Keutamaan Bulan Rajab Dalam Sorotan
Keutamaan Bulan Rajab Dalam Sorotan
َ َو َر َجبُ ُم، ْالقَ ْعدَةِ َوذُو ْال ِح َّج ِة َو ْال ُم َح َّر ُم
َ ض َر الَّذِي بَيْنَ ُج َمادَى َو
. َش ْعبَان
“Sesungguhnya zaman itu berputar seperti biasanya sejak Allah menciptakan langit dan
bumi, setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan
yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan Rajab pertengahan antara Jumada
(Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari-Muslim)
“Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada bulan Rajab dan
Sya’ban serta sampaikanlah kami hingga bulan Ramadhan.”
Untuk lebih rincinya mari kita bedah hal-hal yang berkaitan dengan bulan
Rajab.
ًضانَ ت َ ْع ِد ُل َح َّجة
َ ع ُْم َرة ٌ فِي َر َم
Shalat Raghaa’ib
Memang ada hadits yang menjelaskan tentang sifat shalat Raghaa’ib dan
keutamaannya seperti yang disebutkan dalam kitab Ihyaa’ Uluumiddiin
karya Al Ghazaaliy 1/202 berikut:
“ما من أحد يصوم يوم الخميس (أول خميس من رجب) ثم يصلي فيما: أنه قال-صلى هللا عليه وسلم- عن أنس عن النبي
يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة و((إنَّا أَنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة، بين العشاء والعتمة يعني ليلة الجمعة اثنتي عشرة ركعة
فإذا فرغ من صَلته صلى، يفصل بين كل ركعتين بتسليمة، ّللاُ أ َ َحد ٌ)) اثنتي عشرة مرة
َّ و((قُ ْل ه َُو،القَد ِْر)) ثَلث مرات
رب: ثم يرفع رأسه ويقول سبعين مرة، ) (سبوح قدوس رب المَلئكة والروح: فيقول في سجوده سبعين مرة،علي سبعين
ثم يسأل، ثم يسجد الثانية فيقول مثل ما قال في السجدة األولى، إنك أنت العزيز األعظم، اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم
ما من عبد وَل أَ َمة صلى، “والذي نفسي بيده:-صلى هللا عليه وسلم- قال رسول هللا..” فإنها تقضى، هللا (تعالى) حاجته
، وورق األشجار، ووزن الجبال، وعدد الرمل، ولو كانت مثل زبد البحر، هذه الصَلة إَل غفر هللا له جميع ذنوبه
Dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda,
“Tidak ada seorang pun yang berpuasa pada hari Kamis (Kamis pertama
bulan Rajab), kemudian melakukan shalat antara setelah Isya dengan
permulaan malam yakni pada malam Jum’at sebanyak 12 rak’at, di mana
pada setiap rakaat dibacanya Al Fatihah sekali, Innaa anzalnaahu fii
lailatil qadr 3x, Qulhuwallahu ahad 12x, setiap antara dua rak’at dipisah
dengan salam, setelah selesai shalat bershalawat kepadaku 70x, ketika
sujudnya mengucapkan “Suubuhun qudduusun Rabbul malaaikati war ruuh” 70x,
lalu mengangkat kepalanya dan membaca sebanyak 70x “Rabbighfir warham,
wa tajaawaz ‘ammaa ta’lam, innaka antal ‘aziizul a’zham”, kemudian sujud kedua
dan mengucapkan seperti di sujud pertama. Setelah itu, ia meminta
kepada Allah Ta’ala hajatnya, maka akan ditunaikan…Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan (sabdanya): “Demi Allah, yang
diriku di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba laki-laki maupun wanita
melakukan shalat ini sekali saja kecuali Allah akan mengampuni semua
dosanya meskipun sebanyak buih di lautan, sebanyak jumlah pasir,
seberat gunung, sebanyak daun di pohon dan akan diberikan syafa’at
untuk 700 orang keluarganya yang seharusnya masuk neraka.”
Namun hadits ini menurut para ulama adalah hadits yang maudhu’
(palsu).
Oleh karena itu Imam Nawawi berkata, “Perbuatan itu adalah bid’ah yang
buruk, perlu diingkari dengan keras, isinya mengandung banyak
kemungkaran, sudah tentu harus ditinggalkan dan dijauhi serta
mengingkari pelakunya.” (Fatawa Al Imam An Nawawiy hal. 57)
Demikian juga tidak ada dasarnya shalat “Alfiyyah” yang dilakukan pada
hari pertama bulan Rajab dan pada pertengahan bulan Sya’ban.
Termasuk juga shalat “Ummu Daawud” yang dilakukan pada pertengahan
Rajab, ini semua adalah diada-adakan, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ُّ َوَلَ َي ْستَ ِق ْي ُم قَ ْو ٌل َو َع َم ٌل َو ِنيَّةٌ ِإَلَّ ِب ُم َوافَقَ ِة ال، َوَلَ َي ْست َ ِق ْي ُم قَ ْو ٌل َو َع َم ٌل ِإَلَّ ِب ِن َّي ٍة، َلَ َي ْست َ ِق ْي ُم قَ ْو ٌل ِإَلَّ ِب َع َم ٍل: ََكانَ اْلفُقَ َها ُء َيقُ ْولُ ْون
سنَّ ِة
Dahulu kalangan para ahli fiqh berkata, “Ucapan itu tidak akan lurus
tanpa amal, ucapan dan amal pun tidak akan lurus tanpa niat, demikian
juga ucapan, amal dan niat tidak akan lurus tanpa sesuai dengan As
Sunnah.” (Al Ibaanah Al Kubraa karya Ibnu Baththah 1/333)
ورد في تعي ينها فهو غير ثابت عن النبي صلى هللا عليه وسلم عند أهل العلم بالحديث وهلل الحكمة البالغة في إنساء الناس
َ ُ ولو وقع شيء من ذلك لع، وإما بالفعل، إما بالقول،صلى هللا عليه وسلم لألُمة
ولَنَقَلهُ الصحابة رضي هللا عنهم،رف واشتهر
ِ ولم ي، فقد نقلوا عن نبيِهم صلى هللا عليه وسلم ك َّل شيء تحتاجه األُمة،إلينا
بل هم السابقون إلى،ُفرطوا في شيء من الدين
… ولو كان اَلحتفال بهذه الليلة مشروعا ً لكانوا أسبق إليه،كل خير
ِ
“Malam yang terjadi di sana Isra’ dan Mi’raj sama sekali tidak disebutkan
dalam hadits-hadits yang shahih kapan harinya, apakah bulan Rajab
ataukah bulan lainnya, semua riwayat yang menjelaskan tentang
kapannya tidak sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menurut ahli
hadits. Allah memiiki hikmah yang dalam mengapa orang-orang
melupakan (kapan hari)nya, kalaupun ada riwayat yang sah tentang
kapan harinya, namun tetap tidak boleh bagi kaum muslimin
mengkhususkannya dengan salah satu ibadah, juga tidak boleh
memperingatinya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya radhiyallahu ‘anhum tidak memperingatinya, juga tidak
mengkhususkannya dengan satupun (ibadah), sekiranya memperingati
hal itu masyru’ (disyari’atkan), tentu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah menjelaskannya kepada umat, baik dengan ucapan maupun dengan
perbuatan, dan jika memang demikian tentu hal tersebut akan dikenal
dan masyhur, juga akan diriwayatkan oleh para sahabat radhiyallahu
‘anhum kepada kita, bukankah mereka telah menukilkan dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam semua yang dibutuhkan umat, dan tidak
meremehkan sedikit pun hal yang berkaitan dengan agama, bahkan
mereka terdepan dalam kebaikan, sehingga jika memperingati malam ini
(malam Israa’ Mi’raaj) masyru’ (disyari’atkan), tentu mereka sudah
mendahuluinya…dst.”