Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan


karena adanya penyempitan arteri koronaria akibat proses arterosklerosis, spasme
vaskular, atau kombinasi keduanya. Manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner
adalah angina pektoris (respon nyeri). Angina pektoris merupakan suatu sindroma
klinis dimana didapatkan rasa sakit atau nyeri di dada yang timbul saat melakukan
aktivitas karena adanya iskemik miokard. Angina pektoris dapat muncul sebagai angina
pektoris stabil, jika tidak mendapatkan penanganan yang baik, maka dapat berkembang
menjadi sindrom koroner akut (SKA) yang dapat menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, karena keadaan ini adalah suatu kondisi yang berbahaya, maka
penting bagi mahasiswa kedokteran untuk mengetahui definisi hingga proses edukasi
kepada pasien sehingga diharapkan mampu mengerti permasalahan yang nantinya
ditemukan pada pasien saat di klinis.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya mempelajari
mengenai definisi sindrom koroner akut (SKA), etiologi, patofisiologi, gejala klinis,
diagnosa, diagnosa banding, hingga penatalaksanaan.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari laporan ini, yaitu:
1. Agar mengetahui definisi sindrom koroner akut.
2. Agar mengetahui etiologi sindrom koroner akut
3. Agar mengetahui patofisiologi sindrom koroner akut
4. Agar mengetahui gejala dan tanda dari sindrom koroner akut
5. Agar mengetahui tatalaksana dari sindrom koroner akut
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data tutorial

 Hari/Tanggal
 Sesi 1 : Senin, 3 Desember 2018
 Sesi 2 : Rabu, 5 Desember 2018
 Tutor : Dr. Dina Quratuainin
 Moderator : Nadi Kurniawan
 Sekretaris : Ariznaharudiya Wibowo

2.2 Skenario LBM

LBM 2

DADAKU NYERI BANGET

Skenario

Seorang laki-laki berusia 36 tahun dibawa keluarganya ke UGD RS


dengan keluhan susah bernafas disertai nyeri pada dada sebelah kiri. Keluhan
ini dirasakan tiba-tiba sekitar 30 menit yang lalu saat pasien sedang bermain
bersama anaknya. Keluhan baru pertama kali dirasakan. Riwayat penyakit
jantung maupun hipertensi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran somnolen, tekanan darah 80/50 mmHg, ferkuensi nadi 108 x/menit
ferkuensi nafas 27x/menit, suhu afebris, pemeriksaan thoraks dalam batas
normal pemeriksaan EKG dan didapatkan hasil
Dokter kemudian menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium enzim jantung untuk dapat menegakan diagnosis. Penanganan
awal dilakukan dokter dengan memberikan oksigen, aspilet peroral,
clopidogrel peroral.

Bagaimana penatalaksanaan selanjutnya pada kasus pasien diatas ?

2.3. PEMBAHASAN LBM

I. Klarifikasi Istilah

Nyeri : Adalah pengalaman sensori dan emosi yang


tidak menyenangkan dimana berhubungan
dengan kerusakan jaringan atau potensional
terjadi kerusakan jaringan. (Price, 2006)

Somnolen : Somnolen adalah kesadaran menurun, respon


psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
menjawab verbal. (Guyton and Hall. 2011)

Afebris : Suhu tubuh mengalami penurunan


dibandingkan keadaan sebelumnya, disertai
beberapa gejala klinis yang semakin
memburuk. Suhu tubuh normal 36,60 C – 37,20
C. Suhu tubuh febris 370 C - 380 C. (Price. S,
Wilson. L. 2005)

EKG : EKG atau Elektrokardiogram adalah suatu


representasi dari potensial listrik otot jantung
yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan
menggunakan sebuah alat bernama
elektrokardiograf.( Thaler, Malcolm S. 2010)

II. Identifikasi Masalah


1. Apa penyebab nyeri dada dan sulit bernafas ? jelaskan !
2. Bagaimana penyebab dan interpretasi dari pemeriksaan fisik ?

