PENDAHULUAN
1
mampu berjalan. Pada umumnya gejala yang fatal terjadi pada usia belasan tahun atau
awal usia 20-an tahun, terutama diakibatkan oleh gangguan respirasi dan kardiovaskular
2,3
yang berat.
Anak dengan DMD pada waktu yang lampau dianggap sebagai penyakit yang
tidak mempunyai harapan, namun saat ini telah berkembang berbagai intervensi,
sehingga penderita DMD mempunyai survival lebih lama. Keempat area kunci
tatalaksana multidisiplin adalah meningkatkan, mempertahankan dan mendukung
kekuatan dan fungsi otot, mencegah dan tatalaksana deformitas tulang belakang,
tatalaksana komplikasi respirasi dan mencegah dan tatalaksana kardiomiopati. Hal ini
sesuai dengan kunci pokok terapi untuk DMD, sebelum ditemukannya terapi kuratif,
maka terapi hanya bersifat perawatan suportif dan preventif dengan monitor ketat status
jantung dan paru, serta perkembangan atau kejadian skoliosis dan kontraktur.4
Manajemen optimal pada pasien DMD membutuhkan pendekatan multidisiplin
yang berfokus pada tindakan antisipatif, preventif dan kuratif yang diharapkan dapat
mengubah perjalanan alamiah penyakit, memperlambat munculnya komplikasi yang
timbul akibat penyakit dan memperbaiki fungsi serta kualitas hidup. Penanganan
komperhensif DMD nantinya meliputi manajemen dari berbagai multidisiplin ilmu
diantaranya neurologi, respirologi, kardiologi, nutrisi, tumbuh kembang,
gastroenterologi, rehabilitasi medik, serta ortopedi. Penderita DMD memiliki risiko
tinggi untuk mendapatkan problem secara psikologis dan disfungsi sosial. Dampak
psikososial DMD antara lain emosional dan depresi, yang juga dapat terjadi pada
keluarga sehingga perlu pemantauan untuk mengetahui status kesehatan psikis pasien
dan sejauh mana penyakit ini memberikan kontribusi terhadap kesehatan psikis pasien
dan keluarganya.4 Domisili pasien di Prambanan Yogyakarta dapat dijangkau serta
orang tua pasien sangat kooperatif sehingga diharapkan dapat dilakukan pemantuan,
kunjungan rumah, serta intervensi bila diperlukan.
2
1.2 Deskripsi Kasus Singkat
1.2.1 Identitas
Nama: MH Nama ayah: Tn W
Umur: 9 tahun Umur: 41 tahun
Jenis kelamin: Laki-laki Pendidikan: SD
Alamat: Prambanan, Sleman Pekerjaan: Pedagang
Nama ibu: Ny SM
Masuk RS: Agustus 2014 Umur: 35 tahun
No. CM: 016734xx Pendidikan: SD
Tgl. Diperiksa: Agustus 2014 Pekerjaan: Pedagang
3
Usia 7,5 tahun Anak semakin sulit bangun dari posisi duduk, gaya
berjalan aneh menurut orangtua, kaki jinjit saat berjalan, saat posisi
berdiri tulang punggung melengkung. Tangan masih lemah, menulis
makin lambat dan untuk mengangkat gayung harus dengan kedua tangan.
Anak dibawa ke poliklinik neurologi RSUP Dr. Sardjito dikatakan DMD
dan dijelaskan mengenai perjalanan penyakitnya orangtua belum bisa
menerima penjelasan terapi alternatif.
Usia 8 tahun Anak tidak dapat bangun sendiri dari posisi duduk. Kedua
tangan makin lemah, untuk mengangkat gelas minum perlu bantuan
kedua tangan. Buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) masih
dalam batas normal. Periksa ke dokter anak, dirujuk ke RSUP Dr.
Sardjito tanpa terapi.
3. Anamnesis Tambahan
Riwayat kehamilan dan kelahiran: saat mengandung ibu G3P2A0 usia 27
tahun, rutin kontrol di bidan dan tidak ada masalah selama hamil.
Riwayat lahir secara spontan, lahir ditolong bidan, langsung menangis,
BBL 4.000 gram. Riwayat imunisasi anak telah mendapatkan imunisasi
lengkap sesuai PPI. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan, menurut
ibu anak memang ada masalah perkembangan yaitu tidak bisa berlari
atau meloncat seperti teman-temannya seusianya saat itu sedangkan
masalah lainnya tidak ada.
