Anda di halaman 1dari 16

BAB I

HIPERBILIRUBIN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada


sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan
32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan
bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses
hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu
serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk
ikterus dapat dihindarkan.

Ada beberapa masalah yang lazim terjadi diantaranya adalah adanya


bercak mongol,hemangioma,ikhterus, muntah dan gumohoral trush, diaper
rash, dan seborrhea,furunkel,milliariasis, diare, obstipasi, infeksi, dan sindrom
bayi meninggal mendadak

1
BAB II
PEMBAHASAN

B. HIPERBILIRUBI
1. Defenisi

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah


melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah


berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon,
1998).

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah


yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh (Adi Smith, G, 1988).

Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)


yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
(Suzanne C. Smeltzer, 2002)

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek


pathologis. (Markum, 1991:314)

2. Penyebab Bayi bisa terkena penyakit Hiperbilirubin

Siklus sel darah merah pada bayi lebih pendek daripada orang dewasa. Ini
berarti lebih banyak bilirubin yang dilepaskan melalui organ hati bayi anda.
Kadang-kadang hati bayi belum cukup matang untuk mengatasi jumlah birubin
yang berlebih.

Hiperbilirubin terjadi ketika organ hati bayi tidak bisa menghilangkan


bilirubin dari darah secara cepat. Bilirubin yang berlebih yang tidak dapat keluar
dari tubuh kemudian berkumpul pada kulit bagian putih bola mata.

Kejadian ini umum terjadi pada bayi dengan keadaan berikut:

2
 Tersering pada bayi yang memiliki golongan darah yang berbeda dengan
ibunya, misalnya ibu memiliki rhesus positif sedangkan bayi memiliki
rhesus negatif atau ibu memiliki golongan darah O sedangkan bayi
memiliki golongan darah A, B, atau AB.
 Bayi yang lahir prematur, karena kurang matangnya fungsi hati
 Bayi yang memiliki kelainan pada hati dan gangguan kesehatan lainnya.
 Bayi yang mengalami infeksi juga dapat mengalami gangguan fungsi hati
 Bayi yang kekurangan cairan.
 Bayi mengalami kekurangan enzym G6PD (Glukosa 6 Phospate
Dehidrogenase), yaitu enzim Yang bertugas memperkuat dinding sel darah
merah.

C. Waktu sebaiknya dilakukan pemeriksaan Hiperbilirubin

Biasanya jumlah bilirubin meningkat pada 3 – 4 hari pertama setelah lahir.


Oleh karena itu biasanya tiga hari setelah lahir, di RSIA Tambak dilakukan
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan bilirubin, kecuali terdapat
kecurigaan kuning sebelumnya.

D. Ciri-ciri bayi yang terkena Hiperbilirubin

Cara sederhana untuk mengetahui apakah bayi hiperbilirubin adalah : tekan


kulit bayi perlahan pada bagian dada dengan jari dan ini terlihat terdapat
perbedaan warnanya. Lampu neon yang putih biasanya menyulitkan kita untuk
melihat perbedaan warnanya, jadi sebaiknya cek pada waktu siang hari.

Berikut beberapa gejala bila bayi anda terkena hiperbilirubin:

 Kulit bayi dan bagian putih bola mata berwarna kekuningan. Bayi juga
mungkin mengalami kekuningan pada membrane mukosa, seperti pada
gusi dan lidah atau pada kuku tangan dan kaki.
 Urine yang berwarna kuning pekat
 Kelihatan lelah dan agak rewel
 Bayi anda kurang cairan/minum

E. Pengobatan penyakit Hiperbilirubin:

3
 Jika kadar bilirubin tidak terlalu tinggi biasanya tidak perlu
pengobatan. Biasanya dokter menyarankan untuk memberikan ASI
atau susu formula lebih sering, serta dijemur pada saat pagi hari pukul
7 sampai 9 pagi.
 Namun bila kadar bilirubin cukup tinggi (di atas 10 mg/dl), maka harus
dilakukan foto terapi
 Bila kadar bilirubin sangat tinggi terdapat kemungkinan dilakukan
tranfusi tukar, karena dapat menyebabkan bayi mengalami kerusakan
otak.

