Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

I. Konsep Teori Harga Diri Rendah


A. Pengertian Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan keamampuan diri.(Budi Anna Keliat, dkk. 2013 : 118).Menurut
Stuart dan Sundeen (1998), harga diri adalah penilaian individu terhadap
hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi
ideal dirinya.
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri
(Mustofa, Ali.2010).
Harga diri merupakan suatu nilai yang terhormat atau rasa hormat
yang dimiliki seseorang terhadap diri mereka sendiri. Hal ini menjadi
suatu ukuran yang berharga bahwa mereka memiliki sesuatu dalam bentuk
kemampuan dan patut dipertimbangkan (Townsend, 2005).
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti,
dan rendah diri akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, 2011).
Menurut klasifikasi Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder Text Revision (DSM IV, TR 2000), harga diri rendah merupakan
salah satu jenis gangguan jiwa kategori gangguan kepribadian (Videbeck,
2006).
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi
secara (Nurarif, 2015):
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah karena:
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan
(pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal ).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa
persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan
fisik.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang
maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang
kronis atau pada klien gangguan jiwa.

B. Etiologi Harga Diri Rendah


Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau
kronis (penilaian yang negatif pada diri sendiri yang telah berlangsung
lama). Menurut Stuart dan Laraia (2005), faktor-faktor yang mengkibatkan
harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi
sebagai berikut:
a. Faktor Predisposisi
1). Faktor biologis, biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh
kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien
mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga
diriampuan individu menjalankan peran dan fungsi.
2). Faktor sosial: status sosial dan ekonomi sangat mempengaruhi
proses terjadinya harga diri rendah, antara lain kemiskinan, tempat
tinggal didaerah kumuh dan rawan, kultur social yang berubah
misalnya ukuran keberhasilan individu.
3). Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah seperti perubahan kultur
kearah gaya hidup individualisme.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi atau stresor pencetus dari munculnya harga diri
rendah yang ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti
(Nurarif, 2015):
1). Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga
keluarga merasa malu dan rendah diri.
2). Pengalaman traumatik berulang seperti penganiayaan seksual dan
psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan,
aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam dan perampokan. Respon
terhadap trauma pada umumnya akan mengubah arti trauma tersebut
dan kopingnya adalah represi dan denial.
C. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah

Stresor

Norepinefrin ↓
Korteks dan system limbic, amigdala Serotonin ↓
Stresor psikososial : Dopamin ↓
kehilangan traumatic, putus
hubungan sosial, lingkungan
baru. Radikal bebas
Teori rantai silang Hipotalamus
Kekurangan gizi
Autoimmune teori
Akumulasi lemak CR
Teori sel 'usang' dan rusak
Genetic
Hipofisis

ACTH

Korteks adrenal

kortisol

Perubahan denyut jantung, fungsi ginjal, sel darah putih,


penurunan mekanisme pertahanan tubuh.

Manifestasi fisik : Manifestasi psikis :


Sakit kepala Menyalahkan diri sendiri/orang lain
Mual Kehilangan minat/anhedonia
Sakit pada organ tubuh tertentu
Perasaan kesepian, merasa sendiri
Kesulitan tidur atau tidur berlebihan
Disfungsi sexual Merasa gagal, kesedihan, merasa tidak
berguna
Kesulitan berhubungan dg orang lain

Masalah keperawatan yang terkait :


Harga diri rendah Menarik diri
Koping tidak efektif Gangguan konsep diri
D. Rentang Respon Konsep Diri
Respon individu terhadap konsep diri berfluktuasi sepanjang rentang
respon dari aktualisasi diri yang paling adaptif sampai status
depersonalisasi yang paling maladaptif (Stuart dan Sundeen, 1998).
Respon adaptif dari konsep diri meliputi:
a. Aktualisasi diri, yaitu per nyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
b. Konsep diri positif, yaitu apabila individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dari dirinya.
Respon maladaptifdari konsep diri meliputi:
a. Kerancuan identitas, yaitu kegagalan individu mengintegrasikan
aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek
psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
b. Depersonalisasi, yaitu perasaan yang tidak realistis dan asing
terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan,
kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

Sedangkan harga diri rendah adalah keadaan transisi antara respon


adaptif dan maladaptif dari konsep diri.Rentang respon individu terhadap
konsep dirinya dari gambar di bawah ini:

Rentang Respon Konsep Diri


Respon adaptif Respon
Maladaptif

Aktualisasi Diri Konsep diri positifHarga Diri Rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi
E. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan

Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : HDR

Mekanisme Koping Tidak Efektif

( Budi Anna Keliat, 1999)

F. Penatalaksanaan Harga Diri Rendah (Shanti, 2008)


a. Terapi medis
Pemberian terapi medis pada kasus harga diri rendah juga tidak
digolongkan sendiri dan lebih mengarah kepada pemberian obat
golongan antidepresan, karena fungsi dari obat anti depresan adalah
memblok pengambilan kembali neurotransmitter norepineprin dan
serotonin, meningkatkan konsentrasinya pada sinaps dan mengkoreksi
defisit yang diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal
ini sesuai dengan masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien
dengan harga diri rendah yaitu adanya penurunan neurotransmitter
seperti serotonin, norepineprin.
Terdapat banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri
rendah kali ini pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak dalam
jenis Tricyclic Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine,
desipramine, notriptilin, sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk
meningkatkan reuptake seorotonin dan norepinefrin sehingga
meningkatkan motivasi klien dan sesuai dengan indikasinya yaitu
pengobatan yang diberikan pada klien dengan depresi tetapi juga
mengalami skizofrenia sehingga mempunyai efek pengobatan yang
saling meningkatkan.
b. Terapi keperawatan
Tindakan keperawatan pada klien:
Tujuan:
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2) Kien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3) Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
4) Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai
kemampuan
5) Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya

1). Terapi generalis


Prinsip tindakan :
a) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
klien.
b) Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
c) Bantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
d) Latih kemampuan yang dipilih klien
e) Beri pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
f) Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
g) Evaluasi kemampuan pasien sesuai jadwal kegiatan harian
h) Latih kemampuan kedua
i) Motivasi klien memasukkan kemampuan kedua kedalam jadwal
harian
2). Terapi Kognitif
Prinsip tindakan :
a) Sesi I : Mengungkapkan pikiran otomatis
b) Sesi II : Mengungkapkan alasan
c) Sesi III : Tanggapan terhadap pikiran otomatis
d) Sesi IV : Menuliskan pikiran otomatis
e) Sesi V : Penyelesaian masalah
f) Sesi VI : Manfaat tanggapan
g) Sesi VII : Mengungkapkan hasil
h) Sesi VIII : Catatan harian
i) Sesi IX : Support system

Tindakan keperawatan pada keluarga:


Tujuan :
a) Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan
yang dimiliki
b) Keluarga memfasilitasi aktifitas pasien yang sesuai kemampuan
c) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai
dengan latihan yang dilakukan
d) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien
1). Terapi generalis
Prinsip tindakan :
a) Menjelaskan tanda-tanda dan cara merawat klien harga diri
rendah
b) Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan HDR
c) Mendemonstrasikan dihadapan keluarga cara merawat klien
denganHDR
d) Memberikan kesempatan kepada keluarga mempraktekkan cara
merawat klien dengan HDR seperti yang telah di demonstrasikan
perawat sebelumnya
2). Triangle terapi
Prinsip tindakan :
a) Sesi I : Mengenali dan mengekspresikan perasaan
b) Sesi II : Menerima orang lain (klien)
c) Sesi III : Penyelesaian masalah
d) Sesi IV : Mengungkapkan hasil
Tindakan keperawatan untuk kelompok:
1). Terapi generalis : TAKS
Prinsip tindakan :
a) Sesi 1 : Membantu klien meningkatkan kemampuan
memperkenalkan diri
b) Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota kelompok
c) Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan
anggota kelompok
d) Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik
pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok
e) Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
f) Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok
g) Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat tentang
manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan
2). Logo terapi
Prinsip tindakan :
a) Sesi 1 : Mengenal masalah
b) Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
c) Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna
d) Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
e) Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi

Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada


klien dengan harga diri rendah kronis ini adalah terapi kognitif, logo
therapy dan triangle therapy untuk di modifikasi dengan terapi
medis yang diberikan. Dengan pertimbangan pemberian
psikofarmaka hanya untuk mengatasi masalah penyakitnya saja
dimana gejalanya diharapkan menjadi berkurang atau hilang tetapi
tidak merubah pola pikir, perasaan dan perbuatan klien, sehingga
klien akan kembali pada situasi mengalami harga diri rendah. Karena
sebenarnya masalah utama penyebab dari harga diri rendah kronis
yang dialami belum diatasi dan kemampuan koping yang
dipergunakan dalam menghadapi tekanan belum digunakan seefektif
mungkin (Shanti, 2008).

