Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Fisiologi pergerakan
Sistem musculoskeletal
Sistem musculoskeletal terdiri atas (tulang), otot, dan sendi. Sistem ini sangat berperan
dalam pergerakan dan aktivitas manusia. Secara umum, rangka memiliki beberapa fungsi (lilis
dkk,. 1989), yakni sebagai berikut.
1. Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh (postur tubuh).
2. Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati, dan medulla spinalis.
3. Sebagi tempat menempelnya otot dan tendon, termasuk juga ligament.
4. Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat, dan lemak.
5. Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah).
Sementara otot berperan dalam proses pergerakan, member bentuk pada postur tubuh,
dan memproduksi panas melalui aktivitas kontraksi otot.
Sistem persarafan
Secara spesifik, sistem persarafn memiliki beberapa fungsi, yakni sebagai berikut.
1. Saraf aferen (reseptor), berfungsi menerima rangsangan dari luar kemudian
meneruskannya ke susunan saraf pusat.
2. Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa impuls dari bagian tubuh satu ke bagian tubuh
lainnya.
3. Sitem saraf pusat (SSP), berfungsi memperoses impuls dan kemudian memberikan
respons melalui saraf eferen.
4. Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SSP kemudian meneruskannya ke otot
rangka.
Konsep mekanika tubuh
mekanika tubuh adalah suatu usaha mengoordinasikan sistem muskuloskeletal dan sitem
saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan kesejajaran tubuh selama mengkat,
membungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari. Mekanika tubuh adalah
penggunaan organ tubuh secara efisien sesuai dengan fungsinya. Penggunaan mekanika tubuh
yang tepat dapat mengurangi risiko cedera sistem muskuloskeletal. Dengan melakukan aktivitas
secara benar dan beristirahat dalam posisi yang benar dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan
mencegah timbulnya penyakit. Gangguan mekanika tubuh dapat terjadi pada individu yang
menjalani tirah baring lama karena dapat terjadi penurunan kemampuan tonus otot. Tonus otot
sendiri adalah isitilah yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan kontraksi otot rangka.
Lebih lanjut, penjelasan tentang mekanika tubuh akan berfokus pada (1) kesejajaran tubuh (body
aligament). (2) keseimbangan dan (3) gerakan terkoordinasi (coordinated movement).
Mekanika tubuh adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
digunakannya tubuh dan bagian-bagiannya secara efisien, aman, dan terkordinasi untuk
memindahkan suatu objek dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Dalam hal ini difokuskan pada
penggunaan body mechanis oleh perawat pada saat mengatur posisi pasien di atastempat tidur,
memindahkan pasien di antaratempat tidur, kursi roda, dan brankar. Mekanika tubuh meliputi
tiga elemen dasar yaitu sebagi berikut.
1. Body aligment (postur tubuh). Susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam
hubungannya dengan bagian tubuh yang lain.
2. Balance/keseimbangan. Keseimbangan bergantung pada interaksi antara center gravity,
line gravity dan base of support.
3. Coordinated body movement (gerakan tubuh yang terkoordinasi), yaitu mekanika tubuh
berinteraksi dalam fungsi muskuloskeletal dan sistem saraf.
Kesejajaran tubuh dan postur
Kesejajaran tubuh (body aligment) adalah susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam
hubungannya dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Kesejajaran tubuh dan postur merupakan
istilah yang sama, dan mengacu pada posisi sendi, tendon, ligament, dan otot selama berdiri,
duduk, dan berbaring. Kesejajaran tubuh yang benar mengurangi ketegangan pada struktur
muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot secara adekuat, dan menunjang keseimbangan.
Kesejajaran tubuh dan postur yang baik akan menetapkan tubuh pada posisi yang dapat
meningkatkan keseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh yang maksimal, baik dalam posisi
berdiri, duduk, maupun tidur.
Kesejajaran tubuh yang baik dilihat dari keseimbangan persendian, otot, tendon dan
ligament. Kesejajaran tubuh yang baik penting untuk meningkatkan sirkulasi ginjal dan fungsi
sistem pencernaan. Sementara kesejajaran tubuh yang buruk dapat menggangu penampilan dan
mempengaruhi kesehatan karena ada beberapabagian tubuh yang terbatas kemampuannya. Tugas
perawat terkait dengan kesejajaran tubuh adalah memberikan contoh bagaimana melakukan
kebiasaan yang baik pada postur tubuh sehingga tubuh menjadi sehat. Selain itu, perawat juga
bertugas memberikan kenyamanan pada klien yang menderita lumpuh atau cacat serta klien yang
mengalami komplikasi akibat kesejajaran tubuh yang kurang baik. Berikut adalah prinsip-prinsip
pada kesejajaran tubuh.
1. Keseimbangan tubuh dapat diprtahankan apabila garis gravitasi (garis imajinasi vertical
yang melalui pusat gravitasi suatu objek) melewati pusat gravitasi (titik tempat semua
massa tubuh pusat) dan fondasi penyokong (fondasi saat tubuh pada posisi istirahat).
2. Jika fondasi penyokong lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan
keseimbangan akan lebih besar.
3. Jika garis gravitasi berada di luar pusat fondasi penyokong, energy akan lebih banyak
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan.
4. Fondasi penyokong yang luas dan kesejajaran tubuh yang baik akan menghemat
penggunaan energy dan mencegah kelelahan otot.
5. Perubahan posisi tubuh akan membantu mencegah ketidaknyamanan otot.
6. Kesejajaran tubuh yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan nyeri,
kelelahan otot, dan kontraktur.
7. Oleh karena struktur anatomi individu yang berbeda, maka intervensi keperawatan yang
diberikan harus bersifat individual dan seuai dengan kebutuhan masing-masing.
8. Dapat memperkuat otot-otot yang lemah dan membantu mencegah kekakuan otot serta
ligament.
Keseimbangan
Mekanisme yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan dan postur tubuh
cukup rumit untuk dipahami. Kesejajaran tubuh menunjang keseimbangan tubuh. Tanpa
keseimbangan ini, pusat gravitasi akan berubah, menyebabkan peningkatan gaya gravitasi,
sehingga menyebabkan resiko jatuh dan cedera. Keseimbangan tubuh dapat ditingkatkan dengan
postur dan merendahkan pusat gravitasi, yang dapat dicapai dengan posisi jongkok. Secara
umum, perasaan seimbang (sense of equilibrium) bergantung pada input informasi yang diterima
dari labirin (telinga bagian dalam), penglihatan (input vestibulookular), dan dari reseptor otot dan
tendon (input vestibulospinalis). Pada keadaan normal, reseptor keseimbangan di apparatus
vestibular mengirimkan sinyal menuju otak yang akan mengawali refleks yang dibutuhkan untuk
mengubah posisi. Sementara pada keadaan lain, misalnya pada perubahan posisi kepala,
informasi yang diterima langsung dikirim ke pusat reflex di batang otak sehingga memungkinkan
respon reflex yang lebih cepat guna mempertahankan keseimbangan tubuh.
Selain mekanisme di atas, keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh pusat gravitasi, garis
gravitasi, dan fondasi penyokong seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Gerakan tubuh yang terkoordinasi
Gerakan yang halus dan seimbangan merupakan hasil dari kerjasama yang baik antara
korteks serebri, serebelum, dan ganglia basalis. Dalam mekanisme ini, korteks serebri bertugas
melakukan aktivitas motorik volunter, sedangkan serebelum bertugas mengatur aktivitas gerakan
motorik, dan ganglia basalis bertugas mempertahankan postur tubuh. Jika salah satu dari
ketiganya mengalami gangguan, misalnya serebelum, gerakan menjadi kaku, tidak terarah, dan
tidak terkoordinasi. Friksi adalah gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan
dengan gerakan benda. Jika perawat bergerak, berpindah, atau menggerakkan mengikuti
beberapa prinsip dasar. Semakin besar area permukaan suatu objek yang bergerak semakin besar
friksi. Friksi dapat juga dikurangi dengan mengangkat bukan mendorong klien.mengkat
merupakan komponen gerakan atas dan mengurangi tekanan antara klien dan tempat tidur atau
kursi. Pemakaian kain seprai yang dapat ditarik mampu mengurangi friksi karena klien lebih
mudah bergerak di atas permukaan tempat tidur.
Pengaturan gerakan
Sistem skeletal
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri atas empat tipe tulang yaitu panjang,
pendek, pipih dan ireguler (tidak beraturan). Tulang panjang membentuk tinggi tubuh (misalnya:
femur, fibula dan tibia pada kaki). Tulang pendek ada dalam bentuk berkelompok dan ketika
dikombinasikan dengan ligament dan kartilago akan menghasilakn gerakan pada ekstremitas.
Dua contoh tulang pendek adalah tulang karpal di kaki dan tulang patella di lutut. Tulang pipih
mendukung struktur bentuk seperti tulang di tengkorak dan tulang rusuk di toraks. Tulang
ireguler membentuk kolumna vertebra dari beberapa tualng tengkorak, seperti mandibula.
Skeletal tempat melekatnya otot dan ligament. Ikatan ini menyebabkan gerakan dari bagian
skeletal, sperti membuka dan menutup atau meluruskan lengan atau kaki. Skeletal juga
melindungi organ vital misalnya tengkorak melindungi otak dan rusuk melindungi jantung dan
paru.
Sendi
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ada empat klasifikasi sendi yaitu sebagai berikut.
1. Sendisinostostik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang
2. Sendi kartilaginus, atau sendi sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan tetapi elastic
dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
3. Sendi fribosa adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan ligament
atau membrane.
4. Sendi sinovial adalah sendi yang dapat digerakkan bebas karena permukaan ulang yang
berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligament sejajar dengan
membrane sinovial.
Ligamen
Ligament adalah jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu dan menggabungkan tulang dengan kartilago. Ligament bersifat elastis
sehingga membantu fleksibelitas sendi dan mendukung sendi.
Tendon
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan
otot dengan tulang, tendon bersifat kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang
dan ketebalan yang bervariasi. Tendon Achiles (tendon kalkaneus) adalah tendon yang paling
tebal dan paling kuat di dalam tubuh.
Kartilago
Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang terletak
terutama di sendi dan toraks, trakea, laring, hidung, dan telinga
Otot Skelet
Gerakan tulang dan sendi merupakan proses aktif yang harus terintegrasi secara hati –
hati untuk mencapai koordinasi. Otot skelet, karena kemampuannya untuk berkontraksi dan
berelaksasi merupakan elemen kerja dari pergerakan. Elemen kontraktil otot skelet dicapai oleh
struktur anatomis dan ikatannya pada skelet. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonic dan
isometric. Pada kontraksi isotonic, peningkatan tekanan otot menyebabkan peningkatan tekanan
otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau pergerakan aktif dari otot. Misalnya,
menganjurkan klien latihan kuadrisep. Gerakan volunteer adalah kombinasi dari kontraksi
isotonic dan isometric. Missal ketika perawat mengangkat klien diatas tempat tidur, berat klien
menyebabkan peningkatan tegangan otot di lengan perawat sampai tegangan tersebut sama
(isometric) dengan beban diangkat dan beban lengan bawah. Ketik keseimbangan dicapai,
stimulasi berlanjut ke otot memendek (isotonic) dan menekuk siku (gerakan aktif), kemudian
klien terangkat dari tempat tidur. Meskipun kontraksi isometric tidak menyebabkan otot
memendek, tetapi pemakaian energy meningkat.
Sistem Saraf
Pergerakan dan postur tubuh diatur oleh sistem saraf. Area motoric volunteer utama,
berada di korteks serebral, yaitu di garis prasentral atau jaringan motoric. Umumya serabut
motoric turun dari jalur motoric dan bersilangan pada tingkat medulla. Dengan demikian, serabut
motoric dari jalur motoric kanan mengawali gerakan volunter untuk tubuh bagian kiri, dan
serabut motoric dari jalur motoric kiri mengawali gerakan volunteer untuk tubuh bagian kanan.
Propriosepsi adalah sensasi yang didapat melalui stimulasi dari dalam tubuh mengenai posisi dan
aktivitas otot tertentu. Propriosepsi di dalam tubuh dipantau oleh proprioseptor, yang merupakan
tempat ujung – ujung saraf diotot , tendon, dan sendi. Keseimbangan adalah kemampuan untuk
mencapai dan mempertahankan postur tubuh tetap tegak melawan gravitasi (duduk atau berdiri)
untuk mengatur seleruh ketrampilan aktivitas motoric.
Mekanika tubuh penting bagi perawat dank lien. Hal ini memengaruhi tingkat kesehatan mereka.
Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan dan mencegah kecacatan.
Perawat menggunakan berbagai kelompok otot untuk setiap aktivitas keperawatan, seperti
berjalan sekama ronde keperawatan, memberikan obat, mengangkat dan memindahkan klien,
serta menggerakan objek. Gaya fisik dari berat dan friksi dapat memengaruhi pergerakan tubuh.
Jika digunakan dengan benar, kekuatan ini dapat meningkatkan efisiensi perawat. Penggunaan
yang tidak benar dapat mengganggu kemampuan perawat untuk mengangkat, memindahkan, dan
mengubah posisi klien. Perawat juga menggabungkan pengetahuan tentang pengaruh fisiologis
dan patologis pada mobilisasi dan kesejajaran tubuh. Prinsip yang digunakan dalam mekanika
tubuh adalah sebagai berikut.
Mekanika tubuh dan ambulansi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia. Sebelum
melakukan mekanika tubuh, terdapat beberapa prinsip pergerakan dasar yang harus diperhatikan,
di antarannya sebagai berikut.
1. Tortikolis, Tortikolis terjadi karena trauma persalinan pada kepala letak sungsang. Bila
dilakukan traksi pada kepala untuk melahirkan anak, dapat terjadi cedera otot
sternokleidomastoideus yang menimbulkan hematoma sehingga terjadi pemendekan otot
akibat fibrosis. Cedera otot sternokleidomastoideus ini dapat terjadi pada setiap metode
ekstraksi anak. Gambaran klinis, kepala miring karena otot sternokleidomastoideus
memendek, dan teraba seperti tali yang kaku. Bila dibiarkan muka akan menjadi
asimetri,tulang belakang akan scoliosis untuk mengimbangi miringnya vertebrata
servikalis, dan tengkorak pun akan asimetri. Tata laksana, bila dijumpai pada bayi,
fisioterapi diberikan setiap hari berupa masase disertai peregangan dengan harapan otot
dapat memanjang. Bila fisioterapi tidak berhasil dilakukan operasi untuk memperpanjang
otot sternocleidomastoid, fisioterapi diteruskan lagi pascabedah agar tidak kambuh lagi.
2. Skoliosis. Skoliosis adalah pelengkungan tulang belakang. Kelainan ini dapat terjadi
akibat deformitas structural koumna vertebralis yang ada sejak lahir (kongenital) atau
dapat timbul akibat penyakit neuromuscular misalnya cerebral palsy atau distrofi otot.
Sebagian skoliosis structural dapat timbul tanpa sebab jelas (idiopatik) atau karena postur
yang buruk. Scoliosis menyebabkan deformitas dan kadang-kadang nyeri. Apabila
keadaan ini tidak diatasi, amak fungsi pernafasan dan jantung dapat terganggu. Gambaran
klinis, kelainan penampakan normal vertebra yaitu konkaf-konveks-konkaf yang terlihat
menurun dari abhu ke bokong, menonjolakan iga di sisi konveks, tinggi krista iliaka yang
tidak sama . hal ini dapat menyebabkan satu tungaki lebih pendek daripada tingaki
lainnya, asimetri rongga toraks dan persambungan yang tidak sesuai dari vertebraspinalis
akan tamoak apabila individu membungkuk. Penatalaksanaan, scoliosis postural dapat
diobati dengan latihan pasif dan aktif. Dapat dipasang penahan eksternal untuk
meningkatkan kepatuhan dan kecepatan pemulihan. Skoliosis structural dapat diobati
dengan intervensi bedah. Intervensi tersebut dapat berupa penempatan sebuah batang
fleksibel di punggung untuk membalikkan lengkungan kolumna vertebralis. Pada kasus-
kasus yang parah dapat dilakukan fusi (penggabungan) spina di tingkat yang berbeda
untuk memperbaiki deformitas.
3. Lordosis. Kurva anterior pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan. Penyebabnya
adalah kondisi kongenital, kondisi temporer (missal kehamilan). Penatalaksanaan, latihan
peregangan sinal (berdasarkan penyebab).
4. Kifosis. Peningakatan kelengkungan pada kurva spinal torakal. Penyebabnya adalah
kondisi kongenital, penyakit tulang/riket, dan tuberkolosis spinal. Penatalaksanaan,
latihan peregangan sinal, tidur tanpa bantal, menggunapan papan tempat tidur, memakai
brace/jaket, penggabungan spinal (berdasarkan penyebab dan tingkat keparahan).
5. Kifolordosis. Kombinasi dari kifosis dan lordosis. Peyebabnya adalah kondisi kongental.
Penatalaksanaan, sama dengan metode yang digunakan untuk kifosis dan lordosis
(berdasarkan penyebab).
6. Kifoskoliosis. Tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral. Pe;nyebabnya
adalah kondisi kongenita. Penatalaksanaan imobilisasi dan operasi (berdasarkan
penyebab dan tingakat keparahan).
7. Footdrop. Plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan saraf
peroneal. Penyebabnya adalah kondisi kongenital, trauma, posisi imobilisasi yang tidak
baik. Penatalaksanaan, tidak ada (tidak dapat dikoreksi), dicegah melalui terapi fisik.
8. Pigeon toes. Rotasi pada kaki depan, biasa pada bayi penyebabnya adalah kondisi
kongenital dan kebiasaan. Penatalaksanaan, pertumbuhan, menggunakan sepatu terbalik.
1. Distrofi otot. Distrifi otot mengacu pada berbagai penyakit yang ditandai oleh
berkurangnya otot. Gangguan ini tidak disebabkan oleh kelainan saraf, hormone, atau
aliran darah. Semua distrofi otot adalah gangguan herediter yang melibatkan cacat
enzimatik atau metabolik, oleh karena kecacatan tersebut, sel-sel otot mati dan
difagositosis oleh sel-sel sistem peradangan yang menyebabkan terbentuknya jaringan
parut dan hilangnya fungsi otot.
2. Distrofi otot Duchenne. Bentuk tersering distrofi otot adalah distrofi otot Duchenne,
suatu penyakit seks yang diwariskan melalui kromosom X dan hamper selalu terdapat
pada pria. Pada sekitar 50% kasus, penyakit ini jelas memperlihatkan riwayat keluarga
dan diturunkan dari ibu kepada anak laki-laki lainnya. Lima puluh persen lainnya muncul
secara spontan akibat mutasi pada kromosom X sebelum atau selama konsepsi. Oleh
karena pria hanya memiliki satu kromosom X maka gen defektif yang menyebabkan
penyakit tidak dikompensasi oleh gen sehat pada kromosom X yang lain. Penyebab
distrofi otot Duchenne adalah terjadi akibat cacat pada gen yang menghasilkan protein
distrofin. Distrofin penting untuk memelihara membrane sel otot. Tanpa distrofin, sel-sel
otot melemah dan mati. Kelemahan sel-sel otot dimulai di daerah panggul pada anak
berusia dua atau tiga tahun. kelemahan tersebut kemudian menyebar ke tungkai dan
bagian atas tubuh dalam 3-5 tahun. sewaktu sel-sel otot mati, terbentuk jaringan parut dan
sel-sel lemak yang menggantikan sel-sel yang mati sehingga otot (terutama otot betis)
tampak kuat dan berisi (disebut pseudohipertrifi). Akhirnya, kerangka mulai mengalami
deformitas dan anak semakin sulit bergerak dan akhirnya hanya menggunakan kursi roda.
Otot jantung sring terkena dan sekitar 50% pasien mengidap gagal jantung.
Disfungsi otot polos dapat menyebabkan gangguan saluran cerna. Selain itu, mungkin
terdapat sedikit retardasi mental, kematian biasanya terjadi akibat komplikasi pernafasan
atau jantung pada usia 20’an atau lebih dini. Gambaran klinis, balita tampak canggung,
ayunan langkah terguncang-guncang, dan sering jatuh, berjalan dengan jari-jari kaki
karena kelemahan tibia anterior, penurunan refleks tendon dalam, pseudohipertrofi otot
betis, imobilitas dan terpaku ke kursi roda pada usia remaja, tulang belakang melengkung
(kifoskoliosis) akibat melemahnya otot-otot postur, infeksi pernafasan berulang akibat
ketidakmampuan mengulang mengembangkan paru secara maksimum. Penatalaksanaan,
olahraga yang tidak berat dianjurkan untuk mempertahankan mobilitas dan fungsi selama
mungkin, penelitian-penelitian eksperimental berupa penguntikkan intramuskulus
distrofin, atau gen untuk distrofin , sekarang dilakukan pada hewan percobaan. Insersi
gen akan dapat dilakukan , melalui virus yang telah direkayasa secara genetis untuk
membawa gen yang tepat ke dalam sel otot penjamu, sekarang sedang dilakukan
penelitian-penelitian eksperimental yakni sel-sel otot imatur sehat diambil dari para ayah
pasien distrofi otot dan disuntikkan ke dalam otot putra mereka. Pada saat ini masih
belum jelas apakah terjadi perbaikkan bermakna pada fungsi otot para pasien tersebut.
Atrofi
Atrofi adalah penurunan ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi suatu otot dapat terjadi akibat
tidak digunakannya otot tau terjadi pemutusan saraf yang mempersarafi otot tersebut. Pada atrofi
otot, ukuran myofibril berkurang. Walaupun tidak benar-benar mengalami atrifi, kepadatan
tulang data berkurang akibat tidak digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit atau
defisiensi metabolic.
1. Penyakit Parkinson, adalah gangguan otak progresif yang ditandai oleh degenerasi
neuron-neuron penghasil dopamine yang terletak dalam di hemisfer sereberum di suatu
bagian yang disebut gangliol basal. Awitan penyakit biasanya pada dekade keenam dan
ketujuh kehidupan. Dopamine bekerja sebagai neurotransmitter inhibitorik di proyeksi-
proyeksi saraf yang berjalan dari gangliol basal ke seluruh otak. Dopamine biasanya
berada dalam keseimangan dengan neurotransmiter eksitatorik asetilkolin. Tanpa
dopamine, koerteks serebrum, gangliol basal, dan thalamus akan mengalami
perangsangan berlebihan oleh asestilkolin dan menimbulkan tonus otot berlebihan yang
ditandai oleh tremor dan rigiditas. Tonus otot-otot wajah yang terfiksasi seperti
memperlihatkan tidak adanya responsivitas emosi, walaupun biasanya pasien Parkinson
tidak mengalami gangguan emosi atau kognitif, penyebab penyakit Parkison tidak
diketahui. Tampaknya tidak terdapat factor genetic. Pada beberapa penelitian,
diisyaratkan adanya peran virus dan toksin dalam penyakit ini. Gambaran klinis, tremor
pada saat istirahat, mengeluarkan air liur dan disfagia (kesulitan menelan), ayunan
langkah terseret-seret, regiditas dan kekuatan otot, akinesia, yang dijelaskan sebagai
kemiskinan gerakan, termasuk gerakan-gerakan yang melibatkan ekspresi wajah dan
gerakan volunteer lainnya, hilangnya refleks-refleks postural sehingga terjadi kehilangan
keseimbangan dan kecenderungan membungkuk. Komplikasi, penyakit Parkinson
stadium lanjut dapat berkaitan dengan demensia. Penatalaksanaan dapat diberikan obat-
obat dopaminergic (L.dopa) atau obat antikolinergik untuk mengurangi gejala, pada
beberapa penelitian , transplantasi sel-sel gangliol basal atau medulla adrenal (tmpat lain
pembentukan dopamin) dari janin ke otak pasien mengidap Parkinson memberikan hasil
yang baik.
Wanita kurus dan wanita yng merokok lebih retang osteoporosis karena sebelum
menapouse tulang mereka kurang padat dibandingkan tulang wanita gemuk
yangmerokok. Pria berusia lanjut leih kecil resikonya mengalmi osteoporosis karena
mereka biasanya memiliki tulang yang lebih padat. (sekitar 30% lebih padat) daripada
wanita dan kadar testoteron tetap tinggi sampai usia mencapai 80-an untk pria maupun
wanita, penurunan aktivitas fisik ikut berperan menimbulkan osteoporosis. Bahkan pria
atau wanita yang sangat tua pun dapat seara bermakna meingkatkan kepadatan tulang-
tulang mereka dengan melakukan olahraga beban tingkat sedang. Gambaran klinis,
osteoporosis mungkin tidak memberikan gejala klinis sampai terjadi patah tulang. Nyeri
dan defromasi biasanya menyertai patah tulang dapat melemah, dan kolapsnya korpus
vertebra, unggi sesorang dapat berkurang atau timbuk kifosis dan individu menjadi
bungkuk (kadang-kadang disebut dowager’s hump), perangkat diagnostik, pemerikasaan
sinar- terhadap ulang memperlihatkan penuruan ketebalan tulang, CT scan densistas
tulang dapat memberikan gambaran akurat mengenai tingkat massa tulang , dan
menentukan kecepatan penipisan tulang. Komplikasi, fraktur tulang panggul, pergelangan
tangan, kolumna vertebralis, dan paha. Penatalaksaan, pencegahan osteoporosis dimulai
sejak masa anak-anak dan remaja kebiasaan berolahraga dan nutrisi yang adekuat untuk
memperkuat tulang, olahraga beban, bahkan pada usia sangat lanjut (>85 tahun), telah di
buktikannya dapat meningkatkan kepadatan tulang dan massa otot, dan memperbaiki
daya tahan fisik dan keseimbangan, tetapi estrogen-progesteron pengganti selama dan
setelah menopause dapat mengurangi pembentukan osteoporosis pada wanita.
Kontraindikassi terapi penggantian estrogen adalah riwayat kanker payudara pada
individu atau kelurga atau riwat mengidap pembentukan bekuan darah, terapi testoteron,
dapat mengurangi osteoporosis pria. Suplemen kalsium dan vitamin D melalui makanan
dapat merangsang pembentukan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, merokok
baru dihindari.
