Anda di halaman 1dari 65

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN ACTIVE

LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


TERHADAP SIKAP ASERTIF SISWA
(Studi Eksperimen di SMP Binong Permai Tangerang)

Oleh

HADIJAH TUSHOLIHA
NIM: 103017027077

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1430 H
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul :”Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning Dalam


Pembelajaran Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa (Studi Eksperimen di SMP
Binong Permai Tangerang)” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian
Munaqasah pada, 15 Maret 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Maret 2010


Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/ Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Maifalinda Fatra, M.Pd.


NIP: 19700528 199603 2 002 .................... ................................

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi)

Otong Suhyanto, M.Si.


NIP: 19681104 199903 1 001 .................... ................................

Penguji I

Drs. M. Ali Hamzah, M.Pd.


NIP: 19480323 198203 1 001 .................... ................................

Penguji II

Gelar Dwirahayu, M.Pd


NIP: 19790601 200604 2 004 ..................... ................................

Mengetahui:
Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.


NIP : 19571005 198703 1 003
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi yang berjudul, PENGARUH PENGGUNAAN METODE ACTIVE


LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK
MENUMBUHKAN SIKAP ASERTIF SISWA, yang disusun oleh HADIJAH
TUSHOLIHA, NIM 103017027077, jurusan Pendidikan Matematika, telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada
sidang munaqosah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta, Desember 2009

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

(Dra. Eni Rosda Syarbaini, M. Psi) (Firdausi, S.Si, M.Pd)


NIP: 19530813 198003 2 001 NIP: 19690629 200501 1 003
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Hadijah Tusholiha
NIM : 103017027077
Jurusan/ Prodi : Pendidikan Matematika/ S1
Angkatan tahun : 2003
Alamat : Perum Binong Permai Blok D7 No. 17 Rt. 012/01 Curug-
Tangerang 15810

Menyatakan dengan sesungguhnya


Bahwa skripsi yang berjudul “ Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning
Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa (Studi eksperimen di
SMP Binong permai)” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
1. Nama : Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi
NIP : 19530813 198003 2 001
Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
2. Nama : Firdausi, S.Si, M.Pd
NIP : 19690629 200501 1 003
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima
segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, Maret 2010
Yang menyatakan,

Hadijah Tusholiha
NIM: 103017027077
ABSTRAK

Hadijah Tusholiha. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning Dalam


Pembelajaran Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa. Jurusan Pendidikan
Matematika. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jawaban mengenai pengaruh penggunaan


pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif
siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Binong Permai Tangerang. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen.

Sampel dalam penelitian berjumlah 84 orang yang terdiri dari 42 orang siswa untuk
masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diambil secara
cluster random sampling dari seluruh siswa kelas VIII SMP Binong Permai Tangerang
yang terdiri dari 3 kelas pada tahun ajaran 2007 – 2008. Sikap asertif diukur dengan
skala sikap asertif model Likert. Skala sikap asertif meliputi beberapa indikator yaitu
kemampuan mengungkapkan perasaan, kemampuan mengemukakan pendapat,
kemampuan berkomunikasi secara langsung dan terbuka, kemampuan menerima
keterbatasan, kemampuan mempertahankan hak dan memiliki sikap optimis.

Hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 2,00754 dan nilai untuk ttabel sebesar
1,99266. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang positif dan signifikan dalam penggunaan pendekatan active learning
dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa. Siswa yang memiliki
sikap asertif dalam proses pembelajaran matematika akan lebih efektif sekaligus
meningkatkan prestasi belajar.

Pendekatan active learning dapat dijadikan guru sebagai metode dalam pembelajaran
matematika yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap asertif siswa, dimana
guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya agar siswa
semakin memiliki rasa percaya diri dan motivasi berprestasi sehingga dapat mencapai
prestasi belajar yang optimal. Siswa hendaknya lebih meningkatkan sikap asertif dalam
belajar terutama dalam pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai prestasi
belajar yang optimal.

Kata kunci: pendekatan active learning, sikap asertif.


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis


panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa
mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh
gelar sarjana pendidikan pada program studi matematika. Skripsi ini disusun
berdasarkan hasil penelitian di SMP Binong Permai. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dorongan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd selaku Ketua jurusan Pendidikan Matematika yang telah
memberikan ijin atas penyusunan skripsi dan memberikan pengarahan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan FITK UIN Syarif
Hidayatullah.
4. Ibu Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi. dan bapak Firdausi, S.Si., M.Pd., selaku dosen
pembimbing I dan II yang dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing,
memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang
telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Dra. Hj. Ida Farida, selaku Kepala Sekolah SMP Binong Permai yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini. Dan Ibu Adelina, S.Pd.
selaku guru matematika yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini.
8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, ayahanda Hasan dan Ibunda Zalfah
yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta
memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis.
9. Kakak-kakakku (Aa, Ka Bed dan Mba Ai), adikku tersayang (juwita) dan Ka Def
yang telah memberikan dorongan moril serta doanya kepada penulis. Serta
keponakanku tercinta (Aiz) yang telah memberikan keceriaan dan menghilangkan
kepenatan selama penyususan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabatku (Po, Thya, Mien, Nia dan Ani), teman-teman seperjuangan (rifa,
widi, rizki, dan dedi) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis
serta semua teman-temanku di jurusan Pendidikan matematika 2003.
11. Bapak H. Cecep Gusti Jaya, S.Ip, ibu Tina serta rekan-rekan kerjaku di Yayasan
Daar El Gusti dan Yayasan Pendidikan Karlina yang telah memberikan semangat
dan doanya kepada penulis.
12. Dan kepada semua pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Jakarta, Maret 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Abstraksi ...................................................................................................... i
Kata Pengantar.............................................................................................. ii
Daftar Isi....................................................................................................... iv
Daftar Tabel.................................................................................................. vi
Daftar Grafik ................................................................................................ vii
Daftar Lampiran............................................................................................ viii
Bab I : Pendahuluan ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ................................................................ 4
D. Perumusan Masalah .................................................................. 4
E. Tujuan Penelitian...................................................................... 5
F. Kegunaan Penelitian ................................................................. 5
Bab II : Penyusunan Kerangka Teoritik dan Pengajuan Hipotesis ................ 6
A. Deskripsi Teoritik ..................................................................... 6
1. Pembelajaran Matematika ................................................... 6
2. Pendekatan Active Learning................................................ 8
a. Pengertian Pendekatan Active Learning......................... 8
b. Indikator dan Prinsip-prinsip Pendekatan Active
Learning ....................................................................... 11
c. Kelebihan Pendekatan Active Learning ......................... 15
d. Langkah-langkah Metode Active Learning .................... 15
e. Perbedaan antara Pendekatan Active Learning dengan
Pendekatan Konvensional ............................................. 17
f. Tolak Ukur Pendekatan Active Learning ....................... 18
3. Sikap Asertif....................................................................... 20
a. Pengertian Sikap Asertif................................................ 20
b. Komponen-komponen dan Indikator Sikap Asertif ........ 23
c. Ciri-ciri, Manfaat dan Cara Menumbuhkan Sikap
Asertif........................................................................... 24
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Asertif .......... 26
e. Pengukuran Sikap Asertif.............................................. 27
4. Pengaruh Pendekatan Active Learning Terhadap Sikap
Asertif................................................................................. 28
B. Kerangka Berpikir .................................................................... 29
C. Pengajuan Hipotesis Penelitian ................................................. 31
Bab III : Metodologi Penelitian..................................................................... 32
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 32
B. Metode dan Desain Penelitian .................................................. 32
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel................................ 34
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 34
E. Kontrol Terhadap Validitas Internal.......................................... 36
F. Analisis Data ............................................................................ 39
Bab IV : Hasil Penelitian .............................................................................. 42
A. Deskripsi Data .......................................................................... 42
B. Pengujian Persyaratan Analisis ................................................. 49
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan........................................ 51
D. Keterbatasan Penelitian............................................................. 54
Bab V : Penutup .......................................................................................... 55
A. Kesimpulan .............................................................................. 55
B. Saran ........................................................................................ 56
Daftar Pustaka............................................................................................... 57
Lampiran-Lampiran ...................................................................................... 60
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: RPP Eksperimen 1 ................................................................... 60


Lampiran 2: RPP Eksperimen 2 .................................................................... 63
Lampiran 3: RPP Eksperimen 3 ................................................................... 66
Lampiran 4: RPP Eksperimen 4 .................................................................... 69
Lampiran 5: RPP Eksperimen 5 .................................................................... 72
Lampiran 6: RPP Eksperimen 6 .................................................................... 75
Lampiran 7: RPP Eksperimen 7 .................................................................... 78
Lampiran 8: RPP Eksperimen 8 .................................................................... 81
Lampiran 9: RPP Kontrol 1........................................................................... 84
Lampiran 10: RPP Kontrol 2......................................................................... 87
Lampiran 11: RPP Kontrol 3......................................................................... 90
Lampiran 12: RPP Kontrol 4......................................................................... 93
Lampiran 13: RPP Kontrol 5......................................................................... 96
Lampiran 14: RPP Kontrol 6......................................................................... 99
Lampiran 15: RPP Kontrol 7......................................................................... 102
Lampiran 16: RPP Kontrol 8......................................................................... 105
Lampiran 17: Persiapan Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ............................. 108
Lampiran 18: Uji Validitas Instrumen ........................................................... 109
Lampiran 19: Uji Reliabilitas Instrumen........................................................ 110
Lampiran 20: Skor Hasil Skala Sikap Sebelum Perlakuan ............................. 111
Lampiran 21: Skor Hasil Skala Sikap Setelah Perlakuan ............................... 112
Lampiran 22: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok
Eksperimen Sebelum Perlakuan ............................................. 113
Lampiran 23: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok Kontrol
Sebelum Perlakuan ................................................................ 115
Lampiran 24: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok
Eksperimen Setelah Perlakuan ............................................... 117
Lampiran 25: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok Kontrol
Setelah Perlakuan................................................................... 119
Lampiran 26: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok
Eksperimen Sebelum Perlakuan ............................................. 121
Lampiran 27: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Kontrol
Sebelum Perlakuan ................................................................ 123
Lampiran 28: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok
Eksperimen Setelah Perlakuan ............................................... 125
Lampiran 29: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Kontrol
Setelah Perlakuan................................................................... 127
Lampiran 30: Uji Normalitas Kelompok Eksperimen .................................... 129
Lampiran 31: Uji Normalitas Kelompok Kontrol ......................................... 131
Lampiran 32: Perhitungan Uji Homogenitas.................................................. 133
Lampiran 33: Perhitungan Pengujian Hipotesis ............................................. 135
Lampiran 34: Skala Sebelum Validitas ......................................................... 137
Lampiran 35: Skala Setelah Validitas ........................................................... 141
Lampiran 36: Gambaran Umum Subyek Penelitian ...................................... 145
DAFTAR TABEL

Tabel III. 1: Desain Penelitian ...................................................................... 33


Tabel III. 2: Kisi-kisi Skala Sikap Asertif ..................................................... 35
Tabel III. 3: Hasil Uji Validitas Skala Sikap Asertif ..................................... 37
Tabel III. 4: Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap Asertif.................................. 39
Tabel IV. 1: Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa
Kelompok Eksperimen.............................................................. 43
Tabel IV. 2: Kategori Sikap Asertif Siswa Kelompok Eksperimen................ 45
Tabel IV. 3: Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa
Kelompok Kontrol ................................................................... 46
Tabel IV. 4: Kategori Sikap Asertif Siswa Kelompok Kontrol ...................... 47
Tabel IV. 5: Nilai Rata-rata Sikap Asertif Siswa Setelah perlakuan
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol......................... 48
Tabel IV. 6: Kategori Sikap Asertif Siswa Setelah Perlakuan
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol......................... 49
Tabel IV. 7: Hasil Uji Normalitas ................................................................. 50
Tabel IV. 8: Hasil Uji Homogenitas.............................................................. 50
Tabel IV. 9: Hasil Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol.................................................................... 51
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan sebuah proses bagi seseorang untuk mendapatkan
pengetahuan, pengalaman dan tingkah laku. Selain itu peranan pendidikan juga
merupakan faktor penting terhadap kemampuan seseorang untuk memecahkan
masalah di dalam kehidupannya. Dengan adanya pendidikan diharapkan seseorang
mempunyai kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang tentu sesuai
dengan tingkat pendidikan yang diikutinya. Dapat dikatakan bahwa jika seseorang
yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka semakin tinggi pula
kemampuan, keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini dapat
menggambarkan bahwa fungsi dari pendidikan adalah untuk membimbing seseorang
untuk mencapai suatu tujuan.
Dan tujuan tersebut terdapat dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
pada Bab II pasal 3 menyatakan bahwa ”pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”1
Salah satu lembaga formal yang bergerak dalam bidang pendidikan adalah
sekolah. Dari lembaga itu seseorang dapat memperoleh tujuan tersebut dengan cara
belajar. Setiap sekolah mengharapkan agar semua peserta didik dapat menguasai
semua mata pelajaran yang diberikan, tidak terkecuali matematika. Matematika
merupakan salah satu pelajaran pokok yang harus dapat dikuasai.

1
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional
(SISDIKNAS) 2003, (Jakarta: Citra Umbara, 2003), h. 7.
Tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah yaitu untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan
keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak, atau dasar pemikiran secara logis, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien,
serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.2
Dalam pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki sikap asertif.
Sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan
keinginannya, membela haknya dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain.3 Seorang
siswa yang memiliki sikap asertif tentu akan dengan mudah mencapai tujuan
pembelajaran matematika tersebut. Karena sikap asertif merupakan sikap positif dan
bukan sikap negatif. Dan sikap asertif berbeda dengan sikap agresif.
Siswa yang memiliki sikap asertif dapat bertindak sesuai dengan
keinginannya dan dapat mengeluarkan pikiran dan pendapatnya secara langsung
tanpa menyakiti perasaan orang lain, serta dapat mencari solusi dari permasalahan
yang dihadapinya. Jadi kalau seorang siswa belum mengerti dengan apa yang telah
dipelajarinya maka ia tidak akan malu untuk bertanya kepada teman bahkan kepada
para pendidik. Selain itu dalam berdiskusi dengan siapapun dan dalam masalah
apapun, ia tidak akan sungkan untuk mengeluarkan pendapatnya dan tidak
menyakiti perasaan orang lain.
Sikap asertif sangat berperan dalam pencapaian hasil belajar. Oleh karena
itu, menjadi tugas para pendidik untuk dapat menumbuhkan sikap asertif dalam diri
siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Salah
satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan sikap asertif siswa di
dalam kelas adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang melibatkan
siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. 4

2
H. Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika kontemporer, (Bandung: UPI,
2003), h. 58.
3
Gloria Cyber Ministries, Mau Kliping: Asertifkah Kita?, Dari
http://www.glorianet.org/mau/kliping/klipaser.html, diakses: 07 Maret 2008.
4
Stefan Sikone, Menanamkan Sikap Asertif Di Sekolah, Dari http://id.shvoong.com/social-
sciences/1685406-menanamkan-sikap-asertif-di-sekolah/, 07 Maret 2008.
Metode pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam proses
pembelajaran sehingga menumbuhkan sikap asertif siswa diantaranya adalah
pendekatan active learning. Active learning adalah cara atau metode untuk
mengoptimalkan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.5 Dengan pendekatan
ini siswa dituntut untuk aktif terlibat di dalam proses pembelajaran dan mampu
mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya. Selain itu pembelajaran aktif
(active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa agar tetap tertuju
pada proses pembelajaran. Karena menurut beberapa penelitian dikatakan bahwa
perhatian siswa di dalam proses belajar mengajar akan berkurang seiring dengan
berlalunya waktu.6
Namun kenyataan yang ada, berdasarkan observasi di sekolah, banyak para
siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika dikarenakan sulit, terlalu banyak
rumus yang digunakan, dan lain sebagainya. Selama ini dalam proses pembelajaran,
sering kita ketahui bahwa banyak sekali siswa yang pasif dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas, biasanya mereka hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja.
Atau jika sedang diadakan diskusi di kelas, siswa lebih banyak mengandalkan
temannya yang pandai. Terkadang ada juga siswa yang tidak ingin mengerjakan soal
latihan di depan kelas yang diperintahkan oleh guru dengan berbagai alasan. Selain
itu, ada juga siswa yang belum mengerti tentang pelajaran yang diberikan oleh guru,
namun malu untuk bertanya kepada guru maupun teman. Akhirnya siswa tidak
mencapai hasil belajar yang optimal.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “
Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning Dalam Pembelajaran
Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa. “

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

5
Dr. Dimyati dan Drs. Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006),
h. 115.
6
Melvin L. Silberman, Active Learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif), (Bandung:
Nusamedia, 2006), h. 24.
1. Siswa belum terlibat aktif dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.
2. Sikap asertif siswa masih rendah dalam belajar matematika.
3. Metode pembelajaran yang digunakan di sekolah masih bersifat konvensional.
4. Kurang tersedianya media pembelajaran dalam proses pembelajaran dan
pengajaran.
5. Siswa kurang tertarik dalam belajar matematika karena metode yang digunakan
kurang bervariatif.

C. Pembatasan Masalah
Batasan ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran
matematika untuk menumbuhkan sikap asertif siswa.
2. Penelitian ini dibatasi pada sekolah menengah pertama yaitu di SMP Binong
Permai kelas VIII.

D. Perumusan masalah
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran sikap asertif siswa yang menggunakan pendekatan active
learning dalam pembelajaran matematika.
2. Bagaimana gambaran sikap asertif siswa yang menggunakan metode
konvensional dalam pembelajaran matematika.
3. Apakah ada pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam
pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1 Mengetahui gambaran sikap asertif siswa yang menggunakan pendekatan active
learning dalam pembelajaran matematika.
2 Mengetahui gambaran sikap asertif siswa yang menggunakan metode
konvensional dalam pembelajaran matematika.
3 Mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam
pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa dengan melihat ada
tidaknya perbedaan sikap asertif siswa yang diajar menggunakan pendekatan
active learning dan dengan yang diajar menggunakan metode konvensional.

F. Kegunaan Hasil Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif kepada
semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan, terutama bagi:
1. Kepala Sekolah dan Supervisor; diharapkan dapat menjadi informasi dalam
meningkatkan mutu pendidikan matematika.
2. Pendidik; diharapkan dapat menggunakan metode active learning dalam usaha
menumbuhkan sikap asertif siswa.
3. Siswa; diharapkan dapat bersikap asertif dalam proses belajar sehingga
mencapai hasil yang optimal.
4. Peneliti; diharapkan dapat menjadi informasi tambahan untuk melakukan
penelitian berikutnya dalam mengembangkan masalah-masalah pendidikan
khususnya sikap asertif.
BAB II
PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS

Dalam bab II ini akan dijabarkan tentang kajian teori yang terkait dengan Pembelajaran
matematika, Pendekatan Active Learning, dan Sikap Asertif.

A. Deskripsi Teoritik
1. Pembelajaran Matematika
Sebelum menjelaskan tentang pengertian pembelajaran matematika,
terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian belajar. Istilah belajar
dewasa ini sudah cukup populer di telinga kita. Bahkan banyak orang
beranggapan bahwa belajar adalah mencari ilmu pengetahuan atau menuntut
ilmu. Apabila kita bertanya kepada orang lain tentang arti dari kata belajar maka
kita akan mendapatkan berbagai macam jawaban. Dari kenyataan tersebut tentu
terdapat banyak definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya
adalah sebagai berikut.
Menurut Morgan, “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.”7 Menurut Winkel, “belajar adalah aktifitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Perubahan itubersifat secara relatif
konstan dan berbekas.”8 Hal serupa juga dikatakan oleh M. Dalyono dalam
bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan, “belajar adalah suatu usaha atau
kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang,
mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya.”9

7
H. Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika
Belajar dan Mengajar, (Bandung: CV. Alfabeta, 2006) cet. Ke-4 h. 13.
8
Indoskripsi, Upaya Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran
RME (Realistics Mathematic Education), dari: http://one.indoskripsi.com//node/7014
9
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), cet. Ke-3 h. 49.
Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku,
ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang menetap pada seseorang,
yang terjadi secara berkesinambungan untuk mencapai tingkat kedewasaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “pembelajaran adalah proses,
cara atau menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.”10 Menurut Coey,
“pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.”11 Sedangkan menurut
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2003,
“pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.”12
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berpusat pada peserta didik dengan menggunakan proses yang sengaja dirancang
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Kata matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu mathematike. Kata tersebut
berasal dari kata mathema yang berarti sains, ilmu pengetahuan atau belajar.
Juga mathematikos yang diartikan sebagai suka belajar.13 Sedangkan Kline
(1973) mengatakan bahwa “matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri
yang dapat sempurna karena dirinya sendiri tetapi adanya matematika membantu
manusia dalam memahami dan menguasai masalah sosial, ekonomi dan alam.”14
Jadi pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang dirancang
untuk membantu siswa dalam mempelajari dan memahami materi-materi
matematika. Matematika yang diberikan di sekolah memiliki tujuan untuk
membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan
dunia yang selalu berkembang.

10
Syarifudin, Pembelajaran Matematika di SD, dari:
http://syarifartikel.blogspot.com/2008/11/pembelajaran-matematika-di-sd.html
11
H. Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…, h. 7.
12
Departemen Pedidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) 2003,
(Jakarta: Citra Umbara, 2003), h. 7.
13
HJ. Sriyanto, Strategi Sukses Menguasai Matematika, (Yogyakarta: Indonesia Cerdas, 2007), cet. 1, h.
12.
14
H. Erman Suherman, dkk., Strategi pembelajaran Matematika dan Kontemporer, (Bandung: UPI,
2003), h.17.
2. Pendekatan Active Learning
a. Pengertian Pendekatan Active Learning
Sebelum menjelaskan tentang pendekatan active learning terlebih
dahulu akan dijelaskan tentang metode. Metode pembelajaran adalah suatu
cara yang ditempuh oleh guru untuk menyajikan materi pembelajaran yang
masih bersifat umum agar dapat dipahami oleh siswa.15 Dalam dunia
pendidikan, metode pembelajaran bukanlah hal yang baru. Dalam proses
pembelajaran di kelas seorang guru harus menggunakan metode
pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan di
capai. Pendekatan active learning merupakan istilah yang bermakna sama
dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Active learning bukanlah disiplin
ilmu (teori) melainkan sebuah strategi dalam pembelajaran yang berpusat
kepada siswa.
Active learning pada dasarnya adalah usaha untuk mengoptimalkan
semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga semua anak didik
dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan. Untuk lebih jelasnya ada
beberapa definisi dari para ahli tentang pendekatan active learning
diantaranya:
Active learning adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang
subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga subyek
didik tersebut dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Menurut M.
Dalyono, active learning merupakan salah satu cara atau strategi
pembelajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa seoptimal
mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih
efektif dan efisien.16
Menurut Moh. Uzer Usman, active learning adalah sistem
pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa, baik secara fisik, mental,
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara kognitif, afektif dan psikomotorik.17