Terapi Kognitif
Kata cognitive atau cognition berarti pengetahuan atau
pemikiran, oleh karena itu kognitif terapi dianggap sebagai
pengobatan psikologi untuk pikiran. Secara sederhana terapi kognitif
menjalankan asumsi tentang pikiran, keyakinan, sikap dan persepsi
terhadap prasangka tanpa tekanan emosi yang berpengalaman dan
juga intensitas emosi tersebut. Terapi kognitif ini ditemukan oleh
Aaron Beck,M.D untuk terapi depresi. Harga diri rendah kronis
merupakan gejala yang dominan pada kondisi klien dengan depresi,
sehingga terapi kognitif sangat tepat dilakukan pada klien dengan
harga diri rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi kognitif,
diharapkan dapat merubah pikiran negatif klien menjadi pikiran yang
positif (Shanti, 2008).
Terapi kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan
untuk pengobatan klien depresi, kecemasan, phobia, dan bentuk lain
dari penyakit mental. Cognitive therapy merupakan dasar pemikiran
tentang bagaimana klien berfikir (kognitif), bagaimana klien
merasakan (emosi) dan bagaimana klien bertingkah laku dalam semua
interaksi. Secara khusus, apa yang klien pikirkan menentukan
perasaan dan tingkah laku klien. Karena itu pikiran negatif dapat
menyebabkan distress dan menghasilkan masalah (Shanti, 2008).
Cognitive Therapy merupakan salah satu pendekaan psikoterapi
yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektifitasnya dalam
mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi.
Asumsi yang mendasari terapi kognitif terutama untuk kasus depresi
yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan)
dalam berfikir.
Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) dalam
Shanti (2008) adalah:
1. Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal
atau bicara sendiri (self talk), dan interpretasi terhadap kejadian-
kejadian yang dialami. Terapi bersama klien mengumpulkan bukti
yang mendukung atau menyanggah interpretasi yang telah diambil.
Oleh karena pikiran otomatis sering didasari atas kesalahan logika
atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk
membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Klien
dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan
keterampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap
struktur kognitif yang maladaptif.
2. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji
validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi
didalam proses terapi. Dengan demikian terapi kognitif diharapkan
berperan sebagai mekanisme proteksi agar kecemasan dan depresi
tidak mengancam, karena klien belajar mengatasi faktor-faktor
yang menyebabkan munculnya gangguan. Menurut Burns (1988)
dalam Shanti (2008), teknik kontrol mood yang efektif dan
sederhana dalam terapi kognitif yang bertujuan :
1. Perbaikan simptomatik secara cepat: Terhentinya segala gejala
depresi sering terjadi dalam waktu singkat (12 minggu)
2. Memahami: Penjelasan tentang mengapa klien murung dan apa
yang dapat klien lakukan untuk mengubahnya. Klien akan
mengetahui penyebab cengkraman kuat perasaannya dan dapat
membedakan emosi yang normal dan abnormal.
3. Kendali diri: Klien akan mengetahui cara menerapkan strategi
pertolongan diri yang efektif dan aman, sehingga dapat kembali
merasa lebih baik. Terapis akan membimbing klien
mengembangkan rencana bantu-diri (self-help) secara bertahap,
realistis dan praktis.
4. Pencegahan dan pertumbuhan pribadi: Pencegahan yang bertahan
lama terhadap gelombang rasa murung di masa depan dapat
bersandar pada penilaian kembali beberapa nilai dan sikap dasar
yang melatarbelakangi kecenderungan klien mengalami depresi.
Terapis akan membantu klien bagaimana menghadapi dan
mengevaluasi kembali beberapa asumsi tertentu mengenai nilai dan
martabat manusia.

Logo Therapy
Teknik analisa dalam logoterapi meliputi mengajukan
pertanyaan pada diri sendiri, melihat dan merenungkan pengalaman
yang bermakna dan mengungkap makna dalam kondisi kritis. Pada
klien dengan harga diri rendah kronis, dimana klien lebih dominan
memandang aspek negatif dirinya dan kurang bergairah dalam
mencari makna kehidupan ataupun dalam pencapaian tujuan hidup.
Penerapan logoterapi pada klien dengan harga diri rendah kronis akan
membantu klien dalam mengungkapkan perasaan dan menemukan
makna kehidupan serta akan meningkatkan neurotransmitter di otak
(terutama serotonin), sehingga harga diri klien dapat meningkat secara
bermakna (Shanti, 2008)

Triangle Therapy
Setiap hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam
psikoterapi merupakan bagian dari triangle relationship (hubungan
segitiga). Hal ini karena setiap klien merupakan bagian dari multi
generasi yang disebut keluarga. Setiap terapi berpengaruh bagi
keluarga dan dipengaruhi oleh keluarga (Shanti, 2008).
Hal ini sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa jika dua
orang anggota keluarga terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga
untuk menyelesaikan dan mendukung penyelesaian masalah mereka.
Secara alamiah, proses dalam kehidupan manusia dipengaruhi oleh
tiga sisi jaringan hubungan tersebut. Ketiga jaringan tersebut
membentuk hubungan yang disebut ”emotional triangle”. Pada klien
dengan harga diri rendah kronis, pola interaksi dengan keluarga tidak
berjalan dengan baik. Sehingga dengan dilakukannyatriangle
therapy ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan
perasaannya dan klien dapat diterima dalam keluarganya dan
mendapat support dari keluarga dalam penyelesaian masalah klien.
Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala yang
ditimbulkan dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah
bagaimana membantu klien dengan harga diri rendah kronis yang
biasanya menggunakan koping regresi menjadi lebih dewasa dalam
menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah supaya gejala
yang dialaminya tidak muncul kembali. Proses pendewasaan ini
adalah proses belajar menjadi diri sendiri dalam berinteraksi dengan
orang lain (Shanti, 2008).

G. Discharge Planning (Nurarif, 2015)


a. Kenali factor yang menyebabkan HDR dan konsultasi pemecahan
masalah yang dihadapi
b. Berikan dukungan untuk dapat mengenali kelebihan yang dimiliki dan
mengkoreksi kekurangan pada diri dan mencari solusi secara bersama-
sama.
c. Ciptakan lingkungan yang dapat menciptakan kepercayaan diri pada
penderita.
d. Berikan apresiasi terhadap apa yang telah diperoleh atau keberhasilan
yang didapat.
e. Konsultasikan selalu jika terdapat hambatan dalam perawatan dan
penanganan.
f. Bimbing dan damping untuk melakukan aktivitas dengan orang
lain/kelompok yang diharapkan dapat menimbulkan rasa percaya diri
dan kemampuan dalam bersosialisasi.
A. Konsep Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah
Diagnosa Keperawatan Gangguan Harga Diri (Townsend, 1998):
Kemungkinan etiologi (“yang berhubungan dengan”)
1. Kurangnya umpan balik positif
2. Tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan
3. Retardasi perkembangan ego
4. Pengulangan umpan balik yang negatif, mengakibatkan berkurangnya makna
diri
5. Disfungsi sistem keluarga
6. Terfiksasi pada tahap perkembangan awal.

Batasan karakteristik (“dibuktikan oleh”)


1. Kesulitan menerima penguatan positif
2. Perilaku merusak diri
3. Seringkali menggunakan kata-kata penghinaan dan kritikan yang melawan
dirinya
4. Kurangnya kontak mata
5. Memanipulasi seseorang anggota staf terhadap yang lainnya dalam usaha
untuk memperoleh hak-hak yang khusus
6. Ketidakmampuan membentuk hubungan pribadi yang akrab
7. Merendahkan orang lain dalam usaha untuk meningkatkan harga dirinya
sendiri
8. Keragu-raguan untuk mencoba hal-hal atau situasi-situasi baru (yang
berhubungan dengan rasa takut gagal)
9. Rasa tidak berharga
10. Pandangan negative atau pesimistis

Sasaran/tujuan
Sasaran Jangka Pendek
1. Pasien akan mendiskusikan dengan perawat rasa takut akan kegagalan dalam
3 hari.
2. Pasien akan menyatakan secara verbal hal-hal yang disukai dari dirinya dalam
5 hari.

Sasaran Jangka Panjang


1. Pasien akan menunjukkan peningkatan harga diri, yang ditunjukkan dengan
mengungkapkan secara verbal aspek-aspek positif dirinya, prestasi di masa
lalu, dan prospek masa yang akan datang.
2. Pasien akan menunjukkan peningkatan makna diri yang menata tujuan-tujuan
yang realistis dan mencoba untuk mencapainya, dengan demikian
mendemonstrasikan suatu penurunan dalam rasa takut gagal.

Intervensi dan Rasional tertentu


1. Pastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut realistis
2. Sampaikan hal-hal yang positif secara mutlak untuk pasien.
3. Tentukan batasan untuk perilaku manipulatif. Identifikasi konsekuensi dari
pelanggaran terhadap batasan-batasan itu. Minimalkan umpan balik negatif
untuk pasien.
4. Kenali saat pasien mempermainkan seorang anggota staf melawan staf yang
lainnya
5. Dorong kemandirian dalam penampilan tanggung jawab pribadi, mampu
dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan perawatan diri pasien.
berikan pengakuan dan pujian atas keberhasilannya.
6. Bantu pasien meningkatkan tingkat kesadaran diri melalui pemeriksaan kritis
terhadap perasaan, sikap, dan perilaku
7. Bantu pasien mengidentifikasi sifat-sifat dirinya yang positif, maupun aspek-
aspek dalam dirinya yang ditemukan tidak menyenangkan. Diskusikan cara-
cara untuk melakukan perubahan dalam area-area ini.
8. Ajarkan pasien teknik-teknik asertif, khususnya kemampuan untuk mengenali
perbedaan antara perilaku-perilaku asertif, pasif, dan agresif serta pentingnya
menghargai hak-hak asasi orang lain dan melindungi hak-hak asasi dirinya.
9. Bersama-sama dengan pasien, identifikasi tujuan-tujuan perawatan dan cara-
cara yang diyakini pasien merupakan cara yang terbaik yang dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Pasien mungkin membutuhkan bantuan
untuk memecahkan masalah.
10. Dorong pasien untuk mendikusikan situasi-situasi kehidupan terbarunya
dimana ia merasakannya sebagai stress dan perasaan yang berhubungan
dengan setiap situasu tersebut.
11. Selama diskusi pasien, catat berapa kali rasa ketidakberdayaan atau
kehilangan control terhadap situasi hidup timbul. Fokuskan pada waktu ini
dan diskusikan cara-cara dimana pasien dapat mempertahankan perasaaan
control.
12. Saat pasien mampu mendiskusikan perasaannya secara lebih terbuka,
bantu dia, dengan cara yang tidak mengancam, untuk menghubungkan
perasaan tertentu terhadap timbulnya gejala-gejala fisik.
13. Diskusikan waktu-waktu stress saat gejala-gejala fisik tidak muncul dan
srategi koping adaptif yang digunakan selam situasi-situasi tersebut.
14. Berikan penguatan positif untuk mekanisme koping adaptif yang
diidentifikasi atau yang digunakan. Sarankan strategi-strategi koping
alternative, tapi biarkan menentukan mana yang paling tepat dimasukkan ke
dalam gaya hidupnya.
15. Bantu pasien untuk mengidentifikasi suatu sumber dalam masyarakat
(teman, orang yang bermakna, kelompok) untuk digunakan sebagai suatu
system pendukung untuk mengekspresikan perasaan dalam usaha mencegah
koping maladaptive melalui penyakit fisik.
16. Jangan biarkan pasien merenungkan kegagalan di masa lalunya. Jangan
lepaskan perhatian jika pasien tetap melakukannya.
17. Sampaikan perhatian tanpa syarat bagi pasien.
18. Berikan dorongan kepada pasien untuk semandiri mungkin dalam
aktivitas-aktivitas merawat diri sendiri. Berikan jadwal-jadwal tertulis dan
tugas-tugas yang harus dilakukan. Intervensi pada area dimana pasien
memerlukan bantuan.
19. Berikan dorongan semangat untuk berpartisipasi pada aktivitas-aktivitas
kelompok. Pada awalnya perlu menemani pasien, sampai dia merasa aman
bahwa anggota-anggota kelompok menerima, dengan mengabaikan
keterbatasan-keterbatasan pada komunikasi verbal. Pastikan bahwa terapi
kelompok untuk pasien menggunakan metoda penyamapian yang sederhada.
Berikan penghargaan dan umpan balik yang positif untuk keberhasilan yang
actual.
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
1. Pasien secara verbal mengungkapkan aspek-aspek positif dirinya.
2. Pasien mendemonstrasikan kemampuannya untuk membuat keputusan secara
mandiri berkenaan dengan penatalaksanaan perawatan dirinya.
3. Pasien mengekspresikan beberapa optimism dan harapan untuk masa yang
akan datang.
4. Pasien menyusun tujuan-tujuan yang realistis untuk dirinya dan
mendemonstrasikan keinginan untuk mencapainya.
5. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa
takut yang ekstrem terhadap kegagalan.

Konsep asuhan keperawatan menurut Taksonomi II NANDA dalam Taylor,


Cynthia M. (2010):
1. Harga Diri Rendah Situasional
a. Pengkajian
1). Usia
2). Jenis kelamin
3). Sistem keluarga, meliputi status perkawinan, peran dalam keluarga, posisi
sibling
4). Alasan hospitalisasi
5). Status mental, meliputi afek, penampilan umum, alam perasaan
6). Kemampuan kognitif
7). Perilaku
8). Persepsi diri di masa lalu
9). Persepsi diri saat ini

b. Batasan karakteristik
1). Kesulitan mengambil keputusan
2). Penilaian diri negatif timbul secara episodik sebagai respons terhadap
peristiwa kehidupan pada seseorang yag sebelumnya memiliki penilaian
diri positif
3). Evaluasi diri menunjukkan ketidakmampuan menghadapi peristiwa
situasional
4). Verbalisasi perasaan menunjukkan negatif mengenai diri sendiri
(ketidakberdayaan, ketidakbergunaan)

c. Diagnosis medis yang berhubungan ( dipilih )


