Anda di halaman 1dari 14

Disusun Oleh :

1. Abdul Hadi (3335160015)


2. Hannadya (33351600
3. Herlin
4. Intan Fauziah (3335160037)
5. Yati Al-ahdawiyah (3335160041)

PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT

 Pengolahan Limbah Cair

Dalam pengolahan limbah cair pada industri kelapa sawit dapat


menerapkan teknik sebagai berikut:

1) Sistem Kolom Stabilisasi Biasa


Proses biologis dapat mengurangi konsentrasi BOD limbah hingga
90%. Dekomposisi anaerobic meliputi penguraian bahan organik majemuk
menjadi senyawa asam-asam organik dan selanjutnya diurai menjadi gas-
gas dan air.Selanjutnya air limbah dialirkan ke dalam kolom pengasaman
dengan waktu penahanan hidrolisi (WPH) selama 5 hari. Air limbah di
dalam kolom ini mengalami asidifikasi yaitu terjadinya kenaikan
konsentrasi asam-asam mudah menguap , sehingga air limbah yang
mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam
suasana anaerobik. Sebelum diolah di sunit pengolahan limbah (UPL)
anaerobic, limbah dinetralkan terlebih dahulu dengan menambahkan kapur
tohor hingga mencapai pH antara 7,0-7,5. Pengendalian lanjutan dapat
dilakukan dengan proses biologis yang direkomendasi seperti berikut:

a. Proses Biologis Anaerobik Aerasi


Penanganan ini merupakan alternatif pertama yang dianjurkan
dan didasarkan atas biaya pembangunan UPL yang cukup efektif dan
kemampuan system untuk mengolah air limbah sampai mencapai baku
mutu yang ditetapkan, atau BOD < 100 mg/l. Penanganan pada metode
ini terdiri dari beberapa komponen utama berikut:
 Peralatan pengukur aliran
 Kolom pengasaman 2 unit parallel dengan WPH masing-
masing 2,5 hari
 Kolarn An Primer dan sekunder masing-masing 2 unit dengan
WPH masing-masing selama 40 dan 20 hari
 Kolom aerobic dengan aerasi lanjut yang dilengkapi dengan
aerator per ukaan dengan WPH selama 15 hari.
 Kolom pengendapan dengan WPH selama 2 hari

Waktu penahanan hidrolisis dengan system ini yaitu selama


137 hari, dengan volume kolam antar 95900-102750 m3. Air limbah
yang dibuang dari UPL ini telah memenuhi baku mutu limbah cair
sesuai dengan keputusan menteri lingkungan hidup dengan BOD 100
mg/l dan pH 6-9

Gambar 3. dasar perancangan sistem kolom anaerobik aerasi

b. Proses Biologis Anaerobik-Fakultatif


Proses ini merupakan pilihan kedua yang mempunyai biaya
operasi dan pemeliharaan relative rendah. Hanya saja diperlukan
energy untuk memindahkan pompa untuk mengalirkan limbah dan
pembuangan lumpur. Jika kolom sudah penuh, dan alirannya
secara gravitasi, pemakaian energy menjadi berkurang namun
biaya operasi dan pemeliharaan secara periodic masih diperlukan
jika biaya pembebasan lahan tidak termasuk dalam pembangunan
UPL tersebut, makabiaya investasi dengan cara ini sebanding
dengan alternative pertama.
Proses aerasi robik-Fakultatif kurang baik dalam penurunan
kualitas air limbah, hal ini merupakan salah satu kerugian yang
ditimbulkan oleh system tersebut. Kerugian lainnya adalah luas
areal yang diperlukan untuk UPL. Oleh karenanya proses ini
digunakan hanya untuk mengolah limbah PKS saja. Peralatan dan
komponen yang diperlukan adalah sebagai berikut:

 Fasilitas pengukur aliran


 Bak pengutipan inyak, 1 unit dengan WPH selama 2 jam
 Kolom anaerobic primer dan sekunder masing-masing 2
unit dengan WPH terturut-turut selama 40 dan 20 hari
 Kolom fakultatif, 1 unit dengan WPH selama 15 hari
 Kolom alga/aerobi, 3 unit dengan WPH masing-masing 7
hari
 Bak penampung dan pengering lumpur.