III. Brain Storming


1. Apa penyebab nyeri dada dan sulit bernafas ? jelaskan !
Nyeri disebabkan karena saraf eferen viseral akan terangsang selama
iskemik miokard namun korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri
berasal dari serat – serat miokard atau tidak. Karena rangsangan saraf melalui
medula spinalis T1 – T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dan somatis yang lainnya. (Kumar, 2013)
Keluhan dapat bersifat intermiten yakni karena sel miokard
menjadi iskemik dalam 10 detik dari oklusi oklusi. Setelah beberapa menit sel jantung
kehilangan kemampuan untuk berkontraksi, dan curah jantung berkurang. Iskemia juga
menyebabkan kelainan konduksi yang menyebabkan perubahan pada
elektrokardiogram dan dapat menyebabkan disritmia. Proses anaerobik mengambil
alih, dan asam laktat terakumulasi. Cardiaccells tetap bertahan selama kurang lebih 20
menit di bawah kondisi iskemik. Jika aliran darah pulih, metabolisme aerobik
meningkat, kontraktilitas dipulihkan, dan perbaikan seluler dimulai. Jika oklusi arteri
koroner bertahan lebih dari 20 menit, MI terjadi. (Rosyadi, 2010)
Lalu yang berkaitan dengan nyeri dada sebelah kiri disebabkan
oleh ventrikel sinistra yang paling banyak membutuhkan suplai darah untuk dapat
memompa darah ke sistemik. Sehingga pada saat iskemia, otot jantung akan berusaha
untuk memompa darah. Hal ini menyebabkan nyeri pada bagian dada kiri. Sesak napas
merupakan suatu mekanisme kompensasi tubuh dalam menyuplai darah keseluruh
tubuh agar oksigen tetap terdistribusi dengan baik (Paulsen, 2013).

2. Bagaimana penyebab dan interpretasi dari pemeriksaan fisik ?


Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak
tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi
jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik
secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif
yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner
Perkutan (IKP). Sehingga dapat menyebabkan , seperti, hipotensi (penurunan
tekana darah)sehingga akan menyebabkan kurangnya aliran darah ke bagian
akral karna lebih di tujukan pada organ-organ yang penting, takikardia, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.

IV. Rangkuman Permasalahan


Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama
disebabkan karena adanya penyempitan arteri koronaria akibat proses
arterosklerosis, spasme vaskular, atau kombinasi keduanya. Manifestasi klinis
dari penyakit jantung koroner adalah angina pektoris (respon nyeri). Nyeri ini
dapat menjalar sesuai dengan aliran saraf yang sejalan (nyeri alih). Untuk
mengetahui pusat nyeri maka harus diketahui gambaran anatomi arteri koroner
yang mengalami gangguan dan untuk mengetahui seberapa parah gangguan
maka perlu diketahui histologi dari arteri koroner.

V. Learning Issue
1. Apa definisi dari sindrom koroner akut ?
2. Bagaimana etiologi dari sindrom koroner akut ?
3. Bagaimana patofisiologi dari sindrom koroner akut ?
4. Bagaimana penanganan awal dari sindrom koroner akut ?
5. Bagaimana diagnosis banding dari sindrom coroner akut ?
6. Bagaimana diagnosa dari sindrom koroner akut ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien sindroma koroner akut ?
VI. Referensi

Sindroma koroner akut (SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang


menggambarkan kondisi iskemik miokard akut.Nyeri dada adalah gejala utama
yang dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun
klasifikasi selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG).
Terdapat dua klasifikasi pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark
miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI).
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang
berat, sumbatan arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan
atau materi-materi atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai
peningkatan biomarkers jantung tanpa adanya gambaran ST elevasi pada EKG,
apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim jantung kondisi ini disebut
dengan unstable angina (UA) dan diagnosis banding diluar jantung harus tetap
dipikirkan.
Setiap tahunnya di Amerika Serikat 1.360.000 pasien datang dengan
SKA, 810.000 diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA.
Sekitar dua per tiga pasien dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan
sisanya merupakan STEMI. Didunia sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun
diperkirakan mendapatkan STEMI dan lebih dari 4 juta orang mengalami
NSTEMI. Di Eropa diperkirakan insidensi tahunan NSTEMI adalah 3 dari 1000
penduduk, nam un angka ini cukup bervariasi di negara-negara lain.
Angka mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas
jangka panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan
NSTEMI dalam rentang 4 tahun.
Oleh karena itu, manajemen yang optimal terhadap kondisi NSTEMI
sangat penting. Anamnese, pemeriksaan fisik, EKG, pertanda biokimia, dan
ekokardiografi merupakan alat-alat yang sangat penting digunakan untuk
mendapatkan diagnosis yang tepat. Manajemen SKA harus berfokus pada
diagnosis yang cepat dan tepat, stratifikasi resiko, tindakan terapi yang sesuai
untuk mengembalikan aliran darah pembuluh koroner dan mengurangi iskemik
miokard.

VII. Pembahasan Learning Issue


1. Apa definisi dari sindrom koroner akut ?
2. Bagaimana etiologi dari sindrom koroner akut ?

Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh
darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal,
meliputi:
a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolesterol tinggi serta plak akibat kebiasaan merokok.
b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus
menerus.
d. Infeksi pada pembuluh darah.
e. Mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh beberapa
keadaan, yakni:

 Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)


 Stress emosi, terkejut.
 Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi
debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu:


Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain:
 Hipertensi
 Diabetes
 Hiperkolesterolemia
 Merokok
 Kurang latihan
 Diet dengan kadar lemak tinggi
 Obesitas
 Stress
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:
 Riwayat PJK dalam keluarga
 Usia di atas 45 tahun
 Jenis kelamin laki-laki > perempuan
 Etnis tertentu lebih besar resiko terkena PJK

3. Bagaimana patofisiologi dari sindrom koroner akut ?

Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis


arteri koroner. Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan
tentang patofi siologi iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila
kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut
karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai
oksigen ke miokardium. Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang
bersifat stabil, peningkatan frekuensi denyut jantung dapat menyebabkan
terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan ok-sigen miokardium, tanpa
diimbangi kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium.

Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan


peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama
yang terkena, karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin
parah, akan terjadi kerusak-an sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis
atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi nontransmural
(terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan).
Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA dapat di-lihat pada gambar
dibawah ini :

PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK


Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan
proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa
disfungsi endotel dan proses inflamasi juga berperan penting. Proses
pembentukan plak dimulai dengan adanya difungsi endotel karena faktor-faktor
tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang
menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah.
 Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri
besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai
akhirnya bermanifestasi sebagai SKA.Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4
tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density
lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infl amatorik, dan pembentukan
kapsul fibrosis.
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis,
antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya
infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. Faktor-faktor
risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan
disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam
terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi,
migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan
akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak. Endotel yang mengalami disfungsi
ditandai hal-hal sebagai berikut
a) Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang
berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler
b) Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif
antarsel, dan molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti Vascular Cell
Adhesion Molecules-1 [VCAM1])
c) Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif
local

Gambar : Fase awal disfungsi endotel

Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi endotel


 Peningkatan adhesivitas endotel
 Peningkatan permeabilitas endotel (memudahkan migrasi LDL dan monosit
ke tunika intima pembuluh darah)
 Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag
 Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor pertumbuhan
 Nekrosis fokal dinding pembuluh darah
 Perbaikan jaringan dengan fi brosis

 Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi


Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi
menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif
endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami
differensiasi menjadi makrofag.
Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke
dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty
streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepas-kan zat-zat kemoatraktan dan
sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factorα,
IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini
dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh
darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat
terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media
menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fi brosis
yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran
pembuluh darah. Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase
(MMPs), enzim yang mencerna matriks ek-straseluler dan menyebabkan
terjadinya disrupsi plak.
Gambar : Pembentukan fatty streaks

 Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami rupture


Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot
polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan
kecenderungan untuk mengalami ruptur.
LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons inflamasi oleh
makrofag. Respons infl amasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih
banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami
modifikasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi
matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot
pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis,
merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fi brosis menipis, ruptur plak mudah
terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada
plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinfl amatorik ini
menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses anti
inflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak.
Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses infl amasi yang
terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses
penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika
bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen
pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami rupture.
Gambar : Pembentukan lesi aterosklerotik yang semakin kompleks

