Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah utama yang dihadapi dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah oleh administrasi publik pada abad ke-21

ini adalah semakin terbatasnya sumber data yang dipakai untuk keperluan melayani

kebutuhan masyarakat tersebut. Masyarakat tidak hanya menuntut pelayanan publik

yang lebih efisien dan memuaskan, tetapi juga menginginkan prilaku administrasi

publik yang lebih responsive dan mencerminkan kepatutan (fairness), keseimbangan,

etika dan kearifan (good judgment).1

Otonomi daerah telah membawa implikasi pada terjadinya demokratisasi,

termasuk juga dalam hal pelayanan publik yang dilaksanakan. Masyarakat mulai

kritis dan bias menentukan jenis pelayanan bagaimanakah yang masyarakat

kehendaki. Masyarakat yang sedang tumbuh ke arah masyarakat madani (civil

society) menuntut adanya peran birokrasi pemerintah yang lebih adaptif terhadap

penguatan hak-hak publik dalam pemberian pelayanan secara lebih luas dan

berimbang.

Peningkatan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan publik (public service)

yang efektif, efisien serta memuaskan dari pegawai pemerintah sebagai pelayan

1
Kasim, Azhar, Etika dalam Administrasi Publik: Salah Satu Strategi Utama untuk
Memerangi KKN, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, FISIP UI, Nomor. 02/Vol.X/Mei/2002, Jakarta, hal. 6
2

publik semakin populer. Hal ini terkait dengan perkembangan kebutuhan, keinginan

dan harapan masyarakat yang terus bertambah dan kian mutakhir. Masyarakat sebagai

subjek layanan tidak suka lagi dengan pelayanan yang berbelit-belit, lama dan

beresiko akibat rantai birokrasi yang panjang. Masyarakat menghendaki kesegaran

pelayanan, sekaligus mampu memahami kebutuhan dan keinginan yang terpenuhi

dalam waktu yang relatif singkat. Keinginan-keinginan tersebut perlu direspon dan

dipenuhi oleh instansi yang bergerak dalam bidang jasa, apabila aktivitasnya ingin

memiliki citra yang baik, untuk itu pihak manajemen perlu mengevaluasi kembali

aspek pelayanan yang selama ini diberikan telah sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat yang dilayani, atau justru sebaliknya masih terdapat

kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan pelayanan yang diharapkan

masyarakat. Terjadinya kesenjangan menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang

kurang prima, sehingga berpotensi menurunkan kinerja instansi secara keseluruhan.

Dalam konteks pelayanan, pentingnya lima dimensi yang perlu diperhatikan,

yaitu: tangibles, reliability, assurance responsiveness, and empathy. Tangibles

meliputi fasilitas fisik perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi. Reliability,

yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan para pelanggan

dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Asuransi mencakup pengetahuan,

kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari

bahaya, resiko atau keragu-raguan. Responsivness yaitu keinginan para staf untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Emphaty


3

meliputi kemudahan dalam hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami

kebutuhan para pelanggan.

Pegawai pemerintah daerah hendaknya memberikan pelayanan yang sebaik-

baiknya berorientasi kepada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan sehingga

dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan jasa. Untuk dapat

melaksanakan fungsi tersebut, pegawai pemerintah daerah harus dapat

menindaklanjuti dalam penyelenggaraan pelayanan umum atau pelayanan kepada

masyarakat sesuai dengan fungsi masing-masing unsur pelayanan.

B. Permasalahan

1. Bagaimanakah prinsip pelayanan publik?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan publik?


4

BAB II

PRINSIP DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAYANAN PUBLIK

A. Prinsip Layanan Publik

Kegiatan pelayanan umum merupakan perwujudan dan penjabaran dari tugas

dan fungsi pegawai pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas umum

pemerintahan dan pembangunan. Pegawai pemerintah ditempatkan untuk

menjalankan fungsi di samping abdi negara, juga sebagai abdi masyarakat (public

servant). Oleh karena itu, untuk mewujudkan tugas dan fungsi tersebut, maka

dijabarkan dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat oleh unit-unit

pelayanan. Penyelenggaraan dimaksud baik meliputi kegiatan mengatur, membina,

dan mendorong maupun dalam memenuhi kebutuhan atau kepentingan segala aspek

kegiatan masyarakat terutama partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

pembangunan.

Pelayanan umum timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses

penyelenggaraan kegiatan organisasi. Pelayanan umum adalah “kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan faktor material melalui

system, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan

orang lain sesuai dengan haknya”.2

2
Moenir, H.A.S, 2002, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta, BUmi Aksara,
hal. 26-27.
5

Dari tahun ke tahun untuk membenahi pelayanan publik terus dilakukan.

Pembuatan kebijakan pemerintah dilaksanakan dengan selalu berprinsip pada

kepuasan publik untuk memberikan pelayanan yang baik kepada publik perlu perlu

diterangkan prinsip-prinsip pelayanan publik yaitu; kesederhanaan, kejelasan,

kepastian, keterbukaan, efesien, keadilan, dan ketetapan waktu. Prinsip pelayanan ini

merupakan indikator untuk menilai baik tidaknya pelayanan aparatur terhadap publik.

Menurut Islamy mengemukakan bahwa, pemberian pelayanan harus

berdasarkan pada beberapa prinsip pelayanan prima sebagai berikut:3

1. Appropriateness, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang
disediakan pemerintah harus relevan dan signifikan sesuai dengan apa yang
dibutuhkan masyarakat.
2. Accesssibility, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang
disediakan pemerintah harus dapat diakses sedekat dan sebanyak mungkin
oleh pengguna pelayanan.
3. Continuity, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang
disediakan pemerintah harus secara terus menerus tersedia bagi masyarakat
pengguna jasa pelayanan.
4. Technicality, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang
disediakan pemerintah harus ditanggani oleh petugas yang benar-benar
memiliki kecakapan teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan,
ketepatan, dan kemantapan aturan, sistem, prosuder dan instrumen pelayanan
yang baku.

Begitu pentingnya profesional pelayanan publik, pemerintah telah

mengeluarkan suatu kebijaksanaan No. 81 Tahun 1993 Tentang Pedoman

Tatalaksana Pelayanan Umum yang perlu dipedomani oleh setiap birokrasi publik

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip

pelayanan.

3
Tjiptono, Fandy, 2002, Manajemen Jasa, Yogyakarta: Penerbit Andi, hal. 4
6

B. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan umum kepada masyarakat akan dapat berjalan sebagaimana yang

diharapkan, apabila faktor-faktor pendukungnya cukup memadai serta dapat

difungsikan secara berhasil guna dan berdaya guna. Menurut Moenir terdapat

beberapa faktor yang mendukung berjalannya suatu pelayanan dengan baik, yaitu:4

(1). Faktor kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam pelayanan

umum; (2). Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan; (3). Faktor

organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya

mekanisme kegiatan pelayanan; (4). Faktor organisasi yang merupakan alat serta

system yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan; (5). Faktor

keterampilan petugas; (6). Faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan. Keenam

faktor tersebut mempunyai peranan yang berbeda tetapi saling mempengaruhi dan

secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara optimal baik

berupa pelayanan verbal, pelayanan tulisan atau pelayanan dalam bentuk

gerakan/tindakan dengan atau tanpa tulisan.

Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi. Ketujuh faktor

tersebut meliputi: nilai dan budaya (values and culture); proses kerja dan sistem

bisnis (work process and business system); kapasitas individu dan tim (individual and

job design); penghargaan dan pengakuan (reward and recognition); serta proses

manajemen dan system (management process and system).

4
Moenir, Op. cit, hal. 88.
7

Wolkins mengemukakan 6 faktor dalam melaksanakan penyempurnaan

kualitas secara berkesinambungan. Keenam faktor tersebut meliputi: kepemimpinan,

pendidikan, perencanaan, review, komunikasi serta penghargaan dan pengakuan.5

Dari beberapa penjelasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu:

1. Organisasi

Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda dengan organisasi pada

umumnya, tetapi ada perbedaan sedikit dalam penerapannya, karena sasaran

pelayanan ditujukan secara khusus kepada manusia yang mempunyai watak dan

kehendak multi kompleks. Organisasi pelayanan yang dimaksud di sini adalah

mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam bentuk struktur maupun mekanismenya

yang akan berperan dalam kualitas dan kelancaran pelayanan. Organisasi adalah

mekanisme maka perlu adanya sarana pendukung untuk memperlancar mekanisme

itu. Sarana pendukung tersebut yaitu system, prosedur, dan metode. “organization is

a mechanism or structure that enables living to work effectively together”.6

Sistem, prosedur, dan methode. System sebagai susunan atau rakitan atas

sesuatu yang penting dan saling berhubungan serta saling tergantung sehingga

membentuk kesatuan yang rumit namun utuh. Faktor organisasi sebagai suatu system

merupakan alat yang efektif dalam usaha pencapaian tujuan, dalam hal ini pelayanan

yang baik dan memuaskan. Agar organisasi sebagai sistem dapat berjalan perlu ada

5
Wolkins dalam Tjiptono, Fandy, 2002, Manajemen Jasa, Yogyakarta: Penerbit Andi, hal.
75-76.
6
Moenir, Op. cit, hal. 98.
8

pembagian dalam hal organnya maupun tugas pekerjaannya sampai pada jenis

pekerjaan yang paling kecil.7 Penerapan sistem kualitas yang berfokus pada

pelanggan akan berhasil apabila terlebih dahulu dipahami hambatan-hambatan yang

dihadapi. Salah satunya adalah ketidakpedulian aparatur pemerintah dalam penerapan

sistem kualitas yang berfokus pada pelanggan. Selain hal itu, ketidakberdayaan

pegawai dalam penerapan sistem kualitas yang mengarah pada kepuasan total

pelanggan.

Dengan demikian, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada

masyarakat, maka pemberdayaan terhadap para pelaku birokrasi ke arah penciptaan

profesionalisme pegawai menjadi sangat menentukan. Sejalan dengan itu,

mengemukakan bahwa “profesionalisme pegawai bukan satu-satunya jalan untuk

meningkatkan pelayanan publik, karena masih ada alternatif lain, misalnya dengan

menciptakan system dan prosedur kerja yang efisien tetapi adanya pegawai yang

profesional tidak dapat dihindari oleh pemerintah yang bertanggung jawab. 8

Prosedur bisa diterjemahkan sebagai tata cara yang berlaku dalam organisasi.

Kedudukannya demikian penting sebab sah atau tidaknya perbuatan orang dalam

organisasi ditentukan oleh tingkah lakunya berdasar prosedur. Prosedur bersifat

mengatur perbuatan baik ke dalam (intern) maupun ke luar (ekstern), maka harus

7
Moenir, Op. cit, hal. 125.
8
Pamudji, S., 1994, Profesionalisme Pegawai Negara dalam Rangka Meningkatkan
Pelayanan Publik, Widya Praja, IIP Depdagri. Proyek Kerjasama Indonesia-Institute for Civil Society
(INCIS) Partnership for Government Reform Indonesia, 2005, Defisit Pelayanan Publik, Survey
Persepsi Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di Jakarta. INCIS, hal. 20.
9

diketahui dan dipahami oleh orang yang berkepentingan, baik pegawai maupun

pihak-pihak di luar organisasi.

2. Kepemimpinan

Dalam kaitannya dengan manajemen pelayanan yang berkualitas, Goetsch dan

Davis memberikan definisi bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk

membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab

total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. 9 Dari definisi

tentang kepemimpinan di atas konsep dasarnya berkaitan dengan penerapannya dalam

manajeman pelayanan yang berkualitas, yaitu membangkitkan motivasi atau

semangat orang lain dengan jalan memberikan inspirasi atau mengilhami.

Perbaikan pelayanan publik di Indonesia sangat tergantung dengan peran

pemimpin instansi pemerintah (top down approach). Organisasi-organisasi yang

memiliki pemimpin yang kredibel berintegritas tinggi dan memiliki visi masa depan

dapat menjadi panutan dan innovator bagi reformasi pelayanan publik. Sementara itu,

Joseph M. Juran menyatakan bahwa kepemimpinan yang mengarah pada kualitas

meliputi tiga fungsi manajerial yaitu perencanaan, pengendalian, dan perbaikan

kualitas. Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari

manajemen puncak.10 Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk

meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen

9
Goetsch, D.L. and S. Davis, 1994, Introduction to Total Quality: Quality, Productiity,
Competitiveness, Englewood, Cliffs, N.J.: Prentice Hall International, Inc, hal. 192.
10
Joseph M. Juran dalam Tjiptono, Anastasia, 2003, Total Quality Management, Yogyakarta:
Penerbit Andi, hal. 160.
10

puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap

perusahaan.

