KOMODITAS KARET
Agribisnis mempunyai banyak sekali pengertian yang disampaikan oleh beberapa ahli,
salah satunya adalah menurut Soekartawi (1993) yang mengatakan bahwa agribisnis berasal
dari kata agri dan bisnis. Agri berasal dari bahasa Inggris, agricultural (pertanian). Bisnis
berarti usaha komersial dalam dunia perdagangan. Dengan demikian, bisa dikatakan jika
agribisnis merupakan semua kegiatan dalam bidang pertanian. Mulai dari industri hulu, usaha
tani, indutri hilir sampai dengan distribusi produknya.
Fungsi-fungsi agribisnis terdiri atas kegiatan pengadaan dan penyaluran saran produksi,
kegiatan produksi primer (budidaya), pengolahan (agroindustri), dan pemasaran. Fungsi-fungsi
tersebut kemudian disusun menjadi suatu sistem, di mana fungsi-fungsi di atas menjadi
subsistem dari sistem agribisnis. Memandang agribisnis sebagai sebuah sistem yang terdiri atas
beberapa subsitem. Sistem tersebut akan berfungsi baik apabila tidak ada gangguan pada salah
satu subsistem. Agribisnis mencakup kegiatan pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan,
peternakan, serta perkebunan.
Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat,
perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun
lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun
0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan
rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar
400 ribu hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber
dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah
cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam
industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubbermaupun produk-produk karet
lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai
potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga
diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut.
1.1 Peluang
Agribisnis karet alam di masa datang akan mempunyai prospek yang makin cerah
karena adanya kesadaran akan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam, kecenderungan
penggunaan green tyres, meningkatnya industri polimer pengguna karet serta makin langka
sumber-sumber minyak bumi dan makin mahalnya harga minyak bumi sebagai bahan
pembuatan karet sintetis. Pada tahun 2002, jumlah konsumsi karet dunia lebih tinggi dari
produksi. Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia karena
negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia makin kekurangan lahan dan makin sulit
mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif
Indonesia akan makin baik. Kayu karet juga akan mempunyai prospek yang baik sebagai
sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan. Arah pengembangan karet ke depan lebih
diwarnai oleh kandungan IPTEK dan kapital yang makin tinggi agar lebih kompetitif.
1.2 Tantangan
Meskipun harga karet alam secara global mengalami fluktuasi kuat dalam lima belas tahun
terakhir, harganya cenderung terus meningkat, karena alternatif karet sintetis bukan merupakan
tandingan lateks alami. Insentif keuangan ini, serta perluasan kelapa sawit, telah menyebabkan
perkebunan karet meluas di luar zona kenyamanan tropis di Indonesia dan menuju ke pinggiran
Asia Tenggara.
Hal tersebut telah membawa kekayaan bagi sebagian orang, tetapi tidak semua, kata para
peneliti. Mengingat lahan marginal sering terlalu kering, terlalu miring, terlalu tinggi, terlalu
basah, terlalu dingin, terlalu berangin, atau kombinasi dari semuanya, perkebunan karet
memerlukan peningkatan jumlah input berupa pupuk, pestisida dan tenaga kerja untuk
mempertahankan tingkat produksi.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perubahan iklim akan membuat 70% dari areal
perkebunan saat ini dan 55% dari areal perkebunan di masa depan, akan sangat buruk untuk
tanaman karet. Mata pencaharian petani kecil menghadapi ancaman tambahan dari fluktuasi
harga, hilangnya ketahanan pangan dan penyempitan sumber pendapatan.
Lingkungan juga ikut menderita. Lonjakan permintaan karet membuat lahan yang
berharga dan dilindungi, dikonversi menjadi perkebunan karet. Hal ini secara drastis akan
mengurangi stok karbon, produktivitas tanah, ketersediaan air, dan keanekaragaman hayati.
Kondisi ini sangat tragis dan memiliki kesempatan kegagalan yang tinggi. Pemantauan
ekspansi karet secara luas dan keberlanjutan ekonominya, akan terbukti penting untuk
perencanaan penggunaan lahan dan intervensi kebijakan.
Dengan adanya ekspor bahan baku karet ke berbagai negara besar menyebabkan
meningkatnya koneksivitas serta jaringan/ kerjasama negara Indonesia dengan berbagai
perusahaan. Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan perusahaan atau industri- industri
besar, contohnya yaitu industri otomotif negara kedua terbesar di Amerika Selatan ini tepatnya
berada di Argentina. Perusahaan Fate, sebagai salah satu dari 5 (lima) besar perusahaan
penghasil ban kendaraan bermotor di Argentina, mengimpor sekitar 18.000 ton bahan baku
karet per tahun yang mana hampir 90%-nya diimpor dari Indonesia. Perusahaan Fate
mengimpor karet berstandarkan SIR-20 (Standard Indonesian Rubber-20) dari berbagai
perusahaan di Indonesia seperti Kirana Megatara Group, PT Asia Rubberindo, PT Felda Indo
Rubber, dan sebagainya. Nilai impor bahan baku karet dari Indonesia tersebut diperkirakan
mencapai US$ 18 juta pada tahun 2016.
Secara umum dalam berusaha tani selalu dihadapkan pada masalah risiko dan
ketidakpastian. Masalah iklim seperti musim kemarau panjang, hujan yang tidak menentu,
masalah serangan penyakit tanaman yang sulit diduga sebelumnya, masalah bencana alam
seperti banjir, gempa dan letusan gunung merapi, masalah kekurangan air irigasi atau air hujan
atau masalah lain adalah contoh betapa kehidupan tanaman ini sebenarnya tunduk pada aspek
risiko dan ketidakpastian, (Soekartawi dalam Abdullah, 1993). Dengan demikian usahatani
karet juga dihadapkan pada masalah risiko iklim, hama penyakit dan produksi yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan para petani.
Pertanian karet bukanlah pertanian tanpa resiko. Faktor musim dapat mempengaruhi
produksi getah yang dihasilkan tanaman karet. Tanaman karet memerlukan curah hujan
optimal antara 2.000-2.500 mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100-150 hh/tahun. Lebih baik
lagi jika curah hujan merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis karet membutuhkan sinar
matahari sepanjang hari, minimum 5-7 jam/hari (Syakir, 2010 : 3). Selain itu fluktuasi suhu
dan kelembaban udara yang semakin meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan hama dan penyakit tanaman/organisme pengganggu tanaman (OPT). Hal ini
merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan
pohon karet. (Balitklimat, 2011)
Pada musim panas produksi karet lebih baik karena getah yang dihasilkan merupakan
hasil sampingan yang diproduksi oleh pohon karet untuk beradaptasi pada musim panas
sehingga getah yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik dan dapat menaikkan harga jual.
Sedangkan pada musim hujan yaitu curah hujan yang tinggi menyebabkan kualitas getah yang
dihasilkan tidak begitu baik. Getah yang dihasilkan pada musim hujan mengandung air,
kualitas panennya juga tidak bagus akibat getah karet bercampur air sehingga getah menjadi
rusak dan dapat menurunkan harga jual.
Faktor musim tersebut dapat berdampak pada kehidupan ekonomi petani karet. Pada
musim panas petani dapat memenuhi kebutuhan pokonya sehari-hari yaitu makan,
perlengkapan sehari-hari, uang belanja anak, dan lain sebagainya. Sedangkan pada saat terjadi
musim hujan petani karet mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari.
Pada saat musim panas petani karet bisa melakukan penyadapan setiap hari dan
pendapatan yang normal sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Meskipun harga
karet mengalami penurunan petani karet masih tetap bisa memperoleh pendapatan. Sedangkan,
pada musim hujan intensitas penyadapan karet terganggu bahkan sampai tidak bisa melakukan
penyadapan. Pada saat ini petani karet hanya memperoleh pendapatan yang sedikit sehingga
berdampak pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Ditambah lagi dengan terjadinya
penurunan harga karet.
http://www.litbang.pertanian.go.id/special/komoditas/b4karet
http://scholar.unand.ac.id/18318/2/BAB%20I.pdf
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/56619/6/2012and_BAB%20I%20Pend
ahuluan.pdf