Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Endang Rahayu Sedyaningsih mengemukakan, “stroke

adalah penyebab kematian yang utama di Indonesia”.(1) Stroke merupakan

penyakit yang menyerang jaringan otak yang disebabkan berkurangnya

aliran darah dan oksigen ke dalam otak. Berkurangnya aliran darah dan

oksigen ini disebabkan karena adanya sumbatan, penyempitan, atau

pecahnya pembuluh darah di dalam otak tersebut dan mengakibatkan

gangguan fungsi organ tubuh. (2)

Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan

adalah kelompok usia 75 tahun ke atas yaitu sebesar 43,1% dan yang

terendah adalah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu 0,2%. Jika dilihat

dari jenis kelaminnya, penyakit stroke sedikit lebih banyak diderita oleh

laki laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%).(3)

Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan didapati 7,0 per mil dan yang berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak

57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan

(nakes). Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes)

tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), dan

Jawa tengah 7,7%. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga

1
2

kesehatan (nakes) dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan

(17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), dan Jawa

Tengah (12,3 %).(4) Diprediksi jumlah ini akan terus meningkat menjadi 25

– 30 per 1000 penduduk dari tahun ke tahun. Sementara itu, di Jawa

Tengah jumlah penderita stroke mencapai 17,9 per 1000 penduduk atau

sekitar 431.201 jiwa.(5)

Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang

cepat akibat gangguan otak fokal dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vaskuler.(6) Seseorang yang menderita

stroke pada umumnya akan kehilangan sebagian atau seluruh fungsi tubuh

tertentu. Suplai darah yang sempat terhenti menyebabkan tubuh tidak lagi

berfungsi dengan baik. Melihat kondisi tersebut, akibatnya pasien stroke

tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan lancar, memiliki

gangguan mental emosional, dan penurunan produktivitas yang dapat

berdampak pada kualitas hidupnya. Keterbatasan kemampuan mereka

untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tersebut dapat

menurunkan kualitas hidup yang dimilikinya.(7)

Secara umum, penyandang pasca stroke, sering mengalami

masalah pada kestabilan emosional karena adanya perubahan kemampuan

dalam melakukan aktifitas, dan hal ini harus disadari dengan pendekatan

kooperatif. Banyak penderita merasa putus asa, karena merasa

kelumpuhannya seakan-akan pasti tidak bisa pulih lagi.(8) Selain itu,


3

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dayapoglu dan Tan

menunjukkan bahwa adanya kualitas hidup yang buruk pada pasien

stroke.(9) Menurut WHO jika kualitas hidup pasien menurun, maka pasien

akan merasa tidak nyaman secara fisik, psikologis, sosial, maupun

spiritual, pasien juga tidak dapat memanfaatkan hidupnya secara optimal

untuk kebahagiaan dirinya dan orang lain.(10)

Kualitas hidup pada pasien stroke juga dapat dipengaruhi oleh

spiritualitas pasien, semakin sejahtera tingkat spiritual pasien maka akan

semakin baik kualitas hidup pasien. Dalam penelitian Herniawati yang

berjudul Studi Meta Analisis Spiritual Well Being dan Quality Of Life

hasil penelitian menunjukkan bahwa Spiritual Wellbeing dengan Quality

of Life memiliki konsistensi korelasi. Kesejahteraan spiritual memberikan

kontribusi terhadap kualitas hidup. Kemampuan seseorang dapat dilihat

dari kualitas dalam memaknai peluang yang diperoleh dalam hidupnya,

sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dan pencapaian keselarasan

hidup. Salah satunya adanya keselarasan meyakini adanya sang pencipta,

yaitu kebutuhan untuk mendalami spiritual. Kesejahteraan spiritual berupa

pemahaman mendalam tentang pribadinya, sosialnya, lingkungan dan

pencipta. Kesejahteraan spiritual adalah proses menguraikan sifat ikatan

yang dinamis antara pribadi dan pencipta, hubungannya cukup harmonis

tergantung pada pengembangan diri yang dilakukan secara sengaja,

biasanya datang atas dasar kesesuaian antara pengalaman hidupnya yang

bermakna, memiliki tujuan dan nilai-nilai kehidupan pribadi.(11)


4

Fisher menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual mencerminkan

sejauhmana orang hidup dalam harmoninya berkaitan dengan makna,

tujuan dan nilai-nilai kehidupan. Semuanya mengindikasikan kualitas

hidup, setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung

dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi

dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula

kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negative

maka akan buruk pula kualitas hidupnya.(12)

Mengingat pentingnya menjaga kestabilan emosional dan spiritual

pasien pasca stroke, maka perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam

konteks non farmakologis. Pendekatan non farmakologis merupakan

intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi farmakologis.

Termasuk ke dalam penanganan nonfarmakologis adalah dengan

memberikan terapi komplementer pada pasien.(13) Pada dasarnya terapi

komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem-sistem

tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh, agar tubuh dapat

menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita

sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya

sendiri.(14)

Salah satu terapi komplementer adalah tehnik SEFT. SEFT

(Spiritual Emotional Freedom Technique) adalah sebuah teknik ilmiah

revolusioner dan spektakuler karena dikenal sangat mudah dan cepat untuk
5

dapat dirasakan hasilnya (5 s/d 25 menit) yang dapat digunakan untuk

mengatasi berbagai masalah fisik, mengatasi berbagai masalah emosi,

mengatasi berbagai masalah keluarga dan anak-anak serta meningkatkan

prestasi. SEFT terdiri dari 3 tahap yaitu: The Set-Up, The Tune-in dan The

Tapping.(15)

Hasil penelitian sebelumnya dari Bakara yang berjudul “Pengaruh

Spiritual Emotional Freedom Techniq (SEFT) terhadap penurunan tingkat

gejala depresi, kecemasa dan stress pada pasien sindrom koroner akut

(SKA) Non Percutenous Coronary Intervention (PCI) menunjukkan

bahwa ada pengaruh intervensi SEFT terhadap penurunan tingkat depresi,

kecemasan, dan stress pada pasien SKA secara bermakna.(16)

Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Relawat, dkk

mengatakan bahwa Terdapat perbedaan nilai kualitas hidup yang

bermakna antara kelompok control dengan kelompok intervensi sesudah

dilakukan kegiatan self help group di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta Unit II.(17) Lai, dkk berpendapat bahwa stroke menyebabkan

penurunan kualitas hidup penderitanya, bahkan pasien yang tidak memiliki

cacat pasca stroke.(18)

Hasil Studi Pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah

Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro pada bulan september 2018

dari wawancara mengenai kualitas hidup yang meliputi aspek fisik,

psikologis, sosial dan spiritual terhadap 5 orang penderita stroke, 80% dari

jumlah pasien yang dilakukan wawancara merasa tergantung dengan


6

keluarga dalam melakukan aktivitas seperti mandi, buang air besar dan

kecil, berganti pakaian dan makan. Mereka juga merasa menjadi beban

bagi anggota keluarga yang lain. Sedangkan 60% dari 5 pasien pasca

stroke memiliki kesejahteraan spiritual dan kualitas hidup yang kurang

baik dan saat diwawancarai rata-rata pasien mengatakan tidak berdaya dan

Tuhan tidak adil kepada mereka, mereka tidak pernah bertanya dalam

dirinya apa makna dan tujuan dalam hidupnya. Mereka merasa mengapa

Tuhan memberikan penyakit ini pada dirinya apa sebenarnya dosa yang

dia perbuat sehingga mendapatkan hukuman seperti ini. Pasien

mengatakan karena penyakit yang dialaminya membuat pasien tidak

berdaya dan tidak berguna lagi dalam hidupnya, pasien tidak dapat

menerima perubahan kondisi kesehatannya karena dengan kondisinya ini

akan menjadi beban untuk keluarganya karena dalam segala aktivitasnya

harus dibantu oleh orang lain.

Berdasarkan latar belakang dan masalah diatas, penulis tertarik

untuk melakukan Penelitian dengan judul pengaruh seft (spiritual

emotional freedom technique) terhadap kualitas hidup (quality of life) pada

pasien stoke di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran Semarang.

B. Rumusan Masalah

Rumusuan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada

pengaruh seft (spiritual emotional freedom technique) terhadap kualitas


7

hidup (quality of life) pada pasien stoke di Rumah Sakit Umum Daerah

Ungaran Semarang?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh seft (spiritual emotional freedom technique)

terhadap kualitas hidup (quality of life) pada pasien stoke.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kualitas hidup pasien stroke sebelum dilakukan terapi

spiritual emotional freedom technique (SEFT)

b. Mengetahui kualitas hidup pasien stroke sesudah dilakukan terapi

spiritual emotional freedom technique (SEFT)

c. Menganalisis perbedaan kualitas hidup sebelum dan sesudah

dilakukan terapi spiritual emotional freedom technique terhadap

kualitas hidup pasien stroke.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman bagi peneliti dalam penelitian keperawatan

khususnya tentang pengaruh terapi SEFT (spiritual emosional freedom

tehnik) terhadap Quality of life (kualitas hidup) pada pasien stroke.


