Anda di halaman 1dari 3

Dilema Eksistensi Pengadilan Pajak di Indonesia

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menjelaskan
bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum merupakan negara dimana
penguasa atau pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam menjalankan tugas kenegaraan
terikat pada peraturan hukum yang berlaku. Konsep negara hukum pada awalnya berkembang
dalam sistem hukum eropa kontinental yang biasa disebut dengan istilah rechtsstaat.1 Salah satu
ciri-ciri rechtsstaat adalah adanya peradilan administrasi (administrative rechspraak).2 Sjachran
Basah menyatakan bahwa peradilan merupakan salah satu unsur penting dari negara hukum yang
menunjuk kepada proses untuk memberikan keadilan dalam rangka menegakkan hukum.3
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, lembaga peradilan diatur dalam Pasal 24 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menentukan bahwa “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 di atas juga
menentukan bahwa di bawah Mahkamah Agung terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan, yaitu
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara. Kemudian, di bawah empat lingkungan peradilan tersebut
dapat dibentuk pengadilan khusus sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Salah satu pengadilan khusus adalah Pengadilan
Pajak.
Pengadilan Pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak. Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 menentukan bahwa “Pengadilan Pajak adalah badan
peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak
yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak”. Dari ketentuan tersebut, maka secara normatif
yuridis Pengadilan Pajak merupakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berwenang untuk
menyelesaikan sengketa perpajakan.
Eksistensi Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan Indonesia menimbulkan masalah
ketatanegaraan. Setidaknya ada 2 masalah ketatanegaraan tersebut, yaitu: pertama, ketidakjelasan
kedudukan Pengadilan Pajak, karena hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya norma hukum
dalam UU No. 14 Tahun 2002 yang mengatur tentang kedudukan Pengadilan Pajak tersebut.
Kedudukan Pengadilan Pajak hanya diatur dalam penjelasan Pasal 27 ayat (1) UU No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menentukan bahwa Pengadilan Pajak merupakan
pengadilan khusus di bawah salah satu lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah
Agung sebagaimana dimaksud pasal 25 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Sedangkan
1
Dyah Widiastuti, “Eksistensi Pengadilan Pajak dalam Sistem Jurnal MA” www.ptun-semarang.go.id,
(http://www.ptun-semarang.go.id/artikel/147-eksistensi-pengadilan-pajak-dalam-sistem-jurnal-ma.html#_ftnref5,
diakses pada 10 Maret 2019).
2
Donald A Rumokoy., Perkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum Administrasi Negara di Dalamnya,
dalam Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum AdministrasiNegara (Yogyakarta: UII Press, 2001) halaman 7.
3
Sjachran Basah., Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia (Bandung: Alumni, 1997)
halaman 26
menurut Pasal 25, Badan Peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung meliputi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara.
Kedua, Eksistensi Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2002 tidak
mencerminkan adanya independensi dan imparsialitas serta kemerdekaan lembaga peradilan yang
ditandai dengan adanya kewenangan Kementerian Keuangan untuk memberikan bimbingan
organisasi, administrasi, dan keuangan. Padahal dalam sengketa perpajakan, salah satu pihak yang
bersengketa adalah Dirjen Pajak Kementerian Keuangan. Kewenangan Kementerian Keuangan
dalam memberikan bimbingan organisasi, administrasi, dan keuangan tersebut menyebabkan tidak
adanya kemandirian Pengadilan Pajak, sehingga akan membuka peluang penyalahgunaan
kewenangan dan pengabaian hak asasi manusia oleh penguasa. Karenanya, eksistensi Pengadilan
Pajak menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan UU No. 48 Tahun 2009 karena
pengelolaan Pengadilan Pajak masih memakai sistem 2 (dua) atap, yaitu di bawah Mahkamah
Agung dan Kementerian Keuangan.
Dilema eksistensi pengadilan pajak di Indonesia juga telah menarik Komisi Yudisial untuk
berkomentar. Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan seluruh Pengadilan Pajak berada di
bawah Mahkamah Agung (MA). Jaja Ahmad Jayus selaku komioner Komisi Yudisial
mengungkapkan bahwa perlu dilakukan reformasi kelembagaan yang mengembalikan fungsi
pengadilan dalam satu atap di bawah MA karena rawannya penyalahgunaan wewenang serta
pelanggaran kode etik.4 Terkait dengan pengaturan yang mendasari eksistensi pengadilan pajak di
Indonesia, kami tertarik untuk mendiskusikan mengenai pro dan kontra terkait eksistensi
pengadilan pajak saat ini. Mengingat, peran dari pengadilan pajak begitu besar dalam menentukan
keadilan atas sengketa pajak yang melibatkan wajib pajak.
Referensi:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diakses melalui
http://jdih.pom.go.id/uud1945.pdf pada 10 Maret 2019.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Diakses melalui
http://pukatkorupsi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Undang-Undang-Nomor-48-Tahun-
2009-Tentang-Kekuasaan-Kehakiman.pdf pada 10 Maret 2019.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Diakses melalui
http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/41/300.bpkp pada 10 Maret 2019.
Widiastuti, Dyah. Eksistensi Pengadilan Pajak dalam Sistem Jurnal MA. www.ptun-
semarang.go.id. Diakses melalui http://www.ptun-semarang.go.id/artikel/147-eksistensi-
pengadilan-pajak-dalam-sistem-jurnal-ma.html#_ftn5 pada 10 Maret 2019.

4
Detik Finance, “ KY: Pengadilan Pajak Harus di Bawah MA” Detik Finance Online,
(https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1801649/ky-pengadilan-pajak-harus-di-bawah-ma, diakses pada
10 Maret 2019).
Rumokoy, Donald A. (2001). Perkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum
Administrasi Negara di Dalamnya, dalam Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum
AdministrasiNegara. Yogyakarta : UII Press.
Basah, Sjachran. (1997). Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di
Indonesia. Bandung: Alumni.
Detik Finance. (2011). KY: Pengadilan Pajak Harus di Bawah MA. Detik Finance Online. Diakses
melalui https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1801649/ky-pengadilan-pajak-harus-
di-bawah-ma pada 10 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai