Anda di halaman 1dari 13

MUTU DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN

A. Mutu
Pengertian mutu berbeda diantara tiap orang, ada yang berarti bagus,
luxurious, ataupun paling bagus. Tetapi ada beberapa pengertian mutu menurut para
ahli, sebagai berikut:
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan
yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan
kepuasan.( American society for quality control ). Mutu adalah “fitness for use” atau
kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M. Jur an, 1989).
Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat kesempurnaan dari
penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan kepatuhan terhadap
standar yang telah ditetapkan, sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu
adalah penyesuaian te rhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang
berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi dimana
hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berla ku dan
tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan barang
tetapi juga untuk produk yang menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan
keperawatan.
B. Pelayanan Keperawatan
1. Pelayanan
Produk yang dihasilkan oleh suatu organ isasi dapat menghasilkan
barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan
pelayanan (Supranto, 2006). Definisi mengenai pelayanan telah banyak dijelaskan,
dan Kottler (2000, dalam Supranto, 2006) menjelaskan mengenai de finisi pelayanan
adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada
kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya
berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004)
menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang
ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan
suatu aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud
namun dapat dinikmati atau di rasakan.
Kotler (1997, dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan mengenai karakteristik
dari pelayanan dengan membuat batasan -batasan untuk jenis-jenis pelayanan
pelayanan sebagai berikut :
a. Pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan ( equipment based )
atau basis orang ( people based ) dimana pelayanan berbasis orang berbeda dari
segi penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih atau profesional;
Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan

1
b. Peberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien ( client’s precense );
c. Pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan ( personal
need ) atau kebutuhan bisnis ( business need ); dan
d. Pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba ( profit or non
profit ) dan kepemilikannya swasta atau publik ( private or public ).
Berdasarkan dari pendapat -pendapat tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa pelayanan merupakan salah satu bentuk hasil dari produk yang memberikan
pelayanan yang mempunyai sifat tidak berwujud sehingga pelayanan hanya dapat
dirasakan setelah orang tersebut menerima pelayanan tersebut. Selain itu, pelayanan
memerlukan kehadiran atau partisipasi pelanggan dan pemberi pelayanan baik yang
professionalmaupun tidak profesional secara bersamaan sehingga dampak
dari transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan jika pelanggan itu
tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.
C. Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut
Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai
kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk
membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan
tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membant u apa yang seharusnya
dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan (1992) menyatakan bahwa keperawatan
adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral dari
layanan kesehatan, berbentuk layanan bio -psiko-sosio-spiritual yangm
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit
maupun sehat, yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Layanan
keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fis ik dan mental, keterbatasan
pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam melaksanakan kegiatan hidup sehari -
hari secara mandiri.
Pelayanan Keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya
interaksi antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperha tikan kualitas hubungan
antara perawat dan pasien. Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk rumah sakit.
Kozier et al (1997) menyatakan bahwa hubungan perawat -pasien menjadi inti dalam
pemberian asuhankeperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningk atan
kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat -pasien. Oleh karena
itu metode pemberian asuhan keperawatan harus memfasilitasi efektifnya hubungan
tersebut. Konsep yang mendasari hubungan perawat pasien adalah hubungan saling
percaya, empati, caring , otonomi, dan mutualitas.
Pengertian keperawatan di atas dikaitkan dengan karakteristik dan batasan
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka keperawatan dapat dikatakan sebagai jenis
produk yang menghasilkan pelayanan yang berbasis orang ( people based ) yaitu

2
berbasis pada pasien baik sakit maupun sehat akibat ketidaktahuan,
ketidakmampuan, atau ketidakmauan dengan menyediakan layanan keperawatan
oleh tenaga perawat profesional berbentuk layanan bio -psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif. Sebagai su atu praktek keperawatan yang profesional, dalam
pelayanannya menggunakan pendekatan proses keperawatan yang merupakan
metode yang sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Namun
dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan
pasien yaitu rasa percaya, empati dan caring .
Berdasarkan penjelasan mengenai mutu dan pelayanan keperawatan di atas,
maka Mutu Pelayanan Keperawatan dapat me rupakan suatu pelayanan keperawatan
yang komprehensif meliputi bio -psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat
profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit
maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan keb utuhan pasien
dan standar pelayanan
D. Proses Quality Control ( Kendali Mutu )
Secara sederhana proses kendali mutu ( Quality Control ) dimulai dari
menyusun strandar – standar mutu, selanjutnya mengukur kinerja dengan
membandingkan kinerja yang ada dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila
tidak sesuai, dilakukakn tindakan koreksi. Bila diinginkan peningkatan kinerja perlu
menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya. (Djoko Wijono, 1999)

E. Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan


Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan keperawatan
terbagi kedalam 5 macam, diantaranya:
1. Tangible (bukti langsung)
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien
yang meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan’.
Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui
: kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang
perawatan; kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang
digunakan; dan kerapian serta kebersihan penampilan perawat.
2. Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk
memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana
‘dapat dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan
yang ‘konsisten’. Oleh karena itu, penjaba ran keandalan dalam pelayanan
keperawatan adalah : prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat;
pemberian perawatan yang cepat dan tepat; jadwal pelayanan perawatan

3
dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian makan, obat, istirahat, dan
lain-lain); dan prosedur perawatan tidak berbelat belit.
3. Responsiveness (ketanggapan) :
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu
pelanggan’ dan memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga
didasarkan pada persepsi pasien sehingga fa ktor komunikasi dan situasi fisik
disekitar pasien merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu
ketanggapan dalam pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut :
perawat memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh p asien;
kesediaan perawat membantu pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat
untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat
pada saat pasien membutuhkan.
4. Assurance (jaminan kepastian)
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga
pasien menjadi yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk
mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh
komponen : ‘kompetensi’, yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan; ‘keramahan’, yang juga
diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap perawat; dan ‘keamanan’,
yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai t untas sehingga tidak
menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang
diberikan kepada pasien aman. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen
Keperawatan.
5. Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kep ada
pasien secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi
empati dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian
khusus kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan
keluarganya; perawatan diberikan k epada semua pasien tanpa memandang status
sosial dan lain -lain.
Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita untuk
menentukan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan jika
dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input , proses dan outcome ,
maka mutu pelayanan keperawatan merupakan interaksi dan ketergantungan
antara berbagai aspek, komponen atau unsur pelayanan keperawatan. Dan untuk
menjaga mutu pelayanan keperawatan perlu dilakukan penilaian sebagai evaluasi
dari mutu pelayanan tersebut. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai
penilaian mutu yang akan dibahas pada sub bab berikut ini.

4
F. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan -
pendekatan yang dikelompokkan dalam tig a komponen, yaitu :
1. Audit Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur
merupakan masukan ( input ) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan,
organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat
diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya,
dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan -perlengkapan
dan instrumen yang ter sedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada
aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi
organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struk tur berhubungan dengan
pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang
memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui :
a. Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
b. Peralatan, yaitu suplai yang a dekuat, seni menempatkan peralatan
c. Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover , dan rasio
pasien-perawat
d. Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih
difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan, diantaranya yaitu :
a. Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan
aman, serta penataan ruang perawatan yang indah;
b. Peralatan, peralatan keperawa tan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata
dengan baik;
c. Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas
d. Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang
baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.
2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentransformasi struktur ( input ) ke dalam hasil ( outcome ).
Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan
(perawat) dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi
tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lai n penilaian dilakukan

5
terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur
dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu
sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran ( tidak
kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan
pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi
pelayanan keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari
dokumentasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien
dengan menjalankan tahap -tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya
dapat menggunakan teknik observasi maupun audi t dari dokumentasi keperawatan.
Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan
standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas
pelaksanaannya.
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat
terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat
kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan pera watan yang telah
diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan
hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai
dari efektifitas dari aktivitas pelayana n keperawatan yang ditentukan dengan tingkat
kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan
ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah
peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehin gga kedua hal
tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam
melakukan penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu
sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur,
proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan
strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu
pelayanan tersebut. Namun sei ring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu
mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana
yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan.
Oleh karena itu pada sub bab berikutnya akan dibahas menge nai strategi
dalam mutu pelayanan keperawatan.

G. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Quality Assurance (Jaminan Mutu)

6
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960 -an
implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program
untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan
standar tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan
sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal
dari kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik -
baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya
menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk
menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur
pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil
yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah
kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang
digunakan adalah :
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya
(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai
dengan standar operating procedure (SOP)
b. Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d. Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system ( input ,
proses, outcome ), menjaga mutu pelayanan keperawatan difokuskan hanya
pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan keperawatan untuk
menjaga mutu pelayanan keperawatan
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan
perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980 -an.
Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan
sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industry
sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon
(2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan
keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan
yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994)
bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan
pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi
peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan

7
memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan
pelanggan (Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
secara terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara
keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai
karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi m utu dari outcome yang
ditandai dengan kepuasan pasien.
3. Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu
cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan
pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009)
H. Indikator Mutu Keperawatan
Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA
Kategori Ukuran
Ukuran 1 Angka kematian pasien karena komplikasi operasi
berfokus 2 Angka decubitus
outcomes 3 Angka pasien jatuh
pasien 4 Angka psien jatuh dengan cidera
5 Angka restrain
6 ISK karena pemasangan cateter di ICU
7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line
central di ICU dan HDNC
8 VAP di ICU dn HDNC
Ukuran 9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI
berfokus 10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung
pada 11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia
intervensi
perawat
Ukuran 12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak
berfokus 13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan UAP
pada system 14 Practice Environment Scale —Nursing Work Index
15 Turn over
Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007
G. Pengembangan Standar Pelayanan Keperawatan
1. Standar 1

8
Falsafah dan tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Kriteria:
a. Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus mencerminkan
peran rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan keperawatan serta diketahui
oleh semua unit lain. Doku men ini harus selalu tersedia untuk semua petugas pelayanan
keperawatan
b. Setiap unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan
keperawatan.
c. Dokumen ini harus disempurnakan paling sedikit setiap 3 tahun.
d. Bagan struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis
e. Komando, tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan
keperawatan dan hubungan dengan unit lain.
f. Uraian tugas tertentu yang tertulis harus diber ikan kepada setiap petugas hal hal
sebagai berikut :
1) Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis
kewenangan
2) Fungsi dan tanggungjawab
3) Frekuensi dan jenis penilaian kemamapuan staf
4) Masa kerja dan kondisi pelayanan (Etika LavleeHongki, 2012)
2. Standar 2
Administrasi dan pengelolaan Pendekatan sistematika yang digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Kriteria:
a. Asuhan keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan yang berlaku dan
ditujukan pada pasien atau keluarganya, yang mencakup asuhan keperawatan dasar,
penugasan pasien atau keperawatan terpadu.
b. Perawat bertanggungjawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan
c. Staff keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan pribadi, martabat
dan kerahasiaan pasien.
d. Staff keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentag asuhan pasien
e. Penelitian keperawatan
f. Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus dilindungi sesuai
dengan pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika profesi (Etika
LavleeHongki, 2012)
3. Standar 3
Staff dan pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan
pelayanan. Kriteria:
a. Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai kualifikasi
manager.

9
b. Kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggungjawab bagi
berfungsinya pelayanan keperawatan ; sebagai anggota pimpinan harus aktif menghadiri
rapat pimpinan.
c. Apabila kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti yang
cakap dapat diserahi tanggungjawab dan kewenangan.
d. Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan
berkualifikasi professional sesuai jabatan yang didudukinya.
e. Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien fasilitas
dan peralatan (Etika LavleeHongki, 2012)
4. Standar 4
Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan
keperawatan. Kriteria:
a. Tersedianya tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas
b. Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang telah
mendapatkan pelatihan. (Etika LavleeH ongki, 2012)
5. Standar 5
Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang
konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan. Kriteria:
a. Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan
kebijakan dan prosedur keperawatan.
b. Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus
diikut sertakan dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan.
c. Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang
mengatur standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku.
d. Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta kegiatan
staf keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah penyuntikan/ pengobatan
pada terapi intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan melalui
telepon, pemberian informasi kepada mass media dan polisi, pencatatan dan pelaporan,
pelaksanaan prosedur kerja.
e. Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:
1) Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur
2) Garis besar prosedur
3) Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien. (Etika
LavleeHongki, 2012)

6. Standar 6

10
Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program
pengembangan dan pendidikan berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat
meningkatkan kemampuan profesionalnya. Kriteria:
a. Program pengembangan staf dikoordi nasi oleh seorang perawat terdaftar
b. Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program
pelayanan.
c. Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi
perawat yangbaru ditempatkan pada bida ng khusus, meliputi :
1) Informasi tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah sakit
2) Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan
keperawatan
3) Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar praktek
keperawatan.
4) Prosedur penilaian terhadap staf keperawatan
5) Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang lingkup
tanggung jawab
6) Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat
7) Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu
8) Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus diikuti
9) Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic life support).
d. Pencatatan kehadiran staf dalam program peng embanagan harus disimpan dengan
baik. (Etika LavleeHongki, 2012)
7. Standar 7
Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya
asuhan keperawatan yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam
program pengendalian mutu dirumah sakit. Kriteria:
a. Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu
keperawatan.
b. Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:
1) Pelayanan keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan.
2) Penampilan kerja semua tenaga perawat.
3) Proses dan hasil pelayanan keperawatan.
4) Tersedianya pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.
c. Perawat terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program ini.
Kegiatan pengendalian mutu meliputi hal-hal:
1) Pemantauan: pengumpulan informasi secara rutin tentang pemberian pelayanan yang
penting. Pengkajian: pengkajian secara periode tentang
2) Informasi tersebut diatas untuk mengidentififkasi maslaah penting dalam pemberian
pelayanan dan kemungkinan untuk mengatasinya.

11
3) Tindakan : bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah diketahui maka tindakan
harus diambil.
4) Evaluasi : keefektifan tindakan yang diambil harus di efaluasi untuk dimanfaatkan
dalam jangga panjang.
5) Umpan balik : hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf secara teratur .
d. Daftar hadir dan periksalah pertemuan disimpan,yang secara teliti mencerminkan
transaksi , kesimpulan , rekomendasi ,tindakan yang diambil, dan hasil tindakan
tersebut,sebagaihasil dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu. (Etika LavleeHongki,
2012)
2.8 Peran Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Keperawatan
Dalam menyikapi tantangan global terhadap tuntutan pelayanan
keperawatan maka diperlukan suatu kinerja kepemimpinan yang baik (leadership
behavior). Berbagai kondisi yang mempengaruhi pelayanan keperawatan saat ini adalah
tingginya angka kematian ibu dan bayi, gizi buruk, penyakit infeksi menular,
degenerative, HIV/AIDS, flu burung, SARS, tingginya angka dari gangguan keseha tan
mental, dan lain lain.
Anggri (2011) menyatakan peran sebagai seorang pemimpin dalam
pelayanan keperawatan adalah menjadi model kepemimpinan yang berpusat pada
prinsip (principle centered leadership). Jika seseorang atau organisasi mempunyai sutu
prinsip dalam hal kepemimpinan, maka akan menjadi model bagi orang ataupun
organisasi lainnya. Suatu model, karakter, dan kompetensi akan menghasilkan sikap
kepercayaan yang didapatkan dari orang lain maupun lingkungan sekitar. Model
kepemimpinan adalah suatu kombinasi diri kita sebagai pribadi dan kompetensi yang
telah kita kerjakan sehingga kedua kualitas ini dapat mewakili potensi kita sebagai
leadership.
Menurut keputusan mentri kesehatan republik Indonesia (2005) peran
kepemimpinan dalam bidang pendidikanke perawatan dapat diterapkan dalam tatanan
akademik maupun tatanan klinik, dimana keduanya sangat berperan penting dalam
membentuk seseorang yang profesional dan dapat mengembangkan profesi
kepemimpinan yang dimiliki. Untuk itu sangat diperlukan kemampuan in stitusi
pendidikan dalam membangun pelayanan keperawatanseperti yang ada pada
puskesmas, rumah sakit dan pelayanan keperawatan lainnya.
Upaya dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan
melalui clinical governance yang merupakan suatu cara atau system yang menjamin dan
meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dan efisien dalam suatu organisasi
kesehatan seperti halnya rumah sakit. Upaya peningkatan mutu sangat terkait dengan
standar baik secara input, proses maupun outcome. Standar outcome sangatlah penting
sebagai indicator mutu klinis. Dalam adanya penetapan indicator mutu
pelayanan keperawatan maka dapat memonitoring pencapaian outcome yang
diharapkan atau menjadi tujuan dari pelayanan keperawatan. Upaya peningkatan mutu

12
pelayanan keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan upaya standarisasi
pelayanan keperawatan, karena itu pelayanan keperawatan di rumah sakit wajib memiliki
standar pelayanan keperawatan. Tanpa adanya standar sulit untuk melakukan
pengukuran mutu layanan. Standar p elayanan medis disusun oleh Ikatan Dokter
Indonesia, sebagai salah satu upaya penertiban dan peningkatan manajemen rumah
sakit dengan memanfaatkan pendayagunaan segala sumber daya yang ada pada rumah
sakit agar mencapai hasil pelayanan keperawatan yang seoptimal mungkin. Pasien safety
dan kepuasan pasien dalam pelayanan medis juga merupakan indikator yang sangat
penting. (Anggri, 2011)

13

Anda mungkin juga menyukai