Proposal Penelitian
Proposal Penelitian
Judul : Pengaruh Reduksi Asam Sianida Pada Protein Tempe Biji Karet
(Hevea Brasiliensis) Melalui WaktuFermentasi Ragi, Blanching
Dan Perendaman Dengan Penambahan Ca(OH)2.
Nama : Andrian Saputra
Npm : E1G014120
P. Utama :-
P. Pendamping :-
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman karet berasal dari bahasa latin bernama (Havea brasiliensis)yang berasal
dari Negara Brazil. Perkebunan karet hampir menyebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan
Negara penghasil karet terbesar kedua setelah thailand, Indonesia memiliki luas areal
perkebunan karet yaitu 3,4 juta ha pada tahun 2008 dengan produksi mencapai 2,76 juta ton
per tahun(Setyawardani 2008). Sumatra dan Kalimantan merupakan wilayah dengan luas
lahan dan produksi karet tertinggi di Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu. Berdasarkan
data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM, 2014), luas lahan perkebunan karet
di Bengkulu pada tahun 2013 adalah 114.538 ha dengan potensi produksi 87.461 ton getah
karet. Kabupaten Bengkulu Utara merupakan tiga dari sepuluh Kabupaten yang memiliki
perkebunan karet terluas di Provinsi Bengkulu. Total luas lahan perkeunan karet di Bengkulu
Utara adalah 10.349 ha yang terdiri atas 2.923 ha tanaman belum menghasilkan (TBM),
6.825 tanaman menghasilkan (TM) dan 601 ha tanaman tidak menghasilkan (TTM).Menurut
Eka et al, (2010) tanaman karet yang produktif dapat menghasilkan 0,8-1,2 ton per ha per
tahun. Biji karet memiliki proporsi bagian yang dapat dikosumsi sekitar 57%. Sehingga
Kabupaten Bengkulu Utara memiliki potensi biji karet yang dapat dikosumsi sekitar 3.112-
4.668 ton per tahun.
Biji karet selama ini dianggap tidak memiliki nilai ekonomis, hanya dimanfaatkan
sebagai benih generatif pohon karet saja, selebihnya terbuang sia-sia, padahal biji karet
memiliki kandungan minyak nabati yang tinggi, yaitu sekitar 45,6%. Selain itu, per 100 gram
biji karet megandung karbohidrat 15,9%, protein 27%, lemak 32,3%, abu 3,96%
(Setyawardhani, 2011).Dengan kandungan gizi yang tinggi dari biji karet terutama protein,
sangat berpotensi untuk di manfaatkan sebagai bahan pangan seperti tempe (Eka, et al, 2010).
Seperti yang di lakukan (Rivai et al, 2015) biji karet dimanfaatkan menjadi bahan pangan
keripik biji karet, tempeyek biji karet dan dadar gulung biji karet. Pemanfaatan biji karet
sebagai bahan pangan belum optimal digunakan. Melimpahnya biji karet di Kabupaten
Bengkulu Utara merupakan salah satu modal untuk menigkatkan industri pangan kreatif di
Kabupaten Bengkulu Utara tersebut (Rivaiet al, 2015). Salah satu kendala kurang optimalnya
pemanfaatan biji karet sebagai bahan pangan adalah adanya kandungan asam sianida (HCN)
yang terkandung dalam biji karet (Eka et al, 2010; Salimon et al, 2012; Rivai dan
Herwitarahman2014).