Secara umum skematik gambar dasar perancangan sistem kolom anaerobik


fakultatif disajikan pada gmabr berikut:
Gambar 4.dasar perancangan sistem kolom anaerobik fakultatif

2) Proses Biologis Anaerobik-Aplikasi Lahan

Proses biologis aplikasi lahan (Land application system),


merupakan salah satu system yang memberikan keuntungan dalam
penanganan limbah. Limbah yang diolah dengan cara tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pupuk. Air limbah yang langsung keluar dari
fat-pit tidak sesuai untuk diapliksikan ke areal tanaman kelapa sawit,
karena menimbulkkan masalahterhadap lingkungan seperti timbulnya bau
yang tajam, meningkatnya populasi ulat dan lalat, tertututpnya pori-pori
tanah oleh padatan tersuspensi, minyak dan lain sebagainya.
Pada prinsip konsep pemakaian limbah ke areal tanaman kelapa
sawit adalah pemanfaatan dan bukan pembuangan atau mengalirkan
sewenang-wenang.Emanfaatan ini meliputi pengawasan terhadap
pemakaian limbah di areal, agar diperoleh keuntungan dari segi agronomis
dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan.
Pemilihan teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit
sangat tergantung kepada kondisi dan luas areal yang tersedia maupun
factor berikut:
 Jenis dan volume limbah cair, topografi lahan yang akan dialiri
 Jenis tanah dan kedalaman permukaan air tanah, umur tanaman
kelapa sawit
 Luas lahan yang tersedia dan jaraknya dari pabrik, dekat tidaknya
dengan air sungai atau permukiman penduduk.

a. Teknik penyemprotan/ sprinkler


Limbah cair yang sudah diolah dengan PBAn dengan WPH
selama 75-80 hari diapliksikan ke areal tanaman kelapa sawit dengan
penyemprotan/sprinkler berputar atau dengan arah penyemprotan yang
tetap. Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit
bergelombang, untukmengurangi aliran permukaan dari limbah cair
yang digunakan. Setelah penyaringan aliran [ermukaan dari limbah
cair yang digunakan. Setelah penyaringan limbah kemudian dialirkan
ke dalam bak air yang dilengkapi dengan pompa sentrifugal yang dapat
memompakan lumpur dan mengalirkannya ke arela melalui pipa PVC
diameter 3”. Kelemahan sistem ini adalah sering tersumbatnya nozzel
sprinkler oleh lumpur yang dikandung limbah cair tersebut.
Disampirng itu biaya pembangunan instalasi sistem sprinkler relatif
mahal.

b. Sistem Flatbed atau teknik parit dan teras

System ini bergelombang dengan membuat konstruksi diantara


baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat
mengalirkan llimbah dari ats ke bawah dengan kemiringan
tertentu.System ini dibangun dengan mengikuti kemiringan tanah.
Teknik apliksi limbah adalah dengan mengalirkan limbah (kadar BOD
3500-5000 mg/l), dari kolom limbah melalui pipa ke bak-bak
distribusi, berukuran 4m x 4m x 1m, ke parit sekunder (flatbed)
berukuran 2,5m x 1,5m x 0,25m, yang dibuat setiap 2 baris tanaman.
Gambar 5.bak distribusi 4m x 4m x 1m

Gambar 6.parit sekunder (flatbed) berukuran 2,5m x 1,5m x 0,25m

Sistem ini dapat dibangunsecara manual atau dengan mekanis


menggunakan back-hoe.Flatbed dibangun dengan kedalaman yang cukup
dangkal. Limbah cair yang akan diapliksikan dipompakan melalui pipa ke
atas atau ke dalam bak distribusi. Setelah penuh, lalu dibiarkan mengalir ke
bawah dan msing-msing terass atau flatbed diidi sampai ke tempat yang
paling rendah.Seperti pada gambar dibawah ini apliksi tergantung kepada
kecepatan alir, dan data dialirkan secara simultan melalui beberapa baris
faltbad dalam areal tanaman.Dengan teknik pengaliran ini, secara periodic
lumpur yang tertinggal pada flatbed dikuras agar tidak tertutup lumpur.
Gambar 7.pengaliran limbah cair pada areal kebun kelapa sawit dengan
sistem faltbed

