Anda di halaman 1dari 25

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Yunani “vertere” yang artinya memutar.
Vertigo adalah suatu perasaan gangguan keseimbangan.1 Vertigo seringkali
dinyatakan sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau
dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif atau objektif), dan
berjungkir balik. Ada yang menyebut vertigo sebagai halusinasi gerakan di
mana penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal
lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal
tidak. Gerakan pada vertigo umumnya gerakan berputar, namun sesekali
dijumpai kasus dimana gerakan bersifat linear (garis lurus); tubuh seolah-
olah didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal. Sering vertigo disertai
oleh gangguan sistem otonom, seperti rasa mual, pucat, berkeringat dingin,
muntah, perubahan denyut nadi dan tekanan darah.1
BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dengan
gejala vertigo positional yang terjadi secara berulang dengan tipikal
nistagmus paroksimal. BPPV secara historitikal merupakan bentuk dari
vertigo positional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan
saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik.
Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit.5

3.2. Epidemiologi
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien
datang ke dokter.4 Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai
30% dari populasi dan mencapai 40% pada orang yang berumur di atas 40
tahun.4,5 Vertigo meningkatkan resiko cedera akibat trauma sampai 25%
pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika, dari data pada

1
tahun 1999 sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari
diagnosis pasien yang datang ke ruang gawat darurat.5
Vertigo adalah masalah kesehatan yang sering ditemui pada orang
dewasa. Di USA 40% penduduk pernah sedikitnya sekali merasa pusing.
Prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita dan meningkat sesuai usia.
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000
penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun).
Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki
riwayat cedera kepala.4

3.3. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak.Vertigo bisa
disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo
juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan tekanan
darah yang terjadi secara tiba-tiba.4
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan
 Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
 Alkohol
 Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
 Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnyaaliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri
vertebral dan arteri basiler.
4. Kelainan di telinga

2
 Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional
vertigo)
 Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
 Herpes zoster
 Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
 Peradangan saraf vestibuler
 Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
 Sklerosis multipel
 Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
 Tumor otak
Tumor yang menekan saraf vestibularis.1

Penyebab paling umum dari BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah
cedera kepala. Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah degenerasi
sistem vestibular dalam telinga. BPPV meningkat dengan semakin
bertambahnya usia. Kadang-kadang BPPV terjadi pasca operasi, dimana
penyebabnya adalah kombinasi atau salah satu diantara terlalu lama
berbaring dalam keadaan terlentang atau trauma telinga bagian dalam. BPPV
juga sering terjadi pada orang yang berada dalam pengobatan dengan obat
ototoxic seperti gentamisin. Setengah dari seluruh kasus BPPV disebut
idiopatik yang berarti terjadi tanpa alasan yang diketahui.5
Semakin bertambah usia semakin meningkat angka kejadian BPPV.
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial
berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkular posterior. Deposit
ini menyebabkan bejana semisirkular jadi sensitif terhadap perubahan
gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.5
Menurut Mohammad maqbool, terdapat beberapa penyebab vertigo.
Penyebab vertigo terdiri dari:15

3
a. Vaskular
Penyebab vertigo dari gangguan vaskular terdiri atas insufisiensi
vertebrobasiler, stroke, migrain, hipotensi, anemia, hipoglikemia,
dan penyakit meniere.
b. Epilepsi
c. Receiving any treatment
Beberapa obat-obatan seperti antibiotik, obat jantung,
antihipertensi, obat sedatif, dan aspirin dapat menyebabkan
ganggua vertigo.
d. Tumor, trauma dan tiroid
1) Tumor
Adanya tumor seperti neuroma, glioma dan tumor
intraventrikular dapat menyebabkan gangguan vertigo.
2) Trauma
Adanya trauma pada daerah tulang temporal dan trauma
servikal dapat menyebabkan gejala vertigo.
3) Tiroid
Adanya penurunan fungsi tiroid dapat menyebabkan gejala
tiroid.
e. Infeksi
Apabila terjadi infeksi pada daerah keseimbangan seperti
labirintitis maupun vestibular neuronitis dapat menyebabkan
gangguan vertigo.
f. Glial Disease (Multiple Sclerosis)
g. Ocular disease or imbalance

4
3.4. Klasifikasi

Skema 1. Klasifikasi vertigo7

Skema 2. Algoritma diagnosis vertigo4


Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular
dan non-vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh
gangguan sistem vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo
yang disebabkan oleh gangguan sistem visual dan somatosensori.

5
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo


vestibular perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang
terjadi akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam)
ataudi ganglion vestibular atau di saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear)
divisi vestibular. Contoh penyakit-penyakit di labirin adalah BPPV, penyakit
meniere, fistula perilymph, obat-obat ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat
ototoksik mencakup: streptomisin, kinine, barbiturat, alcohol, aspirin,
caffeine, antikonvulsan, antihipertensi, tranquilizer, psikotropik dan obat
hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus vestibularis adalah neuritis
vestibularis dan neuroma akustikus.1
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan
alat keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi
(serebelum dan batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab
vertigo sentral antara lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum,
nukleus vestibular, dan koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf
pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan
neuroma akustik juga termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat
gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya menimbulkan gejala
kejang parsial kompleks.5

6
Perbedaan Vertigo Sentral dan Perifer Berdasarkan Gejala Klinis
(Tabel 2)
1. Vertigo perifer beronset akut, sedangkan vertigo sentral beronset
kronis atau perlahan (gradual). Dengan kata lain, durasi gejala pada
vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit, harian, mingguan, namun
berulang(recurrent)
2. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis),
Ménière's, neuronitis, iskemia, trauma, toksin. Penyebab umum vertigo
sentral adalah vaskuler, demyelinatin, neoplasma
3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo
sentral ringan hingga sedang
4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada
vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.
5. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally
related),sedangkan vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi.
6. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian (deafness)
umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo
sentral.
7. Tinnitus (telinga berdenging) seringkali menyertai vertigo perifer.
Pada vertigo sentral, biasanya tidak disertai tinnitus.
8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis
(neurologic deficits) umumnya terjadi pada vertigo sentral.
9. Sifat nistagmus pada vertigo perifer adalah fatigable, berputar
(rotary)atau horisontal, dan dihambat oleh fiksasi okuler, sedangkan
sifat nystagmus pada vertigo sentral adalah nonfatigable,banyak
arah(multidirectional), dan tidak dihambat oleh fiksasi okuler.1

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset Perlahan, onset gradual
mendadak

7
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan Ya Kadang tidak berkaitan
posisi kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi cranial Tidak ada Kadang disertai ataxia
atau cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang Biasanya normal
atau dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal Nistagmus horizontal atau
dan rotatoar; ada vertikal; tidak ada nistagmus
nistagmus fatique 5-30 fatique
detik
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple

3.5. Patofisiologi
Neurofisiologi alat keseimbangan tubuh memiliki perjalanan impuls
yang berkaitan dengan fungsi alat keseimbangan tubuh melewati tahapan-
tahapan sebagai berikut:
1) Tahap Transduksi
Rangsangan gerakan diubah oleh reseptor vestibuler, reseptor visus
dan reseptor propioseptik menjadi impuls saraf. Mekanisme transduksi

8
ini berlangsung ketika rangsangan gerakan membangkitkan gelombang
pada endolimf yang mengandung ion kalium. Gelombang endolimf akan
menekuk sel rambut (stereosilia) yang kemudian membuka/menutup
kanal ion kalium. Bila tekukam stereosilia mengarah ke kinocilia(rambut
sel terbesar) maka akan timbul influks ion K dari endomilf ke dalam
hairy cell yang akan membangkitkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion
calsium(Ca) akan membuka dan ion akan masuk ke hairy cell. influks
ion Ca bersama potensial aksi merangsang pelepasan neurotransmitter ke
celah sinaps untuk menghantarkan impuls ke neuron berikutnya yaitu
saraf aferen vestibularis selanjutnya menuju ke pusat alat keseimbangan
tubuh.
2) Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari hairy cell akan dihantarkan oleh saraf
aferen vestibularis menuju ke otak dengan neurotransmitter glutamat.
3) Tahap Modulasi
4) Modulasi dilakukan oleh beberapa stuktur di otak yang merupakan pusat
alat kesehatan tubuh , antara lain :
 Inti vestibularis
 Vestibulo-serebelum
 Inti okulomotorius
 Hipotalamus
 Farmasio retikularis
 Korteks prefrontsl dan limbik
5) Tahap Persepsi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara
terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan.
Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptif, jaras-
jaras yang menghubungkan nuclei vestibularis dengan nuklei N. III, IV
dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi

9
yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor
visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.6

Dalam kondisi fisiologis atau normal, informasi yang tiba di pusat


integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual
dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya
dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons
yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh
dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala
dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan
tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau
tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan,
maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul
gejala vertigo dan gejala otonom; disamping itu, respons penyesuaian
otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang
dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri atau berjalan
dan gejala lainnya. 1,6

Kopulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista


ampularis. Partikel ini membuat kanalis semisirkularis posterior menjadi
lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan dengan adanya
suatu benda berat yang melekat di puncak tiang, yang menyebabkan posisi
tiang sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral karena adanya benda
berat tersebut. Dengan analogi tersebut, kupula sulit untuk kembali ke posisi
netral, sehingga timbul nistagmus dan pusing.6
Selain itu, dapat pula disebabkan karena adanya partikel yang bebas
bergerak (canalith) di dalam kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala
dalam posisi tegak, kanalit berada pada posisi terendah di kanalis
semisirkularis posterior. Saat kepala direbahkan hingga posisi supinasi,

10
terjadi perubahan posisi kanalit sejauh 90o. Setelah beberapa saat, gravitasi
menarik kanalit semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi
kupula. Defleksi kupula inilah yang menyebabkan terjadinya nistagmus. Jika
kepala dikembalikan ke posisi awal, maka terjadi gerakan sebaliknya, timbul
pula nistagmus pada arah yang berlawanan.6
Teori ini dianalogikan seperti kerikil yang terdapat di dalam ban.
Ketika ban terputar, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena
gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan
menimbulkan pusing. Teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan
(latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai
bergerak.6
BPPV disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium karbonat
yang berasal dari makula di utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen
dari salah satu kanal semisirkularis. Kalsium karbonat dua kali lebih padat
dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap
gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal ini bergerak di kanal
semisirkularis (kanalitiasis), menyebabkan pergerakan endolimfe yang
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena sehingga menimbulkan
vertigo. Arah nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal
yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ekstraokuler.6
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami secara
pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada
banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui.6

3.6. Diagnosis
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai deskripsi jelas
keluhan pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa
goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil atau melayang. Bagaimana bentuk
serangan vertigo, apakah pusing berputar atau rasa goyang/melayang.
Bagaimana sifat serangan sifat serangan vertigo, apakah periodik, kontinu,
ringan atau berat. Selain itu, faktor pencetus atau situasi pencetus terjadinya

11
vertigo, apakah saat perubahan gerakan kepala atau posisi, berada dalam
situasi keramaian dan emosional ataukah ada faktor suara. Gejala otonom
yang menyertai keluhan vertigo seperti adakah mual, muntah, keringat
dingin. Selain itu, gejala gangguan pendengaran dan riwayaat konsumsi obat
seperti streptomisin, gentamisin dan kemoterapi yang memicu vertigo. Ada
tidaknya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi,
hipotensi, dan penyakit paru.8
Secara rinci, vertigo vestibuar tipe perifer timbulnya lebih mendadak
setelah perubahan posisi kepala dengan rasa berputar yang berat,disertai
mual atau muntah dan keringat dingin. Serangan pada BPPV singkat biasa
dalam waktu 10-30 detik. Dapat pula disertai gangguan pendengaran berupa
tinitus atau ketulian dan tidak disertai gejala neurologik fokal seperti
hemiparesis, diplopia.
 Pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan terdiri dari:
Kesadaran pada BPPV baik. Kesadaran dapat menurun pada
vertigo vestibular sentral.
1. Fungsi vestibular atau serebral
a. Test Romberg
Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-
mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Pada kelainan
vestibular hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah dan kemudian kembali lagi. Pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Pada kelainan serebelar badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.7

12
Gambar 1. Uji Romberg6
b. Tandem gait
Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau
kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian.
Pada kelainan vestibular perjalanannya akan menyimpang dan pada
kelainan serebelar penderita akan cenderung jatuh.7
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan
di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu
menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang
atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar
cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang
lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke
arah lesi.7

13
Gambar 2. Uji Unterberger7
d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannnya ke atas kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibular akan terlihat pennyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.5

Gambar 3. Uji Tunjuk Barany


e. Fukuda test dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat
sebanyak 50 langkah kemudian diukur sudut penyimpangan kedua
kaki, normal sudut penyimpangan tidak lebih dari 30°.

14
2. Pemeriksaan Neuro-Otologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak
lesinya di sentral atau perifer. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah dix hallpike dan tes kalori.
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke
kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau
sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang
dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-
ulang beberapa kali(fatigue). Sentral: tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti semula(non-fatigue).5,8

Gambar 4. Uji Dix Halpike9

15
Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Periode Laten + -
Lama Nistagmus <2menit >2menit
Vertigo + -/+ (sedikit)
Lelah + -
Tabel 3. Hasil Uji Dix Halpike

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga
diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC)
masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit.
Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi
sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan
tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika
abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air
hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance
ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di
masing-masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di
labirin atau N.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.5,8
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.5

16
3.7. Diagnosis Banding

3.8. Penatalaksanaan
Terdiri dari Non-farmakoterapi dan farmakoterapi :
1. Non-Farmakoterapi
BPPV dikatakan suatu penyakit ringan dan dapat sembuh secara
spontan dalam beberapa bulan. Namun, telah banyak penelitian yang
membuktikan bahwa pemberian terapi manuver dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi resiko jatuh pada pasien. Efek samping dilakukannya
manuver adalah mual, muntah, vertigo dan nistagmus. Hal ini karena
adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcatio.
Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi
duduk minimal 10 menit untuk menghindari resiko jatuh.8,12
Tujuan manuver adalah mengembalikan partikel ke posisi awalnya
yaitu di makula utrikulus. Selain itu, manuver dapat menimbulkan dan
meningkatkan kompensasi sentral. Dengan terapi rehabilitative juga
dapat menimbulkan habituasi berkurangnya respons terhadap stimulasi
sensorik.7
a. Metode Brand-daroff
Penderita duduk di tepi tempat tidur dengan kaki tergantung.
Kedua mata ditutup, berbaring dengan cepat pada salah satu sisi
tubuh selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30

17
detik, baringkan tubuh ke sisi lain dengan cara yang sama, tunggu
selama 30 detik, setelah itu duduk kembali. Dilakukan 5 kali pagi
dan 5 kali malam.5,8

Gambar 5. Metode Brand-Daroff

b. Manuver Epley

18
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit
sebesar 45o. Lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90o kesisi
sebaliknya dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan
dipertahankan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.10

c. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis


kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit.
Nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah
ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi
duduk lagi.10

19
d. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal


lateral. Pasien berguling 360o yang dimulai dari posisi supinasi lalu
pasien menolehkan kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti dengan
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh
ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien
kemudian menoleh lagi 90o dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-
partikel sebagai respon terhadap gravitasi.10
2. Simptomatik13
 Gol.antikolinergik:
Mengurangi eksitatori kolinergik ke nervus vestibularis. Ini akan
menurunkan firing rate dan respons nervus vestibularis terhadap
rangsang. Contoh obat dalam golongan ini adalah skopolamin dan
atropine. Efek sampingnya adalah mulut kering.
 Gol. Antihistamin:
Mempunyai efek antikolinergik, menginhibisi monoaminergik
dan menginhibisi nervus vestibularis. Contoh obatnya adalah
sinarisin, dimenhidrinat, prometasin dan betahistin.

20
- Dimenhidrinat lama kerja obat ini adalah 4-6 jam. Obat dapat
diberi peroral atau parenteral (suntikan intramuskular dan
intravena) dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
- Difenhidramin HCL. Lama aktivitas obat ini adalah 4-6 jam,
diberikandengan dosis 25 mg – 50 mg, 4 kali sehari per oral.
- Senyawa betahistin :
Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kalii sehari per oral.
Betahistin HCL dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari.
 Gol. Benzodiazepine:
Mengurangi kecemasan untuk psikogenik vertigo
 Gol. Selective Ca++ entry blocker:
Mencegah akumulasi dari intraseluler secara spesifik, proteksi
dari sel otak dari hipoksia, perbaikan mikrosirkulasi, proteksi sel
neuronal, proteksi sel endothelial, anti vasokonstriksi, menekan
aktivitas vestibuler, dan efek samping saluran cerna yang rendah.
Contoh obat adalah Cinarizine, yang mempunyai khasiat menekan
fungsi vestibular dan dapat mengurangi akselerasi angluar dan linear.
Dosis biasanya adalah 15-30 mg, 3 kali sehari.
Tabel 4. Obat Anti Vertigo

21
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat bahkan setelah
dilakukan manuver diatas.

3.9. Prognosis
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik,
dapat terjadi remisi sempurna. BPPV setelah dilakukan CRP (Canalith
repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan
selama 6 minggu meskipun pada beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali
pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.11

22
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Vertigo adalah ilusi bergerak. Ada yang menyebutnya halusinasi
gerakan di mana penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak,
padahal lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak,
padahal tidak demikian. Vertigo dibedakan menjadi true vertigo (vertigo
vestibular) dan pseudovertigo (vertigo non vestibular). Vertigo vestibular
dibedakan lagi menjadi vertigo perifer dan vertigo sentral. Vertigo perifer
terjadi apabila ada karena kelainan pada labirin telinga tengah, sedangkan
vertigo sentral terjadi apabila ada gangguan pada batang otak atau
cerebelum.
BPPV adalah penyebab tersering dari vertigo. Episode dan selalu
diprovokasi oleh perubahan posisi kepala berdasarkan gravitasi seperti
berbaring, berguling di tempat tidur, bangkit dari posisi tidur, dan
mengangkat kepala keatas. Hal ini diakibatkan oleh otoconia (kristal kalsium
karbonat) yang keluar dari utrikulus makula dan berpindah ke salah satu
kanal semisirkularis, yang tersering yaitu kanal posterior. Ketika terjadi
perubahan posisi, gravitasi menyebabkan otoconia berpindah ke kanal dan
menyebabkan vertigo serta nistagmus. Penatalaksanaan BPPV yaitu dengan
reposisi manuver yaitu menyingkirkan otoconia dari kanal semisirkularis.14

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Frotscher.M, Baehr.M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Batang otak:


nervus kranialis (system vestibular). Jakarta : Edisi ke 4. 2007. Halaman
163-171.
2. Indriawati, Kristina, dkk. Dampak penggunaan betahistine terhadap
vertigo. Jurnal volume : 02-Nomor 03 – Sepyember 2017. Yogyakarta :
Fakultaas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana. 2017.
3. Grill E, muller M, brandt T, J. K. Vertigo and dizziness : challenges for
epidemiological research. OA Epidemiology. 2013.
4. Li JC, Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. 2009.
Http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview Diakses 12 Juli
2018.
5. Kim JS, Zee DS. 2014. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New
England : Journal Of Medicine; 370 : 1138-1147. 2014.
6. Sasmoyohati. Vertigo dalam pengenalan dan penatalaksanaan kasus-
kasus neurologi, buku kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad. Halaman 80-86.
7. Ropper AH, Brown RH, editors. Adams and Victors principles of
neurology. 8thed. New York: Mc Graw Hill; 2005. p.256-270.
8. Baehr M, Fotscher M. Diagnosis topic neurologi Duus: anatomi, tanda,
gejala. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
9. Mandala, Marco. 2017. Bedside examination of the vestibular and ocular
motor system-Level 2 (How to diagnose and treat BPPV). 3rd Congress of
the European Academy of Neurology : Amsterdam, The Netherlands.
2017.
10. Budi RW. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran No. 144,
2004.
11. Demyer WE. Deafness, Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In:
Ropper AH, Brown RH (eds). Adams and Victor’s Principles of
Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill, 2005.p.262

24
12. Amar A, dkk. Pedoman Tatalaksana Vertigo. PT. Abbott Indonesia. 2012.
13. Wahyudi, Kupiya. Vertigo. CKD-198 Volume 30 No.10. Medical
Department. Jakarta : Kalbe Farma. 2012.
14. L.Hauser, Stephen. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine 3rd
Edition. Mc Graw Hill Education : San Francisco, California. 2013.
15. Maqbool,Mohammad. Texbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th
Edition. Jaypee : New Dehli. 2010. Hal 29 – 31.

25

Anda mungkin juga menyukai