Pasien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara, pasien memiliki
saudara laki – laki usia 4 tahun yang saat ini, tidak memiliki kelainan
serupa. Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai keluhan serupa.
4
Gambar 1.1 Pedigree
Anak tinggal dengan orangtua beserta kedua kakak dan adik, penghasilan
orang tua tidak menentu berkisar Rp 1.000.000,00 - Rp 1.500.000,00 per
bulan. Rumah di perkampungan dengan lingkungan yang kurang sehat.
Sedangkan untuk pendidikan pasien, saat ini pasien duduk di kelas 4 SD,
prestasi belajar menurut orang tua biasa saja.
4. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Di RS Dr. Sardjito anak didiagnosis sebagai suspek DMD, pemeriksaan
fisik didapatkan tanda gower, pemeriksaan neuromuskular didapatkan
tetraparese flaksid, pada ekstremitas inferior didapatkan hipotrofi (otot
betis), tonus menurun, serta kekuatan menurun 4/4 sedangkan
ekstremitas superior masih dapat bergerak bebas, tetapi kekuatan
menurun 4/4 dan ada kesulitan dalam menulis dan memegang benda.
Untuk fungsi buang air kecil dan buang air besar masih dalam batas
normal.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan CK dan CKMB dengan hasil CK:
10.499 U/L (46-171) dan CKMB: 257 U/L (<25), anak juga disarankan
untuk pemeriksaan ENMG hasil miopati dan biopsi otot untuk
penegakkan diagnosis, hasil biopsi otot : histologi sesuai dengan adanya
5
distrofi otot, lebih condong ke arah DMD. Setelah biopsi otot anak rawat
inap untuk perawatan luka. Untuk fungsi muskuloskeletal, pasien telah
dilakukan rontgen tulang belakang untuk skrining awal dan tidak
didapatkan kelaianan tulang belakang (posisi tulang belakang kesan
normal) sedangkan rontgen thorax hasil corakan vaskuler meningkat,
CTR 0,48, batas cor dextra 1/3 hemithorax dextra, batas cor sinistra ke
arah lateroinferior hemithorax sinistra dengan apex jantung berada di
bawah hemidiafragma sinistra, kesan mengarah gambaran ASD dd VSD,
kemudian dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil normal dan
echocardiografi dengan hasil intrakardiak normal. Untuk fungsi
pernapasan telah dilakukas tes spirometri dengan hasil dalam batas
normal dan tidak didapatkan adanya obstruksi maupun restriksi.
Status antropometri : Berat badan 18 kg, tinggi badan 118 cm, lingkar
lengan atas 14,5 cm. Jika dilihat status gizi anak berdasarkan Body Mass
Index (BMI), didapatkan nilai BMI 12,9 (status gizi kurang).
Selanjutnya mendapatkan terapi prednison 3 -0- 0 tab dengan @5mg
( 0,75 mg/kgBB/hari) dengan alternate dose.
6
Gambar 1.3 Rontgen thorax menunjukkan jantung dan paru dalam batas normal
Gambar 1.5 Rontgen thoracolumbal AP-lateral : tidak tampak fraktur maupun listhesis pada
thoracolumbal, kelengkungan vertebrae thoracolumbal normal
7
b
Gambar 1.6. (Kiri) Pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan musculus gastrocnemius
pasien : a. jaringan lemak; b. perifibrillar halo; c. serabut otot serabut otot berwarna
dengan ukuran yang bervariasi, sebagian sangat kecil, sebagian nekrosis; d. terdapat
jaringan fibrosis; (Kanan) Kesan pemeriksaan : distrofi otot, lebih condong ke arah DMD.
8
dan imobilitas pada anak, memberikan motivasi dan kepercayaan diri anak sehingga
anak bisa tumbuh mandiri sesuai batas optimal kemampuannya.
Manfaat untuk peserta PPDS antara lain untuk belajar mengetahui perjalanan
penyakit, prognosis pada pasien dan menambah wawasan tentang penyakit ini dalam
menghadapi pasien yang sama di masa depan, mengingat DMD masih merupakan kasus
yang jarang. Selain itu, melalui pemantauan ini juga dapat mengetahui dan
melaksanakan tatalaksana komprehensif terhadap pasien anak dengan DMD baik aspek
medis, tumbuh kembang, dan psikososial. Di sisi lain digunakan sebagai sarana
memenuhi persyaratan pemantauan kasus longitudinal.
Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan tatalaksana anak dengan DMD
yang komprehensif mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat semakin
ditingkatkan.