3) RANUT (Reaktor Anaerobik Unggun Tetap)


a. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Seacara
Anaerobik
Secara konvensioanal pengolahan LCPKS dilakukan dengan sistem
kolam yang terdiri dari kolam anaerobik dan aerobik dengan total
waktu retensi sekitar 90-120 hari. Keuntungan dari cara ini antara lain :
 Sederhana
 Biayan investasi untuk peralatan rendah
 Kebutuhan energi rendh

Akan tetapi, sistem kolam mempunyai beberapa kerugian antara lain:

 Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas (sekitar 5 ha untuk PKS


dengan kap.30 ton/jam)
 Perlu biaya pemeliharaan untuk pembuangan dan penanganan
lumpur ari kolam
 Hilangnya nutrisi
Semua nutrisi yang berasal dari limbah (N, P, K, Mg, Ca) akan
hilang pada waktu limbah dibuang ke sungai. Pembuangan limbah
juga dapat menyediakan pencemaran sungai
 Emisi gas metana ke udara bebas
Hampir semua bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik
tersuspensi didegradasi secara anaerobik menjadi gas metana dan
karbondioksida.

b. RANUT (Reaktor Anaeroik Unggun Tetap)


Pada tahap pertama, lumpur/padatan tesuspensi dipisahkan dengan
dekanter dissolved air floation denga tujuan :
 Mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir
 Mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya seperti
foaming, sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena
adanya lumpur.

Setelah lumpur dipisahkan, limbah cair yang kandungan utamanya


adalah padatan terlarut dipompakan ke reaktor anaerobik (unggun
tetap/fixed bed, upflow anaerobik sludge blanket atau lainnya), imana akan
terjadi :

 Perombakan bahan organik menjai biogas


 Proses perombakan terjadi dalam waktu yang singkat dengan
kinerja yang tinggi
 Buogas yang dihasilkan dapat ditampung dan disimpan

LCPKS yang telah didegradasi secara anaerobik dapat digunakan sebagai


air irigasi (aplikasi lahan/ land aplication) untuk :

 Memanfaatkan nutrisi dalam limbah


 Menghemat areal untuk kolam
 Meminimalisasi pencemaran untuk kolam

Pada gambar “konsep pengolahan limbah tepdu (PKS dengan


separator 2 fase)’ terlihat beberapa variasi dan konsep alternatif
pengolahan LCPKS ini.
Gambar 8. Konsep pengolahan limbah terpadu (PKS dengan separator 2
fase)

Proses utama dalam konsep ini adalah pengolahan secara anaerobik


dan pemisahan lumpur. Kedua –proses tersebut diyraikan dalam percobaan
berikut ini :

Gambar 9. Diagram pilot plant (D1 aktif, D2 tidak aktif)

Adapun pengoperasian pilot plant (D1 secara upflow) sebagai berikut :

Tangki penyimpanan S1 dan S2 diisi dengan limbah segar dimana


akan terjadi pendinginan limbah sampai mencapai suhu kamar. Sisa
minyak akan mengpung dan diambil secara manual. Limbah dari S2 di
pompakan ke digester D1 dari bagian bawah. Limbah akan mengalir ke
atas melewati unggun tetap (yang berisi matrix) dan keluar dari bagian
atas. Sebagian limbah dikembalikan kembali ke digester oleh pompa
sirkulasi P2 untuk pengenceran, menaikan pH serta untuk distribusi
substrat i dalam digester. Kelebihan limbah akan mengalir kedalam
digester D2 agar digester ini tetap aktif. Limbah akan melewati unggun
tetap secara downflow dan akhirnya keluar dari digester. Biogas yang
dihasilkan diukur dengan alat pengukur gas. Pengoperasian reaktor
dilakukan pada suhu kamar (26-28 oC).

2.1.2 Sistem Proses Pengolahan Limbah Cair yang Diusulakan

Berdasarkan karakteristik limbah cair PKS yang menunjukkan


bahwa beban BOD merupakan 80% dari jumlah limbah yang dihasilkan,
maka dalam perancangan proses dan perangkat pemroses pengolahan
limbah cairnya akan didominasi oleh pengolahan secara biologi. Hal itu
tidak berarti bahwa proses fisika dan kimia tidak digunakan, tetapi
diterapkan hanya pada proses awal dan akhir saja.

Proses pengolahan diawali dengan pengendapan awal yang


diakomodasikan dalam unit Oil Separation Tank. Dalam tangki pengendap
awal ini juga terjadi pemisahan minyak yang masih banyak terdpat dalam
limbah cair yang dibuang. Karena pada umumnya limbah cair kelapa sawit
bersifat asam, maka proses selanjutnya adalah proses netralisasi. Setelah
penetralan proses selanjutnya adalah proses utama yaitu proses anaerobik.
Dalam tangki reaktor anaerobik ini dihasilkan gas bio yang akan
ditampung dalam tangki Gas Holder dan selanjutnya gas bio yang daalah
gas metan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk
keperluan proses pemanasan dalam pabrik CPO. Lumpur aktif yang
terdapat dalam proses anaerobik disirkulasi melalui tabgki sirkulasi. Proses
sirkulasi ini digunakan pula sebagai optimalisasi proses anaerobik dan juga
untuk pengendalian jumlah lumpur dalam tangki reaktor anaerobik. Proses
selanjutnya adalah proses aerobik dengan penghmbusan udara atau dengan
sistem pengadukan di sekitar permukaan air laimbah yang akan diolah.
Setlah proses aerobik selanjutnya adalah pengndapan lumpur. Seperti juga
pada proses anaerobik yang menggunakan sirkulasi lumpur aktif, demikian
pula dengan proses aerobik. Sebagian lumpur aktif yang mengendap pada
bagian bawah tangki pengendap di sirkulasi kembali ke dalam tangki
reaktor aerobik. Sebagai proses akhir adalah pengeringan lumpur dalam
unit pengeringan lumpur (drying bed).

Berikut ini adalah diagram prosesnya :

Gambar 10. tahapan proses pembuatan kompos

Waktu tinggal dan volum unit-unit proses dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

Tabel 6 Perancangan kapasitas unit-unit proses utama dalam pengolahan


limbah cair kelapa sawit :

a) Oil Separator
Pada unit ini minyak sawit yang masih dapat diambil akan diperoleh
secara maksimal. Dengan waktu tinggal minimal selama 8 jam, maka
proses perolehan minyak sawit dapat dilkukan dengan baik dan
mudah.
b) Feeding Tank
Unit ini berfungsi untuk menampung sementara limbah cair dan
menurunkan temperaturnya. Pada unit ini pula dilakukan sekaligus
penetralan limbah cair, yaitu menaikkan pH dari sekitar 4 menjadi
sekitar 7,0. Penetralan dilakukan dengan pembubuhan Kaustik Soda.
Waktu tinggal limbah cair dalam unit ini adalah sekitar 4-6 jam.
c) Anaerobik Bioreaktor
Bio reaktor yang beroperasi secara anaerobik akan mendegradasi
limbah cair, sehngga akan menurunkan beban BOD dari sekitar
20.000 – 30.000 m/l akan lebih kecil dari 3.000 mg/l. Unit ini
dilengkapi dengan motor pengaduk lamabat dan pompa untuk
sirkulasi.
d) Gas Holder
Gas Holder adalah tempat untuk menampung gas bio yang terbentuk
selama proses anaerobik. Unit ini harus dilengkapi dengan gas meter,
yaitu untuk mengetahui berapa jumlah gas yang sudah ditampung.
Waktu tinggal gas yang terperangkp sekitar 8 jam.
e) Settling Tank I
Pada unit ini hanya akan dilkukan pemisahan bakteri anaerobik
melalui proses pengendapan. Sebagian lumpur endapan disini adalah
lumpur aktif dan diresirkulasikan ke reaktor anaerobik. Unit ini
dilengkapi oleh sistem Weir yang dapat mengatur air limpasan ke unit
berkutnya.
f) Aerobic Bioreactor
Bioreaktor aerobik merupakan tempat berlangsungnya proses
penguraian secara biologis terhadap zat-zat organik yang tersisa pada
kondisi aerob. Pada bagian dasar reaktor ini terdapat pipa distributor
untuk mengalirkan udara secara homogn. Dengan sistem ini proses
penguraian akan berlangsung dengan cepat.
g) Settling Tank II
Unit ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur aktif dan bioreaktor
aerobik. Sebagian lumpur aktif ini diresirkulasi ke dalam unit
bioreaktor aerobik.
h) Receiving Tank
Receiving Tank berfungsi sebagai bak kontrol dan bermanfaat untuk
penampungan sementara limbah terolah sebelum dibuang ke
lingkungan atau badan air penerima.

 Pengendalian Pencemaran Lingkungan

Lingkup pengendalian pencemaran lingkungan yang paling pertama dan utama adalah
pada tahap pekerjaan pengolahan kelapa sawit. Pekerjaan mengendalikan pencemaran
lingkungan terkait dengan air limbah adalah pekerjaan mengontrol operasi normal dan merawat
sistem pengolahan air limbah, pekerjaan mengendalikan pencemaran lingkungan disaat darurat
akibat kecelakaan oleh kerusakan atau salah operasi dan instrumen atau alat yang menyusun
sistem IPAL atau akibat hujan lebat dan lainnya. Dengan asumsi bahwa pengendalian
pencemaran lingkungan sudah dilaksanakan dengan benar, maka perlumengasumsikan keadaan
darurat, lalu merancang prosedurnya.Untuk menjamin adanya kemampuan sistem
IPAL dalammengolah limbah secara keseluruhan, perlumenetapkan target pengendalian
lingkungan yang mengacu padarencana pengendalian pencemaran lingkungan,
menguasai berbagai kondisi dari air limbah. Kontrol angka-angka berdasarkan data pengukuran,
pembiasaan operasi,instrumen & alat yang benar, pengusulan ide pembenahan terhadap
prosedur operasi dan lainnya sangat diperlukan.Secara ringkas, setiap sub-sistem
dalam pengolahan produk maupun limbah kelapa sawit, perlu distandarasisasi serta dilakukan
pemantauan dan pengawasan dengan instrumen yang tepat terhadap sub-sistem tersebut.

Ada beberapa pilihan dalam pengelolaan limbah cair PMKS setelah diolah
di kolam pengelolaan limbah (IPAL) diantaranya adalah dibuang ke badan sungai
atau diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit yang dikenal dengan land
application. Pembuangan limbah cair ke badan sungai bisa dilakukan dengan
syarat telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh peraturan perundangan.
Alternatif ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya:
1) Pengelolaan limbah cair sehingga menjadi layak dibuang ke badan sungai
(BOD dibawah 100 ppm ), secara teknis bisa dilakukan tetapi memerlukan
biaya dan teknologi yang tinggi di samping waktu retensi efluen yang panjang
di kolam-kolam pengelolaan.
2) Tidak ada nilai tambah baik bagi lingkungan maupun bagi perusahaan.
3) Merupakan potensi sumber konflik oleh masyarakat karena perusahaan
dianggap membuang limbahnya ke badan sungai adalah berbahaya walaupun
limbah tersebut mempunyai BOD di bawah 100 ppm. Model alternatif
lainnya dalam pengelolaan efluen adalah dengan mengaplikasikan ke areal
pertanaman kelapa sawit (land application), sebagai sumber pupuk dan air
irigasi. Banyak lembaga penelitian yang melaporkan bahwa efluen banyak
mengandung unsur hara yang cukup tinggi. Potensi ini menjadi semakin
penting artinya dewasa ini karena harga pupuk impor yang meningkat tajam
serta kerap terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan. Pemanfaatan
limbah cair PMKS melalui land application telah menjadi hal yang rutin
dilakukan di perkebunan besar dengan hasil yang baik, yaitu dapat
meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa menimbulkan dampak negatif
yang berarti terhadap lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai