PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
SKRIPSI
Oleh:
Sulistiawati
NIM : 038114012
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
SKRIPSI
Oleh:
Sulistiawati
NIM : 038114012
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Persetujuan Skripsi
iii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Sulistiawati
Dibuat di Yogyakarta
Yang menyatakan
( Sulistiawati )
vi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kuasa dan
Tikus Putih Jantan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah syarat memperoleh
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis hendak
1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
3. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan
4. Christine Patramurti, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan
5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt., yang telah berkenan meluangkan
vii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
bermanfaat.
7. Agatha ‘Tata’ Devi Mirakel, atas persahabatan yang indah baik dalam suka
8. Yohana dan Yen-yen, sahabat- sahabatku terkasih yang selalu ada dan
9. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Mukmin, Bapak Prapto,
Bapak Parlan, dan Bapak Wagiran serta segenap karyawan yang telah
Angga, Surya, Gallaeh, Punto, Madya, Arian, Novi dan Tika untuk dukungan,
11. Lanny, Jephi, Hartono dan mbak Vini yang telah memberikan banyak
skripsi ini.
Marga, Dita, Adhy, dan Andi untuk kebersamaan kita yang menyenangkan
13. Sahabat- sahabat yang selalu menemani dalam langkah kedewasaanku dengan
viii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
14. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu-
persatu disini.
terimakasih. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang
membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi
Penulis
ix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
x
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
INTISARI
xi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
xii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………......... ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. v
PRAKATA………………………………………………………………….. vi
INTISARI…………………………………………………………………… x
ABSTRACT……………………………………………………………......... xi
BAB I. PENGANTAR…………………………………………………….... 1
A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
1. Permasalahan……………………………………………………. 3
2. Keaslian penelitian……………………………………………… 3
3. Manfaat penelitian………………………………………………. 4
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum…………………………………………………… 4
2. Tujuan Khusus………………………………………………….. 4
xiii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
B. Fase Farmakokinetika………………………………………………. 6
1. Absorpsi obat………………………………………………....... 6
2. Disposisi obat………………………………………………….. 17
1. Definisi Farmakokinetika……………………………………… 21
2. Analisis Farmakokinetika……………………………………… 22
3. Parameter Farmakokinetika……………………………………. 29
D. Parasetamol………………………………………………………… 38
1. Definisi………………………………………………………… 39
2. Aksi Farmakologis…………………………………………….. 40
3. Farmakokinetika Parasetamol…………………………………. 40
E. Darah………………………………………………………………. 47
F. Landasan Teori…………………………………………………….. 48
G. Hipotesis…………………………………………………………… 49
B Variabel Penelitian…………………………………………………. 50
1. Variabel Utama………………………………………………….. 50
C. Bahan Penelitian……………………………………………………. 52
D. Alat penelitian……………………………………………………… 53
xiv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
E. Jalan Penelitian……………………………………………………. 54
2. Analisis Statistik……………………………………………….. 59
3. Stabilitas Prasetamol……………………………………………. 74
1. Orientasi Dosis………………………………………………..... 75
A Kesimpulan………………………………………………………. 99
xv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
B. Saran…………………………………………………………....... 99
LAMPIRAN……………………………………………………………… 104
xvi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR TABEL
xvii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
xviii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
xix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
xx
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
xxii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
xxiii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Obat dalam arti luas diartikan sebagai setiap zat kimia yang dapat
mempengaruhi proses hidup. Penggunaan obat telah menjadi kebutuhan bagi kita
dalam kehidupan sehari- hari, baik untuk mengatasi sakit yang bersifat ringan
maupun berat. Obat dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit bila
Obat yang telah masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute pemberian
tempat aksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika kita mengkonsumsi suatu
obat, selain obat memberikan pengaruhnya pada tubuh kita, demikian pula
sebaliknya tubuh akan menentukan nasib dari obat tersebut di dalam tubuh.
Salah satu keadaan atau situasi yang sering kita alami ketika
Keadaan perut kosong tersebut dapat terjadi misalnya pada saat kita berpuasa,
baik untuk alasan medis atau keyakinan, maupun ketika kita sedang beraktivitas
yang padat sehingga kita menjadi cenderung lupa makan. Terjadinya penurunan
kadar gula dalam darah dapat menyebabkan rasa pusing atau sakit kepala.
Penggunaan obat- obat pereda nyeri atau analgesik menjadi salah satu jawaban
Salah satu jenis obat adalah obat analgesik- antipiretik yang beredar luas
1
2
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
dewasa maupun anak- anak. Daya analgesik parasetamol serupa dengan aspirin
tetapi pada dosis terapetik hanya memiliki daya anti-inflamasi yang lemah.
seperti demam, sakit kepala, dan dismenorea (Laurence, Bennett, and Brown,
1997).
Pemberian obat secara ekstravaskuler dengan tujuan sistemik harus melalui tahap
Absorpsi obat pada saluran pencernaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah
lambung, motilitas usus dan waktu tinggal di usus akan berpengaruh terhadap
Absorpsi obat pada umumnya, namun tidak selalu, diproses secara lebih
cepat bila lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan
bebas dari makanan (McGilveray and Mattok, 1972). Adanya makanan di dalam
Pada keadaan lambung yang kosong, waktu kontak antara obat dengan lambung
akan lebih singkat, sehingga laju absorpsi obat pun akan meningkat (Anonim,
2003).
dengan optimal di usus halus karena usus halus mempunyai luas permukaan yang
jauh lebih luas dibandingkan dengan lambung. Oleh sebab itu setiap faktor yang
3
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
menunda perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju,
dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan berpengaruh pula
pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi plasma maksimum
1. Permasalahan
dirumuskan permasalahan yang ada yaitu apakah pengaruh kondisi puasa terhadap
2. Keaslian penelitian
3. Manfaat penelitian
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
fisiologis tubuh yang berbeda yaitu keadaan puasa dan non puasa.
2. Tujuan khusus :
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan”, maka dalam bab ini
parasetamol, darah, serta landasan teori dan hipotesis dalam penelitian ini.
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang dapat
dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, fase farmakokinetika, dan fase
Absorpsi
Fase
Cadangan Distribusi
farmakodinamika
Ekskresi Biotransformasi
Gambar 1. Proses yang terjadi dalam organisme setelah pemberian oral (Mutschler,
1991)
5
6
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
bahan obat, dimana kebanyakan digunakan bentuk sediaan obat padat. Dalam fase
merupakan interaksi obat- reseptor serta proses- proses yang terlibat dimana akhir
B. Fase Farmakokinetika
Melalui berbagai cara pemberian, obat yang masuk ke dalam tubuh pada
dan Suyatna, 2002). Berbagai proses yang terjadi fase ini akan diuraikan sebagai
berikut.
1. Absorpsi
ekstravaskuler. Dengan demikian obat harus dapat diabsorpsi terlebih dahulu dari
Tozer, 1995).
Meknisme absorpsi
mekanisme difusi pasif, yang berarti molekul bergerak searah gradien kadar
(Rowland and Tozer, 1995). Disebut pasif karena dalam mekanisme ini tidak ada
daerah dengan konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan konsentrasi yang lebih
rendah.
dQ DAK
= (Cgt − Cp ) (1)
dt h
(1972), menggambarkan tentang struktur membran sel. Membran sel terdiri atas
dua lapis lipid yang membentuk fase hidrofilik di kedua sisi membran dan fase
atau menembus membran berupa mosaik pada membran dan membentuk kanal
hidrofilik untuk transpor air dan molekul kecil lain yang larut dalam air
8
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Pada mekanisme difusi pasif, mula- mula obat harus berada dalam
larutan air pada permukan membran sel, kemudian obat akan melintasi membran
dengan melarut dalam lipid membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi
yang kadarnya lebih tinggi ke sisi yang lebih rendah. Setelah keadaan ekuilibrium
(steady state) tercapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan
dibersihkan oleh darah. Terdapat dua faktor pembatas laju pergerakan obat
Darah Darah
membran
Jaringan
Jaringan
Gambar 2. Faktor pembatas laju pergerakan obat melintasi membran, dari darah ke
jaringan atau sebaliknya (Rowland and Tozer, 1995)
obat, yaitu pada obat dengan kelarutan lipid tinggi, maka yang menjadi faktor
pembatas laju adalah perfusi (perfusion-rate limitation). Pada kondisi ini gerakan
molekul obat dibatasi oleh aliran darah. Obat dalam darah meninggalkan jaringan
dalam keadaan ekuilibrium; darah dan jaringan dianggap satu (gambar 2.A).
ekuilibrium tidak tercapai saat darah meninggalkan jaringan; darah dan jaringan
dianggap sebagai kompartemen yang berbeda (gambar 2.B) (Rowland and Tozer,
1995).
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor mekanis dan faktor fisiologis.
obat tertentu oleh enzim dan sekresi saluran pencernaan (York, 1990).
inilah yang disebut sebagai efek lintas pertama (Setiawati dkk, 2002).
AUC (area under the curve) oral lebih kecil dari AUC intravena.
10
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
(Wagner, 1975).
pada sistem akan berpengaruh pada laju obat untuk mencapai sirkulasi,
serta pada rasio jumlah obat yang mencapai sirkulasi dengan yang
sediaan obat akan menentukan laju disintegrasi dan disolusi obat, lebih
dkk., 2002).
sistemik dapat dipengaruhi oleh anatomi, fungsi fisiologis, serta isi saluran
11
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
pencernaan. Lebih lanjut, faktor mekanis dari obat terkait juga berpengaruh
Agar dapat diserap dari saluran cerna, obat harus melarut dalam
cara mengubah laju pelarutan obat terkait (Bear dkk, 1972, cit.
mucin merupakan empat hal yang penting dalam hal ini (Mayersohn,
2002).
disolusi dari suatu bentuk sediaan (khususnya tablet dan kapsul) akan
tergantung pada pH. Obat asam akan terdisolusi dengan baik pada
Jumlah obat asam lemah dan basa lemah yang terionisasi dalam
[A - ]
Untuk obat asam lemah: log = pH - pKa (2)
[HA]
12
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
[BH]
Untuk obat basa lemah: pH - pKa = log (3)
[B+ ]
empedu dapat meningkatkan laju dan atau jumlah absorpsi dari obat-
obat yang kurang larut dalam air, dengan cara meningkatkan laju
absorpsi. Selain itu mucin juga dapat menjadi sawar bagi difusi obat
2) Pengosongan lambung
‘housekeeper’.
Suatu bentuk sediaan solid yang dicerna pada keadaan lambung yang
3) Transit usus
absorpsi obat karena luas permukaannya yang jauh lebih luas dari
15
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
terdiri dari mikrovili dengan luas permukaan kurang lebih 200 m2, dan
Oleh sebab itu, semakin lama waktu tinggal obat di daerah ini,
lengkap dari obat tersebut, dengan asumsi bahwa obat stabil dalam
cairan usus dan tidak akan membentuk turunan yang tak larut air
(Mayersohn, 2002).
akan menentukan laju transit usus dan oleh karena itu menentukan
besar motilitas usus maka semakin singkat pula waktu tinggal obat,
dan makin singkat pula waktu bagi proses- proses tersebut. Motilitas
usus akan sangat penting bagi obat- obat sediaan lepas lambat
coated drugs), demikian juga pada obat yang terlarut dengan lambat
(Mayersohn, 2002).
16
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
tersedia daerah efektif yang lebih luas untuk absorpsi. Laju absorpsi
4) Aliran darah
darah sehingga daerah ini diperfusi dengan baik oleh aliran darah.
sistemik. Hal ini disebut sebagai efek lintas pertama atau eliminasi
(Mayersohn, 2002).
17
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
2002).
2. Disposisi obat
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses- proses yang terjadi
setelah proses absorpsi obat. Disposisi mencakup dua hal yaitu distribusi dan
a. Distribusi obat
menuju dan dari tempat aksi, biasanya darah atau plasma. Pada umumnya
distribusi suatu obat dari darah menuju ke jaringan adalah secara difusi pasif
(Riviere, 1999). Distribusi obat terlebih dahulu terjadi pada organ- organ yang
perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak. Selanjutnya
mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ- organ tadi, seperti otot,
visera, kulit dan jaringan lemak. Kesetimbangan akan terjadi setelah waktu
yang lama (Setiawati dkk., 2002). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi
distribusi suatu obat yaitu perfusi aliran darah pada organ, kemampuan
18
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Distribusi sebagian besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ dan
jaringan. Apabila pasokan darah semakin besar, maka bagian obat yang dapat
berdifusi ke dalam organ tertentu dari pembuluh darah juga semakin banyak.
Ini berati bahwa organ yang mempunyai banyak kapiler untuk memulai poses
Seperti halnya absorpsi, laju distribusi juga dapat dibatasi baik oleh
membran jaringan tidak menjadi sawar secara esensial bagi proses ditribusi.
Kondisi ini terjadi pada molekul- molekul kecil lipofilik, yang berdifusi
rate limitation muncul khususnya pada obat polar yang berdifusi melintasi
membran lipoid yang rapat. Karena adanya perbedaan perfusi dan permeabilitas
dari berbagai jaringan ini, maka sulit untuk memprediksikan distribusi jaringan
Faktor penting lain untuk proses distribusi obat adalah ikatan obat pada
protein terutama pada protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah.
Konsekuensinya, konsentrasi obat dalam darah total, dalam plasma, dan tak
terikat dalam air plasma, dapat sangat berbeda. Hanya obat bebas atau tak
Ikatan protein bersifat bolak- balik. Derajat ikatan obat dengan protein
plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat dan kadar
protein sendiri. Pada keadaan defisiensi protein, pengikatan obat oleh protein
menjadi berkurang (Setiawati dkk., 2002). Makin besar tetapan afinitas zat
bergeser ke protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar (Mutschler, 1991).
b. Eliminasi obat
Eliminasi merupakan proses kehilangan tak bolak- balik suatu obat dari
tempat aksi ke organ eliminasi. Dua organ eliminasi utama tubuh adalah hati
dan ginjal. Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk ekskresi obat bentuk
Sekresi bentuk obat tak berubah juga dapat dilakukan hati ke dalam empedu
ekskresi.
1) Biotransformasi
struktur kimiawi suatu obat dalam tubuh yang dikatalis oleh enzim. Pada
proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar yang artinya lebih
mudah larut dalam air daripada dalam lemak, sehingga lebih mudah
dieksresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif
20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
dan kadang satu- satunya, dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995).
Terdapat obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih
toksik, atau obat tersebut justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini
lebih lanjut dan atau dieksresi sehingga kerjanya berakhir (Setiawati dkk.,
2002).
Jalur biotransformasi obat terdiri dua fase yaitu fase I dan fase II.
Fase I meliputi oksidasi, reduksi, hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat
menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif
atau lebih aktif dari bentuk aslinya. Reaksi fase II, disebut juga reaksi
amino). Hasil konjugasi bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi
salah satu dari kedua fase tersebut, tetapi kebanyakan obat mengalami
2) Ekskresi
Ekskresi obat adalah proses kehilangan tak bolak- balik dari bentuk
obat tak berubah (Rowland and Tozer, 1995). Obat diekskresikan dari
21
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
tubuh melalui berbagai organ tubuh dalam bentuk metabolitnya atau dalam
paling penting. Ekskresi obat melalui ginjal mencakup tiga tahap, yaitu
Ekskresi obat juga dapat terjadi melalui keringat, air liur, air mata,
air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga
Nasib obat dalam tubuh yang meliputi proses absorpsi dan disposisi obat
1. Definisi farmakokinetika
proses absorpsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh (Makoid and Cobby,
2000). Kinetika berarti gerak atau pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam
perpindahan obat dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh, atau nasib obat
di dalam tubuh. Nasib obat di dalam tubuh ini yang kemudian dikenal sebagai
tubuh juga mempengaruhi laju dan jumlah dari proses obat tersebut di dalam
memperkirakan besarnya kadar obat dalam plasma sebagai fungsi dari besarnya
2. Analisis farmakokinetika
tidak mudah, bahkan dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang sangat sulit serta
riskan dilakukan pada manusia. Oleh sebab itu timbullah pertanyaan tentang
bagaimana cara untuk menaksir dan mengkaji ketepatgunaan obat di sel sasaran
absorpsi, distribusi, dan eliminasi, berkaitan dengan waktu. Karena itu sebelum
kadar obat dalam darah lawan waktu dapat diturunkan secara matematis, sehingga
23
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
kompartemen tubuh serta analisis ordo kinetika, yang akan diuraikan sebagai
berikut.
dalam sistem yang diteliti (Setiawati, 2002). Setelah masuk ke dalam tubuh,
obat akan terdistribusi ke jaringan dan berbagai organ tubuh yang sifatnya
beragam. Dengan kata lain, tubuh dapat dianggap sebagai suatu sistem yang
Pada model ini, diasumsikan bahwa obat dapat masuk dan keluar
dimana obat menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan
berikut.
Persamaan kadar
Rute Karakteristik Model obat dalam darah
pemberian (μg/ml)
waktu
waktu
2005). Kompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai organ yang
banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjar
kurang dialiri darah misalnya otot, kulit dan jaringan lemak, sehingga
II berikut.
26
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Tabel II. Ringkasan karakteristik model dua kompartemen terbuka (Ristchel, 1992)
Persamaan kadar
Rute Karakteristik Model obat dalam darah
pemberian (μg/ml)
waktu
log
konsen-
trasi
β
waktu
Bila α > ka
log
konsen-
trasi
β
waktu
28
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
atas dasar asumsi ordo kinetikanya. Perubahan kadar obat di dalam darah atau
dX
= − kX n (2)
dt
Dalam persamaan tersebut, X adalah kadar obat yang dipindahkan dari suatu
X = Xo.e − kt (3)
penurunan kadar pada waktu tertentu, tergantung pada kadar obat yang dapat
dipindahkan pada waktu itu. Hal ini merupakan ciri khas kinetika orde
pertama. Dengan kata lain, kinetika suatu obat mengikuti orde pertama jka n
nya sama dengan satu. Jika n sama dengan nol, maka kinetika obat tersebut
dX
= −k (4) X = − kt (5)
dt
hampir semua obat pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama, yang
29
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
berarti laju proses- proses tersebut sebanding dengan jumlah obat yang ada.
Jadi jumlah obat yang diabsorpsi, didistribusi dan dieliminasi per satuan
waktu makin lama makin sedikit, sebanding dengan jumlah obat yang masih
Pada obat- obat dengan kinetika orde pertama atau kinetika linier ini
terdapat hubungan yang linier antara log kadar obat dalam plasma dengan
3. Parameter farmakokinetika
dan eliminasi suatu obat dapat dikaji dari nilai parameter farmakokinetikanya.
Parameter tersebut diperoleh dari pengukuran kadar obat tak berubah di dalam
cairan tubuh, seperti darah atau urin (Reilly, 1974 cit. Donatus, 2005). Pada
dipengaruhi secara langsung oleh perubahan satu atau lebih variabel fisiologis
terkait. Yang termasuk parameter tersebut adalah tetapan laju absorpsi (ka), fraksi
dosis obat yang diserap (fa), volume distribusi (Vd), bersihan tubuh total (ClT),
30
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
bersihan hati (ClH), dan bersihan ginjal (ClR) (Rowland and Tozer, 1995).
termasuk parameter tersebut adalah waktu paruh obat (t½), tetapan laju eliminasi
(Kel), dan fraksi obat utuh yang diekskresikan ke dalam urin (fe) (Rowland and
Tozer, 1995).
parameter farmakokinetika primer, tetapi juga tergantung pada dosis dan laju
pemberian obat terkait. Yang termasuk besaran turunan lain yaitu luas area di
bawah kurva kadar obat utuh dalam plasma lawan waktu (area under the curve/
AUC) dan kadar obat pada keadaan tunak (steady state) dalam plasma (Cpss)
dosis tunggal dengan model dua kompartemen terbuka dan absorpsi mengikuti
orde pertama serta eliminasi terjadi hanya dari kompartemen sentral, dapat dilihat
pada tabel IV (Jusko and Gibaldi, 1972; Ritschel, 1992; Wagner, 1975).
dimana :
k a .f a .D ⎡ (k 21 − α ) ⎤
L= ⎢ ⎥
Vc ⎣ (k a − α )(β − α ) ⎦
k a .f a .D ⎡ (k 21 − β ) ⎤
M= ⎢ ⎥
Vc ⎣ (k a − β )(α − β ) ⎦
k a .f a .D ⎡ (k 21 − k a ) ⎤
N= ⎢ ⎥
Vc ⎣ (α − k a )(β − k a ) ⎦
L M N
AUC(0−∞ ) = + −
α β ka
C n -1 + C n
2) AUC (0- tn) = ( t n - t n -1 )
2
Cn
3) AUC(tn −∞ ) =
β
AUC x
fa = x 100 %
AUCiv
(
α = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13 )
2. Tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer (k12)
k12 = α + β - k 21 - k13
33
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
k 21 =
(L.β.k a ) + (M.α.k a ) + (N.α.β )
L(k a − α ) + M (k a − β )
k a .f a .D
Vc =
L(k a - α ) + M (k a − β )
k12 + k 21
Vd ss = Vc
k 21
D. f a
ClT =
AUC(0-∞ )
(
β = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13 )
- hubungan antara α dan β adalah sebagai berikut:
α.β = k21.k13
α + β = k12 + k21 + k13
0,693
t1/2el =
β
α.β
k13 =
k 21
*dikutip dari Jusko and Gibaldi (1972), Ritschel (1992), dan Wagner (1975) dengan sedikit
perubahan
34
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Keterangan :
a) Cp(t) = kadar obat pada kompartemen sentral pada waktu t
b) D = dosis pemberian
c) t1/2abs = waktu paruh absorpsi
d) AUC(0-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu 0 sampai tak hingga
e) AUC(0-tn) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu 0 sampai waktu ke-n
f) AUC(tn-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu n sampai tak hingga
g) tn = waktu pengamatan dari konsentrasi obat Cn
h) tn-1 = waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan
konsentrasi obat Cn-1
i) Cn = kadar obat pada titik pengambilan sampel (μg/ml)
j) AUCx = AUC pemberian nonsistemik
k) AUCiv = AUC pemberian intravena
l) b = k12 + k21 + k13
m) L = intersep slope distribusi α dengan ordinat
Sebagai catatan, simbol L ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A1* (Wagner, 1975) dan simbol A (Ritschel, 1992)
n) M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated
dengan ordinat
Sebagai catatan, simbol M ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A2* (Wagner, 1975) dan simbol B (Ritschel, 1992)
o) N = konsentrasi obat hipotetik pada saat t = 0 (diperoleh dari L+M)
Sebagai catatan, simbol N ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A3* (Wagner, 1975) dan simbol C(0) = A+B (Ritschel, 1992)
35
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
seringkali sulit untuk dikendalikan. Selain itu juga melibatkan berbagai teknik
maupun tata cara yang terkait dengan pemilihan subyek uji dan penangannya,
perlakuan pada subyek uji, analisis kimia, sampai dengan analisis dan evaluasi
hasil penelitian. Oleh karena itu agar hasil penelitian nanti dapat diandalkan, maka
sebagai berikut.
a Pemilihan rancangan uji coba. Dalam memilih rancangan uji coba, perlu
3) variabilitas waktu
(Donatus, 1989). Pada penelitian ini, rancangan uji coba yang diterapkan
b pemilihan subyek uji dan jumlahnya. Subyek uji yang digunakan dalam
hewan uji, kemiripan metabolisme terhadap suatu obat dengan yang ada
pilihan pertama karena darahlah yang paling cepat dicapai oleh obat, serta
semua organ, termasuk tempat aksi obat dan elmininasinya (Rowland and
Tozer, 1995). Selain itu untuk kebanyakan obat, bentuk obat tak berubah
langsung pada kadar obat yang mencapai sirkulasi (Rowland and Tozer,
1995).
darah atau urin. Oleh sebab itu maka metode penetapan kadar yang
37
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
2004).
yang tinggi terhadap bentuk obat yang akan ditetapkan, sehingga dapat
membedakan suatu obat dari metabolitnya, dari obat lain, dan dari
dapat diukur oleh metode analisis yang digunakan. Hal ini penting
sederetan kadar obat dari waktu ke waktu, atau dari kadar tertinggi
yang diberikan harus dapat menjamin dapat diukurnya kadar obat atau
g Analisis dan evaluasi hasil. Analisis data hasil uji dan evaluasi hasil
langkah analisis yang dilakukan meliputi analisis data uji coba, analisis
D. Parasetamol
1. Definisi
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari
101,0 % C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa asam lemah
serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih
dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995).
H3COCHN OH
parasetamol larut dalam 70 bagian air, 20 bagian air panas, 7 bagian etanol dan 50
bagian kloroform. Parasetamol tidak larut dalam benzen dan eter (Clarke, 1969).
pH parasetamol dalam larutan jenuh adalah 5,3 – 6,5. Pada larutan berair dengan
1% 1%
gelombang 249 nm ( A1cm = 900) (Clarke, 1969). A1cm atau serapan jenis adalah
serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim,
1995).
40
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
2. Aksi farmakologis
(Wilmana, 1995). Tempat dan mekanisme aksi dari efek analgesik parasetamol
masih belum jelas. Parasetamol menurunkan demam melalui aksi langsung pada
panas tubuh melalui vasodilatasi dan keringat. Aksi pirogen endogen pada pusat
perifer yang lemah, sehingga daya anti inflamasinya kurang. Parasetamol lebih
analgesik yang hampir sama. Daya anti inflamasi aspirin lebih baik. Parasetamol
tidak menghambat agregasi platelet dan tidak menyebabkan ulcer pada saluran
terhadap aspirin, yaitu pada pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, memiliki
riwayat ulcer, memiliki gout, anak- anak dengan infeksi virus, serta pada pasein
3. Farmakokinetika parasetamol
– 20 mcg/ml muncul dalam waktu 30 – 60 menit, tetapi tidak ada korelasi antara
1994). Waktu paruh (t1/2) plasma pada subyek sehat antara 1 – 2,5 jam. Pada
jaringan dan cairan badan secara cepat dan luas (Anonim, 2001). Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien distribusinya pada manusia yaitu 0,94
l/kg (Melmon and Morelli, 1992) atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya
% (Katzung, 2002).
konjugat glukuronida dan sulfat, dan dieliminasi di urin (AMA, 1994). Sebanyak
90 – 100 % obat ditemukan kembali dalam urin pada 24 jam pertama, terutama
setelah konjugasi hepatik dengan asam glukuronat (± 60 %), dengan asam sulfat
(± 35%), atau dengan sistein (± 3 %). Sejumlah kecil metabolit hasil hidroksilasi
dan asetilasi juga terdeteksi (Anonim, 2004). Levy (1981) menyebutkan bahwa
overdosis.
terutama dalam bentuk konjugat inaktif glukuronat dan sulfat (94 %). Sekitar 4 %
dioksidasi oleh sistem enzim sitokrom P450 hati menjadi metabolit yang toksik,
42
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Laurence, et al., 1997). Pada keadaan normal metabolit ini didetoksifikasi oleh
konjugasi dengan glutation seluler dan diekskresikan dalam urin sebagai konjugat
inaktivasi farmakologis dari obat induk. Seperti yang terlihat dalam gambar 4,
glukuronat dan menghasilkan metabolit yang tidak aktif (Gibson and Skett, 1991).
dalam dosis yang besar menyebabkan persediaan glutation menipis dan nekrosis
hepatik dapat terjadi. Sekitar 2 % diekskresikan dalam bentuk tak berubah. Waktu
paruh eliminasi sedikit diperpanjang pada neonatus dan sirosis (Anonim, 2004).
Jadi, nilai Kadar Efek Minimum (KEM) dari parasetamol adalah bila kadarnya
dalam darah sebesar 10 μg/ml hingga 20 μg/ml, sedangkan nilai Kadar Toksik
Minimum (KTM) dari parasetamol adalah bila kadarnya dalam darah lebih dari
HO NHCOCH3
Parasetamol (aktif)
HO OH
O
HO S O NH COCH3 HO O N COCH3
H
O O
COOH tidak aktif
(tidak aktif) Sistein dan konjugasi
merkapturat (tidak aktif)
kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan biologis. Oleh karena itu
agar nilai- nilai parameter kinetika obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar
harus memenuhi berbagai prasyarat metode analisis yang baik (Donatus, 1989).
utuh) pada setiap pengambilan cuplikan. Sehingga jika metode ini diterapkan
44
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
b. Metode spektrokolorimetri-diferensial
Metode ini juga dikatakan sebagai metode yang sensitif dan selektif
untuk menetapkan kadar parasetamol darah (Knefil, 1974 cit. Donatus, 1994).
