penurunan suhu sehingga setelah itu terjadi
kejang.
Saat di IGD, pasien diberikan obat demam dan obat anti
kejang dan saat suhu tubuh 37.6-37.90C. Di IGD tidak terjadi
kejang lagi. Jadi kejang hanya terjadi satu kali saat di rumah.

2
Selain kejang demam, ibu pasien juga mengatakan kalau
anaknya ada batuk dan pilek pada sore harinya. Batuk dan pilek
sudah 1 hari. Batuk pileknya diduga tertular dari nenek pasien
menurut ibunya. Tidak ada keluhan mual dan muntah. Tidak ada
keluhan diare. BAB dan BAK masih normal, tidak ada perubahan.

III. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah dirawat di RS 2 kali pada usia 1 tahun dan 1.5 tahun
dengan diagnosis kejang demam.

IV. Riwayat Penyakit Keluarga

Orang tua pasien tidak ada riwayat kejang demam. Nenek pasien
sedang sakit batuk dan pilek.

V. Riwayat Perinatal
 Merupakan anak ke 1 dari 1 bersaudara

 Lahir cukup bulan (38-39 minggu), persalinan spontan

 Selama kehamilan rutin kontrol kehamilan setiap bulannya di
puskesmas.

 Tidak ada kondisi penyulit/penyakit selama hamil dan saat
melahirkan

 Keadaan saat lahir: bayi cukup bulan, sesuai masa kehamilan,
langsung menangis, bergerak aktif, bernafas spontan, dan tidak ada
kuning

3
VI. Riwayat Imunisasi
 Hepatitis B: usia 0,2,3,4 bulan
 BCG : usia 0 bulan (Scar + di lengan kanan atas)
 DPT : usia 2,3,4 bulan
 HiB : usia 2,3,4 bulan
 Polio : usia 0,2,3,4 bulan
 Campak : usia 9 dan 18 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai dengan usia

VII. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


 Riwayat Pertumbuhan
 BBL : 2700 gr
 PBL : 41 cm
 BBI : 13 kg
 BBS : 13 kg
 PBS : 88 cm
WHO Antropometri
 PB/U : (-2) – (-1) SD
 BB/U : (-1) – 0 SD
 BB/PB : 0 – (+1) SD
 Kesan : Pertumbuhan sesuai dengan usia
 Riwayat Perkembangan

 Tengkurap: usia 6 bulan
 Duduk : usia 7 bulan
 Berdiri : usia 8 bulan
 Berjalan : usia 10 bulan
 Berbicara : usia 12 bulan

 KPSP 30 bulan, jawaban Ya 9
Kesan : Perkembangan sesuai dengan usia

4
VIII. Riwayat Asupan Nutrisi
 ASI selama 2 bulan

 Susu formula selama 2 tahun

 Makanan pendamping mulai usia 6 bulan

 Makanan padat mulai 12 bulan
 Kebutuhan cairan : 1150 ml/hari
 Kebutuhan protein : 1.5 x 13 kg = 19.5 kg/hari
 Kebutuhan kalori : 100 x 13 kg = 1300 kkal/hari
 Food recall 1 x 24 jam:
Waktu Jenis Makanan Porsi Kalori (kkal)
Pagi Bubur ayam ½ porsi 82.5
Susu formula 1 botol 150
Siang Bihun ayam ½ porsi 148
Susu formula 1 botol 150
Malam Bubur ayam ½ porsi 82.5
Susu formula 1 botol 150
Total 763

Kesan : berdasarkan kualitas belum bervariasi dan


berdasarkan kuantitas belum mencukupi

IX. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pemeriksan fisik terhadap pasien pada


tanggal 5 Januari 2019 pukul 06.15 WIB

Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : lemas
 Nadi : 100 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
 Pernafasan : 25 x/menit, reguler

 Suhu : 38.6 0C (demam)


 Saturasi O2 : 99%

5
Antropometri

 BBL : 2700 gr


 PBL : 41 cm
 BBI : 13 kg
 BBS : 13 kg
 PBS : 88 cm
WHO Antropometri
 PB/U : (-2) – (-1) SD