5. Penyakit paget penyakit paget adalah suatu gangguan tulang yang ditandai oleh pola
remodeling tulang yang dipercepat. Timbul episode-episode fraktur yanzg cepat diikuti
oleh priode pembentukan tulang yang singkat. Tulang baru yang berukuran tebal dan
kasar dan akhirnya menyebabkan deformaitas struktur dan kelemahan aliran darah ke
tulang yang dipengaruhi oleh penyakit paget akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik yang tinggi. Tulang – tulang panjang dan tulang kranium, vertebra dan panggul
adalah tulang yang paling sering terkena. Penyakit paget biasanya sering di jumpai pada
orang berusia lebih dari 70 tahun. Penyebab penyakit tidak diketahui. Gambaran klinis
perubahan bentuk tengkorak disertai nyeri kepala, kelainan pendengaran dan kadang-
kadang kemunduran mental, nyeri pada tulang panjang, tulang belakang atau panggul,
fraktur patologik tulang. Perangkat diagnistik pemeriksaan sinar-x memperlihatkan
deformitas tulang dan akan menunjang diagnosis klinis,peningkataan kader fosfatase
alkali srum akan menujang diagnosis, biopsi tulang akan menyikirkan infeksi dan tumor.
Kompilkasi dari penyakit ini yaitu gagal antung dapat terjadi akibat tingginya kebutuhan
aliran darah ke tulang-tulang yang mengalami remodeling (gagal jantung high output),
gagal pernafasan dapat terjadi apabila tulang-tulang toraks terkena dan mengalami
deformasi, penyakit Paget adalah faktor risiko untuk sarkia, (kanker tulang), mungkin
berkaitan dengan tingginya kecepatan siklus sel yang terjadi pada penyakit ini.
Penatalaksana yang kalisitonin dapat diberikan untuk mengurangi kecepatan penuraian
tulang, obat –obat antimflamasi dapat mengurangi nyeri yang berkaitan dengan
deformitas tulang, obat-obat akan menurunkan peradangan yang menyertai penguraian
sel-sel. Cara menyembuhkan penyakit ini tidak diketahui.
Contoh imobilisasi pada pasien gangguan muskuloskeletal pada pasien fraktur adalah
sebagai berikut.
1. Peredaan nyeri. Nyeri dan nyeri tekan kemungkinan akan dirasakan pada fraktur dan
kerusakan jaringan lunak, spasme otot terjadi sebagai respns terhadap cedera dan
imobilisasi. Upaya pengontrolan nyeri dapat beupa membidai dan menyangga daerah
yang cedera, melakukan perubahan posisi dengan perlahan, meninggikan ekstremitas
yang cedera setinggi jantung, memberikan kompres es bila perlu, memantau
penmbengkakan dan status neuronvaskuler, memberiksn analgetik sesuai ketentuan
seawal mungkin pasien merasakan nyeri, menganjurkan teknik relaksasi.
2. Peningkatan mobilitas. Mobilitas pasien dapat terganggu karena nyeri, pembengkakan
dan alat imobilitas (misal, bidai, gips, traksi). Ekstreimitas yang bengkak ditinggikan
dan disongkok degan secukupnya dengan tangan dan bantal. Geakan dan batas-batas
imbobilitas terapeutik selalu dianjurkan. Bila alat bantu, (misal, tongkat, walker, kursi
roda) harus digunakan pada pascaoperasi, pasien dianjurkan untuk berlatih
menggunakanya sebelum operasi, agar mereka bisa menggunakanya dengan aman
dan memungkinan mobilitasi mandiri lebih awal
3. Mengurangi kecemasa. Sebelum pembedahan dilakukan, pasien harus diberi
informasi mengenai prosedur, tujuan,dan implikasinya. Berbincang dengan pasie
mengenai apa yang akan dikerjakan dan mengapa dapat mengurangi ketakutan.
Kunjungan perawat yang sering akan mengurangi perasaan isolasi. Keluarga dan
kerabat dianjurkan untuk sering menunjungi untk alasn yang sama
4. Memelihara itegritaskulit. Kaji terjadinya kerusakan kulit, abrasi kulit, titik nyeri
gips, keluarga pus, sensasi iritasi. Anjurkan pasien mengenai kerusakan kulit.
Tekanan akibat gips dan peralatan dapat mengakibatkan kerusakan kulit
5. Menghindari trauma/ mempertahankan stabilitasi dan posisis fraktur. Pertahankan
tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi di atas di bawah
fraktur bila bergerak atau membalik. Letakan papan di bawah tempat tidur atau
tempatkan pasien pada tidur ortopedik.
6. Menghindari infeksi. Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan infeksi
merupakan perhaztian khusu terutama pada pasien pascaoperasi ortopedik karena
tingginya resiko osteomieliti. Antibiotik sistematik profikaslis sering dierikan selama
periporatif dan segera pada periode pascaoperasi. Saat mengganti balutan teknik
aseptik sangat penting. Perawat memantau tanda- tanda vitalm mengifeksi luka dzan
mencatat sifat cairan yang keluar.
1. Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan atau terapi. Misalnya pada klien
yang menjalani pembedahan atau yang mengalami cedera pada tungkai dan lengan
2. Keharusan (tidak terelakkan). Ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan
primer,seperti penderita paralisis
3. Pembatasan secra otomatis sampai dengan gaya hidup
Tujuan tirah baring
Secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain sebagai berikut :
1. Imobilitas fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor
lingkungan maupun kondisi orang tersebut
2. Imobilitas intelektual
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan sesorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial
Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat
penyakit
Tingkatan imobilitas
Tingkatan imobilitas bervariasi, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Imobilisasi komplet
Imobilisasi ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat kesadaran
2. Imobilitas parsial
Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur ektemitas
bawah (kaki)
3. Imobilitas karena alasan pengobatan
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernapasan (misal sesak
napas) atau pada penderita penyakit jantung. Pada kondisi ini tirah baring (bed rest) total,
klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tiadak boleh berjalan ke kamar mandi
atau duduk di kursi. Akan tetapi, pada tirah baring bukan total, klien masih diperbolehkan
untuk turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi atau duduk di kursi.
Keuntungan dari tirah baring antara lain mengurangi kebutuhan oksigen sel-sel tubuh,
menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan, dan dapat mengurangi respon
nyeri
2. Perubahan sistem respiratori. Klien pascaoperasi dan imobilisasi beresiko lebih tinggi mengalami
komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia
hipostatik. Pada atelektasis, bronkeolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps alveolus distal
karena udara yang diabsorpsi, sehingga menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa
bronkeolus kecil dapat terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. Pneumonia
hipostatik adalah peradangan paru-paru pada akibat statisnya sekresi. Atelektasis dan pneumonia
hipostatik, keduanya sama-sama menurunkan oksigenasi, memperlama penyembuhan, dan menambah
kenyamanan klien. Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, adanya penurunan
sebanding kemampuan klien untuk batuk produktif. Dengan demikian penyebaran mukus dalam
bronkus meningkat, terutama pada klien dalam posisi telentang, telungkup, dan lateral. Mukus
menumpuk di region dependen di saluran pernapasan. Oleh karena mukus merupakan media yang
sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkupneumonia hipostatik.
3. Perubahan sistem kardioviskular. Sistem kardioviskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan
trombus.
4. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika
klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri.
6. Pengaruh otot. Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan masa tubuh, yang membentuk
sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa
peningkatan kelelahan.
7. Pengaruh skelet. Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet yaitu gangguan
metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Oleh karena imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang,
sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat dan terjadi osteoporosis.
8. Kontraktur sendi, adalah kondisi abnormal dan biasa ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi. Hal ini
disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi
tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh. Sayangnya kontraktur sering menjadikan
sendi pada posisi yang tidak berfungsi. Satu macam kontraktur umum dan lemah yang terjadi adalah
foot drop. Jika ini terjadi maka kaki terfiksasi dan posisi plantarfleksi secara permanen. Ambulasi sulit
pada kaki dengan posisi ini.
9. Perubahan sistem integument. Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anaksia jaringan. Jaringan yang
tertekan, darah membelok, dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit
dan struktur di bawah kulit, sehingga respirasi selular terganggu, dan sel menjadi mati. Dekubitus adalah
salah satu penyakit iatrogenik paling umum dalam perawatan kesehatan yaitu berpengaruh terhadap
populasi klien khusu lansia dan imobilisasi.
10. Perubahan eliminasi urine dana alvi. Eliminasi urine klien berubah adanya imobilisasi. Pada posisi
tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih
akibat gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gravitasi, pelvis ginjal
menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter, kondisi ini disebut stasis ureter. Konstipasi
merupakan gejala umum. Diare sering terjadi akibat impaksi fekal.
11. Batu ginjal, adalah batu kalsium yang terletak di dalam pelvis ginjal dan melewati ureter. Klien
imobilisasi beresiko terjadi pembentukan batu karena gangguan metabolisme kalsium dan akibat
hiperkalsemia.
Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori dan social kultural. Perubahan status
emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimanapun juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-
perubahan tersebut. Dengan demikian, perawat harus mengobservasi lebih dini. Perubahan emosional
paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur bangun, dan gangguan koping.
Perkembangan pertumbuhan terjadi pada, sebagai berikut.
1. Bayi. Tulang belakang bayi baru lahir berkurangnya garis anteroposterior yang ada pada orang
dewasa. Garis tulang belakang pertama kali muncul ketika bayi memanjangkan leher pada posisi
telungkup. Sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan stabilitas, tulang belakang torakal
menjadi tegak, dan garis tulang belakang lumbal muncul, sehingga memungkinkan duduk dan
berdiri.
2. Toddler. Postur toddler agak bepunggung lentur dengan perut menonjol.
3. Anak usia prasekolah atau sekolah. Pada usia tiga tahun tubuh lebih ramping, lebih tinggi, dan
lebih baik keseimbangannya. Perut yang menonjol lebih berkurang.
4. Remaja. Tahap remaja biasa ditandai dengan pertumbuhan yang pesat, kadang tidak seimbang.
5. Dewasa. Orang dewasa yang mempunyai postur dan kesejajaran tubuh yang baik, merasa
senang terlihat bagus, dan umumnya percaya diri.
6. Lansia. Lansia kehilangan total massa tulang progresif. Beberapa kemungkinan untuk penyebab
kehilangan ini meliputi aktivitas fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang aktual. Pengaruh
kehilangan tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang lebih lunak dan tertekan,
tulang panjang kurang resisten untuk membungkuk.
Mobilisasi
Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan
kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan
keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit—khususnya penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga
diri dan citra tubuh). Lingkup mobilisasi itu sendiri mencakup exercise atau range of motion (ROM),
ambulasi, body mechanic (Kozler, 2000).
Exercise itu sendiri dalam Bahasa Indonesia berarti latihan, sedang ROM terdiri atas dua kata
yaitu ROM (Range of Motion) yang artinya ruang lingkup gerak sendi dan ROM (Range of Motion)
yang artinya jangkauan gerak sendi. Jadi ROM (Range of Motion) adalah segenap gerakan sendi yang
dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Menurut Brunner dan
Suddarth (2002), ROM adalah latihan yang dapat dilakukan oleh perawat, pasien, atau anggota
keluarga dengan menggerakkan tiap-tiap sendi secara penuh jika memungkinkan tanpa
menyebabkan rasa nyeri.
Tujuan Mobilisasi
Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari dan aktivitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan nonverbal. Adapun tujuan dari
mobilisasi ROM menurut Brunner dan Suddarth (2002), adalah sebagai berikut.
1. Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta mengembalikan rentang gerak
aktivitas tertentu sehingga penderita dapat kembali normal atau setidak-tidaknya dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Memperlancar peredaran darah.
3. Membantu pernafasan menjadi lebih kuat.
4. Mempertahankan tonus otot, memelihara, dan meningkatkan pergerakan dari persendian.
5. Memperlancar eliminasi alvi dan urine.
6. Melatih atau ambulasi.
Pengertian:
Menerima pasien yang baru masuk ke Rumah Sakit untuk dirawat sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Tujuan:
Persiapan:
Pengertian : merupakan proses merubah posisi klien dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Tujuan:
- Memobilisasikan klien
- Mendorong dan menstimulasi klien untuk menambah kegiatan atau aktivitas
social kepada orang lain
- Memberikan klien perubahan suasana selain di tempat tidur
Persiapan alat
- Tempat tidur
- Kursi roda
- Ikat pinggang(transfer belt)
- Selimut
Langkah-langkah:
1. Cuci tangan
2. Letakkan kursi roda sejajar dengan tempat tidur
3. Naikkan tempat tidur pada bagian kepala sampai pada ketinggian yang dapat ditoleransi
klien
4. Bantu klien untuk miring menghadap kearah kursi roda diletakkan
5. Bantu klien pada posisi duduk pada sisi tempat tidur
6. Bantu klien untuk merapikan pakaian dan memakaikan sandal
7. Perawat berdiri menghadap klien dengan posisi kuda-kuda
8. Anjurkan klien untuk memegang bahu perawat dan perawat memegang pinggang klien.
Bila perlu menggunkan ikat pinggang
9. Bantu klien untuk berdiri. Yakinkan keseimbangan klien dan kaji adanya pusing.
Pastikan kursi roda dalam keadaan terkunci
10. Bantu klien untuk melangkah kearah kursi roda berlawanan arah(mundur) perlahan-lahan
11. Bantu klien untuk duduk dikursi roda dan meletakkan kaikinya dipijakan kursi roda
12. Buat klien nyaman dengan menutup paha dengan selimut
13. Rapihkan alat
14. Cuci tangan
15. Dokumentasi
Memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruangan lain untuk tujuan tertentu,seperti pemeriksaan
diagnostik, pindah ruang, dan lain-lain.
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur
lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
mempasilitasi fungsi pernafasan pasien.
Tujuan :
1. mengurangi komplikasi akibat imibilisasi
2. meningkatkan rasa nyaman
3. meningkatkan doronganpada diafragma sehingga meningkatnya exsfansi dada dan
ventilasi paru
4. mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap
Indikasi
1. pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan
2. pada pasien yang mengalami imobilisasi
Cara Kerja :
2. dudukkan pasien
3. berikan sandaran / bantal pada tempat tidur pasien / atur tempat tidur
Tujuan :
1. mobilisasi
2. memberikan perasaan lega pada klien sesak nafas
3. memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Cara atau prosedur
1. mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yang tepat (45-90o)
2. gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika tubuh bagian
atas klien lumpuh
3. letakkan bantal dibawah klien sesuai dengan keinginan klien, menaikkan lutut
dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya tekanan di bawah jarak
poplital (dibawah lutut)
c. Posisi lithotomi
2. Proses persalinan
3. Pemasangan alat kontrasepsi
Persiapan alat :
- Bantal besar 2-5 buah
- Gulungan handuk atau bantal kecil 2-5 buah
- Sarung tangan bersih
- Tempat tidur dengan penyangga kaki
Persiapanlingkungan:
Jagaprivasiklien
Persiapanklien:
Jelaskantujuandanprosedur yang akandilakukan
Langkah-langkah:
1. Perawat mencuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Baringkan klien terlentang mendatar di tengah tempat tidur
4. Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk pada spinal lumbal klien
5. Letakkan tumit klien di penyangga kaki tempat tidur
6. Rapihka alat
7. Lepaskan sarung tangan
8. Cuci tangan
9. Dokumentasi
Persiapan alat:
Langkah-langkah:
e. Posisi SIM
Persiapan alat:
Langkah-langkah :
f. Posisi tredelenberg
Pengertian
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah kotak.
Tujuan
1) Pasien dengan pembedahan pada daerah perut.
2) Pasien shock.
3) pasien hipotensi.
Persiapan alat:
Langkah-langkah:
g. Posisi supinasi
Tujuan:
Persiapanalat:
- Sarungtanganbersih
Persiapanlingkungan:
- Jagaprivasiklien
Persiapanklien:
- Jelaskantujuandanprosedur yang akandilakukan
Langkah-langkah
1. Perawatmencucitangan
2. Gunakansarungtangan
3. Baringkanklienterlentangmendatar di tengahtempattidurtanpa alas bantal di
gaiankepalaataubagiantubuhmanapun
4. Letakkanbantalkecilatauhanduk yang digulungdibawah lumbar
klienuntukmenopangbagiantersebut
5. Letakkanbantal yang dapatmenopang area kepala,
leherdanbahuuntukmemberikanposisiallignmentdanmencegahkontrakturservik
al vertebrae
6. Berikanbantalkecil di lenganbagianbawah yang
pronasisehinggasejajardenganposisiklienuntukmenurunkanresikorotasi
internal bahudanmencegahsikuklienmenjadiekstensi
7. Letakkanbantalkecil di
bawahpergelangantanganklienuntukmencegahekstensijari-
jaritangandanabduksiibujaritangan
8. Tempatkan trochanter roll di
isispahaklienuntukmenurunkanresikorotasieksternaldaripinggul
9. Letakkanbantalkecil di bawahbetisuntukmenopangbagiantumit
10. Tempatkanpapan kaki dibawahtelapak kaki
untukmemantapkanposisidorsifleksidanmencegah foot-drop
11. Rapihkanalat
12. Lepaskansarungtangan
13. Cucitangan
14. Dokumentasi
h. Posisi pronasi
Pengertian
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal.
Tujuan
1) Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang
2) Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
Persiapan alat:
- Bantal 2-5 buah
Langkah-langkah:
1. Perawat mencuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Mengangkat bantal dari kepala klien
4. Bantu klien untuk bergeser ke arah kanan(dapat juga ke kiri tergantung bagian tubuh
mana yang mengalami hemiplegia)
5. Memasang bantal tipis disampig perut sebelah kiri
6. Letakkan lengan kiri klien berhimpit pada sisi tubuh
7. Tekukkan kaki kanan klien
8. Silangkan lengan kanan klien kea rah dada kiri
9. Bantu klien untuk memutar bagian tubuhnya kearah kanan
10. Perawat membantu merubah posisi pasien ke posisi telungkup
11. Rapihkan alat
12. Lepaskan sarung tangan
13. Cuci tangan
14. Dokumentasi
5. Melatih berjalan
Tujuan:
Alat dan bahan yang diperlukan disesuaikan dengan kondisi pasien. Akan tetapi diusahakan agar
perawat dapat membantu pasien berjalan tanpa menggunakan alat bantu.
Prosedur kerja:
Pengertian:
Tujuan:
Dilakukan:
1) Pada pasien baru, terutama bila kotor sekali dan keadaan umumnya memungkinkan
2) Pada pasien yang dirawat, sekurang-kurangnya dua kali sehari sesuai dengan kondisinya
Persiapan:
Persiapan alat:
Persiapan pasien:
Pasien diberi dan dianjurkan untuk buang air kecil dulu (bila pasien sadar)
Pelaksanaan:
1) Pintu, jendela atau gorden ditutup, dan digunakan scherm bila perlu
2) Selimut dan bantal dipindahkan dari tempat tidur. Bila masih dibutuhkan, bantal
digunakan seperlunya.
3) Perawat berdiri disisi kiri atau kanan pasien
4) Beritahu pasien, bahwa pakaian bagian atas harus dibuka, lalu bagian yang terbuka itu
ditutup dengan selimut mandi atau kain penutup
5) Pasien siap dimandikan dengan urutan sebagai berikut:
a) Mencuci muka
b) Mencuci lengan
c) Mencuci dada dan perut
d) Mencuci punggung
e) Mencuci kaki
f) Mencuci daerah lipat paha dan genitalia
a. Mencuci muka:
b. Mencuci lengan:
1) Pakaian pasien bagian bawah ditinggalkan dan selimut atau kain penutup
diturunkan sampai perut bagian bawah
2) Kedua tangan pasien dikeataskan, handuk diangkat dan dibentangkan pada sisi
pasien
3) Ketiak, dada, dan perut dibasahi, disabuni, dibilas sampai bersih dan dikeringkan
dengan handuk, selanjutnya ditutup dengan kain penutup atau handuk.
d. Mencuci punggung:
e. Mencuci kaki:
1) Kaki pasien yang terjauh dari petugas dikeluarkan dari bawah kain penutup atau
handuk
2) Handuk dibentangkan di bawahnya dan lutut ditekuk
3) Kaki disabuni, dibilas, selanjutnya dikeringkan. Demikian juga kaki yang satu
lagi.
f. Mencuci daerah lipat paha dan genitalia:
Perhatian:
1) Hindari tindakan yang menimbulkan rasa malu pada pasien, dan tetap menjaga
kesopanan
2) Perhatikan keadaan umum pasien dan kelainan pada badannya (misalnya luka,
dan sebagiannya)
3) Menanggalkan pakaian sesuai dengan urutan tindakan
4) Waslap dibasahi secukupnya, tidak terlalu basah atau kering
5) Bila air sudah kotor segera diganti
6) Membersihkan daerah genitalia sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri. Tapi bila
pasien tidak sadar atau payah maka tidak dapat melakukannya sendiri,
pembersihan dilakukan oleh petugas
7) Untuk pasien yang dapat mandi sendiri, bertugas menyiapkan peralatan dan
membantunya seperlunya
7. Merawat gigi dan mulut dan gigi pada pasien yang tidak sadar
Pengertian :
Yaitu melepaskan pakaian kotor pasien dan memakaikan pakaian bersih untuk pasien
agar memberikan rasa nyaman dan bersih pada pasien.
Tujuan :
Persiapan alat :
Langkah-langkah :
Memelihara Rambut
Pengertian:
A. Mencuci rambut
Pengertian:
Mencuci rambut dan kulit kepala dengan mempergunakan sabun atau shampo.
Tujuan:
Dilakukan pada:
Persiapan:
Persiapan alat:
1) Handuk 2 helai
2) Perlak panjang sebagai alas
3) Baskom berisi air hangat
4) Gayung
5) Shampo dan sabun dalam tempatnya
6) Sisir
7) Kain kasa dan kapas
8) Ember kosong
9) Bengkok
10) Celemek untuk petugas
11) Sampiran
12) Alat pengering rambut bila mungkin disediakan
Persiapan pasien:
Pelaksanaan:
1) Bila pasien tidak dapat duduk, posisi tidurnya diatu dengan kepala
dipinggir tempat tidur.
2) Ember diletakkan dibawah tempat tidur bagian kepala .
3) Perlak pengalas dipasang dibawah kepala, dengan sisi kanan dan
kirinya digulung sedikit kedalam dan ujungnya berada di dalam
ember
4) Lubang telinga ditutup dengan kapas dan mata ditutup dengan kain
kassa atau sapu tangan pasien
5) Dada ditutup dengan handuk sampai leher
6) Rambut disisir, kemudian disiram dengan air hangat. Selanjutnya
rambut dicuci dengan shampo dan sabun. Rambut dibilas beberapa
kali dengan air hangat, dan bersamaan dengan itu kepala dipijit-pijit.
7) Kepala diangkat dan diberi alas handuk, selanjutnya dikeringkan
8) Kapas penutup lubang telinga dan kain kassa penutup mata diangkat
dan diletakkan dalam bengkok
9) Rambut dikeringkan dengan handuk
10) Rambut disisir rapi, kepala pasien diletakkan pada bantal yang telah
dialasi handuk kering
11) Posisi pasien diatur kembali
12) Peralatan dibersihkan, dibereskan,dan dikembalikan ke tempat semula
Perhatian:
B. Menyisir rambut
Pengertian:
Mengatur rambut agar rapi dengan menggunakan sisir, dilakukan pada pasien yang
tidak dapat menyisir sendiri.
Tujuan:
Persiapan:
Persiapan alat:
1) Sisir
2) Kain penadah atau handuk
3) Karet gelang untuk pasien yang berambut panjang
4) Air atau minya bila perlu
5) Kertas untuk membungkus kotoran atau rabut yang rontok
6) Bengkok (nierbekken) berisi larutan desinfektan, khusus untuk pasien
yang berkutu
Persiapan pasien:
Pelaksanaan:
1) Menyisir rambut dapat dilakukan pada pasien dalam posisi duduk atau
berbaring
2) Kain penadah atau handuk diletakkan pada bahu atau dibawah belikat
3) Rambut panjang dan kusut dibelah dua, kemudian disisir secara
bertahap, dimulai dari bagian bawah (ujung rambut). Setelah rapi
rambut diikat atau dijalin
4) Rambut yang pendek disisir dari pangkal ke ujung
5) Rambut yang rontok dikumpulkan dan dibungkus dengan kertas,
kemudian dibuang ke tempat yang tersedia
6) Peralatan dibersihkan, dibereskan kembali ke tempat semula
Perhatian:
1) Rambut yang kusut diberi air dan minyak dahulu dan diuraikan
dengan tangan. Bila tidak dapat disisir sama sekali dengan
persetujuan pasien atau keluarganya rambut dipotong.
2) Bila ada kutu atau ketombe dan rambut selalu rontok, harus segera
dilaporkan kepada penanggung jawab ruangan atau yang
bersangkutan.
3) Untuk menghindarkan rasa sakit, sambil menyisir peganglah
pangkal rambut.
4) Sebaiknya setiap pasien menggunakan sisir sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan
saling mempegaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang tidak
terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal. Aktivitas adalah suatu energi
atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukn untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Manusia mempunyai kebutuhan untuk bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan
melindungi diri dari kecelakaan. Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuloskeletal
dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat. Mekanika tubuh adalah cara
menggunakan tubuh secara efisien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara
aman dalam menggerakkan serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas.
3.2 Saran
Dengan mempelajari kebutuhan aktivitas akan membuat kita menjadi lebih tau pengertian secara
mendalam. Kita akan tau bagaimna seharusnya seorang perawat memberi pelayanan kesehatan
dengan baik bagi kesembuhan kliennya. Kita juga akan tahu bagaimana dampak positif dan
negatifnya dari pelayanan yang kita berikan ini terhadap diri kita, semoga dengan pembuatan
makalah ini dapat bermanfaat yang akan menjadi informasi untuk kehidupan kita sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Wahit,Lilis dan Joko. 2015. Buku ajar ilmu keperawatan dasar buku 1. Jakarta. Salemba Medika
hal 267-309
https://id.scribd.com/document/356988755/SOP-Merawat-Gigi-Dan-Mulut-docx
https://www.slideshare.net/mobile/LiaOktaviani4/presentasi-sop-mengganti-pakaian-pasien