Dalam perspektif manajemen kualitas pelayanan terpadu, kepemimpinan

didasarkan pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara

berkesinambungan akan dapat memperbaiki kualitas. Kepemimpinan seperti itu, akan

memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:11 (1). Visible, committed, dan

knowledgeable yaitu kepemimpinan yang baik mengembangkan fokus pada aspek

kualitas, melibatkan setiap orang dalam pendidikan dan pelatihan. Selain itu, juga

mengembangkan hubungan rutin dengan para karyawan, pelanggan dan pemasok; (2).

Semangat misionaris, yaitu pemimpin yang baik berusaha mempromosikan aspek

kualitas di luar organisasi, baik melalui pemasok, distributor, maupun pelanggan; (3).

Target yang agresif, yaitu kepemimpinan yang baik mengarah pada perbaikan yang

bersifat incremental, tidak sekedar perbaikan proses, tetapi juga mengupayakan

proses-proses yang berbeda; (4). Strong driver di mana tujuan yang ingin dicapai

dalam aktivitas perbaikan ditetapkan dengan jelas dalam ukuran kepuasan pelanggan

dan kualitas; (5). Komunikasi nilai-nilai, di mana kepemimpinan yang baik

melakukan perubahan budaya ke arah budaya kualitas efektif. Hal ini dilakukan

dengan menyusun suatu system komunikasi yang jelas dan konsisten melalui

kebijakan tertulis, misi, pedoman, dan pernyataan lainnya mengenai nilai-nilai

kualitas; (6). Organisasi, yaitu di mana struktur yang dimiliki adalah struktur flat (flat

11
Ross, JE, 1994, Total Quality Management: Text Cases and Readings, 2nd ed. London:
Kogan Page Limited, hal. 34
11

structure) yang memungkinkan adanya wewenang yang lebih besar bagi tingkat yang

lebih rendah. Setiap karyawan diberdayakan dan dilibatkan dalam tim-tim perbaikan

antar departemen; (7). Kontak dengan pelanggan di mana para pelanggan memiliki

akses untuk menghubungi manajer puncak dan para manejer senior perusahaan.

3. Kemampuan dan Keterampilan

Dalam bidang pelayanan yang menonjol dan paling cepat dirasakan oleh

orang-orang yang menerima layanan adalah keterampilan pelaksananya. Mereka

inilah yang membawa “bendera” terhadap kesan atas baik-buruknya layanan. Dengan

keterampilan dan kemampuan yang memadai maka pelaksanaan tugas/pekerjaan

dapat dilakukan dengan baik, cepat, dan memenuhi keinginan semua pihak, baik

manajemen itu sendiri maupun masyarakat.

Salah satu unsur yang paling fundamental dari manajemen pelayanan yang

berkualitas adalah pengembangan pegawai secara terus menerus melalui pendidikan

dan pelatihan. Silalahi menyatakan “dalam pekerjaan keterampilan dapat dipelajari

dengan latihan, maka karyawan setengah terampil mempunyai kemungkinan besar

dapat melakukan pekerjaan itu dengan sangat memuaskan setelah suatu masa latihan”

Filipo dalam Hasibuan mendefinisikan pendidikan dan pelatihan sebagai

berikut: “pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum

dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh. Sedangkan pelatihan adalah
12

suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk

mengerjakan suatu pekerjaan tertentu”.12

Pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama yaitu pemahaman secara

implicit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seorang

innovator, pengambil inisiatif, serta menjadikannya efektif dan efisien dalam

melakukan pekerjaan.

4. Penghargaan dan Pengakuan

Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam

implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi

penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan

motivasi, moral kerja, rasa bangga dan rasa kepemilikan setiap orang dalam

organisasi yang akhirnya dapat memberikan kontribusi yang besar bagi instansi dan

pelanggan yang dilayani.

Untuk memberikan kepuasan kepada pegawai terhadap keberhasilan kinerja

yang telah dicapai adalah dengan memberikan kompensasi. Menurut Mangkunegara

bahwa kompensasi yang diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh pada tingkat

kepuasan kerja, dan motivasi kerja serta hasil kerja. Riset mengenai prilaku individu

dalam organisasi menunjukkan bahwa imbalan merupakan suatu faktor yang

terpenting bagi orang. Karena yang terpenting bagi kebanyakan orang, maka masalah

12
Hasibuan, Malayu, S.P., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Gunung,
hal. 69.
13

imbalan mengandung kekuatan mempengaruhi perilaku keanggotaan mereka dan

prestasi mereka.13

Menurut Kasim bahwa peningkatan prestasi kerja juga dipengaruhi oleh teori-

teori motivasi yang menjurus kepada pemuasan kebutuhan dan faktor-faktor lain yang

berhubungan.14 Hal ini mengasumsikan bahwa organisasi yang efektif adalah

organisasi yang mampu memotivasi anggota-anggota organisasi melalui berbagai

cara seperti pemenuhan kebutuhan mereka terhadap uang, status, keberhasilan, dan

kondisi kerja. Sumberdaya manusia merupakan asset organisasi yang paling vital,

sebagai pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir suatu produk/jasa. Salah

satu konsep untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah pemberdayaan sumber

daya manusia (empowerment).

Menurut Tjiptono pemberdayaan dapat diartikan sebagai pelibatan karyawan

yang benar-benar berarti (signifikan) sedangkan menurut Robbins & Decenzo

pemberdayaan adalah meningkatkan kewenangan dan kebebasan para pekerja untuk

mengambil keputusan. Dengan demikian, pemberdayaan tidak hanya memiliki

masukan, tetapi juga memperhatikan, mempertimbangkan, dan menindaklanjuti

masukan tersebut apakah akan diterima atau tidak.15

13
Mangkunegara, Prabu, AA (1998), Prilaku Konsumen, Bandung: Eresco, hal. 84
14
Kasim, Op. cit, hal. 27.
15
Tjiptono, 2002, Op. cit, hal. 128.
14

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kepuasan pelanggan merupakan hasil yang dirasakan oleh pembeli yang

mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya. Pengguna jasa

(pelanggan) cenderung merasa puas apabila harapan pelanggan terpenuhi, dan merasa

amat senang apabila harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung

tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak, kurang peka terhadap perubahan harga,

dan pembicaraannya menguntungkan perusahaan.

B. Saran

Faktor-faktor yang menjadi prioritas utama dan harus dilaksanakan sesuai

dengan persepsi masyarakat yaitu kesopanan aparat bagian bina sosial dalam

melaksanakan kegiatan pelayanan terhadap masyarakat, melakukan komunikasi yang

efektif dengan masyarakat pengguna layanan, ketepatan waktu penyelesaian layanan,

dan sarana dan prasarana yang mendukung.


15

DAFTAR PUSTAKA

Goetsch, D.L. and S. Davis, 1994, Introduction to Total Quality: Quality, Productiity,
Competitiveness, Englewood, Cliffs, N.J.: Prentice Hall International, Inc, hal.
192.

Hasibuan, Malayu, S.P., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT.
Gunung.

Joseph M. Juran dalam Tjiptono, Anastasia, 2003, Total Quality Management,


Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kasim, Azhar, Etika dalam Administrasi Publik: Salah Satu Strategi Utama untuk
Memerangi KKN, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, FISIP UI, Nomor.
02/Vol.X/Mei/2002, Jakarta.

Mangkunegara, Prabu, AA (1998), Prilaku Konsumen, Bandung: Eresco.

Moenir, H.A.S, 2002, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta, BUmi


Aksara.

Pamudji, S., 1994, Profesionalisme Pegawai Negara dalam Rangka Meningkatkan


Pelayanan Publik, Widya Praja, IIP Depdagri. Proyek Kerjasama Indonesia-
Institute for Civil Society (INCIS) Partnership for Government Reform
Indonesia, 2005, Defisit Pelayanan Publik, Survey Persepsi Masyarakat
terhadap Pelayanan Publik di Jakarta. INCIS.

Ross, JE, 1994, Total Quality Management: Text Cases and Readings, 2nd ed.
London: Kogan Page Limited, hal. 34.

Tjiptono, Fandy, 2002, Manajemen Jasa, Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai