Anda di halaman 1dari 71

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan menguraikan tentang : 1) Latar Belakang terkait dengan

kejang demam, 2) Rumusan masalah, 3) Tujuan penelitian dan 4) Manfaat

penelitian

1.1. Latar belakang


Kejang demam sering menjadi penyebab rawat inap di rumah sakit secara

darurat dan masalah penting yang harus diketahui untuk melakukan tindakan yang

tepat karena jika terjadi agar tidak membawa dampak yang serius yaitu

kekurangan oksigen yang mengakibatkan apnea (Lusia, 2015) dalam (Marwan,

2017). Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan terjadi serangan kejang pada 24 jam

pertama sewaktu demam. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen

meningkat 20%. Pada anak sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Masalah yang perlu diperhatikan

adalah kejang demam terjadi karena kenaikan suhu tubuh yang dapat

menyebabkan kerusakan sel otak karena setiap terjadinya kejang menyebabkan

konstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancar dan mengakibatkan

peredaran oksigen ke otak terganggu, jika kejang tidak segera ditangani maka

berakhir dengan apnea dan kerusakan otak yang terjadi makin berat (Ngastiyah,

2005)
Prevalensi kejadian kejang demam pada anak dilaporkan WHO

memperkirakan pada tahun 2005 terdapat ≥21,65 juta penderita kejang demam

dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal (Marwan, 2017). Wibisono (2015)

1
2

menyebutkan angka kejadian kejang demam di Indonesia sendiri pada tahun

2012-2013 dilaporkan 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan-5 tahun. Jumlah

penderita yang mengalami serangan pertama kejang demam sering terjadi pada

bayi umur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50% (Hesti, 2015) dalam (Nurlaili,

2018).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penelitian di ruang

anak RSUD dr. R Soedarsono Pasuruan pada tanggal 1 Oktober 2018. Hasil

wawancara yang dilakukan dengan perawat, jumlah pasien kejang demam pada

bulan Januari-September 2018 sebanyak 79 orang dengan rata-rata 9 pasien setiap

bulannya. Hasil wawancara dengan perawat di ruangan, jika terjadi kejang

biasanya perawat ruangan memberikan terapi farmakologi menggunakan obat

penitoin untuk menghentikan kejangnya, sesuai advis dokter dan pemberian

antipiretik seperti metimizol dan paracetamol oral, iv maupun infus untuk

menurunkan demam.
Menurut Price (2005) kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang

terjadi secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Infeksi

tersebut di susunan saraf pusat: misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronchitis,

furunkulosis, dan lain-lain. Infeksi ini yang menyebabkan terjadinya bangkitan

kejang pada bayi dan anak yang bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang

tinggi dan cepat. Pada anak dengan ambang kejang rendah, bila suhu naik pada

38oC atau lebih sedikit saja akan timbul kejang sedangkan anak dengan ambang

kejang yang tinggi terjadi saat suhu mencapai pada 40oC atau lebih. Pada

keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolism

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%,. Pada seorang anak

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
42
3

dewasa yang hanya 15%. Kejang demam yang berlangsung lama kebutuhan

oksigen lebih banyak karena selain diperlukan untuk metabolisme basal

diperlukan juga untuk kontraksi otot-otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan metabolisme anaerobik, disertai

hipotensi aterial dan kelainan denyut jantung yang menyebabkan metabolisme

otak meningkat dan mengakibatkan kerusakan neuron otak selama

berlangsungnya kejang, maka kejang harus segera dihentikan dan apnea

dihindarkan (Ngastiyah, 2005).


Penatalaksaan kejang demam di rumah sakit yang pertama menggunakan

farmakolagi dan non farmakolagi. Penanganan dengan farmakologi menggunakan

obat anti konvulsion yaitu diazepam dan obat antipiretik yaitu paracetamol untuk

non farmakolaginya biasa digunakan adalah kompres. Hariyono (2008) dalam

Suryono, Sukatmi, Tinuk (2012) menyebutkan pertolongan pertama pada kejang

demam, umumnya diberikan obat penurun panas yang berbahan dasar kimia

seperti golongan paracetamol, asam silsilat, ibu profen, sedangkan untuk

penatalaksanaan yang non farmakologi biasanya menggunakan kompres misalnya

kompres hangat dan tepid sponge. Mekanisme penurunan suhu tubuh dengan

kompres ini mengunakan teknik penguapan yaitu evaporasi. Penguapan

(evaporasi) merupakan bentuk fisik cair ke gas. Penguapan air dari permukaan

tubuh meyebabkan perpindahan panas dari kulit ke lingkungan (Sherwood, 2011)

Kompres hangat dan tepid sponge sudah umum digunakan. Selain

kompres hangat dan tepid sponge kompres juga bisa menggunakan obat-obatan

tradisional. Obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat (herbalis)

bagus digunakan sebagai pengusir demam. Obat-obatan tradisional memiliki

kelebihan, yaitu toksisitasnya relatif rendah dibanding obat-obatan kimia


42
4

(Cahyaningrum, Putri, 2017). Manfaat bawang merah sudah banyak diketahui, di

masyarakat sering digunakan sebagai bumbu masakan, selain itu juga sebagai obat

tradisional bisa digunakan untuk menurunkan panas pada anak tanpa zat kimia

dengan efek samping yang minimal (Hendro, 2009) dalam (Nugroho, 2012).

Gerusan bawang merah dipermukaan kulit memuat pembuluh darah vena

berubah ukuran yang diatur oleh hipotalamus anterior untuk mengontrol

pengeluaran panas, sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran) pebuluh darah

permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas terjadinya vasodilatasi ini

menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat, pori-pori membesar,

dan pengeluaran panas secara evaporasi (berkeringat) yang diharapkan akan

terjadi penurunan suhu tubuh mencapai keadaan normal kembali (Potter,Perry,

2009) dalam (Cahyaningrum, Putri, 2017).

Menurut Jayanti, Sukatmi, Suryono (2012) pemberian terapi bawang

merah di ubun-ubun yang ditumbuk kasar hingga pecah beberapa bagian akan

segera menurunkan panas. Bawang merah asli lebih efektif dalam menurunkan

suhu dibandingkan ekstrak bawang merah, atau dengan kata lain ekstrak bawang

merah tidak mempunyai pengaruh dalam penurunan suhu tubuh (Rachmat, 2012).

Mengukus bawang merah asli merupakan salah satu cara sediaan bawang merah

yang tidak merusak bahan aktif yang terkandung dalam bawang merah. Teknik

mengukus bawang merah ini hanya memanfaatkan uap air panas tanpa melalui

kontak langsung dengan air. Cara mengukus bahan-bahan yang semestinya

menguap akan menguap bersama uap air, sehingga dengan cara mengukus ini bau

khas bawang merah yang menyengat dan gas tripropanol sulfoksida yang

menyebabkan mata pedih akan menguap bersama uap air.


42
5

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kompres Bawang Merah

Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Kejang dengan Demam”.

Dimana peneliti ingin mengatahui adanya pengaruh kompres bawang merah yang

dikukus terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut “Apakah ada pengaruh pemberian kompres bawang

merah terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam?”
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

kompres bawang merah terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan kejang

demam.

1.3.2 Tujuan khusus


a. Mengidentifikasi suhu tubuh anak sebelum diberikan kompres bawang

merah
b. Mengidentifikasi suhu tubuh sesudah diberikan kompres bawang merah
c. Membuktikan pengaruh pemberian kompres bawang merah terhadap anak

dengan kejang demam.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Teoritis
a. Bagi peneliti: Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi

riset keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan, khususnya

penelitian tentang pengaruh kompres bawang merah terhadap

penurunan suhu tubuh pada anak kejang demam.


b. Bagi peneliti selanjutnya: Hasil dari penelitian ini dapat menambah

informasi dan sebagian tambahan refrensi serta pengembangan


42
6

penelitian tentang pengaruh kompres bawang merah terhadap

penurunan suhu tubuh pada anak kejang demam.


2. Praktis
a. Masyarakat: Hasil penelitian ini bagi masyarakat dapat menambah,

meningkatkan wawasan dan pengetahuan terhadap penatalaksaan

penurunan suhu tuubuh pada anak dengan kejang demam.


b. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan: Hasil penelitian

ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya

peningkatan pelayanan kesehatan, meningkatkan kinerja perawat

dalam memberi asuhan keperawatan pada klien Kejang Demam.

42
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menguraikan tentang: 1) Konsep Demam 2) Pengaturan

Suhu Tubuh 3) Konsep Kejang Demam 4) Kompres Bawang Merah 5) Bawang

Merah 6) Kerangka Oparsional 7) Hipotesis Penelitian, dan 8) Literature Review

b.1 Demam
b.1.1 Pengertian demam
Panas tinggi atau demam merupakan suatu kondisi dimana suhu badan

lebih tinggi dari pada biasanya atau diatas suhu normal, umumnya terjadi ketika

seseorang mengalami gangguan kesehatan. Suhu normal seseorang adalah antara

36-37oC. Suhu badan pada orang yang mengalami demam diatas 37oC (Widjaja,

2008). Limited, (2005) menjelaskan bahwa demam adalah suhu tubuh yang

berada di atas normal yaitu 37oC dan biasanya disebabkan oleh infeksi. Demam

merupakan suatu kondisi dimana suhu tubuh lebih tinggi (lebih panas) dari suhu

normal. Demam dengan suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang

demam atau yang biasa disebut “step” (Kusuma, 2017).


Demam bukan suatu penyakit namun demam biasanya merupakan tanda

positif bahwa tubuh sedang melawan infeksi. Demam merangsang sistem

pertahanan tubuh tertentu, misal sel darah putih yang menyerang dan

menghancurkan serangan bakteri. Demam juga bisa membuat anak tidak nyaman

dan dapat meningkatkan kebutuhan cairan dan menyebabkan rerata denyut

jantung dan pernafasan menjadi lebih cepat. Pada anak usia antara enam bulan

sampai 5 tahun, demam dapat menjadi pencetus terjadinya kejang pada anak yang

disebut kejang demam. Kejadian ini bisa muncul setelah beberapa jam pertama

anak menderita demam (The American Academy Of Pediatrics, 2005)

7
8

b.1.2 Patofisiologi
Demam merupakan peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh infeksi

peradangan. Demam terjadi sebagai respons terhadap masuknya mikroba, sel-sel

fagositik tertentu (makrofag) melepas suatu bahan kimia yang disebut pirogen

endogen yang mempunyai efek dalam melawan infeksi, dan bekerja di pusat

termoregulasi hipotalamus sekarang mempertahankan suhu pada tingkat baru dan

tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Pirogen endogen meningkatkan

titik patokan hipotalamus dengan memicu pelepasan local prostaglandin yaitu

mediator kimiawi local yang bekerja langsung di hipotalamus. Contoh, pirogen

endogen meningkat titik patokan menjadi 102oF (38,9oC), maka hipotalamus

mendeteksi bahwa suhu normal prademam terlalu tinggi sehingga bagian otak ini

memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu menjadi

102oF. Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera

mengurangi pengeluaran panas. Jadi, dari kedua tindakan tersebut dapat

mendorong suhu naik dan menyebabkan menggigil yang sering terjadi pada awal

demam. Seseorang yang merasa dingin akibatnya mereka menggunakan selimut

untuk meningkatkan mekanisme volunteer untuk membantu dalam meningkatkan

suhu tubuh dengan menahan panas tubuh mereka. Sesudah suhu baru tercapai

maka suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respon terhadap panas dan dingin

tetapi pada patokan yang lebih tinggi. Sehingga, terjadi demam sebagai respon

terhadap infeksi adalah tujuan yang disengaja dan bukan karena kurasakan

termoregulasi. Meskipun secara fisiologi belum jelas, tapi para pakar kedokteran

percaya bahwa suhu tubuh yang meningkat bermanfaat untuk mengatasi infeksi.

Demam memperkuat respon peradangan dan mungkin dapat menghambat bakteri

untuk berkembang biak. (Sherwood, 2011)


42
9

Pathway terjadinya demam adalah sebagai berikut:

Infeksi atau Peradangan

Makrofag

Pelepasan

Pirogen Endogen

+
Prostaglandin

Titik pathogen hipotalamus

Inisiasi “respon dingin”

Produksi panas, pengeluaran panas

suhu tubuh ke titik patokan


baru=Demam

Bagan 2.1 patofisiologi demam


Sumber: Sherwood, 2011

b.2 Kejang Demam


b.2.1 Pengertian

Kejang demam biasanya muncul karena terjadinya demam pada bayi dan

anak kecil. Kejang demam atau febrile convulsion ialah kejang yang terjadi karena
42
10

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses

ekstrakranium (National Institute of Neurological Disorder and Stroke/NIDS,

2013) dalam (Yuliastati, Arnis, 2016). Kejang demam merupakan kelainaan

neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak

umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak berumur dibawah 5 tahun

pernah menderita kejang demam (Ngastiyah, 2005).

Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang

demam merupakan kejang selama masa anak-anak setelah usia 1 bulan, yang

berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat,

tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik

lainnya. Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan

Dokter Anak Indonesia/ IDAI (2016), kejang demam adalah bangkitan kejang

yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC yang disebabkan

oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu

tubuh diatas 38oC disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium biasanya sering

terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun.

b.2.2 Klasifikasi kejang demam


Ikatan Dokter Anak Indonesia (2016) mengklasifikasikan kejang demam

menjadi 2 klasifikasi yaitu kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan

kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
42
11

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang memiliki

lama kejang <15 menit, umum dan tidak berulang kembali (Purba, 2018).

Adapun menurut Arief (2015) kejang demam sederhana merupakan kejang

demam yang berlangsung singkat <15 menit, tonik-klonik dan terjadi

kurang dari 24 jam, tanpa gambaran fokal serta pulih dengan spontan.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam kompleks biasanya menunjukkan gambaran kejang fokal

atau parsial. Durasinya >15 menitdan berulang lebih dari 1 kali kejang

selama 24 jam (Arief, 2015)


2.2.3 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu tubuh badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh

infeksi di susunan saraf pusat; misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronchitis,

furunkulosis, dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam

pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat

berbentuk tonik-klonik, tonik, fokal atau akinetik. Perlu diingat bahwa bahwa

kejang demam hanya terjadi pada anak usia tertentu. (Ngastiyah, 2005). Kejang

demam biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia 6 ulan sampai 5 tahun (60

tahun) dan sangat umum terjadipada balita. Anak-anak dengan usia 6 bulan atau

setelah 3 tahun jarang menmpakkan kejang demam pertam. Semakin bertambah

usia anak saat kejang demam pertama terjadi pada meraka, maka semakin kecil

kemungkinan anak tersebut mengalami kejang berulang (Yuliastati, nining, 2016)

2.2.4 Patofisiologi

Kejang demam terjadi karena adanya peningkatan suhu tubuh. Pada

keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bahan baku untuk
42
12

metabolisme otak yang penting adalah glukosa. Sifat proses metabolisme adalah

oksidasi dengan perantaran fungsi paru-paru kemudian diteruskan ke otak melalui

sistem kardiovaskuler. Jadi, sumber energi otak adalah glukosa yang melalui

oksidasi dipecah menjadi menjadi CO2 dan air. Membrane yang mengelilingi sel

pada pemukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam

keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium

(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrim (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali

ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi (K+) dalam sel neuron (Na+) rendah,

sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial

membrane yang disebut potensial membrane dari neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy dan bantuan enzim Na-

K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Jadi, kenaikan suhu tubuh dapat

mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membrane

tersebut sehingga terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel sekitarnya dengan

bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya

ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu

tertentu. Pada anak dengan dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah

terjadi pada suhu 38oC sedang anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru

terjadi bila suhu mencapai 40oC atau lebih. Kejang demam terjadi karena kenaikan

suhu tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan sel otak karena setiap terjadinya
42
13

kejang menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah tidak

lancar dan mengkibatkan peredaran oksigen ke otak terganggu, jika kejang tidak

segera ditangani maka berakhir dengan apnea dan kerusakan otak yang terjadi

makin berat

Suhu Tubuh

Metabolisme Basal 10-15% Kebuthan Oksigen hingga 20%

Difusi ion Na dan K

Pelepasan ion Na & K

Pelepasan muatan listrik keseluruhan tubuh dengan bantuan“Neurotransmiter”

Kejang

Kontriksi pembuluh darah

Apnea Kerusakan sel otak


Bagan 2.2 patofisiologi kejang
Sumber: Ngastiyah, 2005

2.2.5 Pemeriksaan penunjang

Berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan Dokter

Anak Indonesia/IDAI (2016) menyebutkan ada 4 jenis pemeriksaan penujang

yang dilakukan untuk pasien degan kejang demam yaitu:

a. Pemeriksaan Laboraturium
Yuliastati, Arnis (2016) menjelaskan pemeriksaan laboraturium yang perlu

diperhatikan adalah pemerikaan kadar leukosit yang tinggi (>17500 sel/L)

menunjukkan bahwa tubuh anak terserang infeksi dan penurunan kadar HB


42
14

dan eritrosit di bawah rentang normal (11-16 g/dl) menunjukkan adanya

masalah dalam pemenuha kadar oksigen pada anak yang dapat memperburuk

kejang pada anak. Pemeriksaan laboraturium tidak dilaksanakan secara rutin

pada kejang demam. Pemeriksaan laboraturium dapat dilakukan untuk

mengevaluasi infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboraturium dapat

dilakukan karena adanya indikasi misal darah perifer, elektrolit dan gula

darah (level of evidence 2, derajat recomendasi 2) (Americian Academy of

Pediatri, Subcomitte on febrile seizure, Pediatr, 2011) dalam (IDAI, 2016)


b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan Cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

mengetahui adanya meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru saat ini

pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia

<12 bulan yang mengalmi kejang demam sederhana dengan keadaan umum

baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat recomendasi B):
1. Terdapat tanda dan gejala rengsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan klins
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang yang disertai demam yang

sebelumnya telah mendapat antibiotic dan pemberian antibiotic tersebut

dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis (American Academy of

Pediatrics, Subcommitee on febrile, Pidiatr, 2011) Kesepekatan UKK

Neurologi IDAI, 2016.


c. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI) tidak rutin dilakukan pada

anak dengan kejang demam sederhana (level o evidence 2, derajat

recomendasi B). pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi,


42
15

seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau

paresis nervus kranalis.


Wong V. HK Journal of pediatr, 2002
AAP: Subcommite on Febrile Sizure, Pediatr, 2011
Kesepakatan UKK Neurologi IDAI, 2016
d. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG adalah untuk kejang demam dengan bangkitan

kejang yang bersifat fokal untuk Menentukan adanya focus kejang di otak

yang membutuhkan evalusi lebih lanjut (Kesepakatn UKK Neurologi

IDAI, 2016)
2.2.6 Penatalakanaan Kejang Demam
Penatalaksanaan kejang demam meliputi pemeberian obat-obatan

antikonvulsion untuk memberantas kejang dan antipiretik untuk menurunkan

demam. Kejang demam memiliki prognosis jangka panjag yang sangat baik masih

ada kemungkinan terjadi kejang demam berulang (Nindela, Dewi, Ansori, 2014).
a. Pemberian Obat saat Demam
Antipiretik tidak terbukti mengurangi resiko kejang demam, namun para ahli di

Indonesia menyepakati antipiretik tetap diberikan. Dosis peracetamol yang

digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10

mg/kg/kali, 3-4 kali sehari (IDAI, 2016). Arief (2015) menjelas obat antipiretik

ibu profen diberikan dengan 5-10 mgkgBBkali, 3-4 kali sehari.


b. Obat Antikonvulsan
Sugai K. Brain Dev (2010) dalam IDAI (2016) Menjelaskan yang dimaksud

dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan

hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam

dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:


1. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
3. Usia <6 bulan
4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat

dengan cepat (Sugai K. Brain Dev. 2010) dalam (IDAI, 2016)


42
16

Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan resiko

berulangny kejang pada 30-60% kasus juga dengan diazepam rektal dosis 0,5

mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,5oC (Arief, 2015)

c. Kompres
Perberian kompres pada anak dengan kejang demam juga digunakan sebagai

terapi non farmakologi untuk menurunkan suhu tubuh anak. Mekanisme kerja

kompres dengan cara meingkatkan pengeluaran panas. Metode untuk

meningkatkan pengeluaran panas ini dengan cara evaporasi, konduksi, konveksi

dan radiasi. Macam-macam kompres ada kompres hangat dan kompres tepid

sponge. Menggunakan kompres dari bahan lami juga bisa kita lakukan dengan

menggunakan kompres jeruk nipis, kompres bawang merah dan masih banyak

juga kompres yang menggunakan bahan alami.


2.2.7 Kompres Hangat

Kompres hangat adalah tindakan yang menggunakan kain atau handuk

yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan di bagian tubuh tertentu

sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (maharani,

2011) dalam (Wardiyah, Setiawati, setiawan, 2016). Peggunan kompres hangat

yakni melapisi permukaan kulit dengan handuk yang telah dibasahi air hangat,

memberikan kompres hangat pada daerah aksila sebagai daerah dengan letak

pembuluh darah besar merukan upaya memberikan rangsangan pada area preoptic

hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh (wowor, katuuk, kallo, 2017)

2.2.8 Kompres Tepid Sponge


42
17

Kompres Tepid Sponge adalah suatu teknik kompres hangat yang

menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan

teknik seka (Corrad, 2001) dalam (Hikmah, 2017). Setiawati, Rustina, Kurtarti

(2015) menjelaskan efek dari tepid sponge selain menurunkan suhu tubuh juga

dapat menyebabkan vasokontriksi pada awal procedure. Jadi, vasokontriksi ini

menyebabkan anak merasa kedinginan bahkan sampai menggigil, terumata pada

saat tidak dikombinasikan dengan antipiretik selain tidak nyaman juga tepid

sponge dapat dapat meningkatkan laju metabolism dan konsumsi oksigen.

2.2.9 Kompres Jeruk Nipis

Kompres jeruk nipis adalah suatu teknik kompres dengan menggunakan

lulur minyak kelapa dan jeruk nipis pada saat tubuh mengalami demam, teknik ini

dapat menurunkan suhu tubuh karena menusia memiliki komponen-komponen

dalam menjaga keseimbangan energy dan keseimbangan suhu tubuh (Rini, et al,

2013)

2.2.10 Kompres Bawang Merah

Kompres bawang merah adalah teknik mengompres bawang merah dengan

cara menggerus bawang merah kemudian ditaruh di area aksila dan femuralis.

Kandungan minyak atsiri dalam bawang merah juga data melancarkan peredaran

darah sihangga peredaran darah menjadi lancer (Tusilawati, 2010) dalam

(Cahyaningrum, Putri, 2017).


42
18

Prosedur Pembuatan Kompres Bawang Merah


Persiapan 4. 3 buah bawang merah
Alat dan 5. Kasa
Bahan 6. Gabus
7. Plastik Wrap
8. Alat pengukus
Pelaksanaan 1. Kupas bawang merah
2. Cuci bawang merah hingga bersih

Prosedur Pembuatan Kompres Bawang Merah


Pelaksanaan 3. Kukus bawang merah 20-25 menit
4. Haluskan bawang merah yang sudah dikukus
5. Tunggu hingga dingin
6. Bungkus gabus dengan plastic wrap
7. Bawang merah yang sudah dihaluskan ditaruh diatas
gabus kemudian bungkus dengan kassa
8. Gunakan kompres bawang merah di area aksila

Tabel 2.1 Prosedur pembuatan kompres bawang merah

42
19

Standart Operating Prosedure (SOP)


Kompres Bawang Merah
Persiapan 1. Washlap
Alat dan 2. Handuk kering
Bahan 3. Air
4. Kompres Bawang Merah
5. Thermometer
Pelaksanaan 1. Jelaskan pada pasien prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilakukan
2. Atur posisi pasien senyaman mungkin
3. Dekatkan alat-alat kesisi tempat tidur
4. Cuci tangan dan gunakan handscoon
5. Periksa TTV pasien sebelum memulai kompres
6. Letakkan kompres bawang merah dibagian aksila
7. Tanyakan pada pasien untuk mengungkapkan
ketidaknyamanan saat dilakukan pengompresan
8. Kaji kembali kondisi kulit sekitar pengompresan,
hentikan tindakan jika ditemukan tanda-tanda
kemerahan
9. Pengompresan dihentikan sesuai waktu yang telah
ditentukan yaitu 5-10 menit
10. Bersihkan area aksila setelah dilakukan pengompresan
dengan wahslap yang sudah dibasahi dengan air
11. Kering kan dengan handuk
12. Rapikan pasien ke posisi semula
13. Periksa TTV pasien setelah dikompres
14. Beritahu pasien bahwa tindakan telah selesai
15. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas
16. handscoon
17. Cuci tangan
18. Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam, hasil yang
diperoleh

Tabel 2.2 Prosedur pembuatan kompres bawang merah

b.3 Pengaturan Suhu Tubuh


b.3.1 Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh
Sherwood (2011) menjelaskan biasanya manusia tinggal dilingkungan

yang lebih dingin dari suhu tubuh manusia namun tubuh manusia selalu

menghasilkan panas secara internal, yang membantu mempertahankan suhu tubuh

agar tetap konstan. Tubuh yang sehat mampu memelihara suhu tubuh secara

konstan meskipun pada kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Sistem


42
20

pengaturan suhu tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu reseptor yang terdapat pada

kulit manusia dan bagian tubuh lainnya, integrator didalam hipotalamus dan

efektor sistem yang mengatur produksi panas dengan kehilangan panas (Asmadi,

2008). Pengaturan suhu tubuh diatur oleh pusat termoregulator yang berada di

hipotalamus. Hipotalamus menerima input afferent dari perifer thermoreseptor

yang berada dibagian arterior hypothalamus. Hipotalamus akan merespon input

yang dapat meningkat atau mengurangi kehilangan panas melalui mekanisme

refleks. Hipotalamus juga akan melakukan aktivitas meningkatkan produksi panas

tubuh yaitu vasokontriksi pembuluh darah, meningkatkan laju metabolisme,

menggigil, dan pelepasan hormon tiroksin saat suhu lingkungan dingin atau

sirkulasi darah turun (Setiawan, Tarwoto, Wartonah, 2009). Manusia secara

homeostatis mempertahankan suhu tubuh pada tingkat yang optimal agar

metabolisme sel berlangsung stabil. Panas berlebihan juga bisa mengakibatkan

dampak yang serius pada pendinginan. Bahkan peningkatan moderat suhu tubuh

mulai menyebabkan malfungsi saraf dan denutrasi protein ireversibel. Sebagian

besar orang mengalami kejang ketika suhu tubuh internal sekitar 41 oC-43,3oC,

yang dianggap sebagai batas atas suhu tubuh yang memungkinkan kehidupan

manusia (Sherwood, 2011).


b.3.2 Mekanisme Kehilangan Panas Tubuh

Mekanisme pelepasan panas tubuh merupakan proteksi tubuh terhadap

kelebihan panas yang dapat merusak tubuh. Ketika proses pelepasan panas tidak

efektif maka dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh atau yang disebut

hipertermia. Hipertermia dapat meningkatkan metabolisme, dan meningkatkan

produksi panas. Kulit menjadi panas dan kering selain itu demam juga merupakan

suatu keadaan hipertermia yang kadang bisa terjadi karena penyakit (Setiawan,
42
21

Terwoto, Wartonah, 2009). Semua panambahan atau kehilangan panas antara

tubuh dan lingkungan eksternal harus berlangsung antara permukaan tubuh dan

lingkungannya. Hukum-hukum fisika yang sama mengatur pemindahan panas

antara benda-benda mati juga mengontrol perpindahan panas antara permukaan

tubuh dan lingkungan. Suhu suatu benda dapat dianggap sebagai ukuran

konsentrasi panas didalam benda tersebut, maka panas selalu mengalir mengikuti

penurunan gradient konsentrasi yakni menuruni gradient termal suhu dari bagian

yang lebih hangat ke lebih dingin (termo artinya “panas”) (Sherwood, 2011).

Asmadi (2008) menyebutkan ada 4 cara panas hilang dari tubuh manusia yaitu

radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Berikut ini adalah penjelasannya:

a. Radiasi

Radiasi adalah cara kehilangan panas dengan mentransfer panas dari objek

lainnya tanpa kontak diantara keduanya. Satu objek yang lebih panas dari objek

yang lain, maka ia akan kehilangan panasnya melalui radiasi. Misalnya seorang

yang berdiri didepan kulkas yang terbuka, sehingga kehilangan panas tubuhnya

melalui radiasi.

b. Konduksi

Konduksi adalah cara pemindahan panas dari satu molekul ke molekul yang

lain. Panas dipindahkan ke molekul yang suhunya lebih rendah sehingga

pemindahan melalui cara konduksi ini tidak dapat terjadi tanpa adanya kontak

diantara kedua molekul. Misalnya seseorang akan kehilangan panas tubuh bila

direndam dalam air es selama waktu tertentu.

c. Konveksi
42
22

Kehilangan panas tubuh melalui konveksi terjadi karena adanya pergerakan

udara. Udara yang dekat dengan tubuh menjadi lebih hangat yang kemudian

bergerak untuk diganti dengan udara dingin. Misalnya udara akan terasa dingin

dengan membuka pintu rumah,

d. Evaporasi

Kehilangan panas melalui evaporasi ini terus menerus terjadi di sepanjang

hidup. Kehilangan panas secara evaporasi terjadi melalui pernafasan dan

perspirasi kulit. ketika udara menguap dari permukaan kulit, panas yang

diperlukan untuk mengubah air dari keadaan cair menjadi gas diserap oleh kulit

sehigga tubuh menjadi lebih dingin (Sherwood, 2011).

b.3.3 Kontrol Suhu Melalui Evaporasi

Kehilangan panas yang paling penting adalah melalui evaporasi air dari

permukaan kulit. Air dan panas yang hilang dari kulit dalam dua cara: Sugiarto

(2002)

a. Perspirasi yang tidak dirasakan

Sekitar 240 ml air berdifusi melalui kulit setiap 24 jam. Disebut

“tidak dirasakan” karena terasa dan tidak terlihat. Difusi berlangsung

secara berkesinambungan dan tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan.

Sekitar 140 kkal panas hilang melalui cara ini tiap 24 jam.

b. Keringat
Keringat mengandung natrium klorida, urea dan asam laktat dalam

larutan encer. Keringat disekresi dari kelenjar keringat biasa, yang tersebar

pada seluruh kulit. Disekresi sebagai akibat dilatasi pembuluh darah kulit
42
23

dibawah control saraf hipotalamus, korteks serebri, dan bagian lain sistem

saraf pusat.
b.4 Bawang Merah
b.4.1 Pengertian

Bawang merah (Allium ascalonium L) merupakan salah satu komoditas

tanaman horikultura yang banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu

masak setelah cabe. Selain sebagai campur bumbu masak, bawang merah juga

dijual dalam bentuk olahan seperti ekstrak bawang merah, bubuk, minyak atsiri,

bawang goraeg bahkan sebagai bahan obat untuk menurunkan tekanan darah serta

memperlancar aliran darah. Sebagai komoditas hortikultura yang banyak

dikonsumsi masyarakat, potensi pengembangan bawang merah masih terbuka

lebar tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar negeri (Suriani,

2012) dalam (Irfan, 2013)

b.4.2 Struktur Morfologis


(Fajjriyah:2017) Bawang merah merupakan tanaman jenis umbi atau allium.

Berdasarkan hubungan kekerabatannya dengan jenis-jenis umbi-umbian lain,

bawang merah memiliki klasifikasi sebaga berikut:

Divisi : Sprematofita

Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monokotiledon
Ordo : Asparagales
Famili : Amarylidaceae (liliceae)
Subfamili : Alioideae
Genus : Alium
Spesies : Alium Cepa L

Bawang merupakan salah satu jenis umbi lapis yang dapat tumbuh di dua

musim. Meskipun demikian, sebagian besar varietas bawang merah lebih banyak
42
24

yang tumbuh di musim kemarau atau musim yang cerah. Tumbuhan yang masuk

dalam genus allium atau bawang ini terdiri dari bermacam-macam tumbuhan

bunga monocotyledonous. Artinya, bawang merah termasuk kedalam tumbuhan

monokotil. Selain bawag merah, tumbuhan yang masih kerabat adalah bawang

daun, bawang putih, bawang bombai, dan bawang prei. Dengan nama latin allium

cepa L bawang merah memiliki struktur morfologi sabagau berikut:

b.4.3 Bentuk Sediaan Bawang Merah

Untuk keperluan penyembuhan suatu penyakit, bawang merah perlu dibuat

menjadi ramuan terlebih dahulu dalam bentuk sediaan. Pembuatan ramuan ini

cukup mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang. Berikut ini adalah macam-

macam dari sediaan bawang merah yang digunakan dalam terapi

1. Bawang merah tumbuk


Sedian ini banyak digunakan obat luar untuk terapi gosok atau pijat.

Namun ada pula yang dikonsumsi bersama makanan atau ramuan lainnya.

Cara membuatnya, tumbuk bawang merah hingga halus, bisa secara

manual atau menggunakan blender.


2. Irisan bawang merah
Bahan ini digunakan bersama bahan ramuan lain, direbus atau ditumis

sebagai bumbu masakan. Perlakuan menumis memang menyebabkan

kandungan minyak atsirinya keluar, namun masih ada kandungan zat-zat

lain yang berkhasiat untuk menyembuhkan suatu penyakit.


3. Bawang merah rebus
Kupas bawang merah terlebih dahulu, kemudian rebus dalamair. Kedalam

rebusan bawang merah itu bisa ditambahkan beberapa bahan lain untuk

memperkuat khasiat bahan aktif yang terkandung didalamnya.


4. Rendaman bawang merah
Sediaan ini dibuat untuk mendapatkan bahan-bahan aktif yang larut dalam

rendaman. Rendam bawang merah dalam larutan gula atau madu selama
42
25

beberapa hari (biasanya 3 hari). Kemudian saring larutan perendam

tersebut dan digunakan dalam penyembuhan.


5. Bawang merah panggang
Yakni sediaan bawang merah yang dibakar atau dioven, tanpa bersentuhan

langsung dengan api. Panggang pada suhu 200oC selama 40 menit.


6. Bawang merah kukus
Ini merupakan salah satu cara memperoleh sediaan bawang merah dengan

memanfaatkan uap air panas, tanpa melalui kontak langsung dengan air.

Dengan cara mengukus seperti ini, bahan-bahan yang semestinya menguap

yaitu tripopanol akan keluar bersama uap air. Sementara, bahan aktif

lainnya masih tertinggal dan tidak larut bersama air yang digunakan untuk

memanaskan.
b.4.4 Kandungan Kimia Bawang Merah

(Jaelani:2007) menyebutkan umbi bawang merah mengandung zat-zat gizi

dan zat-zat non gizi (fitokimia). Bahan-bahan bergizi dalam bawang merah bisa

dimanfaatkan oleh tubuh untuk menyediakan energy, membangun jaringan, dan

mengtur fungsi tubuh. Sementara senyawa fitokimia memiliki efek farmakologi

dalam penyembuhan penyakit. Bawang merah mengandung bahan-bahan aktif

yang mempunyai efek nonfarmakologi terhadap tubuh. Beberapa bahan aktif yang

berguna tersebut adalah sebagai berkut: Allisin dan alliin, flavonoid, alil profil

disulfide, Fitosterol, flanovonol, kalium , pectin, saponin, tripopanol. Adapun

menurut Dewi, Mulyani, Qomariyah (2018) adalah kandungan minyak atsiri

dalam bawang merah dapat menlancarkan peredaran darah selain itu juga

kandungan florogusin, sikloailiin, metialiin dan kaemferol dapat digunakan

sebagai penurun suhu tubuh. Berikut ini adalah penjelasan dari kandungan

bawang merah menurut Jaelani (2007):

a. Allisin dan alliin


42
26

Senyawa ini bersifat hipolipidemik, yaitu dapat menurunkan kadar kolesterol

darah. Menurut dr. widjaja Kusuma (1999), mengkonsumsi satu suing bawang

merah segar dapat meningkatka kadar kolesterol baik (HDL, high density

lipoprotein) sebesar 30 %. Senyawa ini juga berfungsi sebagai antiseptic yaitu

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Allisin dan alliin diubah oleh enzim

allisin liase menjadi asam piruvat, ammonia, allisin antimikroba yang bersifat

bakterisidal (dapat membunuh bakteri)


b. Flavonoid
Bahan aktif ini dikenal sebagai antiinflamasi atau antiradang, jadi, bawang

merah digunakan untuk menyembuhkan radang hati (hepatitis), radang sendi

(artritis), radang tonsil (tonsillitis), radang pada cabang tenggorokan (bronchitis),

serta radang anak telinga (otitis media). Flavonoid juga berguna sebagai bahan

antioksidan alamiah sebagai bakterisida dan dapat menurunkan kadar kolesterol

jahat (LDL, low density lipoprotein) dalam darah secara efektif


c. Alil profil disulfide
Seperti flavonoid, senyawa ini juga bersifat hipolipidekmik atau mampu

menurunkan kadar lemak darah. Khasiat lainnya yaitu sebagai antiradang.

Kandungan sulfur dalam bawang merah sangat baik untuk mengatasi reaksi

radang, terutama radang baik, bronchitis maupun kongesti bronchial.


d. Fitosterol
Fitosterol adalah golongan lemak yang hanya bisa diperolehdari minyak

tumbuh-tumbuhan atau yang lebih dikenal sebagai lemak nabati. Jenis lemak ini

cukup aman untuk dikonsumsi, termasuk penderita penyakit kardiovaskuler, oleh

karena itu, penggunaannya justru akan menyehatkan jantung.

e. Flanovonol

Senyawa ini, bersama kuersetin dan kuersetin glikosida, memiliki efek

farmakologi sebagai bahan antibiotic alami (natural antibiotic). Hal ini


42
27

dikarenakan kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan virus, bakteri,

maupun cendawan. Senyawa ini juga mampu bertindak sbagai anti koagulan dan

antikanker.

f. Kalium
Salah satu unsur penting dalam kandungan gizi bawang merah dan terdapat

dalam jumlah besar adalah kalium. Menurut Food and Nutrition Research Center,

Manila (1964), kandungan unsur kalium dalam bawang merah biasa lebih tinggi

dari pada bawang Bombay, masing-masing 334 mg dalam setiap gram. Kalium

berperan dalam mempertahamkan keseimbangan elektrolit tubuh. Unsur ini juga

bermanfaat untuk menjaga fungsi saraf dan otot.


g. Pektin
Bahan ini merupakan senyawa golongan polisakarida yang sukar dicerna.

Oleh karena itu, seperti pada flavonoid, pectin bersifat menurunkan kadar

kolesterol darah (hipolipidemik). Senyawa ini juga mempunyai kemampuan

mengendalikan pertumbuhan bakteri


h. Saponin
Saponin termasuk senyawa penting dalam bawang merah, yang memiliki

cukup banyak khasiat. Senyawa ini terutama berperan sebagai antikoagulan, yang

berguna untuk mencegah penggumpalan darah. Saponin juga dapat berfungsi

sbagai ekpektoran, yaitu mengencerkan dahak.

i. Tripopanol
Ketika umbi bawang merah diiris atau dilukai keluar gas tripanol sulfoksida.

Gas ini termasuk salah satu senyawa aktif eteris dalam bawang merah yang

menyebabkan keluarnya air mata (lakrimator). Agar mata tidak pedih dan berair

saat mengiris bawang merah, simpanlah bawang merah dalam lemari pendingin

selama kurang lebih 30 menit.


Bersamaan dengan keluarnya tripopanal sulfoksida, akan muncul pula bau

menyengat yang merupakan aroma khas bawang merah. Bau ini berasal dari
42
28

senyawa propil disulfida dan propil-metil disulfida. Ketika bawang merah ditumis

atau digoreng, senyawa ini akan menebarkan aroma harum.

Baik tripopanal sulfoksida, propil disulfide, maupun propil metil disulfide

dapat berfungsi sebagai stimulansia atau perangsang aktivitas fungsi organ-organ

tubuh. Jadi, senyawa-senyawa itu sangat berguna untuk merangsang fungsi

kepekaan saraf maupun kerja enzim pecernaan.

j. Minyak Atsiri

Minyak atsiri dalam bawang merah ini mempunyai aroma yang khas. Minyak

atsiri dalam bawang merah ini dapat digunakan untuk menurunkan suhu tubuh

karena minyak atsiri dapat melancarkan pembuluh darah.

b.4.5 Penggunaan Bawang Merah Sebagai Obat

Menurut Jaelani (2017) penggunaan bawang merah sebagai obat sangat

menolong dan menguntungkan, mengingat tanaman ini banyak tersedia di hampir

setiap keluarga. Demikian juga, harganya relative terjangkau oleh kamampuan

keluarga, walaupun kadang-kadang melambung tinggi. Manfaat bawang merah ini

semakin terasa terutama pada saat biaya pengobatan semakin tinggi akibat krisis

ekonomi. Tanpa disadari oleh masyarakat, ternyata bawang merah memiliki

potensi yang cukup penting bagi kesehatan keluarga. Yakni, memberikan solusi

hidup sehat dengan cara yang relative mudah dan murah. Selain itu bawang merah

juga dapat memberikan sebagai bahan baku alternative dalam pengobatan

keluarga. Yakni, memberikan solusi hidup sehat dengan cara yang relative murah

dan mudah. Selain, itu bawang merah juga dapat memberikan banyak manfaat

sebagai bahan baku alternative dalam pengobatan keluarga. Penyebuhan dengan

bawang merah tergolong sangat efektif, efisien, dan relative aman. Bawang merah
42
29

yang berkualitas memiliki bentuk normal (tidak cacat), dengan kondisi cukup

kering dan agak keras jika dipencet. Aromanya kuat, kulit umbi berwarna terang

dan tidak sedang berkecambah.

Gerusan bawang merah dipermukaan kulit membuat pembuluh darah vena

berubuh ukuran yang diatur oleh hipotalamus anterior untuk mengontrol

pengeluaran pana, sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan

hambatan produksi panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah

permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas. Terjadinya vasodilatasi ini

menyebabkan pembuangan panas secara evaporasi (berkeringat) yang diharapkan

akan terjadi penurunan suhu tubuh mencapai keadaan normal kembali (Potter,

Perry, 2009) dalam (Cahyaningrum, Putri, 2017).

Kompres Bawang Merah

Evaporasi

Merangsang reseptor tubuh yang ada di kulit diteruskan ke otak

Hipotalamus menurunkan control pengaturan suhu tubuh


Vasodilatasi pembuluh darah ditepi kulit
Pori-pori kulit membuka

Berkeringat
Penurunan suhu tubuh
42
30

Bagan 2.3 Mekanisme kompres bawang merah

b.5 Plastik
Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup, wadah dan

pembungkus makanan alami sudah mulai ditinggalkan masyarakat dan diidentikan

dengan kumuh, tidak higienis, tidak praktis, perlahan berganti dengan

pembungkus atau wadah buatan manusia yang kini biasa kita gunakan seperti

kertas, pastik, kaleng dan Styrofoam. Dikalangan masyarakat selama ini, wadah

pembungkus makanan buatan yang modern itu memang menciptakan kesan

praktis, simpel dan bersih. Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan

yang sehari- hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan

hanya sekadar bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai “pelindung”

makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan. Berikut

ini adalah penjelasan dari macam-macam bahan plastik menurut (Andriani, 2018):
a. PE/PETE (Polyethylene Terephthalate)
PE merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai

kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Secara sifat fisiknya bahan PE

dapat didaur ulang dengan mudah. Proses pemanasan pada suhu 1100C terhadap

plastik jenis ini akan menjadikan plastik jenis ini lunak dan mencair. Berdasarkan

sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik,

polietilen mampu memiliki ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi (Nurminah, 2003)

dalam (Wahyuni, 2017). Proses pembuatan PE adalah dengan proses polimerisasi

adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri minyak dan

batubara. Polietilen banyak digunakan sebagai pengemas makanan, hal ini di

karenakan sifatnya yang thermoplastik, selain itu PE mudah dibuat kantung

dengan derajat kerapatan yang baik. Plastik jenis polietilen ini memiliki ciri

warnanya yang jernih/transparan/tembus pandang.


42
31

b. HDPE (High Density Polyethylene)


HDPE merupakan polietilen dengan jumlah rantai cabang yang lebih sedikit

dibandingkan dengan PE. Rantai cabang yang lebih sedikit ini membuat plastik

HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan

terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul yang berada pada plastik ini

juga berperan dalam menentukan titik leleh plastic. HDPE memiliki titik leleh

yang cukup tinggi, oleh karena sifatnya ini HDPE sering digunakan pada kemasan

untuk botol susu, tupperware, galon air minum, kursi lipat, kemasan deterjen,

kemasan susu.

c. PVC (Polyvinyl Chloride)

PVC merupakan polimer termoplastik ketiga dalam hal jumlah pemakaian di

dunia. Di seluruh dunia, lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam

konstruksi bangunan. PVC banyak digunakan pada konstruksi bangunan karena

PVC relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai. PVC diproduksi dengan

cara polimerisasi monomer vinil klorida (CH2=chcl). Dari sifat fisiknya PVC

merupakan jenis plastik yang paling sulit didaur ulang. PVC mempunyai sifat

keras, kaku, jernih dan mengkilap, sangat sukar ditembus air dan permeabilitas

gasnya rendah sehingga sesuai untuk mengemas makanan yang banyak

mengandung air.plastik jenis ini juga baik dan aman jika digunakan untuk

makanan yaitu food wrap (pembungkus pangan) (BPOM, 2017)

d. LDPE (Low Density Polyethylene)

LDPE adalah plastik tipe cokelat sering dipakai untuk tempat makanan,

plastik kemasan, dan botol-botol yang bersifat lunak. Plastik LDPE memiliki ciri

kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. LDPE
42
32

mempunyai massa jenis antara 0,91-0,94 gmL-1, separuhnya berupa kristalin (50-

60%) dan memiliki titik leleh 1150C.

e. PP (Polypropilena)

Plastik PP memiliki sifat sangat mirip dengan plastic jenis PE, dan sifat-sifat

penggunaannya juga sama. Plastik PP memiliki sifat lebih kuat dan ringan dengan

daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil

terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Monomer PP diperoleh dengan

pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan

homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah.

Dengan menggunakan katalis Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari

propilen. PP adalah bahan plastik yang dipakai pada kemasan makanan

ringan/snack, sedotan, kantong obat, penutup, dan lain-lain.

f. PS (Polystyrene)

PS adalah produk polimerisasi dari monomer-monomer stirena, dimana

monomer stirena-nya didapat dari hasil proses dehidrogenisasi dari etil benzene

(dengan bantuan katalis). Etil benzene endiri merupakan hasil reaksi antara etilena

dengan benzene (dengan bantuan katalis). PS mempunyai softening point rendah

(900C) sehingga PS tidak digunakan untuk pemakaian pada suhu tinggi, atau

misalnya pada makanan yang panas. Suhu maksimum yang boleh dikenakan

dalam pemakaian adalah 750C. Disamping itu, PS mempunyai sifat konduktifitas

panas yang rendah (Mujiarto, 2005) dalam (Andriani, 2018).


42
b.6 Kerangka Konsep

INPUT PROSES OUTPUT

Terapi Penurunan Suhu


Kenaikan Suhu Farmakologi: Tubuh
Anak Kejang
Tubuh
Demam Antipiretik
(Hiperpireksia)
Terapi Non
Farmakologi :
Kompres
Bawang Merah
: diteliti : Tidak Diteliti

Bagan 2.4 Kerangka Konsep Pegaruh Kompres bawang merah terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam

35
42
36

Kenaikan suhu tubuh (hiperpireksia) pada anak ini menyebabkan

metabolisme basal dalam tubuh meningkat hingga 10-15% selain itu juga

kebutuhan O2 dapat meningkat hingga 20%, oleh karena itu terjadi difusi Na+ dan

K+ sehingga terjadi ketidakseimbangan membrane sel dan terjadi pelepasan Na+

dan K+ dan terjadinya gangguan muatan listrik keseluruh tubuh disitulah sehingga

terjadi kejang demam. Pemicu utama kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh

(hiperpireksia) maka intervensi yang akan diberikan kompres bawang merah cara

kerja bawang merah adalah menhantarkan panas dengan cara evaporasi dengan

mekanismenya pertama adalah merangsang reseptor tubuh yang ada dikulit

kemudian diteruskan ke otak selanjutnya hipotalamus menurunkan control

pengaturan suhuset poin setelah fase ini terjadi vasodilatasi pembuluh darah

sehingga terjadi penurunan suhu tubuh.

b.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian menurut La Biando-Wood dan Haber (2002) hipotesis

adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel

yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nusalam,

2016). Hipotesis dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

g. Hipotesis Nol (H0): Tidak ada pengaruh penurunan suhu tubuh anak setelah

diberikan kompres bawang merah

h. Hipotesis Alternative (Ha/H1): Ada pengaruh penurunan suhu tubuh anak

setelah diberikan kompres bawang merah


42
37

b.8 Literature Review

Tabel 2.3 Literature Review


No. Peneliti Judul Hasil Penelitian
1 Riyadi, et all, 2016 The effect of onion (Allium These results indicate that
ascalonicum L.) compres toward compresses onion can lower
body temperature of clidren with body temperature in clients
hipertermia in bougenville room dr. with increased body
Haryoto Lumajang Hospital temperature.
2 Cahyaningrum, Putri, Perbedaan Suhu Tubuh Anak Significancy 0,000 (ρ <
2017 Demam Sebellum dan Setelah 0,005) sehingga
Kompres Bawang Merah disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan suhu tubuh yang
bermakna antara sebelum
dan setelah kompres bawang
3 Nugroho, 2012 Efektifitas Bawang Merah Terhadap Significant P = 0,000
Penurunan Suhu Tubuh pada Anak (α<0,05) berarti P < α,
Febris Usia 1-5 tahun sedangkant hitung sebesar
33,000 sehingga Ho ditotal
dan H1 diterima dengan
demikian dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh dari
pemberian bawangmerah
terhadap penurunan suhu
tubuh pada anak febris usia
1-5 tahun.
5 Rachmad, Suryani, Penentuan Efektifitas Bawang Merah Penurunan suhu untuk
Gareso dan Ekstrak Bawang Merah (Allium menurunkan suhu lebih
Cepa var. Ascalonium) dalam cepat, sedangkan untuk
menurunkan suhu badan ekstrak bawang merh
memiliki waktu yang
relative banyak jika
dibandingkan dengan
bawang merah asli.
Sehingga dapat dikatakan
bahwa bawang merah asli
lebih efektif dalam
menurunkan suhu
disbanding dengan ekstrak
bawang merah, dengan kata
lain ekstrak bawang merah
tidak mempunyai pengaruh
dalam penurunan suhu
badan
42
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini, menguraikan tentang : 1) Desain penelitian, 2) Populasi,

teknik sampling, 3) Variabel penelitian, 4) Definisi operasional, 5) Lokasi dan

Waktu Penelitisan, 6) Instrumen Penelitian, 7) Pengumpulan Data, 8) Teknik

Pengolahan Data, 9) Kerangka Operasional, 10) Analisis Data, 11) Penyajian

Data, dan 12) Etika Penelitian.

3.1 Desain penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian

rupa sehingga peneliti mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih

untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk

mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013)

Sugiyono, (2016) menjelaskan terdapat beberapa bentuk desain

eksperimen yang dapat digunakan dalam penelitian bisnis yaitu: pre-Experimental

Design, True Experintal Design, Factorial Design, dan quasi Eksperimental

Design.

Desain penelitian yang digunakan dalam peneliti ini adalah rancangan

eksperimen Pre Eksperimental one group pretest-postest design. Jenis penelitian

ini dilakukan dengan cara sebelum diberikan perlakukan kompres bawang merah,

variable observasi/diukur terlebih dahulu (pre test) setelah itu dilakukan perlakuan

pemberian kompres bawang merah dilakukan observasi (post test). Paradigma

penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

38
39

Subjek Pretest Perlakuan Posttest

Anak kejang O1 X O2

Bagan 3.1 Desain Penelitian Pre Eksperimental one grub pre-post test design

Keterangan :

O1 : Suhu tubuh anak sebelum kompres bawang merah (pretest)

O2 : Suhu tubuh anak setelah kompres bawang merah

X : Intervensi pemberian kompres bawang merah

3.2 Populasi, Sample, Teknik Sampling


3.2.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Setiadi, 2013)

Populasi adalah wilayah generealisasi yang terdiri atas: objek subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk

mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasien anak dengan kejang demam di ruang

anak RSUD dr. R. Soedarsono.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. (Sugiyono,2016) Sampel terdiri dari atas bagian populasi

terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian sampling.

(Nursalam, 2016)

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian anak yang mengalami kejang

demam di ruang anak RSUD dr. Sodarsono Pasuruan.


42
40

n = NZ21-α/2 P(1 – P)
Nd2 + Z21-α/2P(1 – P)
n : besar sampel
N : besar populasi
Z1-α/2 : nilai sebaran normal baku yang besarnya tergantung α
P : populasi kejadian
d : besar penyimpangan (absolut) yang bisa diterima

= 79 (1.96)2 0,25 (1 – 0.25) = 19 anak


79 (0,1)2 + (1,96)2 0.25 (1 – 0.25)

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Kriterian Inklusi
a. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian
b. Anak dengan suhu tubuh ≥ 38oC
c. Anak yang mengalami kejang demam
2. Kriteria ekslusi
a. Membatalkan pertisipasinya dalam penelitian
3.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan

mewakili dari keseluruhan populasi yang ada, secara umum ada dua jenis

pengambilan sampel yakni probability sampling dan non probability sampling

(Sugiyono, 2009).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non

probability sampling purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel diantar populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang sudah dikenal sebelumnya.

3.3 Variabel Penelitian


42
41

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto, Putra, & Haryanto,

2000) dalam (Nursalam, 2016).

Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang

didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu

penelitian. Konsep yang dituju dalam suatu penelitian bersifat kongkret dan secara

langsung bisa diukur, misalnya denyut jantung, hemoglobin, dan pernafasan tiap

menit. Sesuatu yang kongkret tersebut bisa diartikan sebagai suatu variabel dalam

penelitian (Nursalam, 2016).

3.3.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain.

Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu

dampek pada variabel dependen. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati,

dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain

(Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah

pemberian Pemberian Kompres Bawang Merah.

3.3.2 Variabel Dependen

Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain.variabel

respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain dalam

ilmu perilaku, variabel terikat adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu

organisme yang dikenai stimulus (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini yang

menjadi varibel dependen adalah penurunan suhu tubuh.


42
3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor


1 2 3 4 5 6
1. Variabel Pemberian kompres - 1. SOP pemberian Nominal
Independen: bawang merah kompres bawang
dengan cara merah
memberikan gerusan 2. Set alat dan bahan
Pemberian bawang merah yang perlengkapan
dikukus dan untuk pemberian
kompres
dibungkus dengan kompres bawang
bawang
merah
merah kasa kemudian di
letakkan di daerah
aksila yang
diberikan 10-15
menit
2. Variabel Suhu tubuh yang 1. Suhu tubuh yang 1. SOP pengukuran Rasio 1= Hipotermia < 36oC
dependen : diukur dengan diukur sebelum suhu tubuh 2=Normal antara 36-37 oC
menggunakan perlakuan. 2. Thermometer suhu 3=Febris/pireksia 37,5-40 oC
thermometer digital 2. Suhu tubuh posttest digital arteri aksila 4=Hipertermia > 40 oC
Suhu Tubuh arteri di aksila pada diukur 30 menit dan temporalis,
anak dengan kejang setelah pemberian dan set alat dan
demam intervensi bahan perlengkan
3. Tingkatan suhu tubuh pengukuran suhu
43

42
a. Hipotermia < tubuh.
36oC 3. Lembar observasi
b. Normal antara 36- untuk mencatat
37 oC suhu tubuh
c. Febris/pireksia
37,5-40 oC
d. Hipertermia > 40
o
C

4442
45

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Pengukur suhu tubuh
a. SOP Pengukur suhu tubuh
b. Perlengkapan pengukuran suhu tubuh (tercantum di SOP)
c. Bawang merah yang sudah dihaluskan dan di kukus
d. Buku catatan lembar observasi untuk mencatat hasil pengukuran

suhu tubuh.
3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
1) Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. R Soedarsono Pasuruan.
2) Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu mulai 7 Januari-2 Februari

2019
3.7 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah segala sesuatu yang dikenal perlakuan atau yang

dipakai untuk perlakuan

1. Pemberian kompres bawang merah


a. Sarung tangan
b. Perlak
c. SOP kompres bawang merah
d. Kompres bawang merah
2. Pengukuran suhu tubuh
a. Termometer suhu tubuh
b. Alat tulis dan buku catatn
c. SOP pengukuran suhu tubuh
3.8 Pengumpulan data
1. Tahap Persiapan
1) Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang yang ditujukan ke Badan

Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Pasuruan serta pihak terkecil.


2) Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Pasuruan mengeluarkan

surat rekomendasi penelitian kepada direktur RSUD dr. R Soedarsono.


2. Tahap Pelaksanaan
1) Setelah mendapat ijin, peneliti berkolaborasi dengan kepala ruangan dan

perawat Ruang anak RSUD dr. R Soedarsono Pasuruan untuk melaksanakan

penelitian dan mensosialisasikan maksud dan tujuan penelitian.


42
46

2) Peneliti menentukan subjek penelitian, anak usia 1-5 tahun, anak dengan

suhu tubuh ≥ 38oC, anak dengan diagnose medis kejang demam baik kejang

demam sederhana maupun kejnag demam kompleks.


3) Peneliti memperkenalkan diri kepada orang tua responden. Menjelaskan

tujuan, dan prosedur penelitian dan meminta kesedian orang tua sebagai

responden untuk mengijinkan anaknya untuk dijadikan sampel dalam

penelitian bagi orang tua (responden) yang bersedia maka mengisi lembar

persetujuan (informed concent)


4) Peneliti melakukan pengukuran suhu anak sebelum dilakukan pemberian

kompres bawang merah dengan menggunakan thermometer dan

mendokumentasikan, data ini akan dijadikan sebagai data pretest.


5) Setelah itu peneliti melakukan intervensi pemberian kompres bawang

merah. Kompres bawang merah dilakukan 5-10 menit. Intervensi dilakukan

1x hari
6) Kemudian peneliti melakukan pengukuran suhu anak sesudah dilakukan

intervensi pemberian kompres bawang merah dan mendokumentasikan, data

ini dijadikan data post test.

3.9 Kerangka Operasional


42
47

Prosedur penelitian atau langkah-langkah penelitian sebagai

berikut:

Desain Penelitian
Pre-Eksperimental (Nondesign) one group Pretest-Post test

Populasi
Seluruh pasien anak dengan kejang demam di Rumah Sakit dr. R Soedarsono

Sample

Sampling Pasien anak usia 1-5 tahun yang mengalami kejang demam,
purposive di ruang anak RSUD dr. Sodarsono Pasuruan.

Variabel Independen: Variabel Dependen:


Pemberian Kompres Penurunan Suhu Tubuh
Bawang Merah

Pengumpulan Data

Instrumen pengukuran suhu tubuh

Pengolahan data Editing, Coding, Processing,


Cleaning, Tabulating

Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi

Penyajian dan Hasil

Kesimpulan
Bagan 3.2 Kerangka Operasional
42
49

3.10 Teknik Pengolahan Data

Menurut Ariani (2014), sebelum semua data diolah maka terlebih dahulu

melalui beberapa tahap sebagi berikut :

a. Editing/memeriksa kelengkapan dan data responden serta memastikan bahwa

semua pertanyaan telah diisi. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan

pengecekan, semua lembar kuisioner dan observasi terisi lengkap, sehingga

tidak perlu lagi klarifikasi dengan orang tua responden.


b. Coding/memberi tanda untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga

mempercepat pada saat entry data. Lembaran berisi nomor responden,

pengkodean usia, jenis kelamin, penyakit penyerta, riwayat kejang demam

sebelumnya.
c. Processing/memproses data agar data yang sudah dientry dapat dianalisis,

pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuisioner

kesistem analisis statistik berbasis komputer, dengan menggunakan uji

nurmalitas memasukkan semua data hasil pengukuran suhu tubuh.


d. Cleaning (Pembersihan Data) Apabila semua data dari setiap sumber data

atau responden selesai dimasukkan, dicek kembali untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan kode, kemudian dilakukan pembetulan,

setelah dirasa data sudah benar kemudian peneliti melakukan tabulating data.
e. Tabulating (Pengelompokan) data dikelompokkan dalam kategori yang telah

ditentukan dan dilakukan tabulasi.

3.11 Analisis Data

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

a. Analisa Univariat
42
50

Notoadmojo (2012) menjelaskan analisis univariat adalah analisis yang

digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik masing-masing

variabel yang diteliti. Nilai yang diukur yaitu: ukuran tengah yang meliputi mean,

median dan modus. Nilai ukuran variasi yaitu berupa range, jarak quartil, dan

standar deviasi. Analisa univariat dalam penelitian ini adalah usia anak, suhu

tubuh, bentuk distribusi frekuensi berupa mean, median, standar deviasi


b. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur apakah data

yang kita miliki dengan data yang berdistribusinormal yang memiliki mean dan

standar devisiasi yang sama dengan data kita (Sujarweni, 2015). Uji Normalitas

pada penelitian ini menggnakan uji normalitas Shapiro Wilk. Uji normalitas.

Tingkat kemaknaan hasil uji statistik adalah 95% dengan tingkat kesalahan

ditetapkan sebesar 5% (α=0,05). Jika hasil statistik didapatkan p < 0,05 maka data

berdistribusi tidak normal namun. Jika p hitung >0,05 maka data berdistribusi

normal. Analisis statistik menggunakan aplikasi berbasis komputer.

c. Analisa Bivariat
Analisis bivariat yaitu melakukan analisis hubungan antara dua variabel yang

ada dalam penelitian. Pada penelitian ini dilakukan analisis tentang perbedaan

suhu tubuh anak sebelum dilakukan kompres bawang merah dan sesudah

dilakukan kompres bawang merah. Analisis data ditunjukkan untuk menjawab

tujuan penelituan dan menguji hipotesis dengan uji Wilxocon dengan tingkat

kemaknaan p<0,05. Uji Wilxocon digunakan untuk menentukan ada tidaknya

perbedaan rata-rata dua sampel bebas. Data yang dimaksud adalah sampel yang

sama namun mempunyai dua data (Wiratna, 2014). Dengan hasil jika p > 0,05
42
51

maka H0 diterima H1 ditolak dan jika p < 0,05 maka H0 ditolak H1 diterima

(Notoadmojo, 2012).
3.12 Penyajian Data

Data statistik perlu disajikan dalam bentuk yang mudah dibaca dan

dimengerti. Tujuannya adalah memberikan informasi dan memudahkan

interpestasi hasil analisis (Setiadi, 2013).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penyajian data berupa :

1) Narasi
Dibuat dalam bentuk narasi mulai dari pengambilan data sampai

kesimpulan.
2) Tabel
Penyajian dalam bentuk angka (data numerik) yang disusun dalam kolom

dan baris dengan tujuan untuk menunjukkan frekuensi kejadian dalam

kategori yang berbeda. Karakteristik data sampel yang berkaitan dengan

tujuan penelitian disajikan dalam bentuk table meliputi: usia, penyakit

penyerta, riwayat kejang demam sebelum dan suhu tubuh.


3.13 Etika Penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian/pengumpulan data dapat

dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak

subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2016)

1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Peneliti harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan subjek khususnya

jika menggunakan tindakan khusus.


b. Bebas eksploitasi
Partisipasi subjek dalam peneitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak

menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian

atau informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang

dapat merugikan subjek dalam bentuk apa pun.


42
52

c. Resiko (benefis ratio)


Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan risiko dan

keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.


2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikuttidak menjadi responden (right of self determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak

memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupu tidak, tanpa adanya

sangsi apa pun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka

seorang klien.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perilaku yang diberikan (right to full

disclosure)
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara terperinc serta

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.


c. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian

yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau

menolak menjadi rsponden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan

bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan sesudah

keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata

mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dalam penelitian


b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)
Subjek menpunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus

dirahasiakan untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia

(confidentiality)
42
53

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas mengenai hasil pengumpulan data tentang pengaruh

Kompres Bawang Merah terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak dengan

Kejang Demam di RSUD dr R. Soedarsono Kota Pasuruan. Data disampaikan

dalam bentuk tabel dan narasi yang meliputi data umum dan data khusus. Data

umum menjelaskan gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik demografi

responden penelitian (umur, riwayat kejang, penyakit penyerta, serta jenis kejang).

Data khusus menjelaskan tentang variabel yang diukur berkaitan dengan pengaruh

kompres bawang merah terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan kejang

demam pada kelompok intervensi.

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di ruang anak RSUD Dr. Soedarsono Kota

Pasuruan yang terletak dijalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo No. 1,4 Kota Pasuruan

Jawa Timur. Ruang anak merupakan ruang rawat inap anak yang merawat anak

sakit dengan batasan umur lebih dari 29 hari sampai dengan umur 15 tahun.

Ruang anak di RSUD Dr. R Soedarsono kota Pasuruan dibagi menjadi 4 tempat

yaitu VIP (Ruang Tulip), Kelas 1 (Ruang melati 7-8), Kelas 2 (Melati 9-11) dan

kelas 3 dibagi menjadi 2 yaitu non GEA (Ruang melati 1-6) dan GEA (Ruang

Melati 12-16). Ruang anak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ruang

Melati 1-6 dan ruang melati 12-16 (kelas 3) terdiri dari 11 kamar dengan 33

kapasitas tempat tidur. Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia di Ruang Anak
42
54

sebanyak 32 orang, terdiri dari 4 orang spesialis dokter anak, 1 orang kepala

ruang, 2 orang ketua tim, 25 perawat pelaksana, dan 1 orang Tata Usaha. Peneliti

mengambil data penelitian ini di ruang anak RSUD dr R Soedarsono kota

Pasuruan kelas 3 (Melati1-6 dan Melati 12-16) dengan fasilitas 1 ruangan dengan

kapasitas tempat tidur berisi 3 bed, 1 kamar mandi, 2 kipas angin dan ventilasi

ruangan yang cukup tiap ruangnya. Periode penelitian ini dilakukan pada tanggal

7 Januari-2 Februari 2019. Besar sampel yang diperoeh adalah 19 anak.


4.2 Karakteristik Dasar Sampel
Tabel 4.1 Karakteristik Data Responden

Karakteristik F %
Usia
6-24 Bulan 15 78,9%
25-60 Bulan 4 21,1%
Total 19 100%
Penyakit Penyerta
ISPA 4 21,1%
OF 11 57,9%
Hipoglikemia+Bronkitis 1 5,3%
DF 1 5,3%
GEA 2 10,5
Total 19 100%
Jenis Kejang
KDS 16 84,2%
KDK 3 15,8%
Total 19 100%
Riwayat Kejang
Ya 9 47,4%
Tidak 10 52,6%
Total 19 100%
Tabel 4.1 menujukkan bahwa distribusi frekuensi karakteristik sampel

berdasarkan usia di ruang anak RSUD dr. R Soedarsono Kota Pasuruan tahun

2019, Karakteristik responden yang usia 6-24 bulan berjumlah 15 (78,9 %) dan

pada usia 25-60 bulan berjumlah 4 (21,1%). Karakteristik responden yang

mempunyai penyakit penyerta ISPA berjumlah 4 (21,1%), OF berjumlah 11


42
55

(57,9%), Hipoglikemia+Bronkitis berjumlah 1 (5,3%), DF berjumlah 1 (5,3%),

GEA berjumlah 2 (10,5%). Karakteristik responden yang mempunyai riwayat

kejang berjumlah 9 (47,4%) dan yang tidak mempunyai riwayat kejang

sberjumlah 10 (52,6%). Karakteristik responden jenis kejang KDS berjumlah 16

(84,2%) dan KDK sejumlah 3 (15,8%).


4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Mengidentifikasi Suhu Tubuh Anak Sebelum Diberikan Intervensi
Tabel 4.2 Suhu tubuh anak sebelum diberikan intervensi kompres bawang merah pada

pasien kejang demam di Ruang Anak RSUD dr. R Soedarsono Kota Pasuruan

Pengukuran N Mean Min Max St. Div


Suhu Tubuh 19 38,558 38,2 39,1 0,2912

Berdasarkan table 4.4 diatas menunjukkan bahwa sebelum dilakukan intervensi

kompres Bawang Merah berada diatas normal yaitu 37oC, Yaitu min disapatkan

nilai suhu tubuh anak minimal 38,2 dan maksimal 39,1 dengan nilai rata-ratasuhu

tubuh 38,558.
4.3.2 Mengidentifikasi Suhu Tubuh Setelah diberikan Intervensi Kompres

Bawang Merah
Tabel 4.3 Suhu Tubuh anak setelah diberikan intervensi kompres bawang merah

pada pasien kejang demam di Ruang Anak RSUD dr. R Soedarsono Kota Pasuruan

Pengukuran N Mean Min Max St Div


Suhu Tubuh 19 38,274 37,6 39,5 0,5031

Berdasarkan table 4.5 di atas menunjukkan bahwa terjadinya penurunan

suhu tubuh anak pada pasien dengan kejang demam, didapatkan nilai minimum

37,6 dengan rata 38,274.


4.3.3 Membuktikan Pengaruh Kompres Bawang Merah terhadap

Penurunan Suhu Tubuh pada Anak dengan Kejang Demam


Tabel 4.3 Selisih suhu tubuh anak sebelum diberikan kompres bawang merah

dengan sesudah diberikan kompres bawang merah pada pasien anak dengan

kejang demam
42
56

Variabel N Mean SD Min Max


Suhu Pre Test 19 38,274 0,5031 37,6 39,5
Kompres Bawang
Merah
Suhu Post Test 19 38,558 0,2912 38,2 39,1
Kompres Bawang
Merah
Selisih Suhu Pre- 19 0,284 0,284 39,1 6
Post Test
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diperoleh suhu tubuh minimum pada pre test

38,2 dan nilai minimum pada post test 37,6 dengan selisih -4, sedangkan nilai

maksimun suhu pre test 39,1 dan nilai maksimun post test 39,5 dengan selisih

maksimun 6

Tabel 4.4 Uji Normalitas untuk Menentukan sebaran data berdistribusi

normal atau tidak


Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk
Test Of Normality
Shapiro Wilk
DF Statistic Sig
Suhu Pre Test Kompres 19 0,921 0,114
Bawang Merah
Suhu Post Test Kompres 19 0,916 0,97
Bawang Merah
Selisih Suhu Pre-Post Test 19 0,787 0,001
menunjukkan hasil sebesar <0,05 , sehingga dapat disimpulkan data tersebut

berdistribusi tidak normal karena P<0,05.


Tabel 4.5 Analisis Data Bivariat Menggunakan Uji Wilcoxon berdasarkan uji

Normalitas yang telah dilakukan

Test Of Wilxocon
N Mean Sum Of Nilai
42
57

Ranks Ranks P
a
Negatve Ranks 17 9,82 167,00
Suhu Pre Test Positive Ranks 2b 11,50 23,00 0,03
Kompres Bawang
Merah Ties 0
Total 19
Berdasarkan tabel 4.5 di atas diketahui bahwa perbedaan Suhu sebelum intervensi

dengan setealh p = 0,003 yang berarti H0 ditolak artinya ada perbedaan suhu

antara sebelum intervensi dengan setelah intervensi kompres Bwang Merah.

4.4 Pembahasan
4.4.1 Suhu Tubuh Anak Sebelum diberikan Kompres Bawang Merah pada

Pasien Anak dengan Kejang Demam


Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa suhu tubuh pasien sebelum

dilakukan intervensi kompres bawang merah dengan rata-rata 38,558 oC dengan

nilai minimum 38,2oC sebelum diberikan intervensi dan devisiasi standart 0,2912.

Panas tinggi atau demam merupakan kondisi dimana suhu tubuh lebih tinggi dari

biasanya atau diatas suhu normal, umumnya terjadi ketika seseorang mengalami

gangguan kesehatan (Widjaja, 2008). Demam bukan suatu penyakit namun

demam biasanya merupakan tanda positif bahwa tubuh sedang melawan infeksi.

Pada anak usia antara enam bulan sampai 5 tahun, demam dapat menjadi pencetus

terjadinya kejang pada anak disebut kejang demam (The American Academy Of

Pediatrics, 2005). Terjadinya bangkitan kejang pada anak terjadi karena kenaikan

suhu tubuh diatas 38oC disebabkan oleh proses ekstrakranium. Suhu tubuh pada

anak yang mengalami kejang demam dipengaruhi oleh penyakit yang terjadi pada

anak. Pola demam bergantung pada pirogen penyebabnya. Peningkatan atau

penurunn aktivitas pirogen mengakibatkan peningkatan dan penurunan demam


42
58

pada waktu yang berbeda. Durasi dan tingkat demam bergantung pada kekuatan

pirogen dan kemampuan respon individu (Potter, Perry, 2010).


Sebagian besar penyebab demam pada sampel diagnose dokter adalah

obserfasi febris yaitu 11 anak (Tabel 4.2). Faktor terjadinya kejang demam itu

sendiri adalah terjadi karena demam yang semakin tinggi. Selain itu juga kejang

demam dapat terjadi karena penyakit infeksi pada sampel dapat dilihat terdapat 4

ISPA, 1 Hipokaemia+Bronkitis, dan 3 GEA. Factor lain yang dapat juga

berpengaruh pada kejadian kejang demam adalah penyakit infeksi (Susilawati,

Amatiria, Hk, 2017). Kejang Demam demam timbul karena adanya infeksi di

saluran pernafasan, telinga atau infeksi di saluran pencernaan (Marwan, 2017).

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu tubuh badan yang tinggi dan cepat ini disebabkan oleh infeksi

susunan saraf pusat misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronchitis, furunkolisis

dan lain-lain (Ngastiyah, 2005). Selain itu juga sampel pada penilitian ini adalah

masih balita umur seperti pada tabel 4.1, wajar jika terjadi peningkatan suhu tubuh

karena belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu tubuh yang

menyebabkan tubuh tidak dapat menjaga keseimbangan antara produksi panas dan

pengeluaran panas.
4.4.2 Suhu Tubuh Setelah Diberikan Kompres Bawang Merah
Setelah Peneliti melakukan intervensi kompres bawang merah berdasarkan

tabel 4.3 menunjukkan bahwa terjadi penurunan suhu tubuh anak pada pasien

dengan kejang demam, didapatkan nilai minimum 37,6 dengan rata-rata 38,274.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompres bawang merah

dapat menurunkan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam, kandungan

minyak atsiri dalam bawang merah dapat melancarkan peredaran darah sehingga

peredaran dapat menjadi lancar (Cahyaningrum, Putri, 2017)


42
59

Kompres bawang merah adalah teknik mengompres bawang merah dengan

cara menggerus bawang merah kemudian ditaruh di area aksila dan femuralis.

Kandungan minyak atsiri dalam bawang merah juga data melancarkan peredaran

darah sihangga peredaran darah menjadi lancar (Cahyaningrum, Putri, 2017).

Bawang merah mengandung bahan-bahan aktif yang mempunyai efek

nonfarmakologi terhadap tubuh. Adapun menurut Dewi, Mulyani, Qomariyah

(2018) adalah kandungan minyak atsiri dalam bawang merah dapat menlancarkan

peredaran darah selain itu juga kandungan florogusin, sikloailiin, metialiin dan

kaemferol dapat digunakan sebagai penurun suhu tubuh.

Hasil penelitian Jayanti, Sukatmi, Suryono (2012) pemberian terapi

bawang merah di ubun yang ditumbuk kasar hingga pecah beberapa bagian akan

segera menurunkan panas. Berdasarkan analisa peneliti oleh Jayanti, Sukatmi, dan

Suryono dapat disimpulkan Kompres Bawang merah dapat menurukan suhu tubuh

karena kompres bawang merah ini bisa membuat pembuluh darah vena berubah

ukuran yang diatur oleh hipotalamus anterior untuk mengotrol pengeluaran

pengeluaran panas, sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan

hambatanproduksi. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan

untuk meningkatkan pengeluaran panas. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan panas secara evaporasi (berkeringat) sehingga terjadi penurunan

suhu tubuh mencapai keadaan normal.


4.4.3 Membuktikan Pengaruh Kompres Bawang Merah terhadap Penurunan

Suhu Tubuh pada Anak dengan Kejang Demam

Dari Hasil Uji Statistik pada Uji Normalitas didapatkan nilai P

menunjukkan sebesar 0,001, sehingga dapat disimpulakn data tersebur

berdistribusi tidak normal karena P<0,05. Maka Uji bivariate dalam penelitian
42
60

menggunakan uji Wilxocon. Setelah di Uji Wilxocon dilakukan, didapatkan bilai

P=0,003<α=0,05 dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh terhadap penurunan suhu tubuh pada anak

dengan kejang demam. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa ada penurunan

suhu tubuh pada anak dengan kejang demam antara sebelum pemberian intervensi

dengan setelah diberikan intervensi suhu tubuh minimum pada pre test 38,2 dan

nilai minimum pada post test 37,6 dengan selisih -4, sedangkan nilai maksimun

suhu pre test 39,1 dan nilai maksimun post test 39,5 dengan selisih maksimun 6.

Pengguanaan Bawang Merah sebagai obat sangat menolong dan menguntungkan,

mengingat tanaman ini banyak tersedia di hamper setiap keluarga. Demikian juga

harganyanya yang relative terjangkau oleh kemampuan keluarga. Selain itu juga

penyembuhan dengan bawang merah tergolong sangat efektif, efisien dan relative

aman (Jaelani, 2017). Gerusan bawang merah dipermukaan kulit membuat

pembuluh darah vena berubuh ukuran yang diatur oleh hipotalamus anterior untuk

mengontrol pengeluaran pana, sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh

darah dan hambatan produksi panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh

darah permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas. Terjadinya vasodilatasi

ini menyebabkan pembuangan panas secara evaporasi (berkeringat) yang

diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh mencapai keadaan normal kembali

(Potter, Perry, 2009).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rachmat (2012) yaitu

Bawang Merah asli lebih efektif dalam menurunkan suhu disbanding ekstrak

bawang merah atau dengan kata lain ekstrak bawang merah tidak mempunyai

pengaruh dalam penurunan suhu tubuh. Peniliti melakukan penelitian ini dengan
42
61

menggunakan teknik mengukus terlebih dahulu bawang merah karena teknik

mengukus bawang merah asli merupakan salah satu sediaan bawang merah yang

tidak merusak bahan aktif yang terkandung dalam bawang merah. Teknik

mengukus bawang merah ini hanya memanfaatkan uap air panas tanpa melalui

kontak langsung dengan air panas tanpa melalui kontak langsung dengan dengan

air. Cara mengukus bahan-bahan yangyang semestinya menguap akan menguap

bersama uap air, sehingga dengan cara mengukus ini bau khas bawang merah

yang menyengat dan gas tripopanol sulfoksida yang menyebabkan mata pedih

akan menguap bersama uap air namun teknik ini tidak menghilankan minyak atsiri

yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh sehingga dengan mengukus

bawang merah masih tetap bisa digunakan untuk menurunkan suhu tubuh.
Sehingga peneliti berpendapat bahwa kompres bawang merah terbukti

dapat menurunkan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam karena dengan

mengompres bawang merah dipermukaan kulit dapat membuat pembuluh darah

vena melebar dan hambatan produksi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan panas secara evaporasi (berkeringat) dan dapat menurunkan suhu

tubuh
4.5 Keterbatasan Peneliti
Peneliti ini memiliki keterbatasan sehingga berpengaruh pada hasil penelitian

antara lain:
1. Peneliti memiliki kendala untuk mengatasi factor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi suhu tubuh seperti suhu ruangan dan pakaian yang digunakan

serta penyakit penyerta pada anak berhubungan dengan keterbatasan jumlah

sampel.
42
62

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menguraikan tetang kesimpulan dari hasil penelitian dan sran dari

peneliti. Penelitian ini dilakukan di Ruang Anak RSUD dr. R Soedarsono Kota

Pasuruanpada periode 7 Januri-2 Februari 2019


5.1. Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Sebelum dilakukan intervensi kompres bawang merah rerata suhu tubuh anak

responden berada diatas normal yaitu 37oC, Yaitu min disapatkan nilai suhu

tubuh anak minimal 38,2 dan maksimal 39,1 dengan nilai rata-ratasuhu tubuh

38,558.
2. Setelah dilakukan intervensi kompres bawang merah rerata suhu tubuh anak

responden menunjukkan bahwa terjadinya penurunan suhu tubuh anak pada

pasien dengan kejang demam, didapatkan nilai minimum 37,6 dengan rata

38,274.
3. Ada pengaruh yang signifikan dari pemberian Kompres Bwang Merah

terhadap penurunan suhu tubuh anak dengan kejang demam diperoleh

sebelum pemberian intervensi dengan setelah diberikan intervensi suhu tubuh

minimum pada pre test 38,2 dan nilai minimum pada post test 37,6 dengan

selisih -4, sedangkan nilai maksimun suhu pre test 39,1 dan nilai maksimun

post test 39,5 dengan selisih maksimun 6. Uji Normalitas didapatkan nilai P

menunjukkan sebesar 0,001, sehingga dapat disimpulkan data terseburt

berdistribusi tidak normal karena P<0,05. Maka Uji bivariate dalam

penelitian menggunakan uji Wilxocon. Setelah di Uji Wilxocon dilakukan,

didapatkan bilai P=0,003<α=0,05 dengan demikianH1 diterima dan H0

ditolak sehingga dapat disimpulakn bahwa ada pengaruh terhadap penurunan

suhu tubuh pada anak dengan kejang demam


5.2. Saran
42
63

Berdasarkan hasil dan beberapa keterbatasan penelitian ini, maka peneliti

memberikan saran sebgai berikut:


1. Masyarakat dan responden
Saran bagi masyarakat dan responden untuk menerapkan kompres bawang

merah ini sebagai terapi nonfarmakologi untuk mengurangi peningkatan

suhu tubuh pada anak.


2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Agar lebih memahami bagaimana manfaat kompres bawang merah tidak

hanya ketika pasien dirawat di rumah sakit saja dan mengajarkan kepada

keluarga untuk bisa aplikasikan di rumah, sehingga terapi tersebut akan

leih dirasakan manfaatnya. Dengan cara memberikan SOP dan Leaflet

tentng prosedur kompres bawang merah.


3. Bagi Ruang Anak
Sebagi bahan pertimbangan untuk mengembangkan pengetahuan ilmu

keperawatan, sehingga Kepala ruangan bisa menginstuksikan perawat

ruangan agar kompres bawang merah tersebut dijadikan sebagai teknik

nonfarmakologi untuk menurunkan suhu tubuh pada anak demam

sehingga dapat mengurangi resiko kejang demam pada anak.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapakan hasil penelitian ini sebagai bahan kajian dan rujukan dalam

melakukan penelitian sejenis. penelitian ii hanya membuktikan apakah ada

pengaruh pemberian kompres bawang merah terhadap penurunan suhu

tubuh pada anak kejang demam. Peneliti selanjutnya mungkin dapat

meneliti lama waktu penrunan suhu tubuh dengan komprs ini.


42
64

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi (2008) Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien, Jakarta:Salemba Medika

Cahyaningrum, E. D., Putri, D. (2017). Perbedaan Suhu Tubuh Anak Demam


Sebelum Dan Setelah Kompres Bawang Merah. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Kesehatan, XV(3), 12.

Faijriyah, Noor (2017) Khasiat Sukses Budidaya Bawang Merah, Depok:Bio


Genesis

Ikhsan, Z., Meilia, R. N. (2017). Potensi Ekstrak Kulit Bawang Merah Sebagai
Fungisida Nabati Penyakit Antraknosa ( Colletotrichum Gloesporioides ),
2(2), 139–153.

Gibson, John (2002). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta:EGC

Jaelani (2007) Khasiat Bawang Merah Jogjakarta:Kanisius

Marwan, R. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanganan Pertama


Kejadian Kejang Demam Pada Anak Usia 6 Bulan - 5 Tahun Di Puskesmas,
1(1), 32–40.

Nurlaili, Rizky (2018) Studi Komparatif Pemberian Kompres Hangat dan Tepid
Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak dengan Kejang
Demam di RSUD dr. Soedarsono Pasuruan.
Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 4. Jakarta:


Salemba Medika

Ngastiyah, (2005) Perawatan Anak Sakit, Jakarta:EGC


42
65

Purba, Happy sri Rezeki. (2018). Pemerolehan Fonologi Anak Usia 6 Tahun
Dengan Riwayat Kejang Demam (Studi Kualitatif Pemerolehan Fonologi
Pada Nazwa)

Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine McCarty Wilson (2005)


Pathophysiology Clinical Concepts Of Disease Processes, Jakarta:Egc

Rini, E. S., Putra, I. W., Abra, A. (2013). Pengaruh Pemberian Minyak Kelapa
Dengan Air Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Usia 1
-3 Tahun Dengan Indikasi Febris Di Desa Salamet Kabupaten Turen, di akses
pada: 2 Oktober 2018

Tumbuhan, I., Di, O., Pelangsian, D., Qamariah, N., Mulyani, E., & Dewi, N.
(2018). Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur
Inventory of Medicinal Plant in Pelangsian Village Mentawa Baru Ketapang
Subdistrict Regency of East Kotawaringin, (149), 1–10.

Setiawan, Aris, et al. (2009) Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa


Kebidanan, Jakarta Timur:CV Trans Info Media

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset


Keperawatan.Yogyakarta:Alfabeta

Sherwood, Lauralee (2011). Fisiologi Manusia:dari Sel ke Sistem. Edisi 5.


Jakarta:Chengage Learning

Sugiyono (2016) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,


Bandung:Alfabeta

Sujarweni, Wiratna (2015) Statistik untuk Kesehatan. Yogyakarta:Gava Media

Wibisono, A. (2015). Asuhan Keperawatan Pada An.M Dengan Gangguan Sistem


Persarafan : Kejang Demam Di Ruang Mawar Rsud Banyudono Boyolali.

Wowor, M. S., Katuuk, M. E., & Kallo, V. D. (2017). Efektivitas Kompres Air
Suhu Hangat Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh
Anak Demam Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak Rs Bethesda Gmim
Tomohon, di akses pada: November 201).

Widjaja (2008) Mencegah Mengatasi Demam Pada Balita, Jakarta:Gudang


Penerbit
42
66

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 6-24 Bulan 15 78.9 78.9 78.9

25-60 Bulan 4 21.1 21.1 100.0

Total 19 100.0 100.0

Jenis Kejang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KDS 16 84.2 84.2 84.2

KDK 3 15.8 15.8 100.0

Total 19 100.0 100.0

Penyakit Penyerta

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ISPA 4 21.1 21.1 21.1

OF 11 57.9 57.9 78.9

Hipokalemia+Bronkitis 1 5.3 5.3 84.2

DF 1 5.3 5.3 89.5

GEA 2 10.5 10.5 100.0

Total 19 100.0 100.0

Statistics
Suhu Pre Test
42
67

N Valid 19

Missing 0
Mean 38.558
Std. Deviation .2912
Minimum 38.2
Maximum 39.1

Statistics
Suhu Post Test

N Valid 19

Missing 0
Mean 38.274
Std. Deviation .5031
Minimum 37.6
Maximum 39.5

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
Suhu Pre Test .158 19 .200 .920 19 .114
Suhu Post Test .163 19 .197 .916 19 .097
Selisih .274 19 .001 .787 19 .001

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


a
Suhu Pre Test - Suhu Post Negative Ranks 2 11.50 23.00
Test Positive Ranks 17b 9.82 167.00
c
Ties 0

Total 19

a. Suhu Pre Test < Suhu Post Test


42
68

b. Suhu Pre Test > Suhu Post Test


c. Suhu Pre Test = Suhu Post Test

Test Statisticsa

Suhu Pre Test -


Suhu Post Test

Z -2.929b
Asymp. Sig. (2-tailed) .003

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.

Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Erine Fibriani

Status : Mahasiswi Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Lawang Poltekkes

Kemenkes Malang

NIM : 1501470037

Akan melaksanakan penelitian dengan judul “Pengaruh Kompres Bawang

Merah terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak dengan Kejang Demam”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh kompres bawang merah yang

dikukus terhadap penurunan suhu tubuh anak dengan kejang demam.

Bersama surat ini, saya sebagai peneliti mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk

menjadi responden pada penelitian ini. Peneliti menjamin tidak akan

menimbulkan kerugian bagi Bapak/Ibu sebagai responden, sebaliknya hasil

penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan

yang diberikan kepada responden. Identitas serta informasi yang Bapak/Ibu

berikan pada penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya.


42
69

Demikian permohonan ini peneliti sampaikan. Atas perhatian dan

kerjasama Bapak/Ibu, peneliti mengucapkan terimakasih.

Malang,……………..2018

Peneliti
Erine Fibriani
1501470037
Lampiran 2

INFORMENT CONSENT
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ............................................................

Umur : ............................................................

Nama Anak

Nama : ...........................................................

Umur : ...........................................................

Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang tujuan dari penelitian


ini dengan judul “Pengaruh Kompres Bawang Merah terhadap Penurunan Suhu
Tubuh pada Anak dengan Kejang Demam di RSUD dr. R Soedarsono Pasuruan”,
dengan ini saya menyatakan (bersedia/tidak bersedia*) menjadi responden untuk
membantu dan berperan serta dalam kelancaran penelitian.

Demikian surat pernyataan ini, saya percayakan pada peneliti bahwa


semua informasi yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya.
42
70

*) coret yang tidak perlu

Malang,

Peneliti Responden

Erine Fibriani ................................


NIM: 1401470037
Lampiran 3

KUESIONER RESPONDEN

Nomor : (diisi oleh peneliti)

Nama :

Umur :

Nama Anak :

Umur :

Isilah atau beri tanda (X) pada kolom yang tersedia sesuai jawaban wali pasien

1. Apakah sebelumnya anak sudah mempunyai riwayat kejang sebelumnya?


a. Ya ( )
Jika ya, sudah berapa kali anak tersebut mengalami kejang?..............
b. Tidak ( ) 42
71

Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI RESPONDEN


No Nama Suhu Tubuh Pre Suhu Tubuh Post
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
42
72

19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

42
73

Lampiran 5

Standart Operating Prosedure (SOP)


KOMPRES BAWANG MERAH
Pengertian Suatu teknik kompres dengan menggunakan bahan alami bawang
merah yang sudah dikukus dan dihaluskan kemudian ditempelkan
di aksila
Tujuan Menurunkan suhu tubuh klien khusunya pada anak dengan demam
Petugas Perawat
Persiapan 2. Washlap
Alat dan 3. Handuk kering
Bahan 4. Air
5. Bawang Merah kukus yang sudah dihaluskan dan dibungkus
kassa
6. Thermometer
Persiapan a. Memberi salam dan memperkenalkan diri.
pasien b. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan.
c. Menanyakan persetujuan pasien untuk diberikan tindakan.
Persiapan a. Menutup pintu dan memasang sampiran/sketsel
lingkungan b. Mempersilahkan pengunjung untuk meninggalkan ruangan
Pelaksanaan 4. Jelaskan pada pasien prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin
6. Dekatkan alat-alat kesisi tempat tidur
7. Cuci tangan dan gunakan handscoon
8. Periksa TTV pasien sebelum memulai kompres
9. Letakkan kompres bawang merah dibagian aksila
10. Tanyakan pada pasien untuk mengungkapkan
ketidaknyamanan saat dilakukan pengompresan
11. Kaji kembali kondisi kulit sekitar pengompresan,
hentikantindakan jika ditemukan tanda-tanda kemerahan
12. Pengompresan dihentikan sesuai waktu yang telah ditentukan
13. Bersihkan area aksila setelah dilakukan pengompresan dengan
wahslap yang sudah dibasahi dengan air
14. Kering kan dengan handuk
15. Rapikan pasien ke posisi semula
16. Periksa TTV pasien setelah dikompres
17. Beritahu pasien bahwa tindakan telah selesai
18. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas handscoon
19. Cuci tangan
20. Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam, hasil yang
Lampiran 6 diperoleh

Standart Operating Prosedure (SOP)


PENGUKURAN SUHU TUBUH
Pengertian Salah satu pemeriksaan yang sangat penting dalam penilaian status
42
74

kesehatan untuk mengetahui suhu tubuh manusia


Tujuan Untuk mengetahui bearapa suhu tubuh manusia
Petugas Perawat
Persiapan 1. Thermometer digital
Alat dan 2. Alkohol swap
Bahan 3. Handscoon
4. Tissue
5. Bengkok
6. Buku catatan
7. Alat medis
Persiapan a. Memberi salam dan memperkenalkan diri
pasien b. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan
c. Menanyakan persetujuan pasien untuk diberikan tindakan
Persiapan a. Menutup pintu dan memasang sampiran/sketsel
lingkungan b. Mempersilahkan pengunjung untuk meninggalkan ruangan
Pelaksanaan 1. Bersihkan thermometer dengan alcohol swap
2. Cuci tangan
3. Gunakan sarung tangan
4. Atur posisi pasien
5. Buka pakaian atas pasien, keringkan ketiak dengan handuk
6. Tentukan letak aksila
7. Letakkan thermometer di ketaksehingga bagian reservoir
terletak tepat ditengah ketiak sehingga bagian reservoir
terletak tepat ditengah ketiak.
8. Pastikan thermometer menempel di permukaan kulit aksila
kemudian silangkan tangan pasien di atasnya (lengan klien
fleksi di atas dada)
9. Tunggu sampai thermometer berbunyi kemudian angkat dan
baca hasilnya
10. Catat hasil pengukuran
11. Bersihkan thermometer dengan alkohol swap
12. Keringkan thermometer dengan tissue
13. Rapikan pakaian pasien
14. Lepas handscoon
15. Cuci tangan
16. Lakukan pendokumentasian pada lembar status pasien dengan
tepat dan benar
42
Lampiran 7

PLAN OF ACTION

Agustus Sept Okt Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni
No Kegiatan Penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Tahap Persiapan
a. Perencanaan Judul
b. Mencari Literatur
c. Penyusunan Propsal
d. Konsultasi Proposal
e. Perbaikan Proposal

f. Ujian Sidang
Proposal dan Revisi
g. Pengurusan Ijin
2. TahapPelaksanaan
a. Pegambilan Data
b. Pengolahan Data
c. Analisa dan
Pengolahan Data
d. Konsultasi Hasil
4. TahapEvaluasi
a. Perbaikan Hasil
b. Pencatatan dan
Pelaporan Hasil
c. Ujian Sidang Hasil
(Agustus 2018 – Juni 2019PLAN OF ACTION

42
63

Anda mungkin juga menyukai