Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP DASAR
A. Definisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom) RDS adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2012). Gangguan ini biasanya
dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit
membran hialin karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin
yang melapisi alveoli (Abdoerachman, 2010).
Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan
frekuensi pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan
retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi
(Ngastiyah, 2015).

B. Etiologi
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease
(HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi
surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan
biasanya didapatkan pada paru yang matur (Ngastiyah, 2015).
Penyebab Respiraatory Distress Syndrome (RDS) menurut
Abdoerachman (2010) adalah :
a. Kelainan paru: pneumonia
b. Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium
c. Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Aspiksia, perdarahan otak
d. Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik

3
e. Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia
diafragmatika
f. Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin
Bila menurut masa gestasi penyebab gangguan nafas adalah :
a. Pada bayi kurang bulan
1) penyakit membran hialin
2) b.pneumonia
3) asfiksia
4) d.kelainan atau malformasi congenital
b. Pada bayi cukup bulan
1) Sindrom Aspirasi Mekonium
2) pneumonia
3) asidosis
4) kelainan atau malformasi kongenital
Gangguan traktus respiratorius:
a. Hyaline Membrane Disease(HMD),
b. Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi ( bayi prematur )
c. Transient Tachypnoe of the Newborn(TTN),
d. Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi caesar karena dadanya
tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat
pengeluaran cairan dari dalam paru.
e. Infeksi(Pneumonia),
f. Sindroma Aspirasi,
g. Hipoplasia Paru,
h. Hipertensi pulmonal,
i. Kelainan kongenital(Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre-
robin syndrome),
j. Pleural Effusion,
k. Kelumpuhan saraf frenikus,
l. Luar traktus respiratoris:
m. kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP

4
C. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang
diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini
mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada
minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya
ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
a. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi
kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun,
penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan
pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis
(Abdoerachman, 2010).

5
D. Pathway

6
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Abdoerachman (2010) :
a. Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
b. Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
c. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
d. Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
e. Grunting : suara merintih saat ekspirasi
f. Pernapasan cuping hidung
Evaluasi Gawat Nafas dengan Score Down
0 1 2
Frekuensi Nafas < 60/menit 60-80/menit >80/menit
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupu diberikan O2
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara masuk
bilateral baik udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar dengan
denngan Stetoskop tanpa alat bantu

Keterangan:
0-4 : Distress Napas Ringan; membutuhkan O2 nasal atau headbox
4-7 : Distsres Napas Sedang; membutuhkan Nasal CPAP
>7 : Distres Napas Berat; Ancaman Gagal Napas; membutuhkan
Intubasi (perlu diperiksa Analisa Gas Darah/AGD)

7
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress
Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

G. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (
pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan
gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis
yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. 4 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan
merupakan komplikasi bayi denganRDS terutama pada bayi yang
dihentikan terapi surfaktannya.

8
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden
BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur
b. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

H. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
1) Pantau selalu tanda vital
2) Jaga patensi jalan nafas
3) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

9
b. Jika bayi mengalami apneu
1) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
2) Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut
sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan
nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
a. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
b. Bayi jangan diberi minukm
c. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin)
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
1) Suhu aksiler <> 39˚C
2) Air ketuban bercampur mekonium
3) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (> 18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
1) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
sepsis
2) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.

10
e. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam
f. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
g. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangi terapi o2
secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI setiap 2 jam. Jika
tidak dapat menyusu, berikan ASI dengan memakai salah satu cara
pemberian minum
h. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3
hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit
bayi dapat dipulangkan
Gangguan nafas ringan
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
c. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paruFenobarbital
c. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
d. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber

11
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi
bisa juga berbentuk surfaktan buatan )

2. ASUHN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat maternal
1) Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
2) Kondisi seperti perdrahan placenta
3) Tipe dan lamanya persalinan
4) Stress fetal atau intrapartus
b. Status infant saat lahir
1) Prematur, umur kehamilan
2) Apgar score, apakah terjadi aspiksia
3) Bayi prematur yanglahir melalui operasi caesar
c. Cardiovaskular
1) Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
2) Murmur sistolik
3) Denyut jantung dalam batas normal
d. Integumen
1) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
2) Pitting edema pada tangan dan kaki
3) Mottling
e. Neurologis
1) Immobilitas, kelemahan, flaciditas
2) Penurunan suhu tubuh
3) Pulmonary
Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100
x)
4) Nafas grunting
5) Nasal flaring
6) Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal

12
7) Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan
dengan persentase desaturasi hemoglobin
8) Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
f. Status Behavioral
Lethargy
g. Study Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
h. Data laboratorium
a. Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
a) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru
b) Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
c) Tingkat phosphatydylinositol
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang
dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut NANDA (2015) adalah :
a. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan kadar oksigen
didalam tubuh
c. Risiko hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
C. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
Tujuan: Pola nafas klien efektif dalam waktu 3x24 jam

13
KH:
1) Jalan nafas bersih
2) Frekuensi jantung 100-140 x/i
3) Pernapasan 40-60 x/i
4) Takipneu atau apneu tidak ada
5) Sianosis tidak ada
Intervensi :
a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada
posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’
R/ untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b. Hindari hiperekstensi leher
R/ karena akan mengurangi diameter trakea.
c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan ,
kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan
cuping hidung, apnea.
R/ memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.
d. Lakukan penghisapan
R/ menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring,
trakea, dan selang endotrakeal.
e. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi
puncak dan oksigen
R/ mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan kadar oksigen
didalam tubuh
Tujuan: perfusi jaringan perifer efektif dalam waktu 3 x 24 jam
KH:
1) Kadar hemoglobin dalam tubuh meningkat
2) Konjungtiva tidak anemis

14
3) Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengann
TTV stabil / normal
N : 120-140 x/m
RR : 40-60 x/m
S : 36,5-37,5 oC
Intervensi:
a. Observasi nilai hemoglobin klien
R/ mengetahui kadar oksigen dalam tubuh klien
b. Observasi tanda-tanda vital klien
R/ mengetahu perkembangan klien secara umum
c. Posisikan kepala klien semi ekstensi
R/ untuk membantu memaksimalkan masuknya oksigen
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian terapi O2
R/ membantu pemenuhan oksigen dalam tubuh klien

c. Risiko hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.


Tujuan: Suhu tubuh klien tetap normal dalam waktu 1x24 jam
KH:
1) Suhu tubuh klien normal (36,5-37,5oC)
2) Akral hangat
Intervensi:
a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
R : Mencegah terjadinya hipotermi
b. Atur suhu incubator
R : Menjaga kestabilan suhu tubuh
c. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
R : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi

15
Daftar Pustaka

Abdoerachman M. H. 2010. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta.


Infomedika Jakarta
NANDA, 2015. NANDA International Inc.Diagnosis Keperawatan : Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Sagung Seto

16

Anda mungkin juga menyukai