 Disrupsi plak, trombosis, dan SKA


Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring
berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis
lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak
aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari
50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap
stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak
merupakan predisposisi untuk terjadinya rupture.
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan
terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit
yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk
trombus.Trombosit berperan dalam proses hemostasis primer. Selain trombosit,
pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem
koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini
diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi
trombosit.
Gambar : Ruptur plak

Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk:


a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya
menyebabkan oklusi sebagian.
b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fi brin. Terbentuk karena
aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan
ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya
oklusi total.
4. Bagaimana penanganan awal dari sindrom koroner akut ?

Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera


menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan
selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada
pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan
angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka
jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
 Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respiras.

 Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan


dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI
yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogrel) .
c. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat . jika nyeri
dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti.

5. Bagaimana diagnosis banding dari sindrom coroner akut ?

Diagnosis sindrom koroner akut

Sindro Koroner Akut (SKA) menggambarkan suatu penyakit yang berat,


dengan mortalitas tinggi serta merupakan suatu kedaan gawat darurat jantung
dengan menifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri dada
yang disertai dengan gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.

Sindrom Koroner Akut (SKA) tersebut merupakan suatu sindrom yang


terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu angina tak stabil (unstable angina),
infark miokard non-elevasi ST (NSTEMI), infark miokard dengan elevasi ST
(STEMI) , maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi
koroner perkutan ditandai dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada
atau gejala lain sebagai akibat dari iskemia miokardium.

Manifestasi klinis berupa nyeri dada sebelah kiri pada pasien dengan
SKA ini belum dapat secara pasti didiagnosa menderita SKA sebelum
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lainya yang dapat memastikan
penyebab nyeri dada yang dirasakan. Seluruh penyakit yang manifestasi
klinisnya berupa keluhan nyeri dada sebelah kiri dapat menjadi dignasa
banding dari SKA. Penyakit-penyakit yang dapat menjadi diagnose banding
untuk SKA dapat digolongkan sebagai beriku :
 Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera :
o diseksi aorta
o perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna
o emboli paru
o tension pneumothorax
 Non-iskemik :
o miokarditis
o perikarditis
o kardiomiopati hipertrofik
o penyakit katup jantung (stenosis dan regurgitasi katup aorta)
o sindrom Brugada
o sindrom Wolf-Parkinson-White
o angina vasospastik
 Non kardiak :
o nyeri bilier
o ulkus peptikum
o ulkus duodenum
o pleuritis
o refluks gastroesofaeal (GERD)
o nyeri otot dindingdada
o serangan panic
o gangguan psikogenik

Pasien dengan penyakit-penyakit diatas biasanya dapat mengeluh


nyeri dada disertai perubahan EKG, peningkatan marka jantung dan
gangguan gerak dinding jantung menyerupai yang terjadi pada pasien
penderita Sindrom Koroner Akut (SKA)

