Anda di halaman 1dari 5

Jurus Cerdas Membangun Karakter Anak

Disampaikan dalam Seminar Parenting SDIT Al-Furqon Palembang, Sabtu 5 April 2014

Oleh : Cahyadi Takariawan

Generasi Unggul
Sangat banyak prestasi generasi muda yang sangat membanggakan Indonesia sampai
di pentas dunia. M. Haris Busro Latif, remaja beusia 17 tahun, santri Pondok Pesantren
Sulaimaniyah menghafalkan 30 juz Al Qur’an dalam waktu yang sangat cepat, yakni
hanya 4 bulan 20 hari. Sedangkan 37 santri lainnya menghafalkan 30 juz Al Qur’an
berkisar 8 bulan hingga satu tahun. Ini contoh remaja yang berprestasi dalam tahfizh Al
Qur’an.

Dalam bidang akademis, pelajar dan mahasiswa Indonesia tidak kalah dengan negara-
negara maju. Sebagai sedikit contoh, seorang remaja siswa SMP telah mendapatkan
medali emas di International Exhibition for Young Inventors (IEYI) 2012 di Thailand.
Tujuh remaja Indonesia telah meraih 3 medali emas dan 2 perak dalam kejuaraan
lomba karya ilmiah remaja dalam ajang International Exhibition of Young Investors
(IEYI) di Malaysia 2013.

Bulan Mei 2013, sejumlah remaja peneliti dari Indonesia juga meraih prestasi dalam
Asia Pacific Conference of Young Scientists di Palembang, Sumatra Selatan. Mereka
merebut delapan medali —tiga medali emas, dua perak, tiga perunggu— dan
penghargaan khusus dalam lomba karya ilmiah remaja. Masih sangat banyak deretan
prestasi membanggakan generasi muda kita di pentas dunia.

Tentu saja yang kita inginkan bukan hanya unggul dari segi prestasi akademis, namun
juga unggul dalam keimanan, unggul dalam ibadah, unggul dalam akhlak, unggul dalam
semangat, unggul dalam karakter, unggul dalam kepribadian. Generasi yang kelak akan
mengisi pos kepemimpinan di Indonesia, dan akan mampu menghantarkan Indonesia
menuju kegemilangan sejarahnya.

Generasi Buram
Selain mencatat berbagai prestasi, kita juga masih menyimpan potret buram yang
sangat mengerikan. Sebuah generasi yang menghantui masa depan Indonesia.

Data Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, dalam kurun waktu
tiga tahun (2008 - 2010) kasus aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta
janin korban aborsi, tahun 2009 naik menjadi 2,3 juta janin korban aborsi. Tahun 2010
naik menjadi 2,5 juta jiwa. Sebanyak 62,6 % pelaku aborsi adalah remaja berusia 15 -
24 tahun. Pada saat ini rata-rata aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kejadian per
tahun, atau 208.333 kejadian aborsi per bulan, atau 6.944 kejadian aborsi per hari, atau
290 kejadian aborsi setiap jam. Tiap menit terjadi 4 sampai 5 kejadian aborsi di
Indonesia.

Data dari KPAI tahun 2010 menyatakan, 32 % remaja usia 14 - 18 tahun di Jakarta,
Surabaya, dan Bandung pernah berhubungan seks. Hasil survei lain di tahun 2012
menyatakan, 1 dari 4 remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah, 62,7 %
remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 % di
antaranya pernah melakukan aborsi.

Hasil riset bersama antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia
(UI) menempatkan 4,9 juta penduduk Indonesia menjadi korban penyalahgunaan
narkotika. "Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah penduduk di Singapura," kata
Direktur Intelijen BNN, Kombes I Made Astawa.

Tawuran pelajar sekolah juga masih menjadi potret buram dalam dunia pendidikan
Indonesia. Pada 2010, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu
melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang
menewaskan 82 pelajar. Pada tahun 2012, terjadi 147 tawuran yang menewaskan 82
pelajar.

Semua data buram ini tentu menjadi keprihatinan kita bersama.

