Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dan
dunia bunyi. Lalu, sebagai penghubung diantara kedua dunia itu, bahasa
dibangun oleh tiga buah komponen, yaitu komponen leksikon, komponen
gramatika, dan komponen fonologi. Sistem gramatika biasanya dibagi atas
subsistem morfologi dan subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis
membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu kedalam satuan-satuan
yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase,
klausa, kalimat, dan wacana.
Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai salah
satu konstruksi sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih. Hubungan
struktural antara kata dan kata, atau kelompok kata dengan kelompok kata
yang lain berbeda-beda. Antara “kalimat” dan “kata” terdapat dua satuan
sintaksis antara, yaitu “klausa”dan “frase”. Klausa merupakan satuan sintaksis
yang terdiri atas dua kata, atau lebih, yang mengandung unsur predikasi.
Sedangkan frase merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata, atau
lebih, yang tidak mengandung unsur predikasi. Berdasarkan uraian tersebut
maka dapat dikatakan bahwa klausa berkedudukan sebagai bagian dari suatu
kalimat, dan oleh karena itu klausa tidak dapat dipisahkan dari kalimat.
Untuk keperluan berbahasa sehari-hari yang baik dan benar, baik
dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis, dituntut kemampuan untuk membuat
konstruksi kalimat yang baik dan benar pula. Maka pengetahuan tentang jenis-
jenis klausa dan strukturnya menjadi sangat penting, karena sebuah kalimat
merupakan satuan sintaksis yang terdiri dari satu atau lebih klausa.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari klausa
2. Apa ciri-ciri klausa
3. Apa perbedaan frase-klausa
4. Apa unsur pembentuk klausa

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa pengertian dari klausa
2. Mengetahui apa ciri-ciri klausa
3. Mengetahui apa perbedaan frase-klausa
4. Mengetahui apa unsur pembentuk klausa

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Klausa
Pemahaman akan klausa sebagai salah satu satuan sintaksis,
memberikan dasar yang mendalam tentang seluk-beluk kalimat. Sebagai
satuan sintaksis, klausa berbeda dengan satuan-satuan sintaksis yang lain, baik
strukturnya maupun hubungan, serta jenisnya. Hal ini perlu dipahami lebih
lanjut dalam rangka mendalami seluk-beluk kalimat.
Menurut Dewi, dkk (2013:25), klausa adalah satuan gramatikal yang
disusun oleh kata dan frasa, dan yang memiliki satu predikat. Pada umumnya,
klausa merupakan unsur pembentuk (konstituen) kalimat.
Contoh :
1. Ali bermain bola…
2. Ali mahasiswa…
3. Ali dan Alifah membaca buku itu…
Klausa dapat menjadi kalimat, jika ke dalam klausa itu diberikan
intonasi final atau diakhiri dengan tanda baca ( . ), ( ? ), atau ( ! ). Klausa juga
dapat diubah dengan diperluas dan perluasan itu dengan menambahkan
keterangan waktu, tempat, cara, dan lain-lain.
Contoh :
1. Kemarin Ali bermain bola.
2. Alifah menulis surat sejelas-jelasnya.
Juga menurut Achmad, dkk (2012:80), klausa adalah satuan
gramatikal yang disusun oleh kata dan frasa, dan yang memiliki satu predikat.
Atau dapat dikatakan klausa adalah gabungan dua kata atau lebih yang
memiliki struktur subyek dan predikat. Subyek adalah bagian klausa yang
berwujud nomina atau frase nominal, yang menandai apa yang dikatakan oleh
pembicara. Yang dimaksud dengan predikat adalah bagian klausa yang
menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subyek. Predikat dapat
berwujud nomina, verba, adjectiva, numeralia, atau frase preposisional.

3
Klausa dapat diperluas dengan menmbahkan keterangan waktu, tempat, atau
cara. Keterangan itu bukan merupakan unsur inti.
Menurut Achmad (2012:93), di dalam konstruksi klausa itu ada
komponen, baik berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat, dan
yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, maupun keterangan. Selain fungsi
predikat yang harus ada dalam kontruksi klausa ini, hadirnya fungsi subyek
dapat dikatakn bersifat wajib, sedangkan fungsi lainnya bersifat tidak wajib,
yaitu seperti objek dan keterangan.
Di atas telah dijelaskan bahwa klausa berpotensi menjadi kalimat. Hal
ini disebabkan di dalam kontruksi klausa sudah terdapat unsur ini kalimat,
yaitu fungsi subjek dan predikat yang harus hadir dalam kontruksi klausa.
Perhatikan contoh berikut:
(1) Ali membaca buku itu…
(2) Ali dan Ani membaca buku itu…
(3) Ali mahasiswa…
(4) Ali pemberani…
(5) Ali melihat Ani datang…
Konstruksi (1), Ali sebagai subjek, membaca sebagai predikat. Pada
konstruksi (2) subyek adalah Ali dan Ani predikatnya adalah membaca. Unsur
konstruksi (3) Ali sebagai subyek, dan mahasiswa sebagai predikat. Unsur
konstruksi (4) subyeknya adalah Ali dan predikatnya pemberani, sedangkan
konstruksi (5), yaitu Ali melihat dan Ani datang, yang masing-masing terdiri
atas Ali Subjek, melihat predikat. Ani subjek dan datang predikat.
Dapat dinyatakan bahwa konstruksi (1), (2), (3), (4), masing-masing
adalah sebuah klausa, karena memiliki dua unsur wajib, yaitu S dan P.
sedangkan untruk konstruksi (5) terdiri atas dua klausa, karena memiliki dua
rangkaian unsur wajib, yaitu S-P dan S-P. Klausa-klausa di atas, dapat menjadi
kalimat, jika ke dalam klausa itu diberikan intonasi final, atau jika dalam
tulisan, kalimat itu dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik.
Jika dibandingkan dengan kalimat, perbedaannya adalah bahwa klausa
merupakan ujaran yang belum selesai, jadi masih merupakan bagian dari suatu

4
ujaran yang belum selesai, sedangkan kalimat merupakan ujaran yang sudah
selesai.
Menurut E. Kokasih (2004:68), klausa, sebagaimana frase, merupakan
kelompok kata. Akan tetapi, sebuah klausa merupakan kelompok kata yang
terdiri atas subyek dan predikat, sedangkan frase tidak. Klausa berbeda dengan
kalimat, klausa tidak mengandung unsur intonasi. Klausa kedudukannya
merupakan bagian dari suatu kalimat.
Kalimat Klausa
1. Hari ini akan hujan 1. Hari ini akan hujan
2. Besok pagi kakak akan pergi ke
a. Kakak akan pergi ke Bandung
Bandung dan ayah pergi ke
b. Ayah pergi ke Jakarta
Jakarta
3. Ketika pertandingan itu
a. Perbandingan itu berlangsung
berlangsung mereka pergi ke luar
b. Mereka pergi ke luar lapangan
lapangan

Klausa dibedakan menjadi dua macam, yaitu klausa utama dan klausa
bawahan.
1. Klausa utama, adalah klausa yang berdiri sendiri sebagai kalimat dan
isinya sudah dapat kita pahami. Klausa ini menduduki inti kalimat.
2. Klausa bawahan, adalah klausa yang belum lengkap isinya sehingga
klausa itu tidak dapat berdiri sendiri. Klausa ini berkedudukan sebagai
perluasan dari salah satu fungsi kalimat itu, mungkin berupa subjek, objek,
pelengkap, ataupun keterangan.
Menurut Achmad (2012:95), ada juga terdapat gabungan kata yang
mirip dengan klausa. Gabungan kata ini adalah frasa. Tentu diantara gabungan
kata yang membentuk konstruksi frasa, dengan gabung kata yang membentuk
konstruksi klausa, terdapat perbedaan struktur internya. Perbedaan antara
klausa dengan kalimat, dan klausa dengan frasa, dapat dicermati contoh
berikut:
(1) Ali membaca buku itu…..
(2) Ali membaca buku itu.
(3) Sabun mandi
(4) Ali mandi…..