8

2. Bagi Lembaga Pendidikan

Untuk bahan kepustakaan diterapkan dalam proses pembelajaran

khususnya pada sistem kardivaskular yaitu tentang pengaruh terapi

SEFT (spiritual emosional freedom tehnik) terhadap Quality of life

(kualitas hidup) pada pasien stroke

3. Bagi Rumah Sakit

Untuk salah satu data penelitian yang dapat digunakan untuk

menentukan kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

stroke dengan cara pemberian terapi SEFT (spiritual emosional

freedom tehnik).

E. Originalitas Penelitian

Berdasarkan pengetahuan peniliti melalui penelusuran jurnal,

peneliti belum menemukan penelitian yang sama dengan penelitian yang

akan dilakukan peneliti yaitu pengaruh seft (spiritual emotional freedom

technique) terhadap kualitas hidup (quality of life) pada pasien stoke di

Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran Semarang. Namun demikian

beberapa penelitian yang hampir serupa pernah dilakukan seperti berikut

ini:

Tabel 1.1 Original Penelitian

Pengarang,
No Judul Hasil Perbedaan
tahun
1 Faridah, Pengaruh Hasil: Perbedaan pada
9

Virgianti Nur. Keperawataan Keperawatan penelitian ini variabel


2012 Spiritual SEFT Islami independen adalah
Emotional mampu Keperawataan
Freedom mempengaruhi Spiritual Emotional
Technique (Seft) penurunan Freedom Technique
Islami Terhadap tekanan darah (Seft) Islami
Tekanan Darah systole dan sedangkan penelitian
Penderita diastole tanpa yang akan diteliti
Hipertensi merubah persepsi variabel independen
Usia 45-59 Tahun pada penderita adalah Spiritual
di RSUD Dr. hipertensi usia 45- Emotional Freedom
Soegiri 59 tahun di Technique (Seft). Pada
Lamongan RSUD dr. Soegiri penelitian ini variabel
Lamongan dependen adalah
Tekanan Darah
Penderita Hipertensi,
sedangkan pada
penelitian yang akan
dilakukan adalah
kulaitas hidup pasien
stroke. Peneliti yang
akan diteliti berada di
Rumah Sakit Umum
Daerah Ungaran
Semarang,.sedangkan
penelitian yang lalu di
RSUD Dr. Soegiri
Lamongan.
Peneliti sekarang
untuk desain penelitian
menggunakan One
group pre-test and
post-test design
sedangkan penelitian
yang lalu
menggunakan pretest
and posttest control
group.
2 Relawati, Pengaruh Self Hasil: Terdapat Perbedaan pada
Ambar., dkk. Help Group pengaruh self help penelitian ini variabel
2015 Terhadap Kualitas group terhadap independen adalah Self
Hidup kualitas Help Group
Pasien hidup pasien sedangkan penelitian
Hemodialisa Di hemodialisa di yang akan diteliti
Rumah Sakit RS PKU variabel independen
Pusat Kesehatan Muhammadiyah adalah Spiritual
Umum Yogyakarta Unit Emotional Freedom
Muhammadiyah II Technique (Seft).
Yogyakarta Peneliti yang akan
diteliti berada di
10

Rumah Sakit Umum


Daerah Ungaran
Semarang. Sedangkan
penelitian yang lalu
Di Rumah Sakit Pusat
Kesehatan
Umum
Muhammadiyah
Yogyakarta. Peneliti
sekarang untuk desain
penelitian
menggunakan One
group pre-test and
post-test design
sedangkan penelitian
yang lalu
menggunakan pre-
test post-test with
control group.
Responden pada
penelitian ini adalah
pada pasien
hemodialisa dan untuk
penelitian yang akan
datang respondennya
adalah pasien stroke.
3 Karima, Inas Spiritual Hasil yang Peneliti yang akan
Alifi., dkk. Emotional didapatkan adalah diteliti berada di
2016 Freedom SEFT mampu Rumah Sakit Umum
Technique (SEFT) meningkatkan Daerah Ungaran
terhadap Kualitas kualitas hidup Semarang.
Hidup responden secara Sedangkan penelitian
Penderita umum, karena yang lalu di
Tuberkulosis mampu mengatasi Puskesmas Perak
Paru “psychological Timur Surabaya.
reversal” dan Peneliti sekarang
karena pengaruh untuk desain penelitian
dari “electrical menggunakan One
active cells”. group pre-test and
post-test design
sedangkan penelitian
yang lalu
menggunakan pretest
and posttest control
group. Responden
pada penelitian ini
adalah pada Penderita
Tuberkulosis Paru dan
untuk penelitian yang
akan datang
11

respondennya adalah
pasien stroke.

Anda mungkin juga menyukai