6. Bagaimana diagnosa dari sindrom koroner akut ?

Dalam mendiagnosis suatu SKA maka perlu dilakukan evaluasi


terhadap riwayat klinis pasien, level penanda kardiak, dan gambaran EKG.
Anamnesa
Keluhan utama pasien dengan SKA adalah nyeri dada/angina berupa
rasa tertekan dan berat yang muncul saat istirahat atau saat aktivitas ringan
selama lebih atau sama dnegan 10 menit. Nyeri paling sering terasa dibagian
retrosternal dan menjalar ke lengan, leher, ataupun rahang. Nyeri dada juga
dapat disertai dengan keringat dingin, dyspnea, mual, nyeri perut, atau syncope.
Suatu sesak nafas saat aktivitas onset baru yang tidak dapat dijelaskan atau
sesak saat aktivitas yang semakin bertambah dapat dianggap sebagai suatu
angina equivalent. Pasien usia tua (≥ 75 tahun) dan perempuan sering datang
dengan angina atipikal begitu juga pasien dengan diabetes mellitus, gangguan
fungsi ginjal, dan dementia. (Rosyadi, 2010).
Angina atipikal biasanya berupa dari nyeri epigastrium, nyeri menelan,
rasa tertusuk atau nyeri pleuritik. Faktor-faktor yang meningkatkan
kemungkinan SKA adalah usia tua, jenis kelamin laki-laki, riwayat PJK
dikeluarga, adanya penykit arteri perifer, insufisiensi ginjal, riwayat infark
miokard sebelumnya, dan revaskularisasi koroner sebelumnya. (Rosyadi, 2010)
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada pasien SKA dapat normal, namun tanda-tanda
gagal jantung harus dievaluasi dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana
SKA. Ronkhi halus dapat ditemukan pada kedua lapangan paru pada keadaan
suatu gagal jantung akut. Suatu IMA dapat menyebabkan paradoxical splitting
dari S2 atau murmur baru regurgitasi mitral akibat adanya disfungsi muskulus
papilaris. Pemeriksaan fisis penting dilakukan untuk membedakan suatu SKA
dengan diagnosis banding lainnya yang dapat meniru suatu SKA, seperti diseksi
aorta, perikarditis akut, pneumothorax, atau aneurisme aorta abdominalis
(Rosyadi, 2010).
Pemeriksaan EKG
EKG atau Elektrokardiogram adalah suatu representasi dari potensial
listrik otot jantung yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan
menggunakan sebuah alat bernama elektrokardiograf. Melalui EKG (atau ada
yang lazim menyebutnya ECG {in English: Electro Cardio Graphy}) kita dapat
mendeteksi adanya suatu kelainan pada aktivitas elektrik jantung melalui
gelombang irama jantung yang direpresentasikan alat EKG di kertas EKG.

 Irama jantung
Irama jantung normal adalah irama sinus, yaitu irama yang berasal dari
impuls yang dicetuskan oleh Nodus SA yang terletak di dekat muara Vena
Cava Superior di atrium kanan jantung. Irama sinus adalah irama dimana
terdapat gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS. Irama jantung
juga harus teratur/ reguler, artinya jarak antar gelombang yang sama relatif
sama dan teratur.
Ketika dilakukan pembacaan EKG didapatkan irama sinus yakni
adanya gelombang P, dan setiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS,
jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan teratur
disebut dengan irama Reguler
 Frekuensi jantung
Frekuensi jantung atau Heart Rate adalah jumlah denyut jantung
selama 1 menit. Cara menentukannya dari hasil EKG ada tiga cara, apabila
irama jantung stabil maka dapat dihitung melalui cara 1 dan 2, apabila
irama jantung tidak stabil maka dihitung menggunakan cara tiga yaitu
sebagai berikut :
o Cara 1

HR = 1500 / x

Keterangan: x = jumlah kotak kecil antara gelombang R yang


satu dengan gelombang R setelahnya.

o Cara 2

HR = 300 / y

Keterangan: y = jumlah kotak sedang (5×5 kotak kecil) antara


gelombang R yang satu dengan gelombang R setelahnya. (jika
tidak pas boleh dibulatkan ke angka yang mendekati)

o Cara 3

Pada cara ketiga bisa ditentukan pada Lead II panjang


(durasi 6 detik, patokannya ada di titik-titik kecil di bawah kertas
EKG, jarak antara titik 1 dengan titik setelahnya = 1 detik).

Caranya adalah:
HR = Jumlah QRS dalam 6 detik x 10.

Frekuensi jantung yang didapat adalah: 90 x / menit.

Bradikardi= HR < 60x /menit

Takikardi= HR > 100x/ menit

 Gelombang P

Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium.


Gelombang P yang didapat yaitu:

 Lebar < 0,08 detik 2 kotak kecil ke kanan


 Tinggi < 0,2 mV 2 kotak kecil ke atas
 Positif di lead II
 Negatif di aVR

 Segmen ST

Segmen ST adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal


gelombang T. Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga
awal repolarisasi ventrikel. Didapatkan hasil pada data yaitu :

 Dalam keadaan normal EKG berada di garis isoelektrik, namun


pada data segmen ST terdapat diatas garis isoelektrik atau disebut
dengan elevasi segmen ST. ST Elevasi menandakan adanya injuri/
infark myokard. Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri
koroner. (PERKI. 2004)