Menurut (Nengsih, 2015), asam sianida atau HCN yang terkandung dalam biji karet
dapat berbahaya apabila dikosumsi, karena kadar HCN dalam biji karet tanpa perlakuan
sangat tinggi yaitu 4050 mg/kg biji karet.Sama halnya yang dikatakan (Murni et al. 2008),
biji karetbelum banyak dimanfaatkan karena yang menjadi kelemahannya adalah tingginya
kandungan asam sianida (HCN) yaitu sebesar 330 mg/gr biji karet. Dan sentra informasi
keracunan nasional(BPOM, 2013), menyatakan bahwa jumlah sianida yang masuk ketubuh
tidak boleh melebihi 1 mg/kg berat badan/hari, karena gejala keracunan sianida antara lain
dapat menimbulkan penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada
kasus berat dapat menimbulkan kematian. Namun menurut SNI-01-2997-1996 kadar
maksimal HCN pada tepung ubi kayu yang aman dikosumsi yaitu 40 mg/kg. Makadari itu
perlu adanya proses pengolahan yang tepat dengan penurunkan atau menghilangkan HCN
dalam biji karet tersebut (Setyawardhani et al, 2010).
Untuk mengurangi kadar racun asam sianida bisa dilakukan dengan cara tradisional,
yaitu dengan melalui tahapan pencucian, perebusan, perendaman,pengukusan dan
pengeringan (Hutami dan Harijono, 2014).Selain dengan cara tradisional ada beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar asam sianida yaitu menggunakan NaHCO3 dan
Ca(OH)2. Berdasarkan penelitian Siboro (2016), perendaman irisan ubi kayu dengan
ketebalan 2 mm dalam larutan NaHCO3 8% selama 4 hari mampu mereduksi asam sianida
hingga 53,55%. Sedangkan penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) pada ubi kayu
dengan ketebalan irisan 2 mm yang direndam dalam larutan Ca(OH)2 15% selama 3 hari
mampu mereduksi asam sianida mencapai 89,72%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan
Ca(OH)2 lebih efektif untuk mereduksi racun asam sianida.
Seperti yang dilakukan dalam penelitian Suryali(2017) pengurangan HCN pada ubi
kayu melalui perendaman selama 72 jamdengan penambahan konsentrasi Ca(OH)2sebanyak
5% mampu menurunkan kadar HCN 76,63 ppm menjadi 16,56 ppm. Sama halnya penelitian
yang dilakukan (Rahman M. A, 2017) reduksi kadar asam sianida tepung ubi kayumelalui
blanchingselama 45 menit dan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 0,3%
selama 24 jam mampu menurunkan kadar HCN 153,25 mg/kg menjadi 27,84 mg/kg.
(Rahman M. A,2017) menyatakan bahwa semakin lama perlakuan waktublanching dan lama
perendaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan reduksi kadar racun
asam sianida pada tepung ubi kayu.Sedangkan teknik reduksi HCN pada biji karet yang
dilakukan (Ningsih, 2015) menggunakan metode perendaman selama 36 jam dengan
penambahan arang sekam padi dan NaCl konsentrasi 40%. Mampu menurunkan kadar HCN
menjadi 135 mg/kg biji karet.
Kalsium hidroksida Ca(OH)2 merupakan bahan kimia bersifat basa berbentuk bubuk
kering yang memperoleh cukup air dalam kalsium oksida untuk mengubah oksida menjadi
hidroksida. Reaksi penurunan asam sianida dengan perendaman dalam larutan Ca(OH)2
terjadi, karena Ca(OH)2 yang dilakukan dalam air terurai menjadi ion-ion bersifat magnet,
yaitu ion Ca2+ menarik ion-ion bermuatan negatif dan ion (OH)- menarik ion-ion bermuatan
positif, sedang asam sianida terurai menjadi ion H+ dan CN-. Ion H+ akan berikatan dengan
ion (OH)-terbentukmenjadi ionH2O dan ion Ca+ berikan dengan CN- membentuk suatu
endapan berwarna putih kalsium sianida Ca(CN)2 yang mudah larut dalam air (Kurniawan,
2010).
