1, April 2013
Email: ariesuwastini_101004@yahoo.co.uk
Abstrak
Tulisan ini mengulas perkembangan feminisme barat dari abad ke delapan belas hingga
abad ke dua puluh satu saat feminisme memasuki era postfeminisme untuk
mengungkapkan perubahan feminisme dari waktu ke waktu merupakan perkembangan
yang menunjukkan kemampuan feminisme untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan situasi
dan kondisi yang dialami perempuan. Dalam garis besar, feminisme dapat dibagi menjadi
empat tonggak perkembangan, yakni feminisme awal, feminisme gelombang pertama,
feminisme gelombang kedua, dan feminisme gelombang ketiga dan/atau postfeminisme.
Secara umum keempatnya memiliki tujuan yang sama yakni untuk memperjuangkan
subjektivitas perempuan Masing-masing gelombang memiliki penekanan perjuangan yang
berbeda dan setiap gelombang berikutnya merupakan revisi dari gelombang sebelumnya.
Dikotomi feminisme gelombang ketiga dan/atau postfeminisme merupakan perkembangan
yang paling majemuk dan menimbulkan banyak kontroversi karena postfeminisme
merupakan persinggungan antara feminisme dan postmodernisme yang berkembang
menjelang pergantian milennium yang berpadu dengan kebutuhan internal dalam feminisme
sendiri. Kemajemukan dalam perkembangan feminisme terakhir ini harus dipandang
sebagai kekayaan dan kelebihan karena itu berarti feminisme semakin terbuka terhadap
perbedaan dan perubahan.
Abstract
The present paper aims at review the development of western feminism from the eighteenth
century up to the twenty-first century when feminism entered the era of postfeminism in
order to demonstrate that the developments of feminism is a continuous process which
shows feminism‘s adaptability to women‘s contemporary issues. In the broadest sense,
feminism can be periodically divided into four stages of development, namely the early
feminism, the first-wave feminism, the second-wave feminism, and the third-wave feminism
and/or postfeminism. In general they all share the same goal that is to promote female
subjectivity with different emphases in their goals and each subsequent wave is a revision of
the proceeding wave. Third-wave feminism and/or postfeminism, however, is the most plural
and controversial development as it is the intersection between feminism with the
postmodern paradigms that develops robustly before the turn of the millennium combined
with the internal demands from within feminism. The pluralism in this last stage of feminism
should be considered as strength for feminism as it shows feminism‘s adaptability to
diversity and change.
diajukan oleh para pendukung feminisme sebagai reaksi atas postfeminisme. Mereka
gelombang kedua. Tania Modleski, memiliki pandangan negatif terhadap
misalnya, melihat postfeminisme sebagai postfeminisme. Para pelopor feminisme
kajian yang menegasi dan meruntuhkan gelombang ketiga seperti Iyvonne Tasker
perjuangan kaum feminis dan mengantar dan Diane Negra memiliki pandangan
perempuan kembali ke jaman pre-feminis negatif terhadap postfeminisme dan menarik
(dikutip dalam Gamble, 2006: 37). dikotomi antara feminisme gelombang ketiga
Pengertian postfeminisme yang dan postfeminisme dalam hubungannya
ketiga menurut Gill dan Scharff (2011) dengan budaya popular (Genz dan Brabon,
adalah postfeminisme sebagai backlash. 2009). Postfeminisme dinilai sebagai
Susan Faludi merupakan salah satu feminisme aras utama yang dimotori
proponen utama perumusan definisi berbagai kepentingan komersial tanpa
postfeminisme sebagai backlash. Dalam aktivitas ataupun agenda feminis yang jelas.
buku fenomenalnya Backlash: The Dalam hal ini, feminisme gelombang ketiga
Undeclared War Against American Women menyatakan diri sebagai feminisme yang
(1991), Faludi merumuskan postfeminisme berkembang di dunia akademik, bersifat
sebagai perang terhadap feminisme melalui sistematis, dan bersifat lebih kritis.
media masa dan budaya popular. Media Gamble (2006) melihat feminisme
masa dan budaya popular digunakan gelombang ketiga sebagai reaksi
sebagai perantara untuk menyebarkan perempuan kulit berwarna terhadap
propaganda yang mendiskreditkan dominasi perempuan kulit putih dalam
perempuan-perempuan yang telah feminisme gelombang kedua dan menolak
teremansipasi. Backlash, menurut Faludi, asumsi bahwa penindasan terhadap
mendapat dukungan dari pemerintah (2006: perempuan bersifat seragam dan universal.
291). Lebih jauh, feminisme gelombang ketiga
Definisi postfeminisme keempat juga terlibat berbagai aktivitas turun ke jalan.
yang dirangkum Gill dan Scharff (2011) Gamble menyerukan penggunaan istilah
adalah postfeminisme sebagai sensibility. feminisme gelombang ketiga dan menolak
Dengan mengacu pada pembahasan penggunaan istilah postfeminisme karena
terhadap konsep ―double entanglement‖ dari implikasi negatif yang melekat pada makna
Judith Butler yang dilakukan oleh McRobbie postfeminisme.