Berdasarkan guidelines ESC terbaru, perubahan EKG pada pasien


dengan nyeri dada yang persisten dibagi menjadi 2 yaitu :
o Pasien nyeri dada dengan elevasi segmen ST > 20 menit yang persisten, disertai
inversi gelombang T dan atau ada gelombang Q. Perubahan EKG ini terjadi
pada pasien STEMI. ST elevasi yang tipikal pada STEMI adalah bila didapatkan
elevasi ST pada 2 sadapan yang berdekatan (contigous leads) ≥ 0,25 millivolts
(mV) pada laki - laki < 40 tahun, dan ≥ 0,2 mV pada laki-laki > 40 tahun atau ≥
0,15 mV pada wanita di sadapan V2-V3 dan atau ≥ 0,1 mV pada sadapan yang
lain (bila tidak ada hipertropi ventrikel kiri/left ventricle hypertrophy (LVH)
atau LBBB,termasuk sadapan V3R , V4R dan sadapan V7-V9.
o Pasien nyeri dada tanpa disertai elevasi segmen ST dan bisa berupa depresi
segmen ST yang persisten ataupun transient, inversi gelombang T, dan/atau
gelombang T yang datar. Perubahan EKG ini terjadi pada pasien APTS/UA dan
NSTEMI. Maka untuk membedakan keduanya digunakan petanda biomarker
kardiak serial. (Irmalita, 2015)
Penanda biokimia kardiak/ Cardiac marker
Sel miokard yang mengalami injuri akan melepaskan protein dan enzim
yang dikenal dengan penanda biokimia kardiak ke dalam darah. Penanda
biokimia ini membantu para dokter untuk mementukan apakah pasien
mengalami suatu IMA. Manfaat dari berbagai penanda kimia ditentukan oleh
waktu dan durasi peningkatan kadarnya didarah. Troponin T dan troponin I
merupakan penanda biokimia kadiak yang paling spesifik. Protein ini dalam
keadaan normal tidak ditemukan diserum darah oleh karena itu peningkatan
kadar diserum kedua penanda biokimia ini dapat memprediksi derajat
pembentukan trombus dan embolisasi mikrovaskular yang berkaitan dengan lesi
koroner. (Irmalita, 2015)
Kadar troponin I dan T mengalami peningkatan dalam empat sampai
enam jam dari injuri miokard. Kadar troponin I tetap meningkat selama 4 - 7
hari sedangkan troponin T tetap meningkat dalam 10-14 hari. Troponin kardiak
merupakan penanda biokimia pilihan dalam mendiagnosis SKA karena
peningkatan kadarnya berkaitan dengan diagnosis yang lebih akurat, prediksi
risiko tinggi kejadian KV yang akan datang bahkan bila kadar CKMB normal
atau meningkat ringan. Selain itu troponin mengurangi positif palsu ketika
terjadi suatu injuri muskuloskeletal (contohnya trauma atau pembedahan).
Apabila pada laboratorium tidak tersedia troponin maka CKMB dapat dipilih
sebagai alternatifnya, dimana CKMB merupakan enzim spesifik kardiak yang
dilepaskan dalam empat sampai enam jam setelah injuri dan tetap meningkat
selama 48 sampai 72 jam setelah injuri. (Irmalita, 2015)
Penanda kardiak lainnya adalah mioglobin yang merupakan suatu
protein heme, tidak bersifat spesifik kardiak namun masih dapat
dipertimbangkan sebagai penanda biokimia yang bermakna karena meningkat
pertama kali setelah terjadi kerusakan miokard. Apabila onset gejala SKA
pasien kurang dari 3 jam, CKMB dan troponin dapat belum mengalami
peningkatan , maka pada kedaan ini pemeriksaan mioglobin dapat membantu
diagnosis awal suatu IMA dan menentukan terapi segera.

Urutan diagnosis :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Laboratium
4. Foto Dada
5. P memeriksaan Jantung Non – Invasif
- EKG istirehat
- Uji Latihan Jasmani (treadmill)
- Uji latih Jasmani Kombinasi Pencitraan:
- Uji Latih Ekokardiagrafi (Stress Eko)
- Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging
- Ekokardiografi Istirehat
- Monitoring EKG ambulatory
- Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi
koroner :
- computed tomography
-Magnetic resonance arteriography
6. Pemerikasaan invasive menentukan anatomi koroner
- arteriografi koroner
- ultrasound intravascular (IVUS)

7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien sindroma koroner akut ?

