Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi
hak asasi setiap rakyat Indonesia. Demikian bunyi pertimbangan pada Undang-
Undang No 7 1996 tentang Pangan. Dengan semakin meningkatnya populasi
penduduk Indonesia, maka kebutuhan pangan untuk pemenuhan hak asasi tersebut
akan semakin besar pula.
Karena itu, sistem pangan nasional Indonesia harus terus dikembangkan
mengikuti perkembangan peradaban manusia dan aneka tuntutannya. Sistem
pangan Indonesia, tidak hanya dituntut untuk memberikan pasokan produk pangan
dalam jumlah dan gizi yang cukup (nutritionally adequate), tetapi juga aman (safe).
Dengan semakin meningkatnya status sosial dan pendidikan masyarakat, maka hal
ini mengakibatkan meningkatnya pula kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
mutu, gizi dan keamanan pangan dalam upaya menjaga kebugaran dan kesehatan
masyarakat.
Dalam hal ini, keamanan pangan merupakan prasyarat bagi pangan bermutu
dan bergizi baik. Tidak ada artinya berbicara citarasa dan nilai gizi, atau pun mutu
dan sifat fungsional yang bagus, tetapi produk tersebut tidak aman dikonsumsi.
Manusia untuk bisa hidup mutlak memerlukan pangan. Selanjutnya, supaya
hidup seseorang bisa produktif maka ia harus menkonsumsi pangan yang aman dan
bermutu. Dengan demikian, semakin penting untuk mengembangkan sistem pangan
nasional Indonesia yang bisa menjamin terjaminnya produksi pangan dengan
tingkat keamanan pangan yang baik, yaitu produk pangan yang bebas faktor yang
tidak halal (faktor haram) dan faktor yang tidak sehat (cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Saja Yang merupakan Emerging Issues?
2. Bagaimana Double Burden Keamanan Pangan Di Indonesia?
3. Bagaimana Perkembangan Nutrigenomic di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah agar mengetahui :
1. Mengetahui Apa Saja Yang Merupakan Emerging Issues
2. Mengetahui Bagaimana Double Burden Keamanan Pangan Di Indonesia
3. Mengetahui Bagaimana Perkembangan Nutrigenomic di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Emerging Issues


Isu keamanan pangan selalu berubah-ubah dan berbeda dari satu negara ke
negara lainnya. Perbedaan ini banyak dipengaruhi oleh perbedaan pendapatan,
kebiasaan, pola makan dan lain seagainya. Permasalahan keamanan pangan
semakin hari semakin dinamis dan terus berubah; antara lain disebabkan karena
faktor-faktor sebagai berikut (i) perubahan praktek pertanian (termasuk peternakan
dan perikanan), (ii) meningkatnya perdagangan internasional, (iii) perubahan
teknologi pengolahan, (iv) perubahan proporsi populasi (perubahan proporsi
populasi yang rentan), (v) meningkatnya perjalanan (baik nasional maupun
internasional), (vi) perubahan gaya hidup, dan (vii) munculnya ancaman
bioterrorisme. Berbagai faktor tersebut telah mengakibatkan munculnya berbagai
isu baru terkait dengan keamanan pangan. Beberapa diantaranya akan diuraikan
pada tulisan ini.

2.1.1 Emerging Chemical Food Safety


Permasalahan kimia keamanan pangan umumnya berkisar pada adanya
peluang terjadinya kontaminasi dengan bahaya-bahaya kimia; seperti pestisida,
residu obat hewan, residu hormon, mikotoksin dan kontaminan lainnya. Dengan
perubahan dan perkembangan teknologi; dibantu dengan majunya teknik deteksi
dan analisis, maka berbagai kontaminan baru terkait dengan keamanan pangan
banyak yang bermunculan. Disamping itu, muncul pula istilah “processing
contaminants”’ yaitu kontaminan yang diproduksi selama proses pengolahan
pangan (terutama selama proses pemanasan, dan fermentasi). Kontaminan ini tidak
terdapat pada bahan baku sebelum diolah; tetapi dibentuk oleh reaksi kimia tertentu
selama proses pengolahan. Keberadaan “kontaminan pengolahan” ini tidak bisa
dihindari; namun pemilihan dan pengendalian teknologi pengolahan yang lebih
baik perlu dilakukan untuk bisa meminimisasi pembentukan kontaminan
pengolahan tersbut.