(1994, 2009), postfeminisme merupakan Tong (2009) mendefinisikan
―both a doing and undoing of feminism‖ yang feminisme gelombang ketiga sebagai
mengartikulasikan konsep-konsep perkembangan feminisme yang dimulai
feminisme pendahulunya sekaligus pada 1990an yang mendapat pengaruh dari
melakukan peninjauan kembali atas konsep- feminisme-feminisme sebelumnya.
konsep tersebut. Salah satu konsep feminis Feminisme ini, lanjut Tong, memiliki
yang mengalami redefinisi adalah peralihan rumusan agenda feminisme yang berbeda
femininitas sebagai bagian dari tubuh dan dari feminisme pendahulunya karena
perubahan focus dari objektifikasi feminisme gelombang ketiga merayakan
perempuan ke subjektifikasi yang lebih perbedaan (2009: 271). Berbeda dengan
menekankan pada kemampuan perempuan Gamble yang menentang istilah
untuk membuat keputusan, pilihan, dan postfeminisme, Tong bahkan menolak untuk
mempertanggungjawabkan diri sendiri. menyebut istilah postfeminisme dan memilih
Feminisme gelombang ketiga juga menggunakan istilah feminisme
memiliki banyak definisi yang berbeda dan multicultural.
terkadang saling bertentangan. Para Shelley Budgeon (2011a) melihat
pencetus feminisme gelombang ketiga feminisme gelombang ketiga sebagai
secara sistematis menyatakan diri mereka feminisme yang sangat dipengaruhi oleh
feminisme sejak awal. Mereka berkembang Gamble. London and New York:
ketika mendapatkan konteks yang tepat saat Routedge.
perempuan mendefinisikan perbedaan di
Genz S. dan B. Brabon. 2009.
antara mereka. Perbedaan-perbedaan ini
Postfeminism: Cultural Text and
memperkaya feminisme dan mendorong
Theories. Edinburgh: Edinburgh
feminisme untuk terus berkembang.
University Press
DAFTAR PUSTAKA Gillis, S., G. Howie, dan R. Munford. 2004.
Bammer, Angelika. 1991. Partial Visions – ―Introduction‖ dalam Third Wave
Feminism and Utopianism in the Feminism: A Critical Exploration.
1970s. New York dan London: Editor Stacy Gillis, Gillian Howie dan
Routledge Rebecca Munford. Hampshire dan
New York: Palgrave MacMillan.
Braidotti, Rosi. ―Feminist Philosophies‖
dalam A Concise Companion to Gills dan Schraff. 2011. Gill, Rosalind dan
Feminist Theory editor Mary Eagleton. Christina Scharff. 2011. New
Melbourne: Blackwell Publishing. Femininities: Postfeminism,
2003. Neoliberalism and Subjectivity.
Hampshire dan New York: Palgrave
Brooks, A. 1997. Brooks, Ann, 1997.
MacMillan.
Postfeminism: Feminism, Cultural
Theory and Cultural Forms. London Gleadle, 2002 Kathryn Gleadle, 2002.
dan New York: Routledge Radical Writing on Women, 1800-
1850. Hampshire and New York:
Budgeon. S. 2011a. Third-Wave Feminism
Palgrave MacMillan.
and the Politics of Gender in Late
Modernity. New Hampshire dan New Gubar, Susan. 2000. Critical Condition:
York: Palgrave MacMillan. Feminism at the Turn of the Century.
New York: Columbia University Press.
Budgeon, S. 2011b. ―The Contradictions of
Successful Feminity: Third-wave Hewitt, N.A. 2010. ―From Seneca Falls to
Feminism, Postfeminism and ‗New‘ Suffrage? Reimaginingg a ―Master‖
Femininities‖ dalam New Femininities: Narrative I US Women‘s History‖
Postfeminism, Neoliberalism and dalam No Permanent Waves:
Subjectivity editor Rosalind Gill dan Recasting Histories of U.S. Feminism.
Christina Scharff. Hamphsire dan New Brunswick, New Jersey, London:
New York: Palgrave MacMillan. 2011. Rutgers Univerity Press
De Beauvoir, S. 1956. The Second Sex. Hudgson-Wright, 2006. Hodgson-Wright,
London: Lowe and Bryligne. Early Feminism, dalam Cambridge
Companion to Feminism and
Faludi. S. 1991/2006. Backlash: The
Postfeminism, Sarah Gamble (2006).
Undeclared War Against American
Women. New York: Three Rivers Jenainati Cathia dan Judy Groves, 2007.
Press. Introducing Feminism. Malta:
Gutenberg Press.
Freidan, B. 1963. The Feminine Mystique.
New York: Dell Publishing. Kirkham, M. 1997. Kirkham, Margaret. 1997.
Jane Austen, Feminism, and Fiction.
Gamble, S. 2006. ―Postfeminism‖ dalam The
London and New Jersey: The Athole
Routledge Companion to Feminism
Press.
and Postfeminism. Editor Sarah