Diagnosis keperawatan ini dapat digunakan pada semua pasien yang
mengalami kehilangan aktual atau yang diantisipasi (bagian tubuh, fungsi tubuh
normal, kontrol terhadap lingkungan, ancaman kehidupan ). Contohnya antara
lain semua cedera atau penyakit yang mengakibatkan hospitalisasi dalam waktu
lama; karsinoma; penyakit menular; kondisi yang memerlukan amputasi,
histerektomi, mastektomi, atau ostomi; kondisi imunosupresi; infark miokard;
dan stroke.

d. Hasil yang diharapkan


1). Pasien mengungkapkan perasaan tentang situasi saat ini dan efeknya
terhadap harga dirinya.
2). Pasien menggambarkan citra dirinya sebelum awitan masalah kesehatan
saat ini.
3). Pasien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
perawatan dan terapi.
4). Pasien melaporkan perasaan kontrol terhadap peristiwa-peristiwa
kehidupan.
5). Pasien mengatakan bahwa ia sudah kembali memiliki perasaan positif
tentang dirinya seperti sebelumnya

e. Intervensi dan rasional


1). Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang dirinya (masa lalu
dan sekarang). Eksplorasi diri dapat mendorong pasien untuk
mempertimbangkan perubahan di masa yang akan datang.
2). Sediakan waktu khusus di luar perawatan yang tidak terganggu dengan
aktivitas lain untuk berbicara secara sosial atau profesional dengan pasien.
Sikap salingmenghormati akan membantu pasien mengambil tanggung
jawab akhir untuk meningkatkan keterampilan koping.
3). Kaji status mental pasien melalui wawancara dan observasi minimal sekali
sehari. Bila ansietas akibat penolakan diri menjadi berat, pasien dapat
mengalami disorientasi atau gejala-gejala psikotik.
4). Libatkan pasien dalam proses pengambilan keputusan. Ungkapan harga
diri rendah meliputi ambivalensi dan penundaan.
5). Berikan umpan balik positif ketika pasien menunjukkan meningkatan
harga diri melalui pernyataan atau perilaku untuk menyatakan persetujuan
dan membantu pasien merasa bahwa ia mampu melakukan koping secara
efektif dalam situasi penuh stres.

f. Dokumentasi
1). Ungkapan penurunan harga diri pasien
2). Pengkajian status mental ( dasar dan lanjutan )
3). Intervensi keperawatan yang bertujuan menguatkan harga diri
4). Respons pasien terhadap intervensi
5). Evaluasi masing-masing hasil yang diharapkan

2. Harga Diri Rendah Kronis


a. Pengkajian
1). Alasan hospitalisasi atau penanganan
2). Usia dan jenis kelamin
3). Tahap perkembangan
4). Sistem keluarga, meliputi status perkawinan,peran dalam keluarga, posisi
sibling kandung
5). Persepsi tentang masalah kesehatan
6). Pengalaman masa lalu dengan sistem perawatan kesehatan
7). Status mental, meliputi pemikiran abstrak, afek, komunikasi, penampilan
umum, penilaian atau daya titik diri, memori, alam perasaan, orientasi,
persepsi, proses pikir
8). Sistem kepercayaan (norma, agama, nilai)
9). Pola interaksi social
10). Riwayat sosial dan pekerjaan
11). Persepsi diri ( masa lalu dan sekarang , meliputi citra tubuh, mekanisme
koping, kemampuan mengatasi masalah, harga diri
12). Pengalaman krisis di masa lalu
13). Riwayat penanganan untuk ganggguan psikososial, meliputi hospitalisasi,
pengobatan, psikoterapi, ide bunuh diri, rencana bunuh diri, usaha bunuh
diri di masa lalu.
14). Tanda – tanda neurovegetatif, meliputi kemampuan untuk mengalami
kenikmatan. Nafsu makan, tingkat energi, tidur.

b. Batasan karakteristik
1). Pasien menilai diri putus asa atau tidak dapat menghadapi peristiwa
2). Pasien memperlihatkan kecenderungan tidak asertif atau pasif
3). Pasien mengungkapkan rasa malu atau rasa bersalah
4). Pasien mengalami masalah medis atau mental kronis seperti depresi
5). Pasien kesulitan mengambil keputusan
6). Pasien sangat menuruti atau bergantung pada pendapat orang lain
7). Pasien mencari kepastian yang berlebihan
8). Pasien mengungkapkan pikiran penyangkalan diri

c. Diagnosis medis yang berhubungan ( dipilih )


Semua penyakit atau cedera yang mengakibatkan nyeri kronis,
disabilitas atau kerusakan permanen; penyakit kardiovaskuler, penyakit kronis
yang memerlukan penanganan seumur hidup ( seperti hemofilia, PPOK,
penyakit Crohn, diabetes melitus, penyakit ginjal terminal, gangguan kejang ),
dan penyakit neuromuskular.
Diagnosis psikiatrik meliputi ansietas, gangguan bipolar, depresi, status
panik, gangguan kepribadian (ambang, dependen, obsesif kompulsif,
dependen pasif), dan perilaku mencederai diri ( anoreksia nervosa, usaha
bunuh diri, bulimia, penyalahgunaan zat).

d. Hasil yang diharapkan


1). Pasien mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan harga diri. Pasien
melaporkan perasaan aman di lingkungan.
2). Pasien membuat kontrak verbal untuk tidak mencederai diri.
3). Pasien bekerja sama dalam perawatan diri dan proses pengambilan
keputusan secara bertahap
4). Pasien meningkatkan interaksi sosial dengan orang lain.
5). Pasien menunjukkan penurunan perasaan negatif tentang dirinya, baik
secara verbal maupun melalui perilaku.
6). Pasien mengungkapkan menerimaan terhadap umpan balik positif maupun
negatif tanpa melebih-lebihkan.

e. Intervensi dan rasional


1). Sedangkan waktu khusus di luar perawatan yang tidak terganggu
dengan aktivitas lain untuk mengajak pasien berbicara. Tindakan ini
memberikan waktu bagi pasien untuk mengeksplorasi diri.
2). Dengarkan pasien berikan respons dengan penerimaan yang tidak
menghakimi, perhatian yang sungguh-sungguh, dan ketulusan.
Tindakan ini meningkatkan kesadaran diri pasien dan mengurangi
unsur ancaman.
3). Kaji status mental pasien melalui wawancara dan observasi minimal
sekali seminggu. Ansietas yang tinggi karena penolakan diri dapat
menyebabkan pasien mengalami gangguan kognitif, sensori, atau
persepsi.
4). Kaji risiko bunuh diri dan kemungkinan perilaku mematikan pada
pasien, sesuai indikasi. Harga diri yang sangat rendah dapat
mengarah pada bunuh diri.
5). Lakukan tindakan kewaspadaan untuk pasien sesuai protokol dari
lembaga. Perilaku pasien harus diawasi hingga kontrol dirinya
adekuat untuk keamanan.
6). Berikan rutinitas sederhana dan terstruktur setiap hari. Aktivitas yang
terstruktur membatasi perilaku cemas pada pasien.
7). Dorong pasien untuk merawat dirinya pada tingkat yang
memungkinkan. Pasien akan mengabaikan atau menolak aspek-
aspek perawatan dirinya karena perasaan benci terhdap diri sendiri.
8). Libatkan pasien secara bertahap dalam pengambilan keputusan
tentang perawatan untuk mengurangi perasaan ambivalen,
penundaan, dan kurang percaya diri dalam pengambilan keputusan.
9). Atur situasi untuk mendorong interaksi sosial atau profesional antara
pasien dan orang lain. Gangguan hubungan membenci diri secara
langsung.
10). Berikan umpan balik positif kepada pasien ketika pasien
menunjukkan peningkatan harga diri melalui ungkapan verbal
maupun perilaku. Tindakan ini mendorong perilaku koping yang
adaptif di masa yang akan datang.
11). Bantu pasien mengumpulkan sumber-sumber bantuan pada saat
pemulangan untuk membantunya mengubah perilaku koping
meladaptif menjadi lebih adaptif.
12). Rujuk pasien ke tenaga kesehatan jiwa sesuai program. Keparahan
gejala yang menyertai harga diri rendah kronis memerlukan
psikoterapi jangka panjang.

f. Dokumentasi
1). Ungkapan verbal dan perilaku pasien yang mengindikasikan harga diri
rendah
2). Pemeriksaan status mental ( dasar dan lanjutan )
3). Pengkajian bunuh diri, intervensi, dan respons pasien
4). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan untuk memfasilitasi
peningkatan harga diri.
5). Respons pasien terhadap intervensi keperawatan
6). Evaluasi masing-masing hasil yang diharapkan

Konsep asuhan keperawatan menurut (Mustofa, Ali.2010)


1. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah Keperawatan:
1). Resiko Isolasi Sosial : menarik diri
2). Gangguan Konsep Diri : harga diri rendah
3). Berduka disfungsional.
b. Data yang perlu dikaji :
1) Data subjektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif:
Klien tampak suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ mengakhiri hidup.

2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko isolasi sosisal : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.

3. Rencana tindakan keperawatan


a. Tujuan umum : sesuai masalah (problem)
b. Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a). Bina hubungan saling percaya
(1). Salam terapeutik
(2). Perkenalan diri
(3). Jelaskan tujuan inteniksi
(4). Ciptakan lingkungan yang tenang
(5). Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, dan topik pembicaraan)
b). Beri kesempatan pada klien mengngkapkan perasaannya.
c). Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d). Katakan kepada klien bahwa ia adalah seorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2) Klien data mengidenifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
a). diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b). Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis.
c). Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a). Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
b). Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah.
4) Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Tindakan :
a). Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
b). Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c). Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan.
Tindakan :
a). Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b). Beri pujian atas keberhasilan.
c). Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a). Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
b). Bantu keluarga member dukungan selama klien dirawat.
c). Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d). Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Strategi Pelaksanaan Tindakkan Keperawatan Harga Diri Rendah


A. Pengkajian :
Harga diri Rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri
Berikut ini tanda dan gejala harga diri rendah ;
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Penuruna produktivitas
5. Penolakan terhadap kemampuan diri
Berdasarka pengamatan penampilan seorang dengan harga diri rendah
dapat terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, berbicara lambat dengan nada suara lemah.
B. Berdasarkan data yang didapat melalui hasil observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahka sumber skunder, dapat ditegakkan diagnose
keperawatan sebagai berikut : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
C. Tindakkkan keperawatan
1. Tindakan keperawatan pada pasien :
a. Tujuan:
1). Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2). Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3). Pasien dapat menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
4). Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemmpuan
5). Pasien dapat menyusun jadwal kuntuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih
b. Tindakan keperawatan
1). Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(a). Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien dirumah sakit, di rumah,
dalam keluarga dan lingkungan adanya keluarga dan lingkungan
terdekat pasien
(b). Beri pujian yang realistic atau nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif
2). Membantu Pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan
(a). Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
digunakan sampai saat ini
(b). Bantu pasien untuk menyebutkannya dan member penguatan
terhadap kemampua diri yang diungkapkan pasien
(c). Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang
aktif
3). Membantu pasien menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
(a). Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari-hari
(b). Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan
dengan mandiri, kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari
keluarga, dan bantuan penuh dari keluarga dan lingkuangan
terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
dapat dilakukan pasien serata susun bersama pasien dan buat daftar
kegiatan sehari-hari pasien
4). Melatih Kemampuan yang sudah dipilih pasien
(a). Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan yang
dipiih
(b). Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
(c). Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat
dilakukan pasien
5). Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemmpuan yang dilatih
(a). Member kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang
telah dilatih
(b). Beri pujian atas kegiatan atau kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari.
(c). Tingkatkan kegiatan sesuai tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan
(d). Susun jadwal untuk melakukan kegiatan yang telah dilatih
(e). Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
2. Tindakan keperawatan pada keluarga pasien
Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :
1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki
pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien
b. Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada
pasien
3) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan
memuji pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Demonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat
pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat
demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

SP 1Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian

SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan


kemampuan pasien.

Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua


kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah
harga diri pasien.

SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam


merawat pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan
gejala harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga
diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan
cara merawat

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan masalah harga diri rendah langsung kepada pasien
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC.

Kozier, Barbara. 2005. Fundamental of Nursing. California: Wesley Publishing


Company.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Penerbit Mediaction.

Shanti. 2008. Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien Harga Diri Rendah. [internet]
http://shanti.staff.umy.ac.id/?p=9 diakses pada 22 April 2015 pukul 20.25 WITA.

Stuart, G.W & Sundeen S.J. 1995. Principle and Practice of Psychiatric Nursing.
St.louis, Missiouri: Mosby Year Book.

Stuart. Gail W and Laraia. 2005. Principle and Practice of Psychiatric Nursing, 7thed. St
Louis: The CV Mosby Year Book.

Taylor, Cynthia M., Sheila Sparks Ralph. 2010. Diagnosis Keperawatan: dengan
Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.

Towsend, Mary C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan


Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan-Ed.3. Jakarta: EGC.

Videbeck, s. L. 2006. Psychiatric Mentalhealth Nursing. Philadelphia: Lippincott.

WHO. 2005. Human Resources and Training in Mental Health: Mental Health Policy
and Service Guide Package. China: WHO Publishing.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram : -

Anda mungkin juga menyukai