Menurut Ardiansari dalam penelitian Rahman M. A, (2017) Blanching merupakan
yang berfungsi untuk mengnonaktifkan enzim dan menguapkan asam sianida yang
terkandung dalam umbi. Blanching mengakibatkan enzim b-glukosidase yang ada pada
umbimenjadi inaktif dan menyebabkan rantai enzimatis terputus. Sehingga pemecahan
glukosida sianogenik menjadi glukosa dan aglikon yang merupakan substrat enzim
hidroksinitril liase tidak terjadi. Hal ini membuat enzim hidroksinitril liase tidak beraktivitas,
maka pembentukan asam sianida bisa dikurangi (Djafaar, dkk., 2009). Selain itu perlakuan
Blanchingbisa mengnonaktifkan enzim oksidatif yang merupakan penyebab perubahan
warna, aroma, cita rasa dan tekstur (Ayu dan Sudarminto, 2014).
2.4.2Tahap Pengujian
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi uji fisikokimia (Kadar
abu, Kadar air dan Protein) serta uji organoleftik (Warna, Aroma, Tekstur dan kesukaan
secara keseluruhan).
Jumlah N-total atau %N = (ml NaOH blangko-ml NaOH Contoh) x 100 x 14,008
g contoh x 1000
Biji Karet
Sortasi
Ca(OH)2 Perendaman
15% Selama 72 jam
Pencucian
Blanching/Pengukusan
Selama 30 menit
dengan suhu 70oC
Penirisan
Tempe
Analisa Data
DAFTAR PUSTAKA
BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Indonesia, 2016. Potensi karet di Provinsi
Jambi dan Kabupaten Sarolangun. http://regionalinvestment.bkpm.Go.Id.Newsipid/
commodityarea.php?ia=17&ic=4.
BPS. 2013. Luas tanaman perkebunan menurut provinsi dan jenis tanaman, Indonesia (000
ha), 2013. http://www.bps.go.id/tab sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id
subyek=54¬ab=7. (Diakses 07/02/2015).
Djafar TF, Siti R, dan Murdijati G, 2009. Pengaruh blanching dan waktu perendaman dalam
larutan kapur terhadap kandungan racun pada umbidan ceriping gadung.Penelitian
pertanian pangan Vol.28 No.3, 2009. Balai pengkajian teknologi pertanian
yogyakarta. Yogyakarta.
Eka HD, Aris T, Nadia WA. 2010. Potential use of Malaysian rubber (Hevea brasiliensis)
seed as food, feed and biofuel. Internasional food Research Jurnal 17(1): 527-534.
Hutami, FD dan Harijono, 2014. Pengaruh larutan dan konsentrasi NaHCO3 terhadap
penurunan kadar sianida pada pengolahan tepung ubi kayu. J Pangan dan Agroindustri
VOL.2 No.4 p. 220-230, Oktober 2014. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FTP
Universitas Brawijaya. Malang.
Ningsih SW, Restusari L, Vitari AA, 2015. Studi metode penurunan HCN pada biji karet
(Hevea brasiliensis) sebagai bahan pangan alternatif di Riau. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon. J Kes, volume VI, Nomer1, April 2015, hlm 96-101.
Rahman O, dan Mansyur, 2008. Detoksifikasi HCN dari bungkil biji karet (BBK) melalui
berbagai perlakuan fisik. Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran. Bandung.
Rivai RR, Frisca D, Handayani M, 2015. Pengembangan potensi biji karet (Hevea
brasiliensis) sebagai bahan pangan altwrnatif di Bengkulu Utara. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon. Volum 1, Nomer 2, ISSN: 2407-8050. DOI: 10.13057/psnmbi/
m010229.
Salimon J, Abdullah BM, Salih N. 2012. Rubber (Hevea brasiliensis) seed oil toxicity effect
and linamarin compound analysis. Lipids Health Dis 11(1): 74-82.
Siboro R, 2016. Reduksi kadar sianida pada tepung ubi kayu (Manihot Esculenta Crantz)
melalui perendaman ubi kayu dengan NaHCO3. Skripsi. Jurusan Teknologi
Pertanian.Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu.
Ukpebor JE, Ekpaja EO, Ukpebor EE, Egharevba O, Evedue E, 2007. Effect of the edible
mushroom, pleurotus tubberegium onthe cyanide level and nutritional contents of
rubber seedcake. Pakistan J Nutri 6 (6): 534-537.