Farmakologi :
a. Anti-iskemiaa
Beta bloker dapat mengurangi kerja saraf simpatetik ke otot
jantung, mengurangi kebutuhan oksigen dan berkontribusi untuk
kestabilan elektris. Penggunaan beta bloker biasanya digunakan dalam
24 jam pertama untuk mendapatkan target frekuensi jantung mendekati
60 kali/menit. (Anonim, 2011)
Nitrat dapat mengurangi gejala angina dengan venodilatasi,
dimana akan mengurangi kebutuhan oksigen dengan mengurangi darah
yang kembali melalui vena ke jantung, sehingga mengurangi preload
dan stress atau pajanan ke dinding jantung. Nitrat juga dapat
meningkatkan aliran pembuluh darah koroner dan mencegah
vasospasme melalui vasodilatasi pembuluh darah koroner. Selain untuk
menghilangkan gejala angina, nitrat juga dapat digunakan pada pasien
Sindroma Koroner Akut dengan gagal jantung dan hipertensi berat.
(Anonim, 2011)
b. Antagonis kanal kalsium
Antagonis kanal kalsium seperti verapamil dan diltiazem dapat
mengurangi gejala dengan mengurangi frekuensi denyut jantung
serta kontraktilitas melalui efek vasodilatasi. (Anonim, 2011)
c. Anti trombotik
Tujuan pemberian antitrombotik termasuk juga antiplatelet dan
antikoagulan untuk mencegah efek lebih lanjut dari oklusi parsial
yang ada di trombus intrakoroner. (Anonim, 2011)
d. Antiplatelet
Aspirin bekerja dengan mencegah sintesis platelet tromboksan
A2, dimana tromboksan A2 merupakan mediator aktivasi platelet
dan aspirin merupakan salah satu intervensi yang paling penting
untuk mengurangi mortalitas pada seluruh pasien dengan Sindroma
Koroner Akut. Aspirin harus diberikan segera kepada pasien dengan
gejala Sindroma Koroner Akut tanpa kontraindikasi. (Anonim,
2011)
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat
memblok aktivasi P2Y, reseptor ADP pada platelet.
Direkomendasikan untuk menggantikan agen antiplatelet pada
pasien dengan alergi terhadap aspirin. Terlebih lagi, penggunaan
kombinasi antara aspirin dengan klopidogrel lebih baik
dibandingkan dengan pemberian aspirin saja dalam mengurangi
kematian akibat penyakit kardiovaskular. (Anonim, 2011)
e. Antikoagulan
Unfractioned heparin bekerja dengan berikatan dengan
antitrombin yang meningkatkan potensi plasma protein sangat baik pada
proses inaktivasi pembentukan pembekuan trombin. Obat ini juga
menginhibisi faktor koagulasi Xa dan memperlambat pembentukan
trombin.

f. Terapi reperfusi
Alternatif pengobatan lainnya adalah, percutaneous coronary
intervention suatu metode untuk mengembalikan perfusi koroner dan
mendapatkan aliran darah yang optimal pada pembuluh darah yang
infark. Terapi ini digunakan apabila pada pasien yang sebelumnya telah
diberikan terapi fibrinolisis namun tidak menunjukkan perbaikan yang
adekuat. (Anonim, 2011)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari hasil diskusi LBM 2 ini dapat disimpulkan bahwa, pasien yakni Tn. B
mengalami penyakit jantung koroner dan lebih mengarah pada sindroma koroner akut.
Dimana terlihat manifestasi klininya yakni timbul serangan nyeri (Angina Atipikal)
berdasarkan skenarionya. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah
yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan
gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, biasanya
disebabkan oleh plak aterosklerotik, spasme, atau kombinasi keduanya. Namun untuk
menegakkan suatu diagnosa pastinya perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
EKG dan evaluasi marka jantung.

Anda mungkin juga menyukai