Urgensi Pendidikan Karakter


Melihat berbagai realitas buram di atas, mengingatkan kita kepada pentingnya
pendidikan karakter bagi anak yang dimulai dari dalam keluarga. Menurut Lickona,
karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling),
dan perilaku moral (moral behaviour). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat
dinyatakanbahwa karakter yang baik, didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan,
keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.

Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang
dapat dilakukan untuk mempengaruhi dan membentuk karakter anak. Thomas Lickona
menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk
membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan
nilai-nilai etika yang inti.

Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan melalui lembaga


pendidikan di Indonesia, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Kedelapanbelas butir tersebut
seharusnya dibentuk sejak dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

Membangun Karakter Anak dari Dalam Keluarga


Akan menjadi seperti apa karakter generasi masa depan penerus bangsa, semua
kembali kepada kita. Awalnya adalah pembentukan karakter di dalam keluarga kita.

"Mengapa keluarga dapat dikatakan sebagai batu pertama untuk membangun negara?"
demikian pertanyaan Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf Al Usrah Fil
Islam mengawali pembahasan tentang Posisi Keluarga dalam Negara. "Sebab",
tulisnya, "Sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan
pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan
gambaran moralitas dalam masyarakatnya".

Berikut ini beberapa jurus cerdas membangun karakter anak di dalam rumah :

1. Sayangi Anak Sepenuh Hati Anda

Nabi Muhammad saw memberikan teladan luar biasa dalam kasih sayang pada anak-
anak. Beliau suka mencium anak dan cucunya, hingga heranlah sahabat Aqra’,
lantaran ia punya 10 orang anak dan tak pernah menciumnya sekalipun.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw mencium Al
Hasan bin Ali ra, lalu Al Aqra’ berkomentar, “Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh
orang anak; tidak pernah aku mencium seorangpun di antara mereka”. Maka Rasulullah
saw bersabda, “Barangsiapa tidak menyayangi, maka tidak tidak disayangi.”

Rasulullah pernah mempercepat shalat, sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya,


ketika aku sedang melakukan shalat (menjadi imam) dan aku bermaksud untuk
memanjangkan bacaanya, tiba-tiba aku mendengar tangisan anak kecil. Maka aku
segera memperpendek (bacaan) shalatku. karena aku memahami perasaan ibunya
(yang menjadi makmum) yang tentu terganggu oleh tangisannya.”

Nabi sangat menyayangi anak-anak, dan sangat merawat jiwa anak-anak.

2. Terima Anak Anda dengan Segala Potensinya

Terimalah anak dengan sepenuh hati anda. Mereka adalah buah hati anda,
bagaimanapun kondisi fisiknya ! Penerimaan anda kepada mereka, akan menjadi kunci
keberhasilannya !

Adalah Hirotada Ototake. Terlahir tanpa tangan dan kaki yang normal. Kaki hanya
sampai lutut dan tangannya hanya sampai siku. Tanpa jari-jari. Ibunya menggambarkan
Hirotada-can seperti boneka panda yang lucu dan menggemaskan. Orangtuanya selalu
memerkenalkan Hirotada kepada tetangga, kenalan, kerabat sebagai anak normal. Dia
juga diperlakukan sebagai anak yang normal. Diajari berbagai ketrampilan motorik.

Akhirnya tumbuhlah rasa percaya diri yang sangat besar, bahkan menurut pengakuan
Hirotada sendiri, rasa percaya dirinya ’terlalu besar’. Dia selalu belajar di sekolah anak-
anak normal. menjalani hobi jurnalistik, fotografi, naik gunung dan memasuki klub
basket. Hirotada selalu lulus dengan nilai yang memuaskan sampai ke perguruan tinggi.
Kini, ia menjadi motivator kelas dunia dengan kadaan fisiknya yang terbatas.
3. Pembiasaan Kebaikan bagi Anak Anda

Dalam hal apakah anak dibiasakan ? Inilah yang akan sangat menentukan
kehidupannya di masa depan. Iman Al Ghazali menceritakan dalam kitab Ihya
‘Ulumuddin tentang dialog antara Sahal bin Abullah At Tustari dan pamannya
Muhammad Ibnu Siwar.

“Ketika aku berusia tiga tahun, aku selalu bangun malam. Aku melihat shalat pamanku,
Muhammad Ibnu Siwar. Pada suatu hari ia berkata kepadaku, apakah engkau tidak
ingat kepada Allah yang telah menciptakan kamu ?”

“Bagaimana aku mengingatnya ?”

Pamanku berkata, “Katakan di dalam hatimu ketika kamu berbolak-balik di atas tempat
tidurmu, tiga kali, tanpa menggerakkan lidahmu: Allah bersamaku, Allah mengawasiku,
Allah menyaksikan aku”.

Dan aku kerjakan itu lalu aku laporkan kepadanya. ”Ucapkan setiap malam tujuh kali “,
kata paman.

Aku kerjakan kemudian aku laporkan kepadanya. ”Ucapkan itu setiap malam sebelas
kali”. Akupun laksanakan pesan tersebut, maka aku merasakan rasa nyaman dalam
kalbuku.

Setelah satu tahun berlalu, pamanku berkata, “Peliharalah apa yang telah aku ajarkan
kepadamu, dan tetapkan mengerjakannya hingga kamu masuk kubur. Karena
sesungguhnya yang demikian itu bermanfaat untuk kamu di dunia dan di akhirat”.
Dalam beberapa tahun, aku terus mengerjakannya, maka aku dapatkan rasa nyaman
dalam kesunyianku.

Kemudian pamanku berkata padaku pada suatu hari, ”Wahai Sahal, barangsiapa
merasa Allah bersamanya, melihat dan menyaksikannya, apakah ia akan mendurhakai-
Nya. Janganlah sekali-kali kamu durhaka.”

4. Temani Anak Anda untuk Tumbuh dan Berkembang

Seorang teman mengisahkan tentang seorang anak yang selalu menantikan ayahnya
pulang dari kerja, hingga larut malam. Sang ayah adalah guru SMA yang sangat sibuk.
Karena sang ayah tak kunjung datang, tertidurlah si anak.

Suatu saat ayahnya telah berjanji untuk mengajari main catur. Ketika pulang jam
sepuluh malam, sang ayah menemukan anaknya tertidur di atas papan catur. Di
sebelahnya ada uang 40 ribu dari celengan yang dipecah sang anak.

Begitu sang ayah pulang, mendadak dia terbangun dan bertanya, “Ayah, bolehkah aku
pinjam uang sepuluh ribu ? Aku membutuhkan limapuluh ribu dan celenganku baru
empat puluh ribu”. Ketika ditanya untuk apa, betapa teriris hati sang ayah. Karena anak
itu hendak membeli waktunya barang setengah jam agar bisa mengajarinya bermain
catur.

Rupanya ia telah bertanya pada ibunya, berapa ayahnya digaji per-jam !

Jangan biarkan anak anda menjadi “yatim” di saat ia memiliki orang tua lengkap.

5. Berikan Hanya Kata-kata Terbaik

Betapa ajaibnya kata-kata. Dari kata-kata, banyak hal bermula. Kata-kata membentuk
persepsi dan paradigma. Kata-kata dapat memotivasi atau melemahkan semangat.
Kata-kata membentuk atau merusak suasana. Kata-kata dapat menjadi inspirasi. Kata-
kata juga tabungan akhirat anda. Maka, berhati-hatilah dengan kata-kata.

Abu Rafi’ meriwayatkan, “ Ketika Fatimah melahirkan putranya, Hasan bin Ali, aku
melihat Rasulullah SAW mengumandangkan adzan pada telinga Hasan bin Ali“
(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi.)

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, ”Rahasia kenapa ketika seorang bayi baru lahir harus
dikumandangkan adzan pada telinganya adalah –wallahu a’lam- agar suara yang
pertama kali masuk ke telinga si anak adalah kalimat-kalimat yang mengandung makna
akan kebesaran dan keagungan Allah swt. Dan dua kalimat syahadat yang digunakan
sebagai kunci pintu masuk Islam.

Anda mungkin juga menyukai