Fototerapi adalah :

Tindakan dimana bayi disinar dengan sinar biru yang diarahkan ke kulit sehingga
terjadi perubahan kimia pada molekul bilirubin di dalam jaringan bawah kulit, oleh
karena itu bilirubin dapat segera dibuang tanpa perlu dimetabolisme terlebih dahulu
oleh hati.

Pada saat dilakukan fototerapi, baju bayi dilepas, mata ditutup untuk menghindari
paparan sinar yang terlalu terang, dan posisi tidur bayi diubah beberapa kali supaya
seluruh tubuh terpapar sinar.

3. Etiologi
 Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
 Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
 Gangguan konjugasi bilirubin.
 Penyakit Hemolitik,yaitu meningkatnya kecepatan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
pendarahan tertutup.
 Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
 Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti :
infeksi toxoplasma. Siphilis.
4. Patofisiologi

4
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada
sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit,polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga
dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh.Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak


jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut
kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari
20mg/dl.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir
rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991).

Manifestasi klinis

 Kulit berwarna kuning sampe jingga


 Pasien tampak lemah
 Nafsu makan berkurang
 Reflek hisap kurang
 Urine pekat
 Perut buncit
 Pembesaran lien dan hati
 Gangguan neurologic
 Feses seperti dempul
 Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
 Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

5
o Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan
diabetk atau infeksi.

o Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai


puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang
biasanya merupakan jaundice fisiologi

5. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan bilirubin serum
 Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari
10mg/dl tidak fisiologis.
 Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14mg/dl tidak fisiologis.
b) Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma
c) Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d) Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
e) Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
f) Laparatomi

6
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
6. Penatalaksanaan
a) Tindakan umum
 Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
 Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan
dehidrasi.
 Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir
 Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
b) Tindakan khusus
 Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja
dan urine dengan oksidasi foto.
 Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun
pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan
gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
 Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat
keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga
bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar
 Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang
ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini
juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada
neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
 Terapitransfuse digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin
yang tinggi.
 Terapiobat-obatan

7
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan
bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi
direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya
bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
1. Menyusui bayi dengan ASI
2. Terapi sinar matahari

8
BAB III

F. MILIARIASI

Miliariasis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tertutupnya


saluran kelenjar keringat.

Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan


adanya vesikel milier. Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat,
keringat buntet, liken tropikus, atau pickle heat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa miliariasis adalah dermatosis


yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim
timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis atau selama awal
musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan lembab. Karena
sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan
pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke
jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan
disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat
keringat yang tak keluar.

Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat
keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi,
leher, bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta
tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga
dikepala. Keadaan ini biasanya di dahului oleh produksi keringat yang
berlebihan, dapat diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan
dan disertai banyak gelembung kecil berair.

Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat


tersumbatnya pori kelenjar keringat.

9
1. Etiologi

Penyebab terjadinya milliariasis ini bermacam-macam,yaitu:

a) udara yang panas dan lembab serta adanya infeksi bakteri.


b) Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang
c) Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
d) Aktivitas yang berlebihan
e) Setelah menderita demam atau panas

Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang


menyebabkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang
menembus ke jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan
anatomis pada kulit berupa papul atau vesikel

2. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya milliariasis di awali dengan tersumbatnya pori-pori


kelenjar keringat sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya
pengeluaran keringat ini ditandai dengan adanya vesikel miliar dimuara
kelenjar keringat lalu disusul dengan tingginya radang dan oedema akibat
perspirasi yang tidak dapat keluar yang kemudian diabsorbsi oleh stratum
korneum.

Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel
epidermal dan apendik yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada
40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan
menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus
ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya.

3. Klasifikasi

Tergantung dari letak kelainan, maka terdapat beberapa bentuk miliariasis,


diantaranya yaitu:

10
a) Miliaria kristalina
Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm berisi
cairan jernih tanpa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan
setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel
bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada
bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi keluhan
subjektif dan sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran
histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal. Pengobatan tidak
diperlukan, cukup dengan menghindari panas yang berlebihan,
mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis dan menyerap
keringat.
b) Milliaria rubra

Millia rubra memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritema


di sekitarnya. Keringat menembus kedalam epidermis, biasanya
disertai rasa gatal dan pedih pada daerah ruam dan daerah disekitarnya,
sering juga diikuti dengan infeksi sekunder lainnya dan dapat juga
menyebabkan timbulnya impetigo dan furunkel terutama pada anak-
anak. Terutama timbul pada bagian tubuh yang tertutup pakaian seperti
punggung dan dada.

c) Miliaria profunda

Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan


ini biasanya timbul setelah miliaria rubra,ditandai dengan papula putih,
kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun
ekstremitas, karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara
klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan
tidak terdapat eritema.

Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat


yang pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang.
Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang
berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan

11
pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol
0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol.

Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak,


tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging,
disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan
penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut
sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita
milliaria rubra yang hebat.

d) Milliaria fustulosa

Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan


gangguan saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. Lesinya
berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan
dengan folikel rambut.

4. Tanda dan Gejala


1. Bintik-bintik merah atau ruam pada leher dan ketiak bayi. Keadaan ini
disebabkan peradangan kulit pada bagian tersebut. Penyebabnya adalah
proses pengeringan yang tidak sempurna saat dilap dengan handuk
setelah bayi dimandikan. Apalagi jika si bayi gemuk sehingga leher
dan ketiaknya berlipat-lipat.
2. Biang keringat juga dapat timbul di daerah dahi dan bagian tubuh yang
tertutup pakaian (dada dan punggung). Gejala utama ialah gatal-gatal
seperti ditusuk-tusuk, dapat disertai dengan warna kulit yang
kemerahan dan gelembung berair berukuran kecil (1-2 mm). kondisi
ini bisa kambuh berulag-ulang terutama jika udara panas dan
berkeringat.
5. Pencegahan
1. Segera keringkan tubuh bayi dengan kain yang lembut jika terlihat
tubuhnya basah oleh keringat.
2. Mengganti segera baju bayi yang basah oleh keringat atau kotoran.
3. Mengkondisikan ruangan ventilasi udara yang cukup, terutama dikota-
kota besar yang panas dan pengap.

12
4. Mengupayakan agar kamar bayi diberi jendela sehingga pertukaran
udara dari luar ke dalam lancar.
5. Memandikan bayi secara teratur.
6. Menghindarkan pakaian yang tidak menyerap keringat.

6. Penatalaksanaan

Asuhan yang diberikan pada neonatus,bayi dan balita dengan


milliariasis tergantung pada beratnya penyakit dan keluhan yang dialami.

Asuhan yang diberikan yaitu:

 Perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
 Mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan
yang sudah timbul
 Menjaga kebersihan tubuh bayi
 Mengupayakan menciptakan lingkungan dengan kelembapan yang
cukup serta suhu yang sejuk dan kering, misalnya pasien tinggal
diruang ber ac atau didaerah yang sejuk dan kering
 Menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak terlalu
sempit
 Segera mengganti pakaian yang basah dan kotor
 Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang
terbentuk memperparah sumbatan kelenjar
 Pada milliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dengan
menambahkan mentol 0,5-2% yang bersifat mendinginkan ruam.
 Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan
antibiotic

13
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin


dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus
(DorothR.Marlon,1998).

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan


oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi
hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang
tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini
sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti
plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme
ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk
ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan
dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang
membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air
dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam
saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan
tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek
pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses
fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya
kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari)

14
dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada
hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7,kemudian akan menurun
kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10
mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang
bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi
bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi
di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat
menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan
mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Milliariasis adalah


dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat tersumbatnya pori
kelenjar keringat.

Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet,


liken tropikus, atau pickle heat. Biasanya milliariasis ini disebabkan udara
yang panas dan lembab, pakaian yang terlalu ketat dan tidak menyerap
keringat, dll. Milliariasis di awali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar
keringat sehingga pengeluaran keringat tertahan.

SARAN

Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangan dan kesalahan, kami mohon
maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar
kami dapat membuat makalah lebih baik kemudian hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000.


EGC, Jakarta.

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.


1, EGC, Jakarta.

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi


4, EGC, Jakarta.

Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

http://www.trinoval.web.id/2010/04/askep-hiperbilirubin.html

http://nursingart.blogspot.com/2008/08/askep-anak-dengan-
hiperbilirubinemia.html

16

Anda mungkin juga menyukai