5
Konstruksi (1) dan konstruksi (2), berbeda dalam hal (1) adalah
klausa, dan (2) adalah kalimat. Konstruksi (1) memiliki dua unsur wajib, yaitu
S dan P, tetapi bukan merupakan ujaran yang selesai. Untuk konstruksi (2),
terdapat juga dua unsur wajib, yaitu S dan P, dan sudah merupakan ujaran
yang selesai.
Konstruksi (3) berbeda dengan konstruksi (4), dalam hal (3) adalah
frasa dan (4) klausa. Konstruksi (3) termasuk frasa karena tidak memiliki
predikat atau tidak berkonstruksi. Predikat. Sebaliknya, konstruksi (4) adalah
klausa, karena memiliki predikat, atau berkonstruksi predikatif.

B. Unsur Pengisi Klausa


Menurut Ramlan (2005: 80) dalam Dewi, dkk (2013:27), klausa terdiri
atas unsur-unsur fungsional diantaranya unsur S, P, O, Pel, dan Ket. Kelima
unsur itu memang tidak selalu ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu
klausa hanya berdiri atas unsur S dan P, kadang terdiri atas S, P, O, kadang
terdiri atas S, P, Pel, kadang terdiri atas S, P, Pel, Ket, atau bahkan hanya
terdiri atas P saja. Hal itu karena unsur P cenderung selalu ada dalam klausa
atau kehadirannya dianggap wajib, sedangkan unsur yang lain yang mungkin
ada, mungkin juga tidak.
Juga menurut Abdul Chaer (2009: 150), klausa adalah satuan sintaksis
yang bersifat predikatif. Artinya, di dalam satuan atau konstruksi itu terdapat
sebuah predikat, bila di dalam satuan tidak terdapat predikat, maka satuan itu
bukan sebuah klausa. Kedudukan predikat ini sangat penting, sebab jenis dan
kategori dari predikat itulah yang menentukan hadirnya fungsi subjek (S), dan
fungsi (O), fungsi pelengkap, dan sebagainya.
Contoh :
Pak Lurah membaca Koran
(+ manusia) (+ manusia)
(+ bacaan) (+ bacaan)

1. S dan P

6
Subjek adalah bagian klausa yang berwujud nomina atau frasa
nomina yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara. Predikat
ialah bagian klausa yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara
tentang subjek. Predikat dapat berwujud nomina, adjectiva, verba,
numeralia, pronominal, dan preposisional.
Contoh :
(1) Ali sedang bermain
S P
Dalam klausa berikut, urutannya unsur S terletak di depan P, atau
S mendahului P. Berdasarkan strukturnya S dan P, dapat dipertukarkan
tempatnya. Maksudnya S mungkin terletak di depan P, atau sebaliknya P
terletak di depan S. Kalimat di atas dapat diubah susunannya sebagai
berikut:
Contoh :
(2) Sedang bermain Ali
P S

2. O dan Pel
P mungkin berupa golongan verba transitif, mungkin pula
golongan intrasintif, dan mungkin pula golongan-golongan yang lain.
Apabila terdiri atas golongan verba transitif, diperlukan adanya kehadiran
O mengikuti P itu. Misalnya :
Contoh :
(1) Pak Agus sedang menulis surat
S P O
Kalimat (1) di atas terdiri atas klausa Pak Agus sedang menulis
surat, yang terdiri atas tiga unsur fungsional, yaitu Pak Agus sebagai S,
unsur sedang menulis sebagai P, dan unsur surat sebagai O. disebut O
karena unsur P terdiri atas golongan verba transitif yang menuntut
hadirnya O.

7
O selalu terletak di belakang P yang terdiri atas kata verba transitif.
Karena P itu terdiri atas kata verba transitif, maka klausa itu dapat diubah
menjadi klausa pasif. Apabila dipasifkan, kata atau frasa yang menduduki
fungsi O akan menduduki fungsi S. misalnya klausa dalam kalimat (1) di
atas dipasifkan menjadi:
(2) Surat sedang ditulis Pak Agus
S P O
Kata surat dalam klausa kalimat (1) menduduki fungsi O, dalam
kalimat (2) menduduki fungsi S. Jadi, dapat disimpulkan bahwa O
mempunyai ciri selalu terletak di belakang P yang terdiri atas kata verba
transitif, dan kalau klausa itu diubah dari klausa aktif menjadi pasif, kata
atau frasa yang menduduki fungsi O itu menduduki fungsi S.
Dapat dikatakan hampir semua kata verba transitif berbentuk
meN-. Namun hanya ada beberapa kata verba transitif yang tidak
berbentuk meN- yaitu:
(3) Adik sedang makan donat.
(4) Ayah minum kopi.
(5) Ali sering minta uang
(6) Saya mohon doa.
Pel mempunyai persamaan dengan O, yaitu selalu berletak di
belakang P. perbedaannya ialah O selalu terdapat dalam klausa yang dapat
dipasifkan sedangkan Pel terdapat klausa yang tidak dapat diubah menjadi
bentuk pasif atau mungkin juga terdapat dalam klausa pasif.
(7) Orang itu Selalu berbuat kebaikan
S P Pel
Kata kebaikan pada kalimat (7) di atas menduduki fungsi Pel
karena kata itu selalu terletak di belakang P yang terdiri atas kata verba
intransitif sehingga klausa itu tidak dapat diubah menjadi klausa pasif.
Selanjutnya, pelengkap masih dapat dibedakan berdasarkan hubungan di
antara pelengkap dan subjek atau objek.

8
a) Pelengkap Subjek
1) Ayahnya menjadi dokter
S P Pel
b) Pelengkap Objek
1) Ayah menganggap Ali anak yang cerdas.
S P O Pel
c) Pelengkap sebab
Pelengkap sebab, yaitu bagian klausa berupa nomina atau frasa
nomina yang melengkapi verba pasif berkonfiks ke-an yang bermakna
penderita; atau berstruktur ber-v-kan.
1) Ayah kehilangan uang
S P Pel
2) Badan saya bermandikan keringat
S P Pel
d) Pelengkap Resipokral
Pelengkap resipokral, yaitu bagian klausa yang berupa nomina
atau frasa nomina yang melengkapi verba resipokral.
Contoh :
1) Indonesia bersengketa dengan Malaysia
S P Pel
e) Pelengkap Pemerian
Pelengkap pemerian, yaitu bagian klausa yang berupa ajektiva,
frasa ajektiva, numeralia, atau frasa numeralia yang memerikan
numeralia dalam predikatnya.
Contoh :
1) Bu Santi bersuami kaya lagi tampan
S P Pel
2) Suaminya beruang banyak
S P Pel

9
3. Ket
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O, dan Pel, dapat
dipastikan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu
berada di belakang P, dalam satu klausa Ket pada umumnya memiliki letak
yang bebas, artinya dapat terletak di depan S P, diantara S dan P, ataupun
terletak setelah P. Hanya sudah tentu tidak terletak diantara P dan O
ataupun P dan Pel. Karena O dan Pel selalu menduduki tempat langsung
selalu dibelakang P.
Berikut ini dijelaskan tentang macam keterangan yang ada dalam bahasa
Indonesia:
a) Keterangan akibat
Keterangan akibat adalah bagian klausa yang merupakan akibat
dari terjadinya predikat.
Contoh:
1) Teroris itu ditembak mati aparat polisi
b) Keterangan asal
Keterangan asal, ialah bagian klausa yang menyatakan bahan
pembuatan predikat.
Contoh:
2) Mainannya terbuat dari kayu mahoni
c) Katerangan alat
Keterangan alat ialah bagian klausa berupa nomina atau frasa
nomina yang mengungkapkan alat yang dipakai untuk melakukan
tindakan yang dinyatakan oelh predikat.
Contoh:
3) Ali melukis dengan krayon
d) Keterangan kualitas
Keterangan kualitas, yakni bagian klausa yang menyatakan
bagaimana atau dalam keadaan predikat.
Contoh :
4) Alifah berjalan perlahan

10
e) Keterangan modalitas
Keterangan modalitas, yaitu bagian klausa yang mengungkapkan
kepastian, kemungkinan, harapan, kesangsian, atau kebalikan dari
semua itu.
Contoh :
5) Semoga ayahmu cepat sembuh.
f) Keterangan pahlawan
Keterangan pahlawan, yaitu bagian klausa yang menyatakan
keadaan atau peristiwa yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan
pada predikat.
Contoh :
6) Meskipun miskin, ia tetap bersekolah.
g) Keterangan objek
Keterangan objek, yakni bagian klausa yang memerinci atau
memerikan objek.
Contoh :
7) Ia sedang mencari calon suami yang soleh dan pintar.
h) Keterangan subjek
Keterangan subjek yakni bagian subjek yang memerinci atau
memperluas subjek itu sendiri.
Contoh :
8) Gadis berhijab merah itu sangat cantik.
i) Kerangan syarat
Keterangan syarat, yaitu bagian klausa yang menyatakan apa yang
harus ada untuk mencapai apa yang disebut dalam predikat.
Contoh:
9) Kalau tidak ada halangan, saya pasti datang ke resepsi
pernikahanmu.

11
j) Keterangan tempat
Keterangan tempat yaitu bagian klausa yang menyatakan tempat
terjadinya predikat, yaitu yang bersangkutan dengan arah, tempat asal
atau tempat yang dilewati.
Contoh:
10) Ali bermain di lapangan.
k) Keterangan tujuan
Keterangan tujuan, yaitu bagian klausa yang menyatakan apa
yang dituju oleh predikat.
Contoh:
11) Bangsa Indonesia berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
l) Keterangan waktu
Keterangan waktu, yaitu bagian klausa yang menyatakan waktu
terjadinya predikat, yaitu yang berhubungan dengan bilamana, berapa
lama, jangka waktu, sejak, dan sampai kapan.
Contoh:
12) Kemarin paman tidak datang.

12
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata dan frasa, dan
yang memiliki satu predikat. Atau dapat dikatakan klausa adalah gabungan
dua kata atau lebih yang memiliki struktur subyek dan predikat. Subyek
adalah bagian klausa yang berwujud nomina atau frase nominal, yang
menandai apa yang dikatakan oleh pembicara. Yang dimaksud dengan predikat
adalah bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara
tentang subyek. Predikat dapat berwujud nomina, verba, adjectiva, numeralia,
atau frase preposisional.
Klausa terdiri atas unsur-unsur fungsional diantaranya unsur S, P, O,
Pel, dan Ket. Kelima unsur itu memang tidak selalu ada dalam satu klausa.
Kadang-kadang satu klausa hanya berdiri atas unsur S dan P, kadang terdiri
atas S, P, O, kadang terdiri atas S, P, Pel, kadang terdiri atas S, P, Pel, Ket,
atau bahkan hanya terdiri atas P saja. Hal itu karena unsur P cenderung selalu
ada dalam klausa atau kehadirannya dianggap wajib, sedangkan unsur yang
lain yang mungkin ada, mungkin juga tidak.

B. Saran
Semoga dalam pembahasan makalah ini, kita dapat mengetahui dan
mengenal bagaimana strategi seorang guru dalam mengajar. Dengan
terbuatnya makalah ini, kelompok berharap kita dapat mengimplementasikan
dalam kehidupan kita sehari-hari. Kelompok juga sadar bahwa banyak
kekurangan dalam pembahasan ini, oleh karena itu segara saran dan kritik
yang bersifat membangun selalu diterima untuk kebaikan di masa yang akan
datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Susanti, Dewi, Indah. 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Tangerang: Pustaka


Mandiri

Hp, Achmad. 2012. Sintaksis Bahasa Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri

Hp, Achmad., Alek Abdullah. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Gelora Aksara
Pratama

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses).


Jakarta: Rineka Cipta

Kokasih, E. 2004. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan Cermat


Berbahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya

14

Anda mungkin juga menyukai