 BB/U : (-1) – 0 SD

 BB/PB: 0 – (+1) SD

Pemeriksaan Fisik

 Kepala : normocephali, rambut warna hitam, distribusi merata,


tidak mudah dicabut, tidak teraba benjolan, tidak tampak kelainan
pada kulit kepala tidak teraba massa, ubun- ubun cekung (-)

 Mata : pupil bulat, isokor 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+),
konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-)

 Hidung : bentuk normal, deviasi (-), jejas (-), sekret (+/+), napas
cuping hidung (-), mukosa hidung hiperemis (+)

 Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, sekret (-/-), fistel
aurikular(-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik (-/-)

 Mulut: sianosis(-),stomatitis(-), mukosa oral basah warna merah
muda, lidah normal, atrofi papil lidah (-), gigi geligi lengkap, tidak
ada karies gigi, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, detritus (-)

 Leher : trakea di tengah, deviasi (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-)

6
Paru-paru:
 Inspeksi : bentuk normal, simetris (+/+), jejas (-),
retraksi dinding dada (-/-)

 Palpasi : stem fremitus sama kuat. tidak teraba massa (-),
krepitasi (-)

 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru, batas paru normal

 Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler (+/+), rhonki (+/+),
wheezing (-/-)

Jantung :
 Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

 Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS IV MCL sinistra

 Perkusi : dalam batas normal

 Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen :

 Inspeksi: tampak datar, striae (-), sikatriks (-), massa (-),


pelebaran vena (-), jejas (-)

 Auskultasi: bising usus (+) normal 9 kali/menit

 Perkusi: timpani di seluruh abdomen

 Palpasi: supel, defans muskular (-), NT (-) di seluruh lapang
abdomen, massa (-)

 Anus dan genitalia: tidak diperiksa

 Ekstremitas dan tulang belakang: akral hangat, edema(-), CRT
<2s, sianosis (-), tulang belakang normal, kifosis (-), lordosis (-),
skoliosis (-)

 Kulit : dalam batas normal, turgor kulit baik, sianosis (-), petekie (-

)

 KGB : tidak teraba pembesaran KGB

Kesan : didapatkan mukosa hidung hiperemis, terdapat sekret di


hidung, suara nafas bronkovesikuler, dan rhonki di kedua
lapang paru

7
Pemeriksaan Neurologis

 Refleks fisiologis : biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+),


achilles (+/+)

 Refleks patologis : babinski (-/-), chaddock (-/-), schaeffer (-/-),
gordon (-/-)

 Meningeal sign: kaku kuduk (-), Brudzinsky I-IV (-)

 Normotomi, normotropi

 Kekuatan dalam batas normal

 N. Cranialis I-XII dalam batas normal

Kesan : pemeriksaan neurologis dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Nilai normal


Eritrosit 4.57 juta/μL 3.70 – 5.20

Haemoglobin 11.6 g/dL 10.7 – 14.7

Hematokrit 35.4% 35.0 – 43.0

Trombosit 222 ribu/μL 150 – 440

Leukosit 8.4 ribu/μL 5.5 – 15.5

Hitung jenis
Basofil 0 0-1
Eosinophil 1 0-3
Batang 1 0-6
Segmen 75 (H) 50-70
Limfosit 20 20-40

8
Monosit 3 0-8

LED 38 (H) 0-20


Kalium Darah 3.3 (L) 3,5-5,0 mmol/L
Natrium Darah 142 136-146 mmol/L
Chlorida Darah 102 98-106 mmol/L
Calsium Ion 0.54 (L) 1,15-1,29 mmol/L
GDS 151 70-199 mg/dL

Rontgen Thoraks

Tampak gambaran infiltrat di


perihilar kanan dan kiri serta
gambaranair bronchogram di
parahilar kanan

Kesan: bronchopneumonia

9
X. Resume

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 2 tahun 6 bulan hari


dengan keluhan kejang demam. Kejang terjadi satu kali saat demam.
Kejang terjadi kurang lebih 5 menit dengan kondisi sekujur tubuh kaku
dan mata mendelik ke atas. Setelah kejang tidak ada penurunan
kesadaran. Sebelum kejang, pasien mengalami demam tinggi tapi tidak
diukur suhunya. Diberikan obat penurunn panas tapi tidak ada
perubahan. Saat di IGD, pasien diberikan obat demam dan obat anti
kejang dan saat suhu tubuh 37.6-37.90C. Pasien juga ada batuk dan
pilek. Batuk dan pilek sudah 1 hari. Tidak ada keluhan mual dan
muntah. Tidak ada keluhan diare. BAB dan BAK masih normal, tidak
ada perubahan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa hidung
hiperemis, terdapat sekret di hidung, suara nafas bronkovesikuler, dan
rhonki di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan lab darah didapatkan
peningkatan neutrofil segmen, peningkatan LED, penurunan kadar
kalium darah dan kadar kalsium ion. Pada pemeriksaan rontgen
thoraks didapatkan gambaran bronchopneumonia.

XI. Daftar Masalah/Diagnosa


 Daftar Masalah

 Kejang

 Demam

 Batuk dan Pilek 1 hari

 Nenek pasien sedang sakit batuk dan pilek

 Diagnosis

 Bronchopneumonia (J18)

 Kejang Demam Sederhana (R56.00)

10
XII. Pengkajian
a. Clinical Reasoning

Pasien datang dengan keluhan kejang . Kejang terjadi satu kali saat
demam tinggi. Demam tidak diukur saat di rumah. Kejang terjadi
kurang dari 5 menit dengan kondisi sekujur tubuh kaku dengan
mata mendelik ke atas. Setelah kejang pasien langsung menangis.
Sebelum kejang, pasien mengalami demam tinggi tapi tidak diukur
suhu tubuhnya, sudah diberi obat penurun panas tapi tidak turun.
Pasien sedang ada batuk dan pilek sudah 1 hari, diduga tertular dari
neneknya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas
bronkovesikuler dan terdapat ronkhi. Pada pemeriksaan lab darah
didapatkan peningkatan neutrofil segmen dan peningkatan LED.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan gambaran
bronchopneumonia.

Maka dari itu, dapat ditegakkan diagnosis: Bronchopneumonia dan


Kejang Demam Sederhana

b. Diagnosis Banding
 Pneumonia

 Kejang Demam Kompleks


c. Rencana Diagnostik
 Pemeriksaan darah lengkap

 Pemeriksaan elektrolit

 Pemeriksaan EEG

 Rontgen Thoraks

11
d. Rencana Terapi Farmakologi
 Paracetamol Syrup 120 mg/5ml = 1,5 cth setiap demam

>37.80C dapat diulang setiap 4 jam

 Diazepam pulvus = 3.9 mg per pulv setiap demam


Dosis : 0.3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0.5 mg/kg/kali
(5 mg untuk berat badan < 12 kg dan 10 mg untuk berat badan
> 12 kg)
 Amoksilin syrup 125 mg/5 ml = 2 x 1,5 cth selama 3 hari

 Salbutamol syrup 2 mg/5 ml = 3 x 1/2 cth


Dosis : 0.05-0.1 mg/kgBB/kali (3-4x sehari)

e. Rencana Terapi Non Farmakologi


 Kebutuhan cairan : 1150 ml/24 jam
 Oral on demand
 Kebutuhan kalori : 1300 kkal/hari
 Kebutuhan protein : 19.5 gr/hari

 Makan nasi dan lauk 3 x1 dan selingan buah 2 x 1

f. Rencana Evaluasi

 Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital setiap 3 jam



 Observasi kejang

 Observasi tanda-tanda pneumonia berat

12
g. Edukasi

Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai kejang demam dan


bronchopneumonia

XIII. Prognosis
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam

13
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus

sampai ke alveolus dan sekitarnya.1


Bronkopneumonia adalah suatu kondisi dimana terdapat konsolidasi
yang tidak merata (yang melebihi satu atau dua lobus) dimana eksudat dari
sel darah putih akan terakumulasi pada bronkus dan bronkiolous dengan
penyebaran ke alveoli yang berdekatan.2

2. Epidemiologi
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya
sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus
influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi.
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita

diperkirakan antara 10-20% pertahun.3


Bronkopneumonia merupakan kelainan pneumonia yang paling umum
terjadi pada anak-anak. Bronkopneumonia menempati posisi pertama sebagai
penyakit yang tingkat mortalitasnya tinggi pada anak dengan usia di bawah 5
tahun. Pada tahun 2013, bronkopneumonia telah menjadi penyebab kematian

dari 935.000 anak dengan usia di bawah 5 tahun.4


Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia
hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian
yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari
seluruh penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada
anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan
dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan
lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang.5

14
3. Etiologi
Streptococcus pneumoniae diakui sebagai penyebab penting
bronkopneumonia pediatrik tanpa memandang usia dalam pengaturan rawat
inap dan rawat jalan. Di negara maju, S. pneumoniae mungkin menyumbang
25 hingga 30% dari kasus bronkopneumonia yang didapat dari komunitas
anak. bertanggung jawab atas sekitar 20% kasus, dan Chlamydia pneumoniae
dan Mycoplasma pneumoniae umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.6

4. Klasifikasi

Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan


sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan
pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang

spesifik untuk masing-masing derajat penyakit. 7


Dalam MTBS, klasifikasi pneumonia adalah sebagai berikut:8
1) Pneumonia berat : terdapat tarikan dinding dada ke dalam atau saturasi
oksigen < 90%
2) Pneumonia : napas cepat
3) Batuk bukan pneumonia : tidak ada tanda-tanda pneumonia berat
maupun pneumonia
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:9
1) Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
2) Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan
masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
3) Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan
yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari 2 bulan; >50
x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia
1-5 tahun.

15
4) Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda
seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

5. Gejala Klinis

Sebagian besar pneumonia pada anak menunjukkan gambaran klinis yang


ringan sampai sedang sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
anak mengalami pneumonia berat yang mengancam kehidupan dan mungkin

terdapat komplikasi, sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.10


Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringan infeksi. Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
nafsu makan menurun, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau

diare; kadang-kadang ditemukan gejala ekstraparu. 10


Pada anak dengan malnutrisi berat, demam jarang terjadi gejala gangguan
respiratori: batuk, sesak napas, retraksi dinding dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Gambaran klinis pneumonia pada
anak malnutrisi berat kurang spesifik dan dapat tumpang tindih dengan sepsis.
Penelitian mengenai validas tanda klinis WHO menunjukkan bahwa tanda klinis
yang direkomendasikan oleh WHO kurang sensitif sebagai prediktor pneumonia
dibandingkan dengan gambaran radiologis pada anak

malnutrisi berat. 10
Pneumonia bakterial harus dipertimbangkan pada anak usia <3 th. yang
mengalami panas badan >38,5 °Cdisertai retraksi dinding dada dan frekuensi

napas ≥50×/mnt.10
Pneumonia yang disebabkan Pneumoccocus spp. biasanya diawali dengan
demam dan napas cepat. Gejala lain yang umum ditemukan adalah kesukaran
bernapas, retraksi dinding dada, dan anak tampak tidak sehat (unwell

appearance).10
Pneumonia yang disebabkan Staphylococcus spp. mempunyai gejala
yang sama dengan pneumonia yang disebabkan pneumoccocus sering
ditemukan pada bayi, tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar
sebagai komplikasi dari influenza. Pneumonia yang disebabkan Mycoplasma

16
spp. harus dicurigai pada anak usia sekolah yang menunjukkan gejala
demam, nyeri sendi, sakit kepala, batuk.10

6. Patofisiologi

Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui


saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam
alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan
pada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.11 Kemudian
proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses
peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain
:11 1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan,
membengkak, pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan
keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel
darah merah fibrinosa, leukosit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura
yang berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena leukosit dan fibrinosa
terjadi konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang
ada pada pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada struktur semua

17
Bakteri, virus, jamur, protozoa dan patogen lainnya

 Penderita sakit berat yang dirawat di RS


 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
 Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan Edema antara


pencernaan pembuluh darah suhu kaplier dan alveoli

Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora normal dalam Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam

Retraksi dada / laktat nafas cuping hidung

Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas

18
7. Diagnosis10
1) Anamensis
Demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak napas
Pada bayi, gejala tidak khas, sering kali tanpa demam dan batuk
Anak yang sudah cukup besar kadang dapat mengeluh nyeri kepala,
nyeri abdomen, disertai mual dan muntah
2) Pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
usia tertentu.
 Neonatus: sering dijumpai takipnea, grunting, pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, sianosis, dan malas menyusu

 Bayi yang lebih besar: jarang ditemukan grunting. Gejala lain
yang sering terlihat adalah batuk, panas, dan iritabel

 Anak prasekolah, selain gejala di atas, dapat ditemukan batuk
produktif/nonproduktif, dan dispnea

 Anak sekolah dan remaja, gejala lainnya yang dapat dijumpai
yaitu nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi, dan letargi

Takipnea berdasarkan WHO:

 Usia < 2 bulan → ≥60×/mnt

 Usia 2 – < 12 bulan → ≥50×/mnt

 Usia 1–5 tahun → ≥40×/mnt
Takipnea terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
dalam mendiagnosis pneumonia.
Auskultasi → fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak
besar, mungkin tidak ditemukan pada bayi. Iritasi pleura akan
menyebabkan nyeri dada; bila berat gerakan dada tertinggal waktu
inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa
nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut

19
3) Pemeriksaaan Penunjang
A. Radiologi : Foto Rontgen toraks proyeksi posterior-anterior
(PA) merupakan dasar diagnosis utama pneumonia

 Konsolidasi lobar atau segmental disertai air bronchogram,


biasanya disebabkan infeksi Pneumoccocus spp. atau bakteri lain

 Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mikoplasma;
gambaran berupa corakan bronkovaskular bertambah,
peribronchial cuffing, dan overaeration; bila berat terjadi patchy
consolidation karena atelektasis

 Gambaran difus bilateral, corakan peribronkial bertambah, dan
infiltrat halus sampai ke perifer.

 Gambaran pneumonia karena S. aureus biasanya menunjukkan
pneumatokel

B. Laboratorium
Jumlah leukosit >15.000/μL dengan dominasi neutrofil sering
didapatkan pada pneumonia bakteri, tetapi dapat pula karena
pneumonia nonbakteri. Diagnosis pasti pneumonia bakterial yaitu
dengan isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura, atau darah.
Pengambilan spesimen dari paru sangat invasif dan tidak rutin
diindikasikan dan dilakukan. Kultur darah hanya (+) pada 10−30%
kasus. Pemeriksaan C-reactive protein perlu dipertimbangkan pada
pneumonia dengan komplikasi dan dapat bermanfaat untuk melihat
respons antibiotik. Tidak dapat membedakan pneumonia akibat virus
ataubakteri.

20
8. Tatalaksana
Tatalaksana berdasarkan MTBS maka dibagi menjadi 3 klasifikasi sesuai

dengan beratnya pneumonia, yaitu:8


1) Pneumonia berat : beri oksigen minimal 2-3 liter per menit dan
berikan dosis pertama antibiotik yang sesuai. Kemudian segera rujuk
2) Pneumonia : beri amoksisilin 2 kali sehari selama 3hari. Beri
pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman. Obati wheezing bila
ada. Apabila batuk > 14 hari atau wheezing berulang, segera rujuk untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Kunjungan ulang 3 hari.
3) Bukan pneumonia : beri pereda tenggorokan dan pereda batuk yang
aman. Obati wheezing bilang ada. Apabila batuk > 14 hari atau
wheezing berulang, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kunjungan
ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan.

Dosis amoksisilin yang digunakan adalah 2 kali sehari selama 3 hari


sebagai berikut:
Berat Badan Tablet (500 mg) Sirup per 5 ml (125
mg)
4 - < 6 kg ¼ 5 ml
6- < 10 kg ½ 10 ml
10 - < 16 kg 2/3 12,5 ml
16 - < 19 kg ¾ 15 ml

Dosis pemberian pereda tenggorokan dan pereda batuk 3 kali


sehari selama 3 hari menggunakan Salbutamol sebagai berikut:
Umur atau berat Tablet 2 mg Tablet 4 mg badan

2 bulan - < 12 bulan ½ 1/4


(<10 kg)
12 bulan - < 5 tahun 1 1/2
(10-19 kg)

21
Berdasarkan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit oleh
WHO, berikut tatalaksana bronkopneumonia maupun pneumonia:
1) Pneumonia ringan
Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari.
2) Pneumonia berat
 Anak dirawat di rumah sakit

 Terapi antibiotik

- Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM
setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan
selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di
rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali
sehari) untuk 5 hari berikutnya.
- Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV
sekalisehari).
 Terapi oksigen

- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%,
bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian
oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen
setelah saat ini tidak berguna
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau
masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia
secara terus-menerus setiap waktu.
- Lakukan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau

22
napas lebih dari sama dengan 70 kali per menit tidak ditemukan
lagi
 Perawatan penunjang

- Bila anak disertai demam (> 390 C) yang tampaknya
menyebabkan distres, beri parasetamol.
- Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat
- Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara
perlahan.
- Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai
umur anak
- Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan
berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering.
Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan
pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen
diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama.

9. Prognosis dan Komplikasi


Jika bronkopneumonia ini cepat didiagnosis dan diberikan terapi yang
adekuat maka prognosisnya akan baik dan komplikasi kemungkinan kecil
tidak akan terjadi.
Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi
anak semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain.
Jika mungkin, lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi. Beberapa
komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:7
a) Pneumonia Stafilokokus. Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan
klinis secara cepat walaupun sudah diterapi, yang ditandai dengan adanya
pneumatokel atau pneumotoraks dengan efusi pleura pada foto dada,
ditemukannya kokus Gram positif yang banyak pada sediaan apusan sputum.
Adanya infeksi kulit yang disertai pus/pustula mendukung diagnosis.

23
b) Empiema. Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan
tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung. Bila masif terdapat
tanda pendorongan organ intratorakal. Pekak pada perkusi. Gambaran foto
dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada. Jika terdapat
empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik dan cairan
pleura menjadi keruh atau purulen.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 6.Jakarta :EGC.2014


2. What is bronchopneumonia? [Internet]. Medscape.com. 2019 [cited 6
February 2019]. Available from:
https://www.medscape.com/answers/967822-23499/what-is-
bronchopneumonia
3. Hood A, Wibisono MJ, Winariani. Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya:
Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran Universitas Airlangga; 2004.
4. Zec SL, Selmanovic K, Andrijic NL, Kadic A, Zecevic L, Zunic L.
Evaluation of Drug Treatment of Bronchopneumonia at the Pediatric Clinic in
Sarajevo. Med Arch. 2016;70(3):177-81.
5. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta:
Depkes; 2009.
6. Jr MCGH. Etiology and treatment of pneumonia. Pediatr Infect Dis J
2000;4:373–7.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10783038
7. WHO. Batuk dan atau kesulitan bernapas. Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit. 1st ed., WHO; 2009, p. 86-93s
8. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
9. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010.

10. Wulandari DA, Suardi AU, Nataprawira HM, Sudarwati S. Respirologi,


Pneumonia. In: Gana H, Nataprawira HM, editors. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 5th ed., Bandung: Departemen/SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/RSUP Dr.
Hasan Sadikin; 2014, p. 932–43.
11. Supriyanto Bambang. Infeksi Respiratorik Bawah Akut Pada Anak. Sari
Pediatri, Vol.8, No.2, September 2009: 100-106

12. Banaszak IW, Breborowicz A. Pneumonia in Children. Respiratory Disease


and Infection-A New Insight. 2013:p1-36
13. Singh YD. Pathophysiology of Community Acquired Pneumonia. Supplement
to JAPI. 2012 January:60;p7-9
14. Raised WHO classification and Treatment of childhood pneumonia at health
facility. Evidence Summary.World Health Organization. 2014:p1-22
15. Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical Guidelines diagnosis and treatment
manual. Medicine Sans Frontieres. 2016;p71-78

25

Anda mungkin juga menyukai