TINJAUAN PUSTAKA
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata, misalnya klien
(Kusumawati, 2010)
Halusinasi ialah suatu pengalaman pada suatu kejadian sensoris tanpa ada
input dari lingkungan sekitarnya. Mark Durrand dan David H. Barlow (2007),
yang tidak mendasar pada kejadian eksternal (Pieter, Herri Zan, Bethsaida
Jenis halusinasi menurut Cancro dan Lehman dalam Videbeck (2008) yaitu
atau gerakan. Stuart (2007) mengatakan bahwa halusinasi dapat terjadi pada salah
satu dari 5 modalitas sensosi utama penglihatan, pendengaran, bau, rasa, dan
sering terjadi. Penelitian Sousa (2007) menyebutkan bahwa tipe halusinasi yang
5,72%, dan sisanya halusinasi tipe lain. Maka halusinasi dapat terjadi berupa
stimuluspalsu terhadap seluruh panca indera, tetapi yang paling banyak terjadi
dan lain-lain yang sebenrnya tidak ada. Ini merupakan yang paling sering muncul
dan rata-rata lebih sering pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Halusinasi
halusinasi somatis, melibatkan persepsi bahwa sesuatu sedang terjadi didalam diri
2007)
berbagai manifestasi klinis yang bisa kita amati dalam perilaku mereka sehari-
hari. Menurut NANDA (2010), tanda dan gejala halusinasi meliputi: konsentrasi
tidak ada, menarik diri, mondar-mandir, dan mengganggu lingkungan juga sering
ditemui pada pasien dengan halusinasi. Individu terkadang sulit untuk berpikir
sakit dalam kondisi akut yang memperlihatkan gejala seperti bicara dan tertawa
Hal tersebut sebenarnya dapat dicegah apabila keluarga mengetahui tanda dan
terdapat stimulus, individu merasa ada stimulus yang sebetulnya tidak ada, pasien
merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara, bisa juga berupa suara-suara
bising dan mendengung, tetapi paling sering berupa kata- kata yang tersusun
dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien
menghasilkan respon tertentu seperti bicara sendiri. Suara bisa berasal dari dalam
diri individu atau dari luar dirinya. Isi suara tersebut dapat memerintahkan sesuatu
pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri, klien merasa yakin bahwa
halusinasi adalah faktor biologis, stress lingkungan, pemicu gejala dan sumber
nyaman, dengan perilaku yang sering ditampilkan pada tahapan ini adalah
4) Tahap menguasai, perilaku yang sering dimunculkan pada tahap ini adalah
perilaku panik, perilaku mencederai diri sendiri atau orang lain, dan
memfokuskan pada gejala dan minta pasien menjelaskan apa yang sedang terjadi,
kebutuhan yang dapat memicu halusinasi, dan membantu menangani gejala yang
dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien
tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung
tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan
gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi,
obat. Oleh karena itu penting bagi keluarga untuk mengetahui tentang obat dan
efek samping obat. Keluarga diharapkan mengetahui manfaat obat, jenis, dosis,
waktu, cara pemberian, dan efek samping obat. Kondisi halusinasi dalam
perawatan dan pengobatannya bisa dikontrol oleh obat (Videbeck, 2008 dalam
Yusnipah, 2012).
tahu manfaat obat, kemudian mau minum obat dan patuh, sehingga mampu
halusinasi. Faktor keluarga menempati hal vital penanganan pasien gangguan jiwa
di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah support sistem terdekat dan 24 jam
kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung secara optimal akan
membuat pasien mampu survive dalam kondisi apapun. Jika keluarga tidak
mampu merawat pasien maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya
lagi akan sangat sulit. Perawat dituntut harus melatih keluarga pasien agar mampu
merawat pasien gangguan jiwa di rumah (Keliat, 1996 dalam Yusnipah, 2012).
dapat digambarkan sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar,
seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan
mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif
ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau
keduanya.
nenek, paman-bibi).
Fungsi keluarga secara umum didefinisikan sebagai hasil akhir atau akibat
dari struktur keluarga. sedangkan fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarga itu sendiri dan masyarakat yang lebih luas. Tujuan
(fungsi reproduksi) dan melatih individu tersebut menjadi bagian dari anggota
kehidupan keluarga.
akan sumber daya yang cukup, ruang, dan materi serta alokasinya
keluarga.
kebutuhan keluarga.
klien kambuh.
berada di masyarakat.
langsung pada setiap keadaan sehat-sakit klien (Friedman, 1998, Ngadiran, 2010).
kontrol yang berlebihan atau menarik diri, sehingga klien gangguan halusinasi
biasanya dibawa ke Rumah Sakit setelah mereka lama berada di rumah (Stuart &
ditingkatkan secara optimal (Keliat, 1995, dalam Ngadiran, 2010). Maka peran
memuaskan.
obat di rumah.
perilaku negatif.
rumah Oleh karena itu, peran keluarga dalam proses pemulihan, mencegah
hal tersebut akan memperburuk keadaan mental keluarga, tetapi itu lama-
tanpadisadari terjadi perubahan dalam komunikasi dan pada keluarga lain tanpa
dalam Ngadiran, 2010). Belajar untuk mengatasi masalah yang terjadi merupakan
stres emosianal dan ekonomi keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga
sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya (Fontaine, 2009, dalam Nuraenah,
2012).
psikologis bagi keluarganya. Keluarga sering merasa malu dan marah terhadap
tingkah laku klien (misalnya, tertawa – tawa sendiri, berperilaku aneh), dan tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Klien yang menderita seumur hidup menjadi
beban bagi keluarga. Masalah yang sering dihadapi keluarga adalah klien susah
dengan keluarga dengan dengan masalah kesehatan lain. Selain berkaitan dengan
kebutuhan sehari-hari juga pada stigma masyarakat pada klien gangguan jiwa.
Stressor yang dialami oleh keluarga dengan gangguan jiwa sering dikenal dengan
Gangguan jiwa dapat berdampak negatif pada keluarga. (Stuart & Laraia,
konflik dan stress keluarga, saling menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk
keluarganya.
Ngadiran (2010) yaitu bahwa beban keluarga terbagi atas tiga jenis :
1) Beban Obyektif
di rumah sakit, mengantarkannya berobat. Hal ini akan semakin meningkat jika
berlangsung lama.
2) Beban Subyektif
takut, merasa bersalah, marah dan perasaan negatif lainnya yang dialami oleh
keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga yang gangguan jiwa. Perasaan
kehilangan timbul karena menganggap bahwa masa depan keluarga dan klien
seolah telah berakhir (Mohr, 2006, dalam Ngadiran, 2010). Perasaan takut,
yang menderita gangguan jiwa. Perasaan lain adalah perasaan marah terhadap diri
sendiri, marah terhadap keluarga, bahkan terhadap Tuhan (Mohr, 2006, dalam
Ngadiran, 2010)
3) Beban Iatrogenik
Beban yang tidak kalah pentingnya adalah beban iatrogenik yaitu beban
yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang
tidak mengetahui teori keluarga. Beban iatrogenik itu meliputi tentang pelayanan
yang di berikan oleh tenaga kesehatan : dokter, perawat, farmasi, gizi , pelayanan
dari tenaga penunjang lainya: sosial worker, analasis, administrasi, informasi .Hal
ini mengakibatkan proses pengobatan dan pemulihan tidak berjalan sesuai yang di
harapkan.
jenis yaitu:
anggota keluarga.
hubungan.
merupakan beban bagi keluarga. Beban keluarga ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi beban keluarga antara lain:
1) Perjalanan penyakit
diri, berinteraksi sosial, sehingga sangat bergantung kepada keluarga yang akan
menjadi beban baik subyektif maupun obyektif (Kaplan & Sadock, 2000 dalam
Nuraenah, 2012). Siregar, Arijanto dan Wati (2008) dalam Nuraenah (2012)
menemukan bahwa gejala positif dan negatif klien skizofrenia berperan dalam
beratnya beban caregiver, semakin tinggi skor sindrom positif dan negatif
2) Stigma
yang memalukan dan merupakan aib bagi keluarga, dan sering dianggap sebagai
keluarga dikucilkan dan mengalami isolasi sosial dari masyarakat. Hal ini menjadi
beban bagi keluarga baik beban subyektif maupun beban obyektif. Menurut Sane
Research (2009) dalam Nuraenah (2012), stigma adalah suatu usaha untuk label
tertentu sebagai kelompok yang kurang patut dihormati dari pada yang lain.
adalah 12% atau lebih, kekurangan ini memiliki efek drastis pada kapasitas
yang mengalami gangguan jiwa diperlakukan dengan cara yang tidak pantas.
ada di rumah sakitumum banyak yang belum ada bangsal jiwanya hal ini
penderita gangguan jiwa. Menurut Hawari (2009) dalam Nuraenah (2012), stigma
merupakan sikap keluarga dan masyarakat yang menggangap bahwa bila salah
3) Pelayanan kesehatan
mental tidak tersedia atau sulit dijangkau akan menyebabkan keadaan klien lebih
buruk yang akan menjadi beban bagi keluarga yang merawat (Thonicraft &
5) Ekspresi emosi
perasaannya dan dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal (Keliat,
emosi keluarga yang tinggi rata-rata memiliki beban yang tinggi jika
keluarga.
6) Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam
lama sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Penelitian Gururaj, Bada, Reddy
dan Chandrashkar (2008) menemukan bahwa dari enam dimensi beban keluarga
dengan skizofrenia, skor finansial memiliki rata-rata yang paling tinggi. Oleh
karena itu, apabila keluarga tidak memiliki sumber dana yang cukup atau jaminan
kesehatan, maka hal ini akan menjadi beban yang berat bagi keluarga (Nuraenah,
2012).
Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga
ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang terganggu,
melakukan aktivitas sosial. Selain itu juga muncul beban keluarga karena stigma
social terhadap penderita halusinasi tersebut, beban yang muncul bisa berupa
psikologis.
berhubungan dengan orang lain, tampak cemas, tidak mampu mengikuti perintah,
prilaku klien seperti di hantui teror, potensi kuat untuk bunuh diri atau membunuh
orang lain, menarik diri, tidak bisa pada lebih dari satu orang.
selain itu masih banyak keluarga yang merasakan beban atau kesulitan dalam
2010).