Indonesia merupakan negara paling korup di Asia Tenggara dan merupakan negara
dengan peringkat ke-14 negara korupsi se-Asia Pasifik. Tentu hal ini merupakan prestasi
yang paling menyedihkan untuk negara berkembang yang memiliki banyak kekayaan.
Seakan-akan hal ini telah mendarah daging menjadi bagian dari budaya yang sulit
dimusnahkan. Oleh karena itulah bermunculan dogma negatif dari masyarakat Indonesia
terhadap para petinggi yang kerap kali melakukan korupsi. Meskipun masih banyak aparat
negara yang masih jujur dan tidak pasif terhadap hukum.
Korupsi merupakan bahaya laten yang telah menggerogoti keuangan negara dan
menjadi masalah pelik di Indonesia yang harus segera diusut dan ditangani. Mengapa? Sebab
Korupsi merupakan suatu budaya negatif yang telah meng-invasi seluruh aspek kehidupan.
Dari zaman kolonialisme budaya ini telah muncul menjadi parasit di tengah-tengah
masyarakat. Korupsi bukan merupakan hal yang tabu lagi, sebab tayangan berita tidak pernah
sepi dari tikus-tikus berdasi. Merubah negara berkembang menjadi negara miskin, dan
merubah negara miskin menjadi negara fakir.
Korupsi tidak boleh ada di Indonesia. Karena korupsi, rakyat kelaparan. Karena
korupsi, negara sekarat. Begitulah slogan yang sering diperbincangkan namun nyatanya sulit
di implementasikan. Namun hal ini harus dimulai dari diri kita sendiri. Bagaimana
lingkungan kita akan kondusif bila kita sendiri tidak mampu mengkondusifkan lingkungan
kita? jadi kita harus bisa menyaring dampak negatif dari perubahan. Kita bisa mengupadate
pengetahuan kita lewat media sosial maupun elektronik.Lalu mengimplementasikannya
dalam bentuk tingkah laku sehari-hari.Mengutip dari plato “perilaku manusia mengalir dari
tiga sumber utama: keinginan, emosi, dan pengetahuan.
Jadi korupsi bisa kita hindari dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi,
memberantas dengan melaporankan pelaku korupsi, dan mengupadate pengetahuan agar kita
memiliki pandangan dalam melakukan suatu tindakan.