15
H. Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika ..., h.17.
16
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan…, h.195.
17
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), cet. Ke-2.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa active learning
menempatkan siswa sebagai sentral dari kegiatan belajar dan pembelajaran.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa akan dapat mengembangkan cara-
cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
proses pembelajaran itu sendiri. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berpikir
kritis dan dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemusatan pembelajaran pada diri siswa sudah lama dicetuskan oleh
tokoh-tokoh pendidikan diantaranya adalah John Dewey dengan semboyan
“learning by doing”. Ada empat perangkat dasar perlunya active learning
dalam proses pembelajaran. Keempat perangkat tersebut yaitu mengenai
pendidikan, anak didik, guru dan proses pengajaran.18 Untuk lebih jelasnya
akan dibahas sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk memanusiakan manusia. Dimana
dalam proses pembelajaran terjadi proses sosialisasi menuju suatu
kedewasaan intelektual, sosial, moral dan martabatnya sebagai manusia.
Dimana di dalamnya ada interaksi manusia, pengembangan potensi
manusia, berlangsung sepanjang hayat, sesuai dengan kemampuan dan
tingkat perkembangan individu.
b. Anak Didik
Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda. Pada dasarnya setiap
siswa merupakan individu yang aktif, kreatif dan dinamis dalam
menghadapi lingkungannya, sehingga mereka dapat mengembangkan
potensi yang ada di dalam dirinya untuk memenuhi kebutuhannya.
c. Guru
Setiap guru memiliki tanggung jawab atas tercapainya hasil belajar. Di
dalam kelas guru berperan sebagai sumber belajar, pemimpin belajar dan
fasilitator belajar sehingga memungkinkan terciptanya kondisi yang baik
bagi siswa untuk belajar.
d. Proses Pengajaran

18
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan…, h.197.
Proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem
dimana peristiwa belajar terjadi apabila siswa berinteraksi dengan
lingkungan belajar yang diatur oleh guru dan akan lebih efektif apabila
dalam proses pembelajaran menggunakan metode dan teknik yang tepat.
Implikasi dari perangkat asumsi di atas harus tampak dalam dua hal
yaitu program pendidikan yang diberikan kepada anak didik atau biasa
disebut dengan istilah kurikulum dan proses pembelajaran sebagai wujud
nyata dari kurikulum. Mengingat kurikulum telah ada dan telah dibuat,
sehingga guru dan aparat pendidikan lainnya dapat mengunakannya.

b. Indikator dan Prinsip-prinsip Pendekatan Active Learning


Untuk melihat terwujudnya active learning dalam proses
pembelajaran, ada beberapa indikator active learning. Dari indikator ini
dapat diketahui tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses
pembelajaran. Indikator tersebut dapat dilihat dari lima segi, yaitu:19
a. Dari Sudut Siswa
1. Keinginan, kekeberanian menampilkan minat, kebutuhan dan
permasalahannya.
2. Keinginan, keberanian dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran.
3. Penampilan berbagai usaha atau keaktifan belajar dalam
menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai
keberhasilan.
4. Kebebasan untuk melakukan hal tersebut di atas tanpa ada tekanan
dari pihak manapun.
b. Dari Sudut Guru
1. Adanya usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi
siswa secara aktif.
2. Guru tidak mendominasi kegiatan pembelajaran.

19
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan…, h. 1196-197.
3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut
cara dan keadaan masing-masing.
4. Guru menggunakan berbagai jenis metode pembelajaran serta
menggunakan berbagai media.
c. Dari Sudut Program
1. Tujuan instruksional serta konsep maupun isi pelajaran sesuai dengan
kebutuhan, minat serta kemampuan peserta didik.
2. Program yang cukup jelas sehingga dapat dimengerti oleh siswa.
3. Bahan pembelajaran mengandung fakta atau informasi, konsep,
prinsip dan keterampilan.
d. Dari Sudut Situasi Belajar
1. Adanya hubungan yang erat antara guru dengan siswa, guru dengan
guru dan siswa dengan siswa.
2. Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk belajar dan memiliki
kebebasan untuk mengembangkan cara belajar masing-masing.
e. Dari Sudut Sarana Belajar
1. Sumber belajar bagi siswa.
2. Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar.
3. Dukungan dari berbagai media pembelajaran.
4. Kegiatan siswa tidak terbatas di dalam kelas tetapi juga di luar kelas.
Dengan adanya indikator tersebut, maka akan lebih memudahkan
guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, setidaknya
memberi rambu-rambu bagi guru dalam melaksanakan active learning.
Di dalam pembelajaran yang menggunakan active learning
diperlukan adanya prinsip-prinsip active learning. Prinsip ini hendaknya
diperhatikan agar pada saat proses pembelajaran siswa dapat melakukan
kegiatan belajar secara optimal. Beberapa prinsip belajar yang dapat
menunjang active learning yaitu stimulus belajar, perhatian dan motivasi,
respon yang dipelajari, penguatan serta pemakaian dan pemindahan. Untuk
lebih jelasnya akan dipaparkan sebagai berikut:20
a. Stimulus Belajar

20
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan…, h.203.
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam
bentuk stimulus. Stimulus dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual dan
lain-lain. Stimulus ini hendaknya dapat benar-benar mengkomunikasikan
pesan yang ingin disampaikan guru kepada siswa. Ada dua cara yang
mungkin dapat membantu siswa agar pesan tersebut mudah diterima.
Cara pertama perlu adanya pengulangan yang dilakukan oleh guru
sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara
kedua adalah siswa mengulang kembali pesan yang telah disampaikan
guru kepadanya.
b. Perhatian dan Motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan syarat utama dalam proses
pembelajaran active learning. Stimulus belajar yang diberikan oleh guru
tidak akan berarti tanpa adanya perhatian dan motivasi dari siswa. Disini
guru bertindak sebagai motivator, pendorong, pemberi semangat
sehingga akan tercipta motif-motif yang positif pada siswa yang dapat
ditingkatkan atau dikembangkan.
c. Respon yang Dipelajari
Belajar adalah proses yang aktif sehingga siswa harus dilibatkan dalam
berbagai kegiatan belajar dan pembelajaran. Keterlibatan siswa atau
respon siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru harus
menunjang tercapainya tujuan instruksional, sehingga siswa mampu
mengubah perilakunya seperti yang tersirat dalam rumusan tujuan
instruksional.
d. Penguatan
Apabila respon yang diterima siswa yang diberikan oleh guru
memuaskan kebutuhannya, maka siswa cenderung untuk mempelajari
tingkah laku tersebut. Penguat tersebut dapat berupa nilai, ganjaran,
hadiah dan lain-lain.
e. Pemakaian dan Pemindahan
Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang
tidak terbatas jumlahnya. Dalam proses belajar mengajar, siswa
dihadapkan pada situasi baru yang menuntut pemecahan masalah melalui
informasi yang telah dimiliki sebelumnya.
Proses belajar dan pembelajaran umumnya menempuh dua tahapan.
Tahapan pertama adalah perencanaan dan kedua adalah pelaksanaan. Metode
active learning harus memenuhi kedua tahapan tersebut. Guru yang akan
menggunakan metode active learning harus memikirkan hal-hal apa saja
yang akan dilakukan dan menuangkannya ke dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Dengan berpedoman kepada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, guru harus menciptakan lingkungan
belajar yang mendorong semua siswa aktif.
M. Dalyono mengemukakan bahwa beberapa ciri-ciri yang harus
tampak dalam proses belajar dan pembelajaran active learning, diantaranya
adalah sebagai berikut:21
a. Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar bebas namun
terkendali.
b. Guru lebih banyak memberikan rangsangan berpikir kepada siswa untuk
memecahkan masalah.
c. Guru menyediakan dan mengusahakan sumber belajar bagi siswa.
d. Kegiatan belajar dilakukan secara bervariasi, baik individu maupun
kelompok.
e. Hubungan guru dengan siswa layaknya hubungan orang tua dengan anak.
f. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terkait dengan susunan yang mati,
tetapi sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan kebutuhan siswa.
g. Belajar tidak hanya dilihat dan diukur dari segi hasil tetapi juga dari segi
proses belajar.
h. Adanya keberanian dari siswa untuk mengajukan pendapatnya melalui
pertanyaan, baik kepada guru maupun kepada teman.
i. Guru senantiasa menghargai pendapat siswa terlepas dari benar atau
salah. Guru harus mendorong siswa agar selalu mengajukan pendapatnya
secara bebas.

21
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan…, h. 201.
Jadi upaya yang dapat dijalankan demi terjadinya proses
pembelajaran dengan pendekatan active learning adalah dengan
memperhatikan lingkungan sekolah, ruang kelas dan pengelompokkan siswa.

c. Kelebihan Pendekatan Active Learning


22
Kelebihan dari pendekatan active learning adalah sebagai berikut:
• Siswa akan lebih mudah memahami pelajaran bahkan mereka akan
sangat menikmati pelajaran yang akan diberikan.
• Kreativitas siswa akan lebih berkembang.
• Meningkatkan life skill (keterampilan hidup), sehingga dalam kehidupan
sehari-hari siswa bisa lebih mandiri.

d. Langkah-langkah Pendekatan Active Learning


Dalam mengembangkan kreatifitas dan kompetensi siswa, maka guru
hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai
dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika,
guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta
tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Pembelajaran
secara kelompok merupakan pembelajaran yang dalam proses belajarnya
siswa dikelompokkan pada beberapa kelompok sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan belajar. Belajar kelompok terutama ditujukan untuk mengembangkan
konsep pokok/ sub pokok bahasan yang sekaligus mengembangkan aktifitas
sosial siswa, sikap dan nilai.
Pembelajaran kelompok banyak digunakan dalam pembelajaran dengan
pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA). Misalnya dengan kegiatan
diskusi, penelitian sederhana (observasi), pemecahan masalah serta metode
lain yang memungkinkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi
dalam belajar secara berkelompok. Kesempatan siswa untuk membina rasa
tanggung jawab, rasa toleransi, peluangnya lebih besar akan dapat
dikembangkan melalui kegiatan belajar kelompok. Dengan belajar kelompok

22
Http://genpositif.org/Global/cut%20noer%20hasanah/index.html.html
lebih jauh siswa akan memahami aspek materi pelajaran yang bersifat
problematik berdasarkan pokok bahasan maupun berdasarkan aspek sosial
nyata. Secara langsung siswa akan belajar memberikan alternatif
pemecahannya melalui kesepakatan kelompok.
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
active learning, terlebih dahulu akan dibuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Langkah-langkah dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan active learning adalah sebagai berikut:
1. Guru membuat kelompok belajar yang terdiri dari 6-8 orang siswa.
2. Guru memberikan masing-masing kelompok dengan bangun ruang sisi
lengkung.
3. Guru memberikan instruksi bahwa setiap kelompok harus mendiskusikan
tentang unsur-unsur apa saja yang dimiliki olehbangunruang sisi
lengkung, mengetahui dari mana jaring-jaring dari sebuah bangun ruang
sisi lengkung berasal, dan mencari rumus luas selimut, luas permukaan,
volume dari masing-masing bangun ruang sisi lengkung.
4. Diskusi dilakukan dalam waktu 25 menit, kemudian guru meminta salah
seorang siswa dari tiap kelompok untuk maju kedepan kelas dan
menjelaskan hasil diskusinya.
5. Guru menyimpulkan dan menambahkan hasil diskusi yang telah
diperoleh tadi.
6. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada
yang belum dimengerti.
7. Guru memberikan contoh soal dan meminta salah seorang siswa untuk
mengerjakan contoh soal tersebut di depan kelas.
8. Guru memberikan latihan kepada siswa agar siswa dapat lebih mengerti
dan memahami materi yang baru saja dipelajari

e. Perbedaan antara Pendekatan Active Learning dengan


Pembelajaran Konvensional
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara pembelajaran konvensional
dengan pembelajaran active learning.23
a. Konvensional
1. Berpusat pada guru
2. Penekanan pada menerima pengetahuan
3. Kurang menyenangkan
4. Kurang memberdayakan semua indra dan potensi anak didik
5. Menggunakan metode pembelajaran yang monoton
6. Kurang banyak media pembelajaran yang digunakan
7. Kurang disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada
b. Pendekatan active learning
1. Berpusat pada anak didik
2. Penekanan pada penemuan
3. Sangat menyenangkan
4. Memberdayakan semua indra dan potensi anak didik
5. Menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif
6. Banyak media pembelajaran yang digunakan
7. Disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada.
Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam proses
pembelajaran konvensional tampak adanya kecenderungan untuk
meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Guru lebih banyak
mendominasi pembelajaran. Sedangkan siswa lebih banyak menunggu apa
yang akan diberikan oleh guru daripada menemukan sendiri pengetahuan,
keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan.

f. Tolak Ukur Pendekatan Active Learning


Untuk dapat mengukur kadar keaktifan siswa perlu tolak ukur yang jelas.
Mc. Keachie menjelaskan tujuh dimensi dalam proses pembelajaran dimana
terdapat kadar variasi active learning, yaitu:24

23
Http://www.duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=407&itemid=26
24
Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), cet ke-
3, hal. 119.
a. Partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan pembelajaran.
b. Penekanan pada aspek afektif pada pengajaran.
c. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran terutama yang berbentuk
interaksi antar siswa.
d. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang
relevan atau salah.
e. Keeratan hubungan kelas sebagai suatu kelompok.
f. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan
penting dalam kegiatan sekolah.
g. Jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa,
baik yang berhubungan ataupun yang tidak berhubungan dengan
pengajaran.
Sejalan dengan pendapat Mc. Keachie di atas Yamamato mengungkapkan
bahwa kesadaran dan kesengajaan melibatkan diri siswa dan guru akan dapat
memunculkan berbagai interaksi pembelajaran.
Menurut Lindgren dalam proses belajar dan pembelajaran active learning
ada 4 jenis komunikasi atau interaksi pembelajaran, yaitu:25
a. G Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai
penyampai pesan dan siswa sebagai penerima pesan.

S1 S2 S3 S4

b. G Interaksi dua arah antara siswa dengan guru, dimana guru


memperoleh balikan dari siswa.

S1 S2 S3 S4

c. G Interaksi dua arah antara guru dengan siswa, dimana guru


mendapat balikan dari siswa. Selain itu, siswa saling
berinteraksi satu dengan yang lain.

S1 S2 S3 S4

25
Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran..., hal. 119.
d. Interaksi optimal antara guru dengan siswa dan antara
G
siswa dengan siswa.

S4
S1

S2 S3

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tolak ukur dalam
pembelajaran yang menggunakan pendekatan active learning memandang
siswa sebagai obyek sekaligus subyek didik serta merupakan sentral dari
proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran active learning tidak
hanya menggunakan komunikasi satu arah saja melainkan beberapa arah,
yaitu siswa dengan guru, guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa
yang lain.

3. Sikap Asertif
a. Pengertian Sikap Asertif
Istilah asertif bagi sebagian orang mungkin masih terdengar asing. Oleh
karena itu untuk mengetahui pengertian asertif, banyak para pakar yang
memberikan definisi tentang asertif dengan pendekatan yang berbeda.
Berikut adalah beberapa definisi tentang sikap asertif, antara lain sebagai
berikut:
Sikap asertif adalah kemampuan mengekspresikan hak, pikiran, perasaan dan
kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat dan tidak mengganggu hak
orang lain.26
Menurut Heri Kuswara, mengemukakan bahwa sikap asertif adalah sikap
dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan keinginannya, membela
haknya dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain. Sikap asertif adalah
membina hubungan tanpa melakukan penolakan terhadap diri sendiri

26
Http://www.kompas.com/kompas-cetak/0608/04/muda/2856005.htm
maupun terhadap orang lain dan juga cara mengekspresikan pikiran atau
perasaan kepada orang lain tanpa bermaksud melukainya.27
Definisi lain menyebutkan bahwa sikap asertif yaitu kemampuan
menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan, membela diri dan
mempertahankan pendapat.28
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, walaupun berbeda
pendekatan, tetapi memiliki kesamaan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu mengemukakan
pendapat, pikiran, dan perasaannya serta mempertahankan haknya secara
jujur dan terbuka tanpa bertindak agresif ataupun melecehkan orang lain.
Dengan memiliki sikap asertif, seseorang dapat belajar untuk lebih
menghargai diri sendiri dan orang lain, mengekspresikan perasaan, percaya
diri, mampu menolak tanpa merasa bersalah dan berani meminta bantuan
kepada orang lain apabila membutuhkan.
Sikap asertif termasuk dalam kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional
adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
memiliki kesadaran diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta memiliki keterampilan
sosial.29 Teori lain dikembangkan oleh Reuven Bar-On. Ia menjelaskan
bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi
dan kecakapan nonkognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. 30
Kecerdasan emosional bersinergi dengan keterampilan kognitif. Makin
kompleks suatu pekerjaan, maka makin penting kecerdasan emosional.
Seperti yang ditegaskan oleh Doug Lennick bahwa untuk memulai suatu
kesuksesan diperlukan keterampilan intelektual, tetapi juga memerlukan
kecakapan emosi untuk memanfaatkan potensi dan bakat yang dimilikinya.

27
Heri Kuswara, S. E, S. Kom., Jadilah Pribadi yang Asertif, Dari:
Http://www.google.co.id/search?hl=id&q=ciri+individu+asertif&btnG=Telusuri&meta=cr%3DcountryID
28
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2006), cet. 1, h. 77.
29
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 68.
30
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 69.
Patton juga berpendapat bahwa IQ adalah faktor genetik yang tidak dapat
berubah yang dibawa sejak lahir. Sedangkan EQ dapat disempurnakan
dengan kesungguhan, pelatihan, pengetahuan, dan kemauan. Jadi tanpa
kecerdasan emosional, seseorang tidak akan mampu menggunakan
kemampuan kognitif sesuai dengan potensi yang maksimal.
Dengan demikian seseorang yang memiliki IQ saja belum cukup. Yang ideal
adalah IQ yang dibarengi dengan EQ yang seimbang. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Goleman, bahwa IQ hanya mendukung sekitar 20 persen
faktor yang mempengaruhi keberhasilan, sedangkan sisanya berasal dari
faktor lain, termasuk kecerdasan emosional.31
Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi diri, merasakan, memahami
dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
informasi. Selain itu, kecerdasan emosional merupakan hasil belajar yang
dapat dipelajari sesuai dengan kemauan, latihan dan pengetahuan untuk
melengkapi kemampuan kognitif seseorang.
Steven J. Stein dan Howard E. Book menjelaskan penemuan Reuven Bar-On
yang merangkum kecerdasan emosional dan dibagi ke dalam lima area atau
ranah yang menyeluruh. Kelima area itu adalah:32
1. Ranah intrapribadi melingkupi lima subbagian atau skala, yaitu
kesadaran diri, sikap asertif, kemandirian, penghargaan diri dan
aktualisasi diri.
2. Ranah antarpribadi terdiri dari tiga skala, yaitu empati, tanggung jawab
sosial dan hubungan antarpribadi.
3. Ranah penyesuaian diri meliputi tiga skala, yaitu uji realitas, sikap
fleksibel dan pemecahan masalah.
4. Ranah pengendalian stres memiliki dua skala yaitu ketahanan
menanggung stres dan pengendalian impuls.
5. Ranah suasana hati umum juga memiliki dua skala yaitu optimisme dan
kebahagiaan.

31
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 70.
32
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 76.
Dari lima area atau ranah yang telah dijelaskan oleh Steven J. Stein dan
Howard E. Book di atas, dapat kita ketahui bahwa sikap asertif termasuk
dalam kecerdasan emosional dan ada pada area atau ranah intrapribadi.
Ranah intrapribadi terkait dengan kemampuan seseorang untuk mengenal
dan mengendalikan diri sendiri.

b. Komponen-komponen dan Indikator Sikap Asertif


Sikap asertif meliputi tiga komponen dasar yaitu, pertama: kemampuan
mengungkapkan perasaan, seseorang yang memiliki sikap asertif tentu dapat
menerima dan mengungkapkan perasaannya dengan baik. Kedua:
kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka,
dalam hal ini seseorang yang asertif akan mampu menyuarakan pendapatnya,
menyatakan ketidaksetujuannya dan bersikap tegas. Ketiga: kemampuan
untuk mempertahankan hak-hak pribadi, yaitu dengan cara tidak
membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan dirinya.33
Untuk mengetahui terwujudnya sikap asertif dalam diri siswa pada proses
pembelajaran, ada beberapa indikator. Indikator tersebut antara lain sebagai
berikut:34
1. Kemampuan mengungkapkan perasaan, yaitu dapat menerima dan
mengungkapkan perasaannya dengan baik kepada orang lain.
2. Kemampuan mengemukakan pendapat, yaitu mampu memberikan
pendapat serta ikut berpartisipasi aktif dalam diskusi.
3. Kemampuan berkomunikasi secara langsung dan terbuka, yaitu dapat
menerima kritik dan saran dari orang lain serta terbuka terhadap guru dan
orang tua.
4. Kemampuan menerima keterbatasan, yaitu dapat menerima kekurangan
dan kelebihan yang ada pada dirinya.
5. Kemampuan mempertahankan hak, yaitu mampu menolak dan
menyatakan ketidaksetujuannya terhadap segala sesuatu yang bersifat
negatif.

33
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 77.
34
Jacinta Rini, Asertivitas, dari: http://bluecosmic.multiply.com/journal/item/3/ ASERTIVITAS
6. Memiliki sikap optimis, yaitu memiliki keyakinan untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dengan adanya indikator tersebut, maka akan lebih memudahkan
guru untuk mengetahui sikap asertif yang dimiliki oleh seorang siswa.

c. Ciri-ciri, Manfaat dan Cara Menanamkan Sikap Asertif


Dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk dapat menanamkan sikap
asertif dengan cara bertahap. Sikap asertif menuntut siswa untuk mampu
menyampaikan secara jelas pikiran, perasaan dan pendapatnya tentang
sesuatu. Fensterheim dan Baer (1980) mengemukakan bahwa ada beberapa
ciri yang bisa dilihat dari individu yang memiliki sikap asertif, antara lain
yaitu: 35
1. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapatnya, baik melalui kata-kata
maupun tindakan.
2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.
3. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu perkataan dengan
baik.
4. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat
orang lain atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung
bersifat negatif.
5. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.
6. Mampu menyatakan perasaan baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.
Selain dari ciri-ciri di atas, seseorang yang memiliki sikap asertif bisa
menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan berusaha untuk
mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil
maupun gagal ia tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri
(self confidence).

35
Stefan Sikone, Menanamkan Sikap Asertif Di Sekolah, Dari: Http://www.mail-
archive.com/proletar@yahoogroups.com/msg26545.html
Sikap asertif sangat penting bagi para siswa di sekolah terutama yang
berumur diantara 13 sampai 18 tahun. Perilaku asertif ini penting karena
memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah: 36
1. Memudahkan siswa dalam bersosialisasi dengan lingkungan secara
efektif.
2. Memiliki kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan
diinginkannya secara langsung sehingga dapat menghindari munculnya
ketegangan dan perasaan yang tidak nyaman.
3. Dapat dengan mudah mencari solusi dari berbagai kesulitan atau
permasalahan yang dihadapinya secara efektif.
4. Dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya,
serta memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.
5. Memahami kekurangan yang dimilikinya dan berusaha untuk
memperbaiki kekurangan tersebut.
Sikap aertif ini perlu ditanamkan sejak dini karena asertif merupakan pola
sikap dan perilaku yang dipelajari atau hasil belajar sebagai reaksi terhadap
berbagai situasi sosial yang ada di lingkungan. Penguasaan sikap asertif pada
periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak yang positif
bagi periode-periode selanjutnya.
Komponen yang paling utama dalam menanamkan sikap asertif bagi para
siswa adalah peran orang tua, karena orang tua merupakan figur yang paling
dekat dengan kehidupan siswa. Selain orang tua, seorang guru juga perlu
menanamkan sikap asertif kepada para siswa di sekolah.
Beberapa cara yang dapat ditempuh oleh seorang guru dalam menanamkan
sikap asertif di sekolah antara lain sebagai berikut: 37
1. Berikan pengertian dan pemahaman serta pentingnya sikap asertif dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Berikan kesempatan yang lebih luas kepada para siswa untuk
mendiskusikan materi-materi yang telah dijabarkan.

36
Stefan Sikone, Menanamkan Sikap Asertif Di Sekolah, Dari: Http://id.shvoong.com/social-
sciences/1685406-menanamkan-sikap-asertif-di-sekolah/
37
Stefan Sikone, Menanamkan Sikap Asertif Di Sekolah, Dari: http://id.shvoong.com/social-
sciences/1685406-menanamkan-sikap-asertif-di-sekolah/
3. Berikan stimulasi secara kontinyu untuk merangsang siswa agar berani
menjawab atau berpendapat terutama tentang materi yang diajarkan.
4. Berikan reward kepada siswa yang aktif dan berusaha untuk
mengeluarkan pendapatnya di kelas.
5. Berikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab soal-soal latihan.
6. Menghargai pendapat siswa meskipun pendapatnya masih kurang tepat
dan membetulkan dengan cara yang tidak menjatuhkan siswa.
7. Ciptakan suasana yang menyenangkan selama proses pembelajaran.
Jadi dengan demikian seorang guru dapat menumbuhkan sikap asertif siswa
dalam proses belajar dan pembelajaran di sekolah secara berkesinambungan
untuk mencapai prestasi yang optimal.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Asertif


Dalam pembentukan sikap asertif, ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya, yaitu antara lain sebagai berikut:38
1. Faktor Intern, yaitu pertama; kurang percaya diri untuk menyampaikan
sesuatu kepada orang lain atau melakukan sesuatu. Sehingga jika tidak
tersampaikan maka hanya akan menjadi beban pikiran dan perasaan
karena hanya akan terpendam dalam diri. Kedua: ingatan seseorang,
terkadang seseorang lupa dengan apa yang akan dilakukannya pada saat-
saat tertentu, sehingga yang diperbuat tidak lagi mencerminkan kehendak
diri.
2. Faktor Ekstern, yaitu pertama: lingkungan dapat mengubah
pembentukan sikap asertif seseorang. Sebagai contoh seseorang ingin
menunjukkan sikap asertifnya, tetapi karena adat istiadat lingkungan
sekitar yang cenderung pendiam dan ramah, justru akan dinilai agresif.
Kedua; waktu juga menentukan muncul tidaknya sikap asertif seseorang.
Ketiga; situasi dan kondisi, faktor ini memiliki hubungan dengan aspek
internalseseorang.

e. Pengukuran Sikap Asertif


38
Donny Mardiyanto, Sikap Asertif, dari: http://doni.student.fkip.uns.ac.id/2009/08
Metode yang digunakan untuk pengukuran sikap asertif adalah dengan
pernyataan sikap asertif. Untuk mendapatkan hasil yang dipercaya dan
proses yang standar maka diperlukan suatu skala. Skala ini menghasilkan
item yang terpilih. Item-item yang membentuk skala disebut statement yang
dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang menyangkut obyek psikologi.39
Pengukuran statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah the methode
of summated ratings atau skala Likert. Karena metode ini biasa digunakan
untuk pernyataan dalam jumlah besar. Di dalam memberikan respon, subyek
diizinkan memberi jawaban dalam empat kategori yaitu, sangat setuju,
setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Untuk pernyataan favorable,
kategori sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi
nilai 2 dan sangat tidak setuju diberi nilai 1. Sebaliknya untuk pernyataan
unfavorable, kategori sangat tidak setuju diberi nilai 4, sampai ke kategori
sangat setuju diberi nilai 1.
Beberapa ahli mengemukakan dukungannya terhadap penggunaan metode of
summated ratings atau skala Likert, karena metodenya valid dan tepat, serta
dalam penggunaannya relatif sederhana dan waktu yang digunakan untuk
mengkonstruksikan skala lebih sedikit.

4. Pengaruh Metode Active Learning terhadap Sikap Asertif


Sikap asertif perlu ditanamkan dalam diri siswa sejak dini. Baik di lingkungan
keluarga maupun di lingkungan sekolah. Dalam artikel yang disusun oleh Stefan
Sikone dikatakan bahwa cara yang dapat ditempuh oleh guru untuk
menumbuhkan sikap asertif siswa di sekolah adalah dengan menggunakan
metode pembelajaran yang membuat siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran diantaranya adalah active learning. 40 Pendekatan active learning
adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar siswa tidak
merasa tegang dalam mengikuti pelajaran. Salah satu contohnya adalah diskusi,
dimana siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan pendapat

39
Prof. Dr. Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan …, h. 149.
40
Stefan Sikaone, Menannamkan Sikap Asertif Di Sekolah, Dari: http://id.shvoong.com/social-
sciences/1685406-menanamkan-sikap-asertif-di-sekolah/
dan menghormati pendapat orang lain. Dengan demikian, sikap asertif siswa
dapat tumbuh secara berkesinambungan.
Selain itu, dalam artikel yang disusun oleh Syaiful Anshor dikatakan bahwa
dengan menggunakan metode pembelajaran active learning, para peserta didik
akan merasa mendapat dukungan secara emosional dan intelektual, serta merasa
pendapatnya didengar oleh teman-temannya.41
Menurut Putu Yasa, I Ketut Arya, dan Wayan Suhartayasa dikatakan bahwa
siswa perlu dibiasakan untuk mengikuti pembelajaran cara-cara inovatif yang
lebih banyak melibatkan siswa secara aktif, dimana mereka diberi kesempatan
yang luas untuk menggali informasi dan menemukan cara guna menyelesaikan
masalah yang dihadapi dan menyampaikan hasil kerjanya kepada kelompok
lain.42
Dalam artikel yang ditulis oleh Br. Theo Riyanto, FIC, mengatakan bahwa untuk
mengembangkan keaktifan dan kekreatifan siswa diperlukan metode
pembelajaran seperti pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran yang
mempesona (attractive learning) dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull
learning). Dengan demikian, seorang pendidik dapat mengembangkan aspek
pengetahuan, perasaan, sikap dan keterampilan, minat dan kecerdasan seorang
siswa tanpa harus membebani siswa tersebut.43
Dari beberapa artikel yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa dalam
penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika, siswa
dituntut untuk aktif dan kreatif agar mereka dapat menggali informasi dan
menemukan cara untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya.

B. Kerangka Berpikir
Dari kenyataan yang ada di lingkungan sekolah, banyak diantara siswa
yang tidak menyukai pelajaran matematika dengan alasan sulit mempelajarinya,

41
Syaiful Anshor, Menerapkan Konsep Active Learning, dari:
http://www.integral.sch.id/index.php?option=com content&task=view&id=47&itemid=30.
42
Putu Yasa, I Ketut Arya dan Wayan Suhartayasa, Strategi Pembelajaran Masalah Dengan Penilaian
Berbasis Kelas Untuk Meningkatkan Kompetensi Fisika Siswa, dari: http://www.ditnaga-
dikti.org/ditnaga/files/sari_penelitian_ppkp-pips.com
43
Br. Theo Riyanto, FIC, Potret Pendidikan Usia Dini dan Secercah Harapan, dari:
http://bruderfic.or.id/h-56/potret-pendidikan-usia -dini-dan-secercah-harapan.html
terlalu banyak rumus, guru yang killer, dan lain sebagainya. Selain itu juga tidak
banyak siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif yang terjadi
melibatkan siswa yang beragam dengan latar belakang dan sifat yang berbeda-beda.
Kondisi ini hendaknya menjadi dasar bagi guru untuk tidak memperlakukan mereka
seolah-olah sama. Setiap siswa di kelas merupakan pribadi yang unik dengan cirinya
masing-masing. Mereka dapat bekerja sama dan berdiskusi untuk memecahkan
masalah yang ada.
Pendekatan active learning pada dasarnya adalah usaha untuk
mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga semua
anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan.
Karena pendekatan active learning menempatkan siswa sebagai sentral
dari kegiatan belajar dan pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada siswa
akan dapat mengembangkan cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian proses pembelajaran itu sendiri. Keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang
dimilikinya, berpikir kritis dan dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan menggunakan pendekatan active learning diharapkan seorang
guru dapat menumbuhkan sikap asertif pada diri siswa. Sikap asertif adalah sikap
dimana seseorang mampu mengemukakan pendapat, pikiran dan perasaannya serta
mempertahankan haknya secara jujur dan terbuka tanpa bertindak agresif ataupun
melecehkan orang lain. Dengan memiliki sikap asertif seseorang dapat belajar untuk
dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, mengekspresikan perasaan, percaya
diri, mampu menolak tanpa merasa bersalah dan berani meminta bantuan kepada
orang lain apabila membutuhkan.
Selain orang tua, peran guru di sekolah dalam proses pembelajaran juga
dibutuhkan untuk dapat menanamkan sikap asertif siswa. Dalam artikel yang
berjudul Menanamkan sikap asertif di sekolah dikatakan bahwa cara yang dapat
ditempuh oleh guru untuk menumbuhkan sikap asertif siswa di sekolah adalah
dengan menggunakan metode pembelajaran yang membuat siswa terlibat aktif
dalam proses pembelajaran diantaranya adalah active learning. Pendekatan active
learning adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar siswa tidak
merasa tegang dalam mengikuti pelajaran.
Selain itu, dalam artikel berjudul Menerapkan Konsep Active Learning,
dikatakan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran active learning, para
peserta didik akan merasa mendapat dukungan secara emosional dan intelektual,
serta merasa pendapatnya didengar oleh teman-temannya.
Dalam artikel yang berjudul Potret Pendidikan Usia Dini dan Secercah
Harapan, mengatakan bahwa untuk mengembangkan keaktifan dan kekreatifan
siswa diperlukan metode pembelajaran seperti pembelajaran aktif (active learning),
pembelajaran yang mempesona (attractive learning) dan pembelajaran yang
menyenangkan (joyfull learning). Dengan demikian, seorang pendidik dapat
mengembangkan aspek pengetahuan, perasaan, sikap dan keterampilan, minat dan
kecerdasan seorang siswa tanpa harus membebani siswa tersebut.
Berdasarkan uraian di atas terlihat adanya keterkaitan antara penggunaan
pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif
siswa. Dengan demikian diduga bahwa penggunaan pendekatan active learning
dalam pembelajaran matematika dapat menumbuhkan sikap asertif siswa.

C. Pengajuan Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka penulis mengambil himpotesis
penelitian sebagai berikut: “ada perbedaan sikap asertif siswa antara yang diajar
menggunakan pendekatan active learning dengan yang diajar menggunakan metode
konvensional.”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Dalam metodologi penelitian ini akan dijelaskan mengenai tempat dan waktu penelitian,
metode dan desain penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, teknik
pengumpulan data, kontrol terhadap validitas internal, teknik analisis data, dan hipotesis
statistik.

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Binong Permai
yang berlokasi di Jl. Binong Permai Komplek Binong Permai Blok D Curug
Tangerang 15810. Waktu penelitian dilakukan pada semester genap selama 4 bulan
yaitu sejak bulan Maret sampai Juni 2008.

B. Metode dan Desain Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen (eksperimen
semu) yaitu penelitian yang melihat dan meneliti akibat setelah subyek diberikan
perlakuan pada variabel bebasnya. Karakteristik dari penelitian ini adalah dengan
membandingkan dua kelompok yang memiliki subyek yang setara. Kelompok
pertama yaitu kelas VIII C sebagai kelompok eksperimen yang proses pembelajaran
matematika dengan menggunakan metode active learning. Dan kelompok kedua
yaitu kelas VIII A sebagai kelompok kontrol yang proses pembelajaran matematika
dengan metode pembelajaran konvensional.
Sebelum diberikan perlakuan kedua kelompok tersebut diberikan pretest untuk
mengetahui bagaimana sikap asertif siswa sebelum diberi pembelajaran dengan
menggunakan metode active learning pada kelompok eksperimen dan pembelajaran
konvensional pada kelompok kontrol. Setelah diberikan perlakuan, kedua kelompok
tersebut diberikan skala yang sama berupa skala sikap asertif. Kemudian skor skala
yang kedua (terakhir) tersebut dianalisis untuk menguji hipotesis penelitian sehingga
dapat diketahui apakah ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan metode
active learning untuk menumbuhkan sikap asertif siswa.
Untuk menguji apakah kedua kelas tersebut homogen, adalah berdasarkan hasil
skala yang diperoleh pada pretest baik pada kelompok eksperimen maupun pada
kelompok kontrol, penempatan kelas siswa oleh sekolah adalah secara random
sampling dan tidak berdasarkan Nilai Ebtanas Murni (NEM), dan nilai rata-rata
matematika pada kedua kelompok tersebut tidak jauh berbeda.
Penelitian ini menggunakan model Randomized Control Group Postest Design,
seperti dinyatakan sebagai berikut:44

Tabel III. 1.
Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post Test


(R)E XE Y
(R)C XC Y

Keterangan:
(R) = Proses pemilihan subyek secara acak
E = Kelompok eksperimen
C = Kelompok kontrol
XE = Perlakuan pada kelompok eksperimen
XC = Perlakuan pada kelompok kontrol
Y = Skala yang diberikan kepada kedua kelompok

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel


Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, populasi target dalam hal ini adalah
siswa SMP Binong Permai, sedangkan populasi terjangkau yaitu seluruh siswa kelas
VIII SMP Binong Permai yang terdaftar di sekolah tersebut pada semester genap
tahun ajaran 2007/2008.

44
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet ke-4. h. 115
Sedangkan sampel diambil dari populasi dengan teknik cluster random
sampling, yaitu pengambilan unit siswa sebanyak 2 kelas dari 3 kelas yang ada. Dari
2 kelas tersebut di undi kelas mana yang menjadi kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Dalam penelitian ini, kelompok kontrol terpilih adalah kelas VIII A dan
kelompok eksperimen adalah kelas VIII C dengan jumlah siswa sebanyak 42 orang
untuk masing-masing kelompok.

D. Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengukur sikap asertif siswa digunakan langkah-langkah sebagai berikut,
pertama: definisi konsep; kedua: definisi operasional, dan ketiga: membuat kisi-kisi
instrumen.
1. Definisi Konsep
Secara konsep sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu
mengemukakan pendapat, pikiran, dan perasaannya serta mempertahankan
haknya secara jujur dan terbuka tanpa bertindak agresif ataupun melecehkan
orang lain.
2. Definisi Operasional
Untuk mengukur sikap asertif siswa digunakan skala Likert yaitu skala sikap
yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial.45 Skala ini menilai dengan
cara mengajukan beberapa pertanyaan atau pernyataan kepada responden.
Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban dalam skala ukur
yang telah disediakan. Skala sikap asertif terdiri dari 48 item. 24 item
merupakan pernyataan positif dan 24 item merupakan pernyataan negatif.
Jawaban diberi rentang nilai 1 sampai 4. Nilai 4 sampai dengan 1 untuk
pernyataan positif dan sebaliknya nilai 1 sampai dengan 4 untuk pernyataan
negatif. Dengan demikian skor maksimal yang diperoleh 192 dan skor minimum
adalah 48.

3. Kisi-kisi Instrumen

45
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung:
CV. Alfabeta, 2006), cet. 5, h. 87.
Kisi-kisi skala sikap asertif dapat dilihat pada tabel III. 2. sebagai berikut:

Tabel III. 2.
Kisi-Kisi Skala Sikap Asertif

Nomor Item
No. Dimensi Indikator Jumlah
Positif Negatif
Kemampuan
33, 43, 22, 16, 37, 17,
1 Appreciation mengungkapkan 8
42 13
perasaan
Kemampuan
41, 19, 24, 1, 4, 20,
mengemukakan 8
5 31
pendapat
Kemampuan
berkomunikasi 38, 44, 35, 6, 21, 28,
2 Acceptence 8
secara langsung 2 23
dan terbuka.
Kemampuan
9, 25, 11, 29, 36, 14,
menerima 8
39 47
keterbatasan
Kemampuan
10, 48, 8, 27, 26, 15,
mempertahankan 8
3 18
3. Accommodating hak.
Memiliki sikap 12, 34, 32, 30, 40, 45,
8
optimis 46 7
Total 24 24 48

E. Kontrol terhadap Validitas Internal


Sebelum instrumen digunakan, instrumen tersebut terlebih dahulu diuji cobakan
untuk mengetahui apakah instrumen tersebut memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas.

1. Validitas instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau
kesahihan suatu alat ukur. Untuk mengetahui validitas instrumen maka
digunakan validitas konstruk. Hal ini dilakukan dengan cara mengembangkan
indikator-indikator sikap asertif sehingga lebih mudah dalam penilaiannya.
Pengujian validitas menggunakan rumus Product Moment, dengan rumusan
sebagai berikut:46

N XY − ( X )( Y)
rXY =
(N X2 −( X) N
2
)( Y2 −( Y)
2
)
Keterangan:
rXY = Angka indeks korelasi Product Moment
N = Number of Cases
XY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y

X = Jumlah seluruh skor X

Y = Jumlah seluruh skor Y

Dengan kriteria validitas sebagai berikut:


• Jika r hitung > r tabel maka valid
• Jika r hitung < r tabel maka tidak valid

Hasil Uji Validitas


Adapun subyek uji coba adalah sebanyak 30 orang yang memiliki
karakteristik sama dengan responden penelitian. Dan hasil dari 48 item terdapat
6 item yang tidak valid, yaitu butir pernyataan nomor 6, 13, 23, 29, 36 dan 45.
Item yang tidak valid tidak digunakan dalam penelitian. Jumlah item yang
digunakan dalam skala sikap asertif adalah 42 item. Untuk mengetahui hasil uji
validitas dapat dilihat pada tabel III. 3. sebagai berikut:
Tabel III. 3.
Hasil Uji Validitas Skala Sikap Asertif

46
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet.
Ke-7, h. 72.
No item yang valid No item yang
No. Indikator
Positif Negatif tidak valid
Kemampuan 31, 43, 22,
1 16, 37, 17 13
mengungkapkan perasaan 42
Kemampuan
2 41, 19, 24, 5 1, 4, 20, 31 -
mengemukakan pendapat
Kemampuan
3 berkomunikasi secara 38, 44, 35, 2 21, 28 6, 23
langsung dan terbuka
Kemampuan menerima
4 9, 25, 11, 39 14, 47 29, 36
keterbatasan
Kemampuan
5 10, 48, 8, 3 27, 26, 15, 18 -
mempertahankan hak.
12, 34, 32,
6 Memiliki sikap optimis 30, 40, 7 45
46
Jumlah 24 18 6

2. Reliabilitas instrumen
Reliabilitas adalah suatu instrumen cukup dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen
yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat
dipercaya. Uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, sebagai
berikut: 47

2 x 2

( x)
2

k σb n
r11 = 1− dimana σ t2 =
k −1 σ t2 n

Keterangan:

47
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian … h. 115.
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan/banyaknya soal
n = Banyaknya subjek
σ b2 = Jumlah varians butir

σ t2 = Varians total

Hasil uji reliabilitas


Dari hasil perhitungan diperoleh reliabilitas sebesar 0,981. Hasil uji
reliabitas dapat dilihat pada tabel III. 4. berikut:

Tabel III. 4.
Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap Asertif

No. Indikator Alpha


1. Kemampuan mengungkapkan perasaan 1,134
2. Kemampuan mengemukakan pendapat 1,135
3. Kemampuan berkomunikasi secara langsung dan terbuka 1,136
4. Kemampuan menerima keterbatasan 1,137
5. Kemampuan mempertahankan hak. 1,134
6. Memiliki sikap optimis 1,137
Hasil uji reliabilitas menunjukkan reliabilitas yang relatif baik. Memang
idealnya reliabilitas dari skala diharapkan lebih besar dari 0,7.

F. Analisis Data
1. Pengorganisasian Data
Data yang masih mentah tersebut terlebih dahulu disusun dalam tabel
distribusi frekuensi untuk memperoleh gambaran yang sederhana, jelas dan
sistematik mengenai hasil yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
Kemudian dari data tersebut dihitung rata-rata, median, modus serta simpangan
bakunya.

2. Prasyarat Analisis
Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji
normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil
berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan adalah uji
liliefors. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Mengurutkan data sampel dari yang terkecil sampai yang terbesar dan
menentukan frekuensi tiap-tiap data.
2. Menentukan nilai z dari tiap-tiap data.
3. Menentukan besar peluang untuk masing-masing nilai z berdasarkan tabel z,
selanjutnya disebut dengan F(z).
4. Menghitung frekuensi kumulatif relatif dari masing-masing nilai z,
selanjutnya disebut dengan S(z).
5. Menentukan nilai Lo = F(z) – S(z) dan membandingkannya dengan nilai Lt
dari tabel liliefors.
6. Kaidah keputusan:
Lo < Lt , artinya sampel berdistribusi normal
Lo > Lt , artinya sampel berdistribusi tidak normal

Sedangkan uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara


dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher,
dengan rumus:
fx12 − ( fx1 )
2
S2 n
F = 12 dimana 2
S =
S2 n(n − 1)
Keterangan:
F = Homogenitas
S12 = Varians terbesar

S22 = Varians terkecil

3. Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan rumus uji-t dengan α = 0.05
dengan rumus sebagai berikut:

x1 − x2 dimana Sg =
(n1 − 1)S12 + (n2 − 1)S 22
t hit =
1 1 n1 + n2 − 2
Sg +
n1 n2
Keterangan:
x1 = Rata-rata sikap asertif siswa pada kelompok eksperimen

x2 = Rata-rata sikap asertif siswa pada kelompok kontrol

S12 = Varians kelompok eksperimen

S22 = Varians kelompok kontrol


n1 = Jumlah siswa pada kelompok eksperimen
n2 = Jumlah siswa pada kelompok kontrol
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Ho : µ x = µ y

Ha : µ x ≠ µ y

Keterangan:
µ x = Rata-rata skor sikap asertif siswa kelompok eksperimen
µ y = Rata-rata skor sikap asertif siswa kelompok kontrol
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab IV ini akan dijabarkan tentang deskripsi data, pengujian persyaratan
analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan serta keterbatasan penelitan. Selanjutnya
akan diuraikan masing-masing aspek sebagai berikut:

A. Deskripsi Data
Sampel yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu
kelas VIII C sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII A sebagai kelompok
kontrol. Kelas VIII C diberikan perlakuan menggunakan metode pembelajaran
active learning, sedangkan kelas VIII A diberi perlakuan dengan model
pembelajaran konvensional.
Sebelum kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan, terlebih dahulu
diberikan pretest (skala sikap asertif awal). Hal ini dimaksudkan untuk melihat
kondisi awal sikap asertif kedua sampel sebelum diberikan perlakuan serta untuk
menentukan apakah sampel yang diambil memiliki sifat homogen atau tidak.
Setelah itu, kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan yang berbeda selama
proses pembelajaran matematika sebanyak 8 kali pertemuan untuk masing-masing
kelompok. Kemudian pada akhir penelitian kedua kelompok tersebut diberikan
postest (skala sikap asertif akhir) dengan soal yang sama.
Data mengenai sikap asertif siswa terhadap pembelajaran matematika
diperoleh dari hasil skor skala sikap asertif. Skor sikap asertif digambarkan dengan
melihat skor tertinggi, skor terendah, rata-rata, standar deviasi, distribusi frekuensi
dan grafik histogram dan poligon. Berikut disajikan data mengenai perolehan skor
sikap asertif siswa sebelum dan sesudah perlakuan:

1. Skor sikap asertif siswa setelah menggunakan metode pembelajaran active


learning (kelompok eksperimen)
Dari data skor sikap asertif siswa kelompok eksperimen setelah
menggunakan metode pembelajaran active learning diperoleh skor tertinggi 170
sedangkan skor terendahnya adalah 108 dengan skor rata-rata ( X ) sebesar
134,07 dan simpangan baku ( S1 ) sebesar 15,49 dengan jumlah sampel (n)
sebanyak 42 orang siswa.
Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa sebanyak 20 orang (47,62%) siswa
berada di atas skor rata-rata, 7 orang (16,67%) siswa berada pada kisaran skor
rata-rata dan sisanya sebanyak 15 orang (35,71%) siswa berada di bawah skor
rata-rata.
Penyajian data dalam bentuk distribusí frekuensi skor sikap asertif siswa
kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel IV. 1. dan grafik IV. 1. berikut
ini:

Tabel IV. 1.
Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa
Kelompok Eksperimen

Titik Frekuensi
Batas Batas
No. Interval tengah
Bawah Atas Absolut Relatif
( Xi )

1. 108–116 107,5 116,5 112 6 14,29%


2. 117–125 116,5 125,5 121 9 21,43%
3. 126–134 125,5 134,5 130 7 16,67%
4. 135–143 134,5 143,5 139 8 19,05%
5. 144–152 143,5 152,5 148 6 14,29%
6. 153–161 152,5 161,5 157 4 9,52%
7. 162–170 161,5 170,5 166 2 4,76%
Jumlah 42 100%
Grafik IV. 1.
Histogram dan Poligon
Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa
Kelompok Eksperimen

Dari data di atas dapat dibentuk tiga kelompok sikap asertif yaitu: sikap
asertif tinggi (kelompok siswa yang memiliki sikap asertif tinggi), sikap asertif
sedang (kelompok siswa yang memiliki sikap asertif sedang/ cukup), dan sikap
asertif rendah (kelompok siswa yang memiliki sikap asertif rendah) dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Sikap asertif tinggi : X ≥ X + SD
2. Sikap asertif sedang : ( X – SD) < X < ( X – SD)
3. Sikap asertif rendah : X ≤ ( X – SD)
Dari hasil perhitungan didapatkan kategori sikap asertif siswa kelompok
eksperimen setelah pelakuan terlihat pada tabel IV. 2. berikut:

Tabel IV. 2.
Kategori Sikap Asertif Siswa Kelompok Eksperimen

Frekuensi
Kategori Sikap Asertif
Absolut Prosentase
Sikap asertif tinggi 21 50%
Sikap asertif sedang 21 50%
Sikap asertif rendah 0 0%
Jumlah 42 100%

Dari data di atas dapat diinterpretasikan bahwa dari 42 orang siswa, terdapat
21 orang (50%) siswa termasuk ke dalam kategori sikap asertif sedang atau
cukup, terdapat 21 orang (50%) siswa termasuk ke dalam kategori sikap asertif
tinggi dan tidak ada satupun siswa yang termasuk ke dalam kategori sikap asertif
rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat sikap
asertif siswa pada kelompok eksperimen setelah perlakuan berimbang antara
sikap asertif sedang dengan sikap asertif tinggi.

2. Skor sikap asertif siswa setelah menggunakan metode pembelajaran


konvensional (kelompok kontrol)
Dari data skor sikap asertif siswa kelompok kontrol setelah menggunakan
model pembelajaran konvensional diperoleh skor tertinggi 162 dan skor
terendah yaitu 100 dengan skor rata-rata ( X ) sebesar 127,57 dan simpangan
baku ( S1 ) sebesar 14,15 dengan jumlah sampel (n) sebanyak 42 orang siswa.
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa sebanyak 6 orang (14,29%) siswa
berada pada kisaran skor rata-rata, 13 orang (14,29%) siswa berada di atas skor
rata-rata, dan 23 orang (54,76%) siswa berada di bawah skor rata-rata.
Penyajian data dalam bentuk distribusí frekuensi skor sikap asertif siswa
kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel IV. 3. dan grafik IV. 2. berikut ini:

Tabel IV. 3.
Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa
Kelompok Kontrol
Titik Frekuensi
Batas Batas
No. Interval tengah
Bawah Atas Absolut Relatif
( Xi )

1. 100–108 99,5 108,5 104 2 4,76%


2. 109–117 108,5 117,5 113 10 23,81%
3. 118–126 117,5 126,5 122 11 26,19%
4. 127–135 126,5 135,5 131 6 14,29%
5. 136–144 135,5 144,5 140 7 16,67%
6. 145–153 144,5 153,5 149 4 9,52%
7. 154–162 153,5 162,5 158 2 4,76%
Jumlah 42 100%

Grafik IV. 2.
Histogram dan poligon
Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa
Kelompok Kontrol
Dari hasil perhitungan didapatkan kategori sikap asertif siswa kelompok
kontrol setelah pelakuan terlihat pada tabel IV. 4. berikut:

Tabel IV. 4.
Kategori Sikap Asertif Siswa Kelompok Kontrol

Frekuensi
Kategori Sikap Asertif
Absolut Prosentase
Sikap asertif tinggi 16 38,09%
Sikap asertif sedang 26 61,91%
Sikap asertif rendah 0 0%
Jumlah 42 100%

Dari data di atas dapat diinterpretasikan bahwa dari 42 orang siswa, terdapat
16 orang (38,09%) siswa termasuk ke dalam kategori sikap asertif sedang atau
cukup, terdapat 26 orang (61,91%) siswa termasuk ke dalam kategori sikap
asertif tinggi dan tidak ada satupun siswa yang termasuk dalam kategori sikap
asertif rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa
pada kelompok kontrol memiliki tingkat sikap asertif yang sedang.
Berdasarkan ukuran pemusatan data, rata-rata sikap asertif siswa kelompok
kontrol lebih rendah dari rata-rata sikap asertif siswa kelompok eksperimen.
Terlihat bahwa rata-rata kelompok eksperimen lebih besar 5,81 dibanding
kelompok kontrol. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel IV. 5.berikut:

Tabel IV. 5.
Nilai Rata-Rata Sikap Asertif Siswa Setelah Perlakuan
Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kelompok
Nilai rata-rata
Eksperimen Kontrol
Postest 134,07 127,57
Berdasarkan kategorisasi sikap asertif, terdapat perbedaan jumlah masing-
masing kategori pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Pada
kelompok eksperimen terlihat bahwa jumlah siswa yang berada pada kategori
sikap asertif tinggi dan kategori sikap asertif rendah seimbang. Sedangkan untuk
kelompok kontrol, jumlah siswa yang berada pada kategori sikap asertif sedang
lebih banyak daripada kategori sikap asertif tinggi. Untuk lebih jelasnya,
kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel IV. 6. sebagai berikut:

Tabel IV. 6.
Kategori Sikap Asertif Siswa Setelah Perlakuan
Kelompok Eksperimen dan kelompok Kontrol

Kategori Sikap Asertif Eksperimen Kontrol


Sikap asertif tinggi 21 16
Sikap asertif sedang 21 26
Sikap asertif rendah 0 0
Jumlah 42 42

B. Pengujian Persyaratan Analisis


Berdasarkan prasyarat analisis sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu
dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap data penelitian. Uji prasyarat yang
perlu dilakukan adalah:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji
Liliefors. Berdasarkan perhitungan uji mormalitas data didapat Lhitung untuk
kelompok eksperimen sebesar 0,1148 dan pada tabel harga kritis Ltabel untuk n =
42 pada taraf signifikansi α = 0,05 adalah 0,1367. Karena Lhitung < Ltabel (0,1148
< 0,1367) maka sampel pada kelompok eksperimen berdistribusi normal.
Sedangkan untuk perhitungan kelompok kontrol diperoleh Lhitung sebesar
0,0953 dan nilai Ltabel untuk taraf signifikansi α = 0.05 adalah sebesar 0,1367.
Oleh karena Lhitung < Ltabel (0,0953 < 0,1367) maka sampel pada kelompok
kontrol juga berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
tersebut dapat disajikan dalam tabel IV. 7. berikut.

Tabel IV. 7.
Hasil Uji Normalitas

Variabel Jumlah Sampel Lhitung Ltabel Kesimpulan


Kelompok Eksperimen 42 0,1148 Normal
0,1367
Kelompok Kontrol 42 0,0953 Normal

2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians sampel
yang diteliti homogen atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji
Fisher.
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai varians kelompok eksperimen sebesar
231,85 dan varians kelompok kontrol sebesar 226,88. Sehingga didapat Fhitung =
1,0219. Dengan taraf signifikansi α = 0.05 untuk dkpembilang = 41 dan dkpenyebut =
41, dengan interpolasi didapat Ftabel = 1,677. Karena F hitung < Ftabel (1,0219 <
1,677), artinya Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua
kelompok tersebut homogen. Hasil tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel
IV. 8. berikut.

Tabel IV. 8.
Hasil Uji Homogenitas

Varians α Fhitung Ftabel Kesimpulan


Kelompok Kelompok
Eksperimen Kontrol
231,85 226,88 0.05 1,0219 1,677 Homogen

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan


1. Pengujian Hipotesis Penelitian
a. Ho: Tidak ada perbedaan sikap asertif siswa antara yang diajar menggunakan
metode active learning dengan yang diajar menggunakan metode
konvensional.
b. Ha: Ada perbedaan sikap asertif siswa antara yang diajar menggunakan
metode active learning dengan yang diajar menggunakan metode
konvensional.
Setelah didapat bahwa kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen,
selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis menggunakan uji-t dengan α = 0,05
yaitu untuk menguji Ho. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel IV. 9.
berikut:

Tabel IV. 9.
Hasil Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok X Varians Stotal thitung ttabel Kesimpulan


Eksperimen 134,07 239,92
14,83 2,00754 1,99266 Tolak Ho
Kontrol 127,57 200,38

Untuk nilai rata-rata kelompok eksperimen ( X E ) sebesar 134,07 dan rata-

rata kelompok kontrol ( X K ) sebesar 127,57. Kemudian varians kelompok

eksperimen ( S E2 ) sebesar 239,92 dan varians kelompok kontrol ( S K2 ) sebesar


200,38. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan t-test, didapat nilai
thitung = 2,00754. Untuk nilai ttabel dengan derajat kebebasan sebesar 82 dan α =
0.05. Karena tidak terdapat dalam tabel maka dilakukan dengan interpolasi,
sehingga didapat nilai ttabel = 1,992667.
Berdasarkan kriteria pengujian, nilai thitung > ttabel yaitu 2,00754 > 1,99266
dengan demikian berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat dikatakan ada
pengaruh yang positif dan signifikan dalam penggunaan metode pembelajaran
active learning terhadap sikap asertif siswa.

2. Pembahasan Penelitian
Dari hasil perhitungan uji hipotesis dengan uji-t diperoleh bahwa ada
pengaruh yang positif dan signifikan dalam penggunaan metode active learning
dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa. Perbedaan tersebut
terlihat dari nilai rata-rata skor sikap asertif siswa kelompok eksperimen dan
rata-rata skor sikap asertif siswa kelompok kontrol pada materi bangun ruang
sisi lengkung. Perbedaan tersebut juga terlihat dari rata-rata prestasi belajar
siswa kelompok eksperimen yang lebih besar dari rata-rata prestasi belajar siswa
kelompok kontrol. Hal ini berarti bahwa kelompok eksperimen mempunyai rata-
rata skor akhir yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Dengan demikian penggunaan metode active learning dalam pembelajaran
matematika dapat menumbuhkan sikap asertif siswa. Seperti yang dikemukakan
oleh Br. Theo Riyanto FIC (2009) bahwa untuk mengembangkan aspek
pengetahuan, perasaan, sikap dan keterampilan, minat dan kecerdasan
diperlukan metode pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran yang
mempesona (attractive learning) dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull
learning ).
Sejalan dengan pendapat di atas, seperti yang dikemukakan Putu Yasa, I
Ketut Arya, dan Wayan Suhartayasa (2006) mengatakan bahwa siswa harus
dibiasakan untuk mengikuti pembelajaran dengan cara-cara inovatif yang lebih
banyak melibatkan siswa secara aktif, dimana mereka diberi kesempatan untuk
menggali informasi dan menyampaikannya kepada kelompok lain. Semuanya ini
diterapkan dalam pembelajaran active learning.
Goleman juga berpendapat bahwa IQ hanya mendukung sekitar 20 persen
dari faktor keberhasilan seseorang, sedangkan sisanya berasal dari faktor lain,
termasuk kecerdasan emosional.
Hal tersebut didukung oleh hasil pengamatan selama berlangsungnya
pembelajaran. Data yang didapat dari pengamatan langsung diantaranya adalah
dalam pembelajaran active learning, setiap siswa memiliki tanggung jawab
terhadap anggota kelompok yang lain untuk menyelesaikan masalah matematika
yang diberikan. Selain itu, siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran
matematika dengan menggunakan metode active learning berani bertanya baik
kepada teman maupun kepada guru. Suasana pembelajaran menjadi lebih
kondusif dan efektif. Masih berdasarkan pengamatan penulis juga, dalam tahap
diskusi di kelas siswa menjadi berani atau terlatih untuk mengeluarkan pendapat
dan dapat berkomentar mengenai jawaban dengan alasan yang meyakinkan.
Orang tua juga memiliki peran dalam menumbuhkan sikap asertif siswa di
rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek penelitian
berasal dari keluarga menengah ke atas. Siswa yang berasal dari keluarga
menengah ke atas memiliki sikap asertif yang lebih tinggi dari siswa yang
berasal dari keluarga menengah ke atas. Karena fasilitas dalam belajar terpenuhi.
Selain itu dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar
orang tua (ibu) siswa tidak bekerja atau menjadi ibu rumah tangga. Hal ini
menunjukkan bahwa adanyan kecenderungan orang tua memiliki waktu luang
untuk keluarganya sehingga dapat menciptakan suatu kegiatan yang melatih
anak untuk menumbuhkan sikap asertifnya. Salah satu contohnya, mereka
dilibatkan dalam memecahkan suatu masalah keluarga. Menurut S. C. Utami
Munandar (1992), kegiatan tersebut bermanfaat untuk membantu anggota-
anggota keluarga dalam memecahkan masalah sehari-hari, baik masalah
keluarga, sekolah maupun masalah pribadi.
Selain itu juga dapat dilihat dari segi taraf pendidikan orang tua. Orang tua
yang berpendidikan tentu akan memperhatikan pendidikan anaknya. S. C. Utami
Munandar (2002) mengemukakan bahwa makin tinggi pendidikan orang tua,
maka makin baik prestasi anak.
Dari uraian di atas mengenai metode pembelajaran active learning sudah
selayaknya menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam proses belajar
dan pembelajaran matematika karena keunggulan yang dimilikinya. Sehingga
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus meningkatkan prestasi
belajar siswa.

D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya
telah dilakukan agar memperoleh hasil yang maksimal. Namun demikian, masih
terdapat hal-hal yang tidak dapat terkontrol dan tidak dapat dikendalikan sehingga
hasil penelitian ini belum optimal. Hal-hal itu antara lain:
1. Penelitian ini baru dapat dilaksanakan pada mata pelajaran matematika dengan
materi bangun ruang sisi lengkung, sehingga belum dapat digeneralisasikan pada
materi yang lain.
2. Kondisi siswa yang belum terbiasa dengan metode pembelajaran active learning
sehingga membuat kondisi awal masih pasif.
3. Alokasi waktu yang sangat terbatas.
4. Kontrol terhadap kemampuan siswa hanya pada sikap asertif saja. Sementara
variabel lain seperti hasil belajar, intelegensi, dan lingkungan belajar tidak dapat
terkontrol secara penuh, sehingga tidak mustahil jika penelitian ini dapat
dipengaruhi oleh hal-hal lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab terakhir ini akan disajikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan
analisis data dan saran-saran yang berkaitan dengan penelitian.

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan dalam penggunaan metode active learning dalam pembelajaran
matematika terhadap sikap asertif siswa, terbukti dengan tingginya nilai hasil
analisis data yang diperoleh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara skor rata-rata sikap asertif siswa pada
kelompok eksperimen dengan skor rata-rata sikap asertif siswa pada kelompok
kontrol. Selain itu juga terdapat perbedaan nilai rata-rata prestasi belajar antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Masih berdasarkan hasil
penelitian, bahwa terdapat peningkatan sikap asertif siswa pada kelompok
eksperimen dari sebelum mendapatkan perlakuan dengan menggunakan metode
active learning dalam pembelajaran matematika dimana terdapat peningkatan
yang positif dan signifikan dari kategori sikap asertif siswa sedang ke kategori
sikap asertif siswa tinggi.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode active learning sangat berperan
dalam menumbuhkan sikap asertif siswa dalam proses pembelajaran
matematika. Dimana jika siswa memiliki sikap asertif maka proses pembelajaran
siswa di sekolah berjalan efektif, sehingga akan mencapai prestasi belajar yang
optimal. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil prestasi belajar pada
kelompok eksperimen setelah perlakuan. Jadi semakin tinggi sikap asertif yang
dimiliki oleh siswa maka akan semakin baik pula prestasi belajar siswa di
sekolah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka untuk
menumbuhkan dan meningkatkan prestasi belajar siswa agar lebih baik lagi
khususnya pada pembelajaran matematika, ada beberapa saran yang dapat
dikemukakan, yaitu:
1. Metode pembelajaran active learning dapat dijadikan guru sebagai metode
dalam pembelajaran matematika yang dapat menumbuhkan dan
mengembangkan sikap asertif siswa, dimana guru memberikan kebebasan
kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya agar siswa semakin memiliki
rasa percaya diri dan motivasi berprestasi sehingga dapat mencapai prestasi
belajar yang optimal.
2. Siswa hendaknya lebih meningkatkan sikap asertif dalam belajar terutama dalam
pembelajaran matematika, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang
optimal.
3. Orang tua agar lebih meningkatkan perhatiannya dalam mengembangkan sikap
asertif pada anak agar mereka semakin mandiri, percaya diri dan selalu berusaha
untuk mencapai prestasi belajar yang optimal.
4. Pada peneliti, untuk lebih mengembangkan penelitian tentang hubungan sikap
asertif dengan metode pembelajaran active learning dan ditambah dengan
variabel lain yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA

Anshor, Syaiful. 2008. Menerapkan Konsep Active Learning . Dari:


http://www.integral.sch.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=4
7&itemid=30. Diakses: Senin, 16 november 2009.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Cet ke-7.

Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Cet ke-3.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional


(SISDIKNAS ). Jakarta: Citra Umbara.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Gloria Cyber Ministries. Mau Kliping: Asertifkah kita? . Dari:


http://www.glorianet.org/mau/kliping/klipaser.html. Diakses: Jumat, 09
Januari 2009.

http://genpositif.org/global/cut%20hasanah/index.html.html. Diakses: Jumat, 07 Maret


2008.

http://www.duniaguru.com/index.php?option=comcontent%task=view&id=407&itemid
=26. Diakses: Jumat, 09 Januari 2009.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0608/04/muda/2856005.htm. Diakses: Jumat,


09 Januari 2009.

Indoskripsi. Upaya Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui


Model Pembelajaran RME (Realistics Mathematic Education). Dari:
http://one.indoskripsi.com//node/7014. Diakses: Selasa, 16 April 2009.
Kuswara, Heri. 2008. Jadilah Pribadi Yang Asertif. Dari:
http://www.google.co.id/seacrh?hl=id&q=ciri+individu+asertif+btnG=Telus
uri&meta=cr%3DcountryID. Diakses: Minggu, 15 November 2009.

Mar’at. 1984. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia, Cet
ke-2.

Munandar, S. C. Utami. 2002. Kreativitas Dan Keberbakatan. Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama. Cet ke-2.

__________. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.

Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: CV. Alfabeta. Cet ke-6.

Rini, Jacinta. 2001. Asertivitas. Dari:


http://bluecosmic.multiply.cm/journal/item/3/ASERTIVITAS. Diakses:
Senin, 01 November 2009.

Riyanto, Br. Theo. 2009. Potret Pendidikan Usia Dini dan Secercah Harapan . Dari:
http://bruderfic.or.id/h-56/potret-pendidikan-usia-dini-dan-secercah-
harapan.html. Diakses: kamis, 26 November 2009.

Sagala, H. Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu


Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: CV. Alfabeta.
Cet ke-4.

Sikone, Stefan. 2007. Menanamkan Sikap Asertif Di Sekolah. Dari:


http://id.shvoong.com/social-sciences/1685406-menanamkan-sikap-asertif-
di-sekolah/. Diakses: Jumat, 07 Maret 2008.

Silberman, Melvin L. 2006. Active Learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif). Bandung:
Nusamedia.
Sriyanto, HJ. 2007. Strategi Sukses Menguasai Matematika . Yogyakarta: Indo Cerdas.
Cet ke-1.

Suherman, H. Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung: UPI.

Sukardi. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Cet ke-4.

Syarifudin, Pembelajaran Matematika Di SD. Dari:


http://syarifartikel.blogspot.com/2008/11/pembelajaran-matematika-di-
sd.html. Diakses:

Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT.
Bumi Aksara. Cet ke-1.

Usman, Moh. Uzer. 1992. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Cet ke-2.

Yasa, Putu, dkk. 2006. Strategi Pembelajaran Masalah Dengan Penilaian Berbasis
Kelas Untuk Meningkatkan Kompetensi Fisika Siswa . Dari:
http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/sari_penelitian_ppkp-pips.com.
Diakses: Kamis, 26 November 2009.

Anda mungkin juga menyukai