3
Pada tulisan ini akan disajikan beberapa saja beberapa isu mutakhir terkait dengan
bahan kimia kontaminan dan kontaminan pengolahan tersebut.

1. Akrilamida pada produk goreng.


Akrilamida -yang secara kimia disebut juga 2-propenamide; ethylene
carboxamide; acrylic amide; atau vinyl amide- adalah senyawa kimia yang
dicurigai bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) pada manusia. Dalam
kaitannya dengan keamanan pangan; ternyata senyawa akrilamida terbentuk
selama proses pengolahan bahan pangan kaya karbohidrat dengan
menggunakan suhu sangat tinggi, yaitu proses pemanggangan dan
penggorengan
Dalam bentuk murninya, akrilamida yang mempunyai rumus kimia
CH2CHCONH2 dan berat molekul 71 ini berupa senyawa tidak berwarna dan
tidak berbau. Mengingat produk pangan goreng merupakan produk yang
popular di Indonesia; maka perkembangan penelitian mengenai akrilamida ini
perlu selalu diikuti dan dicermati dengan baik.
2. Benzena pada produk minuman.
Benzena merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Karena
sifatnya itu maka the US Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan
batas maksium yang diperbolehkan pada air minum sebanyak 5 ppb. Sebagai
catatan, batas maksimum benzena pada air minum menurut World Health
Organization (WHO) adalah 10 ppb.
Hubungan antara benzene dan keamanan pangan muncul karena adanya
kebiasaan pemakaian benzoat pada minuman bervitamin C. Vitamin C akan
bereaksi dengan logam (Cu dan Fe) dari air untuk menghasilkan hidroksi
radikal (OH*); yang selanjutnya akan menyerang benzoat sehingga
mengalami proses dekarboksilasi. Salah satu hasil proses dekarbolsilasi itu
adalah benzena.
3. Monochloropropanediol (3-MCPD)
Monochloropropanediol pertama kali diidentifikasi pada produk
hidrolisis asam protein nabatri (acid-HVP). Selanjutnya diketahui bahwa

4
senyawa ini ditemukan pula pada berbgai produk pangan olahan lainnya;
seperti produk pastries, salami, keju. Dalam perkembangannya diketahui
bahwaa beberapa factor yang diduga berkaitan dengan proses pembentukannya
adalah suhu, pH dan aw; tetapi sampai sekarang belum diketahui lintasan
umum pembentukannya. Untuk itu, berbagai peraturan telah dibuat untuk
mengendalikan resiko keamanan pangan dari 3-MCPD. Peraturan tersebut –
misalnya- membatas penggunaan HVP sebagai ingredient flavor.
4. Food Contact Materials
Food contact materials adalah semua bahan dan komponen yang “dengan
segaja/intended” akan mengalami kontak dengan bahan pangan, tidak hanya
yang berkaitan dengan bahan pengemas, tetapi juga pisau, wadah, dan alat-alat
pengolahan lainnya. Bahkan, istilah ini juga mencakup bahan dan komponen
yang mengalami kontak dengan air yang digunakan untuk konsumsi manusia.
Secara umum “food contact materials” harus aman dan tidak
menyebabkan terjadinya transfer atau migrasi ke dalam bahan pangan melebihi
jumlah yang bisa diterima secara keamanan pangan. Dalam kaitannya dengan
keamaman pangan, dikenal ada dua batas migrasi telah ditetapkan; yaitu
Overall Migration Limit (OML) dan Specific Migration Limit (SML) . Dalam
upaya memastikan perlindungan kesehatan konsumen dan menghindari adanya
kontaminasi pada bahan pangan; maka perlu ditetapkan batas migrasi; baik
OML maupun SML.
5. Allergen
Alergen pangan adalah komponen dalam bahan pangan yang bisa
menyebabkan reaksi alergi. Alergen pangan diyakini menjadi penyebab
masalah alergi bagi sekitar 11 juta manusia dewasa dan anak-anak di
Amerika. Di Inggris, masalah alergi ini dialami oleh sekitar 1-2% populasi
penduduk dewasa dan sekitar 5-7% populasi anak-anak, atau sekitar 1,5 juta
penduduk Inggris. Angka populasi yang mengalami masalah alergi ini di
Indonesia belum diketahui. Tetapi jelas, walaupun masalah alergi ini
sepertinya hanya mempengaruhi populasi dalam proporsi yang relatif kecil,
namun implikasi kesehatannya bisa sangat serius. Bahkan, menurut laporan

5
Journal of Allergy and Clinical Immunology, di Amerika Serikat saja, setiap
tahun sekitar lebih dari 29.000 orang harus dirawat di rumah sakit dan 150
sampai 200 orang meninggal karena reaksi alergi yang disebabkan
mengkonsumsi produk pangan yang mengandung alergen.
Sebenarnya lebih dari 170 jenis pangan telah diketahui mengandung
komponen yang bisa memicu reaksi alergi. Namun demikian, menurut laporan
kasus alergi, terdapat delapan (8) jenis bahan pangan penyebab terjadinya
sekitar 90% kasus-kasus reaksi alergi karena pangan. Delapan jenis bahan
pangan tersebut adalah susu, ikan, udang dan kerang-kerangan, kacang tanah,
kacang pohon (tree nuts), gandum, dan kedele serta produk-produk turunannya.
Untuk melindungi konsumen dari ketidaksengajaan (atau ketidaktahuan)
mengkonsumsi produk pangan yang mengandung alergen pangan, maka
pemerintah perlu mengembangkan regulasi yang mengenai allergen
ini. Sebagai ilustrasi, telah sejak Agustus tahun 2004,di AS diterbitkan
Undang-Undang Pelabelan Alergen dan Perlindungan Konsumen (Food
Allergen Labeling and Consumer Protection Act). Bagaimana di Indonesia?

2.2 Emerging Food Science Technology and Safety


Perkembangan ilmu dan teknologi pangan selalu membawa berbagai
konsekuensi baru; termasuk dalam hal keamanan pangan. Berbagai perkembangan
baru di bidang ilmu dan teknologi pangan yang perlu diperhatikan antara lain adalah
(i) bioteknologi, (ii) teknologi pengolahan non-thermal, (iii) teknologi nano, (iv)
nutrigenomik dan (v) culinologi (Hariyadi, 2006).

1. Bioteknologi.
Perkembangan bioteknologi pangan dengan memunculkan aneka bahan
dan produk pangan yang dimodofikasi secara genetik (genetically modified
foods) telah memunculkan kontroversi keamanan pangan yang cukup
berkepanjangan. Hal ini antara lain disebabkan kerana adanya unsur social,
budaya dan politik yang juga mewarnai perdebatan keamanan pangan produk
GMF ini. Lebih dari itu, perkembangan ini juga melahirkan “anti-trend” yang

6
dominan; yaitu munculnya produk-produk pangan organik. Dalam kaitannya
dengan perlindungan konsumen; tidak hanya dalam kaitannya dengan
keamanan pangan tetapi juga hak konsumen atas informasi yang benar, maka
pengaturan klaim dan sertifikasi perlu mendapatkan perhatian pemerintah.
2. Teknologi Non-Thermal
Perkembangan teknologi non-thermal –seperti misalnya teknologi High
Pressure Processing, pulsed-electric fields dan pulsed light untuk keperluan
pengolahan dan pengaetan pangan. Pengaruh pengawetan teknologi non-
thermal ini diperoleh karena kemampuannya membunuh sel-sel
mikroorganisme. Pemastian mengenai tingkat inaktivasi mikroorganizme
pathogen –khususnya mengenai kinetika inaktiviasi dan penentuan kecukupan
inaktiviasi dalam lkaitannya dengan keamanan pangan- perlu dirumuskan
dengan baik.
Termasuk dalam kelompok teknologi non thermal ini adalah teknologi
lama, yaitu irradiasi pangan. Teknologi irradiasi ini berpotensi untuk
diaplikasikan untuk aneka proses pengawetan pangan; namun aplikasinya
terkendala dengan persepsi masyarakat atas keamanan pangan produk yang
diirradiasi dan keselamatan kerja yang kaitannya dengan instalasi peralatan
irradiasi. Demikian juga dengan membrane separation technology- yang
mulai banyak dikembangkan; khususnya untuk pengawetan produk
cair. Untuk memberikan peluang aplikasi teknologi dan sekaligus memberikan
kepastian keamanan pangan pada konsumen, maka perlu dilakukan kajian
mendalam mengenai berbagai teknologi baru ini.
3. Teknologi Nano
Perkembangan teknologi nano telah sedemikian pesat; sehingga produk
pangan dengan ukuran nano telah mulai dipasarkan. Kata “nano” itu sendiri
merupakan awalan pada sistem satuan internasional (System of International
Unit) yang merupakan faktor dari 10-9. Nano teknologi adalah teknologi yang
mampu memanipulasi dan menghasilkan bahan atau partikel dengan ukuran
kecil; yaitu lebih kecil dari 100 nano meter (nm). Perlu ada upaya kajian risiko
keamanan pangan mengingat dengan ukuran partikel yang lebih kecil

7
(nano). Dengan ukuran yang lebih kecil; maka tingkah laku pindah massa nya
(difusi, adsorpsi dan penyerapannya) akan berbeda dengan ingridien dalam
ukuran biasa; sehingga perlu ada kajian untuk memastikan bahwa produk hasil
teknologi ini mempunyai tingkat keamanan yang baik.

2.2.1 Emerging Pathogen


Patogen-patogen baru bermunculan (emerging pathogens) adalah (i)
patogen penyebab penyakit yang kejadiannya meningkat dalam 2 dekade terakhir
atau diperkirakan akan meningkat dalam waktu dekat, (ii) patogen yang mengalami
evolusi dan mengakibatlkan penyakit yang berbeda, (iii) patogen yang sudah
dikenal dan menyebar ke daerah atau populasi baru, (iv) patogen lama yang muncul
melalui pangan “baru” (emerging vehicle), terdapat dalam pangan melalui skema
yang “baru” atau meningkat resistensinya terhadap antibiotika, dan (v) patogen
yang perlu diwaspadai (Dewanti-Hariyadi, 2008). Beberapa patogen diketahui
hanya pada waktu-waktu terakhir saja menjadi penyebab utama penyakit yang
ditularkan melalui pangan, seperti Listeria monocytogenes dan Campylobacter
jejuni. Secara tradisional, pangan yang berkaitan dengan penyebab kajadian
penyakit karena pangan adalah daging, unggas dan pangan laut yang dimasak
kurang matang, atau susu tanpa pasteurisasi. Menurut catatan McClure (2006) dari
Unilever R&D Colworth, beberapa pathogen baru yang muncul selama 30 tahun
terkahir adalah (1) Campylobacter jejuni, (2) Cryptosporidium parvum, (3)
Cyclospora cayatanensis, (4) Listeria monocytogenes, (5) Noroviruses, Rotavirus,
(6) Salmonella enterica Enteritidis, S.Typhimurium DT 104, (7) Verocytotoxigenic
E. coli, (8) Vibrio cholerae, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, dan (9) Yersinia
enterocolitica. Di Dunia Internasional, kelompok virus (terutama Norovirus,
Rotavirus dan Hepatitis E) merupakan emerging pathogens yang patut diwaspadai
(Dewanti-Hariyadi; 2008).

2.2.2 Bioterorisme
Isu terkait dengan bioterorsime ini mengemuka terutama di Negara-negara
maju; khususnya dipicu dengan peristiwa 9/11 di Amerika. Jika permasalahan

8
keamanan pangan yang telah dibahas didepan masuk dalam kategori unintended
contamination; maka permasalahan keamanan pangan yang terkait dengan
bioterorisme ini lebih focus pada kontaminasi yang memang disengaja dilakukan
oleh orang-orang yang berniat menyebarkan terror. Walaupun permasalahan ini
belum mencuat di Indonesia; tetapi bagi Industri yang harus melakukan ekspor ke
beberapa Negara maju (ke Amreika, Australia dan Eropa –misalnya) harus
mengikuti ketentuan-ketentuan tambahan yang berkaitan dengan mengurangi
kemungkinan terjadinya bioterorisme ini.

2.3 Double Burden Keamanan Pangan Di Indonesia


Pembahasan berbagai issue terkait keamanan pangan diatas memang
memberikan gambaran pada kita bahwa Indonesia menghadapi permasalahan
pangan pada dua tingkat; yaitu (i) tingkat mendasar yang disebabkan karena
permasalahan buruknya kondisi sanitasi dan prkatek-praktek pengolahan; dan (ii)
tingkat “emerging”yang selalu berubah; yang terutama disebabkan karena
permasalahan yang terkait dengan perdagangan internasional. Karena alasan ini,
bisa disebut bahwa Indonesia menanggung beban ganda (double burden) keamanan
pangan. Kedua beban keamanan pangan ini mempunyai kondisi, tantangan dan
implikasi yang berbeda; serta pemecahannya juga berbeda.

1. Beban Pertama
Beban pertama ini biasanya berkaitan dengan Industri pangan skala kecil
dan rumah tangga yang produknya didistribusikan pada psar domestik. Data
kasus keracunan yang mengindikasikan bahwa pengolahan makanan di industri
pangan masih belum memenuhi standar keamanan pangan. Untuk itu perlu
didorong penerapan Good Manufacturing Practices (GMP). Disamping itu,
masih ditemukannya cemaran bahan kimiawi, yang terutama berasal dari BTP
yang tidak memenuhi syaratmenunjukkan masih kurangnya kesadaran dan
pemahaman masyarakat umum mengenai magnitude permasalahan riil dunia
dan permasalahan keamanan pangan. Untuk itu perlu dilakukan program
komunikasi keamanan pangan yang strategis untuk dapat menurunkan

9
terjadinya kasus keracunan makanan, yaitu melalui kampanye cuci tangan yang
baik dan benar bagi para pekerja pengolah pangan, terutama pada pekerja jasa
boga.
2. Beban Kedua
Beban kedua umumnya berkaitan dengan industri skala menengah dan
besar yang memasarkan produknya pada pasar internasional. Data kinerja
keamanan pangan produk pangan ekspor; terlihat bahwa selain permasalahan
mengenai penerapan GMP yang masih tetap harus ditingkatkan; pemahaman
dan pemenuhan standar keamanan pangan internasional perlu selalu
diikuti. Khsususnya untuk meningkatkan kinerja ekspor; maka penyediaan
informasi mengenai keamanan pangan serta sarana dan prasarana (termasuk
keperluan laboratorium analisis dan sertifikasi) perlu diupayakan.

2.4 Nutrigenomik
Nutrigenomik merupakan ilmu yang mempelajari efek dari zat gizi atau
komponen-komponen makanan terhadap transkriptome. Transkriptome adalah
himpunan semua molekul RNA termasuk didalamnya mRNA, rRNA, tRNA, dan
RNA non-coding yang diproduksi dari sel ataupun jaringan. Ruang lingkup
nutrigenomik sangatlah, melibatkan efek dari zat-zat gizi terhadap struktur,
integritas, dan fungsi dari genom. Perlu diketahui bahwa genom merupakan
keseluruhan bahan genetik yang membawa semua informasi pendukung kehidupan
suatu makhluk baik merupakan gen maupun bukan. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa nutrigenomik termasuk salah satu cabang ilmu genomik atau suatu ilmu
yang mempelajari genom organisme.
Istilah nutrigenomik merupakan gabungan dari istilah gizi (nutrition) dan
genomik. Nutrigenomik muncul karena adanya perkembangan yang pesat dan
saling inetraksi antar berbagai bidang ilmu; terutama ilmu gizi, biologi molekuler,
genetika molekuler, imunologi, patologi, toksikologi, fisiologi, dan bioinformatika.
Secara khusus; nutrigenomik mempelajari interaksi antara komponen gizi dan
komponen bioaktif pangan dan pengaruhnya pada pola- pola ekspresi gen.

10
Saat ini sekitar 30.000 genom manusia telah dikodekan, dan bertanggung
jawab secara fungsional terhadap 100.000 peran protein dalam tubuh. Komponen
bioaktif dari suatu makanan dapat mempengaruhi genom manusia, dengan
mengubah transkriptome ataupun profil dari ekspresi gen. Sederhananya dapat
diartikan bahwa semua zat-zat gizi memiliki peran masing-masing dan
mempengaruhi ekspresi dari gen. Oleh karena itu ekspresi gen dari masing-masing
orang akan berbeda karena kebutuhan akan zat-zat gizi dari masing-masing orang
juga bervariasi.
Nutrigenomik melihat bagaimana zat-zat gizi mempengaruhi ekspresi dari
genom manusia, sedangkan nutrigenetik melihat bagaimana genetik individu
menggambarkan kondisi kerentanan asupan zat gizi. Nutrigenetik mnggambarkan
variasi genetik menimbulkan perbedaan dalam menanggapi kebutuhan zat-zat gizi
spesifik dan akhirnya menimbulkan status kesehatan dan penyakit yang berbeda.
Oleh karena itu kebutuhan zat-zat gizi orang berbeda karena ekspresi gen masing-
masing orang juga bervariasi. Nutrigenomik dan nutrigenetik sifatnya reversible.
Banyak masalah kesehatan yang dapat diturunkan melalui genetik, salah
satunya adalah perkembangan obesitas. Meskipun demikian bukan berarti
kegemukan badan sudah pasti akan diturunkan. Hal tersebut masih dapat di
intervensi dengan pengelolaan gizi yang baik. Sehingga beberapa para ahli
diseluruh dunia bersepakat bahwa gizi merupakan hal terpenting sepanjang hidup
manusia dalam mempengaruhi derajat kesehatan. Meskipun kedua orang tua
obesitas, belum tentu anak tersebut mengalami hal yang sama asalkan pengelolaan
gizi yang baik diberikan kepada anak walaupun risiko menjadi obesitas tetap ada.
Seseorang yang memiliki risiko menjadi obesitas yang lebih besar ditemui jika
kedua orang tua mereka obesitas, karena suatu gen yang disebut thrifty gene.
Namun thrifty gene ini hanya akan menyebabkan obesitas jika orang yang
memilikinya mengonsumsi kalori yang berlebihan melalui makan berlebihan
ataupun kurang aktif secara fisik yang menghasilkan energi ekspenditur yang
sedikit akibatnya energi tersebut akan disimpan dalam jaringan lemak yang lama
kelamaan akan menyebabkan kenaikan berat badan. Thrifty gene merupakan salah

11
satu gen yang menjadi penyebab obesitas, selain itu diperkirakan terdapat lebih dari
120 tipe mutasi gen yang berhubungan dengan obesitas.
Menurut etiologinya, obesitas yang dipengaruhi oleh hereditas hanya sekitar
30% sedangkan yang dipengaruhi oleh lingkungan sebesar 70% seperti gaya hidup
(aktivitas fisik dan pola makan). Kurang aktif secara fisik tidak hanya menurunkan
keluaran energi (energy expenditure) tetapi juga mengubah metabolisme fisik
akibatnya metabolisme basal menurun, jika hal itu terjadi maka energi cenderung
disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak (trigliserida). Pengaruh gizi juga
termasuk bagian dari lingkungan, jika asupan lemak dan kalori berlebihan disertai
aktivitas fisik yang kurang juga akan menyebabkan penumpukan didalam tubuh.
Karena itu, pengelolaan gizi yang baik dari individu yang memiliki gen-gen
obesitas akan mampu mengalahkan dampak gen-gen tersebut untuk menyebabkan
obesitas. Jika dilihat dari sisi nutrigenetiknya, pada orang obes kemungkinan telah
terjadi perubahan kebutuhan zat-zat gizi atau bisa jadi ekspresi gen obesitas terjadi
akibat defisiensi mikronutrient.
Dengan semakin dipahaminya karakter genetik manusia; serta interkasi
antara komponen gizi atau komponen lainnya dengan ekspresi gen, maka akan
muncul jenis-jenis produk pangan khusus yang didisain untuk populasi dengan
karakteristik genetik tertentu. Perkembangan ini melahirkan istilah prercribed
nutrition; atau semacam specialized functional foods untuk fungsi dan target
konsumen tertentu. Lagi-lagi; perkembangan ini perlu diantisipasi dari sisi
regulasinya; sehingga aplikasi teknologi ini bisa memberikan manfaat bagi
kesehatan publik.
Gen adalah cetak biru kehidupan pada semua mahluk hidup. Gen-gen dapat
diidentifikasi sebagai gen yang berperan dalam berbagai mekanisme dalam sel,
menelaah inti pesan gen-gen tersebut dan meneliti metabolisme dalam jaringan
tubuh yang berkaitan dengan ekspresi gen yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Penelitian yang sedang dikembangkan oleh beliau adalah dalam bidang
gizi dan obat-obatan dan fokus kepada nutrigenomic yang menganalisis interaksi
genom dengan nutrisi alami terkait dengan pemanfaatan potensi sumber daya lokal
untuk pengembangan terapi suatu penyakit dengan bahan alami nabati dan hewani.

12
Untuk mempelajari suatu fungsi gen atau mengetahui apa yang gen lakukan
dalam sel kita adalah dengan melihat apa yang terjadi pada organisme ketika gen
tersebut dihilangkan dengan menyisipkan gen lain atau menghilangkan susunan
nukleotidanya. Pada berbagai studi dari laboratorium, diketahui bahwa hewan coba
yang telah dihilangkan gen-gennya akan menyebabkan meningkatnya kematian
embrio pada hewan coba. Hal ini dikarenakan karena ketiadaan produksi
mineralkortikoid dan glukokortikoid sebagai sumber nutrisi untuk tumbuh
kembang individu yang baru lahir.
Masyarakat sekarang ini semakin meyakini bahwa makanan yang
dikonsumsi mereka bisa memelihara kesehatan dan menghindarkan diri dari resiko
menderita penyakit. Bagi keluarga yang memiliki bakat atau resiko yang tinggi
terhadap suatu penyakit tertentu, yang mana penyakit ini dapat timbul akibat
mengkonsumsi makanan dengan kandungan tertentu, maka tindakan yang baik
adalah memilih diet yang dikonsultasikan dengan dokter ahli nutrisi. Mereka yang
berusaha untuk mengendalikan kadar kolesterol darahnya, maka berusaha
menghindari makanan lemak hewani. Nutrisi yang baik bagi kesehatan untuk
pertumbuhan dan perkembangan, adalah nutrisi yang optimum, tidak kurang dan
tidak berlebih. Tetapi pada kondisi cukup dan optimum pemanfaatannya bagi
tubuh.
Nutrigenomik meliputi pembelajaran yang luas dengan dua tujuan utama.
Tujuan yang pertama adalah untuk menganalisis karakter dari masing-masing
individu. Tujuan yang kedua adalah untuk menggunakan informasi tersebut dalam
pencegahan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup dengan efektifitas dari
konsumsi dan komponen makanan. Nutrisi berbasis genomik dapat meningkatkan
pengetahuan untuk melakukan diet dan pemilihan gaya hidup yang mungkin dapat
mengubah kerentanan terhadap penyakit dan meningkatkan potensi kesehatan.
Kajian nutrigenomik memberitahu makanan apa yang kita butuhkan dan
makanan apa yang kita hindari, apabila dikaji berdasarkan database gen yang
berasosiasi dengan suatu penyakit. Makanan yang kita makan tersusun atas molekul
kimia dan mampu menginduksi ekspresi gen. komposisi kebutuhan gizi berbasis

13
profil genotip akan memberikan tentang jenis-jenis pangan apa saja yang sesuai
untuk dikonsumsi.
Nutrisi berbasis genomik individu dapat berkontribusi untuk studi tentang
nutrisi manusia pada berbagai level dari bayi, anak-anak dewasa dan manula.
Nutrigenomik juga dapat memberikan beberapa indikasi dari suatu gen yang
polimorfisme dengan mengidentifikasi gen kunci yang mempengaruhi dietary
responses. Nutrigenomik dan nutrigenetik merupakan bagian strategi kesehatan
masyarakat untuk mengurangi ternyadinya insiden suatu penyakit terkait dengan
diet. Penelitian nutrigenomik dan nutrigenetik masih terbuka lebar untuk dikaji
lebih dalam, meliputi interaksi antara profil genomik dan atau polimorfisme gen
dengan diet nutrisi yang tepat dan secara langsung tidak dapat mengontrol gen-gen
target penyebab suatu penyakit. Rekomendasi diet yang tepat pada pasien maupun
orang sehat sebaiknya berbasis pada profil genetik individu epidimiologi dan status
klinis serta hasil analisis laboratorium pada berbagai populasi.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Permasalahan keamanan pangan semakin hari semakin dinamis dan terus
berubah; antara lain disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut (i) perubahan
praktek pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), (ii) meningkatnya
perdagangan internasional, (iii) perubahan teknologi pengolahan, (iv) perubahan
proporsi populasi (perubahan proporsi populasi yang rentan), (v) meningkatnya
perjalanan (baik nasional maupun internasional), (vi) perubahan gaya hidup, dan
(vii) munculnya ancaman bioterrorisme.
Perkembangan ilmu dan teknologi pangan selalu membawa berbagai
konsekuensi baru; termasuk dalam hal keamanan pangan. Berbagai perkembangan
baru di bidang ilmu dan teknologi pangan yang perlu diperhatikan antara lain adalah
(i) bioteknologi, (ii) teknologi pengolahan non-thermal, (iii) teknologi nano, (iv)
nutrigenomik dan (v) culinologi (Hariyadi, 2006).
Nutrigenomik merupakan ilmu yang mempelajari efek dari zat gizi atau
komponen-komponen makanan terhadap transkriptome. Transkriptome adalah
himpunan semua molekul RNA termasuk didalamnya mRNA, rRNA, tRNA, dan
RNA non-coding yang diproduksi dari sel ataupun jaringan.
Secara khusus; nutrigenomik mempelajari interaksi antara komponen gizi
dan komponen bioaktif pangan dan pengaruhnya pada pola- pola ekspresi gen.

3.2 Saran
Perkembangan dibidang gizi juga diikuti dengan masalah dan temuan
terbaru, seperti masalah keamanan pangan dan nutrigenomik. Dengan mengetahui
hal tersebut diharapkan agar bisa mengedukasi pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. http://adriyanpramono.blogspot.co.id/2013/05/perkembangan-gizi-di-
indonesia.html
2. http://jurnalkesmas.ui.ac.id/kesmas/article/view/448
3. https://jempols.wordpress.com/2015/11/19/pengantar-nutrigenomics-and-
nutrigenetics/
4. http://bptba.lipi.go.id/bptba3.1/?u=blog-single&p=380&lang=id
5. http://www.majalahinfovet.com/2016/04/nutrigenomik-jembatan-antara-
ilmu.html
6. https://catatanseorangahligizi.wordpress.com/2012/11/09/nutrigenomik-
nutrigenetik-dan-obesitas/
7. https://hellosehat.com/hidup-sehat/nutrisi/apa-itu-nutrigenomik-makanan-
sesuai-gen/
8. http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/04/zat-zat-gizi-yang-dibutuhkan-
tubuh.html/6 April 2014
9. http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/04/fungsi-zat-gizi-dan-
sumbernya-dalam.html/6 April 2014

16

Anda mungkin juga menyukai