1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
a. Penalaran induktif
Menurut Smart (Nadia, 2011), “Penalaran induktif adalah penalaran yang
memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum”.
Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi (pengamatan) atau
empirik. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan
dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat
umum. Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah
generalisasi.
b. Penalaran deduktif
Matematika terkenal dengan penalaran deduktifnya, karena matematika
tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan saja. Menurut Maulana
(2006, hlm. 29), “Bahwa kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada
3
1. Kontruktivisme (contuctivism)
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi” bukan
“menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar.
Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
2. Menemukan (inquiry)
3. Bertanya (Questioning)
5. Pemodelan (modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahas gagasan yang dipikirkan,
mendemonstrasikan bagaimana guru agar para siswanya untuk belajar, dan
melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswa melakukannya.
6. Rekleksi (reflection)
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
yang baru diterima. Kunci dari semua itu adalah bagaimana merasakan ide-ide
baru. Pada akhir pembelajaran, guru menyisikan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi.
7. Penilaian yang sebenar-benarnya (authentic assesment)
(1) Fase eksplorasi Tujuan utama dari fase ini adalah untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa. Guru menyajikan fakta atau fenomena yang berkaitan
dengan konsep yang akan diajarkan. Selanjutnya siswa diminta untuk menurunkan
konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis ini, merencanakan, serta
melakukan eksperimen-eksperimen untuk meguji hipotesis-hipotesis itu.
(3) Fase aplikasi Fase ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk
lmenggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan pada fase kedua, aaA
pola-pola penalaran yang terlibat, untuk menyelesaikan persoalan dengan konteks
yang berbeda.
Dengan obejk penelitian dilakukan di siswa kelas VII MTsN Rukoh Banda
Aceh. Sampel dalam penelitian ini adalah 60 siswa dan yang dianalisis datanya
yaitu 30 siswa kelas eksperimen dan 30 siswa kontrol. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran Contextual
Teaching and Learning, pencapaian kemampuan penalaran matematisnya lebih
baik dari sebelumnya.
8
A O X O
A O O
Keterangan:
O : Pretest dan Posttest pada kelas dengan memilih bentuk tes kemampuan
penalaran matematis
1. Populasi
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono,2017: 62).
9
Dengan :
𝑟𝑥𝑦 adalah koefisien korelasi antara variable X dan variable Y
𝑥𝑖 adalah nilai data ke-i untuk kelompok variable X
𝑦𝑖 adalah nilai data ke-i untuk kelompok variable Y
n adalah banyak data
10
(2) Hitung koefisien valiliditas instrument yang diuji (rhitung) , yaing nilainya
sama dengan korelasi korelasi hasil langkah-1 x koefisien validitas instrument
terstandar.
(3) Bandingkan nilai koefisien validitas hasil langkah-2 dengan nilai koefisien
korelasi Pearson / tabel Pearson (rtabel) pada taraf signifikansi α (biasanya dipilih
0,05) dan n = banyaknya data yang sesuai. (Lihat lampiran).
Kriteria :
Instrumen valid, jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Instrumen tidak valid, jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
(4) Tentukan kategori dari validitas instrument yang mengacu pada
pengklasifikasian validitas yang dikemukakan oleh Guilford (1956, h.145) adalah
sebagai berikut:
0,80 < 𝑟𝑥𝑦 ≤1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik)
0,60 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,80 validitas tinggi (baik)
0,40 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,60 validitas sedang (cukup)
0,20 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,40 validitas rendah (kurang)
0,00 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,20 validitas sangat rendah (jelek)
𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,00 tidak valid
B. Reliabilitas Instrumen
Reliabilaitas adalah tingkat ketetapan suatu instrumen mengukur apa yang
harus diukur. Ada tiga cara pelaksanaan untuk menguji reliabilitas suatu tes, yaitu:
(1) tes tunggal (single test), (2) tes ulang (test retest), dan (3) tes ekuivalen
(alternate test).
1. Reliabilitas Tes Tunggal (Internal Consistency Reliability)
Tes tunggal adalah tes yang terdiri dari satu set yang diberikan terhadap
sekelompok subjek dalam satu kali pengetesan, sehingga dari hasil pengetesan
hanya diperoleh satu kelompok data. Ada dua teknik untuk perhitungan
reliabilitas tes, yaitu:
(1) Teknik Belah Dua (Split-Half Technique). Dilakukan dengan cara
membagi tes menjadi dua bagian yang relatif sama (banyaknya soal sama),
11
3.4 Instrumen
Jumlah 20
2. Pada kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 12 cm, titik P adalah tepat
ditengah CG, tentukan jarak titik C ke garis AP!
10
10
10
Jumlah 30
Jumlah 30
14
= 50cm . 60cm
= 3000𝑐𝑚2 8
Selanjutnya hitung berapa gulung kertas diperlukan,
yakni :
𝐿
Jumlah kertas = 𝐿 𝑘𝑎𝑑𝑜
𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠
5
5400𝑐𝑚2
= =
3000𝑐𝑚2
DAFTAR PUSTAKA