Namun metode ini juga memerlukan darah dalam dalam jumlah yang banyak
1994).
c. Metode Chafetz et. al. (dengan modifikasi oleh Glynn dan Kendal, 1975)
reaksi yang terbentuk dalam larutan basa akan menunjukkan kromofor yang
(Chamberlain, 1995). Namun metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat
itu, dalam pelaksanaannya metode ini juga memerlukan volume darah yang
pencuplikan.
campuran yang kompleks (Skoog, Holler, and Nieman, 1998). HPLC dapat
45
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
memberikan hasil pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas,
dengan keunggulan zat- zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat
dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya dibuat turunan yang dapat
senyawa memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi tertentu seperti
kolom, suhu, laju, dan sebagainya sehingga dapat digunakan sebagai salah
satu dasar uji kualitatif. Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu
senyawa merupakan selang waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat
injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor
yaitu mencakup luas puncak dan tinggi puncak. Baik tinggi puncak maupun
dipengaruhi oleh perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu
dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap sebagai
Tergantung pada butiran- butiran adsorban yang ada dalam kolom., apakah
sebagai fase padat yang murni atau disalut dengan cairan (Mulja dan
46
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Suharman, 1995).
(kolomnya) dibedakan menjadi dua. Bila fase diam lebih polar dari fase
geraknya, maka disebut kromatografi fase normal. Sebaliknya, bila fase gerak
lebih polar dari fase diamnya maka disebut kromatografi fase terbalik (Mulja
yang memadai, serta pengetahuan dasar HPLC yang baik serta pengalaman
pada suhu kamar, detektor dapat divariasi, pelarut pengembang dan kolom
1995).
dilakukan oleh Howie, et. al. (1997) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001).
47
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
E. Darah
Darah merupakan cairan yang beredar melalui jantung, arteri, kapiler dan
vena, yang berfungsi mengangkut zat makanan, dan oksigen ke sel- sel tubuh, dan
mengeluarkan produk- produk buangan dan karbon dioksida. Darah terdiri dari
Sekitar 40 – 45 % dari darah unsur- unsur sel yang terdiri dari eritrosit,
leukosit, dan trombosit (Frisell, 1982). Plasma darah merupakan bagian cair dari
darah. Plasma diperoleh dengan membuat darah tidak beku dan sel darah
sel- sel darah akan mengendap dan terbentuk fase cair yang disebut sebagai
serum. Plasma darah berbeda dengan serum darah terutama pada serum tidak
berfungsi sebagai pelarut bagi zat organik dan inorganik yang ditransportasikan
oleh darah, melainkan juga berperan penting dalam regulasi panas dan pertukaran
osmotik diantara kompartemen cair tubuh (Frisell, 1982). Selain air, sekitar 7 %
dari plasma terdiri dari protein dan sisanya adalah garam- garam, karbohidrat,
lipid dan asam amino. Sekitar 56 % protein plasma merupakan albumin. Albumin
mempunyai arti yang besar untuk ikatan protein obat yaitu dalam hal distribusi
dianalisis adalah memutus ikatan antara protein dengan obat. Bila dilakukan
48
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
pengukuran secara langsung, maka yang terukur hanyalah obat bebas saja, bukan
keseluruhan obat yang ada. Metode yang paling mudah dan paling tua adalah
dan ikatannya dengan obat dihancurkan sehingga seluruh obat terlepas ke dalam
filtrat. Reagen asam yang banyak digunakan untuk mendenaturasi protein adalah
F. Landasan Teori
bioavailabilitas obat dari suatu produk obat oral. Zat- zat makanan yang
mengandung asam amino, asam lemak, serta nutrien yang lain dapat
mempengaruhi pH usus dan kelarutan dari obat. Pengaruh dari makanan tidak
selalu dapat diprediksi dan dapat memberikan konsekuensi yang bermakna secara
mempunyai kapasitas yang terbesar untuk absorpsi obat dari saluran pencernaan,
adanya penundaan pada waktu pengosongan lambung bagi obat untuk mencapai
duodenum akan menurunkan laju dan mungkin jumlah dari obat yang terabsorpsi.
Sehingga akan memperpanjang waktu onset obat tersebut (Shargel et al., 2005).
Pada umumnya, absorpsi suatu obat akan berlangsung lebih cepat bila
lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan bebas dari
49
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
terjadi karena faktor- faktor yang meliputi pencampuran dalam saluran penceraan
yang buruk dan terbentuknya kompleks obat dengan makanan. Studi yang telah
dilakukan oleh McGilveray dan Mattok (1972) tentang pengaruh puasa pada
peningkatan yang signifikan pada laju absorpsi pada subyek puasa, serta nilai luas
vitro, (Bagnal et. al., 1979 cit. Donatus, 1994) ditegaskan bahwa absorpsi
melalui mekanisme transpor pasif. Oleh karena itu dapat dipahami bila
G. Hipotesis
tikus putih jantan akan menyebabkan perubahan pada profil farmakokinetika dari
parasetamol tersebut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Parasetamol pada Tikus Putih Jantan ini termasuk jenis penelitian eksperimental
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitan, yang pertama yaitu
variabel utama, yang terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung, serta
yang kedua yaitu variabel pengacau terkendali. Berikut ini akan diuraikan tentang
1. Variabel utama
a Variabel bebas. Pada penelitian ini variabel bebasnya yaitu waktu puasa
50
51
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
(ml/menit)
ke kompartemen sentral
(menit-1)
(μg.menit/ml).
pengacau yang tidak terkendali yaitu keadaan patologis dan psikologis subyek
uji.
C. Bahan Penelitian
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan, galur Wistar
(dewasa sehat), umur 2-3 bulan dengan berat badan antara 240 sampai 270 gram
53
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
D. Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat- alat yaitu seperangkat alat gelas (Pyrex)
yang lazim digunakan untuk analisis, tabung effendorf, pipet mikro (Socorex)
ukuran 200-1000 μl, sentrifuge (berdiameter 18cm, Hettich EBA 85, Germany),
neraca analitik (Mettler Toledo, kepekaan 0,1 mg dan Scaltec, kepekaan 0,01 mg),
solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori 0,5 μm dan diameter
47 mm, inorganic solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori
0,45 μm dan diameter 47 mm, syringe merk Hamilton, degassing ultrasonic merk
merk Shimadzu model LC-10 AD, detektor UV/Vis merk Shimadzu model SPD-
panjang 15 dan 30 cm, diameter partikel 5-10 μm) dan seperangkat komputer
merk ACER.
54
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
E. Jalan Penelitian
Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu penetapan
berikut.
kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Jernihan diambil, ini disebut plasma.
3500 rpm selama 10 menit. Ambil jernihan yang ada, saring dengan
elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada
metode analisis, orientasi dosis dan jadwal pengambilan cuplikan, serta analisis
seri larutan baku; penetapan persamaan kurva baku; penentuan nilai perolehan
parasetamol.
larutkan dalam akuabidestilata sampai volume 100,0 ml. Pipet 0,15; 0,25;
0,50; 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; 4,0 ml lalu masukkan dalam labu ukur 10 ml,
Pipet 0,25 ml dari tiap seri larutan baku, masukkan ke dalam 0,25 ml
plasma. Sehingga diperoleh kadar parasetamol 7,5; 12,5; 25; 50; 75; 100;
150; 200 μg/ml. Tambahkan larutan TCA 10 % sebanyak 0,5 ml, pusingkan
selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil jernihan yang ada, saring dengan
elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada
koreksi, dilakukan pula pembuatan blanko kurva baku yaitu plasma darah
Dibuat dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan
100 μg/ml, masing- masing dilakukan tiga kali replikasi. Penetapan kadar
kadar yang terhitung dan dicari kesalahan acak dan kesalahan sistematik
56
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
d Stabilitas parasetamol.
setiap hari ditentukan dengan HPLC seperti langkah 1 b yaitu mulai dari
prosen degradasi.
mg/kgBB, yaitu 10 % dari LD50 oral parasetamol pada tikus. Orientasi dosis
Dipilih sedikitnya 3 titik pada tahap absorpsi, 3 titik pada daerah sekitar
puncak, 3 titik pada tahap distribusi dan 3 titik pada tahap eliminasi.
CMC-Na 1 % dengan dosis 300 mg/kg secara oral. Pada menit ke 5, 10, 20,
30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420 diambil cuplikan darah
melalui vena lateralis ekor tikus untuk ditetapkan kadar parasetamol utuhnya.
57
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
parasetamol ini akan dilakukan pada tahap ini dengan mengikuti rancangan
acak lengkap pola searah. Acak berarti setiap subyek uji dapat menjadi
yang meliputi persamaan jenis kelamin, galur, umur dan berat badan. Pola
searah berarti hanya terdapat satu variabel bebas (dalam penelitian yaitu waktu
berikut.
hewan uji dibagi 2 kelompok sama banyak, yaitu kelompok kontrol (I) dan
1,0 ml darah sebagai blangko. Setelah itu hewan uji diberi parasetamol
58
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
secara oral dosis 300 mg/kgBB, kemudian dilakukan sampling darah pada
berbagai waktu, yaitu menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240,
Kurang lebih 0,5 ml darah diambil dari vena lateralis ekor tikus
pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420
(pada menit ke- 0 telah diambil blanko) dan dimasukkan ke dalam tabung
menit pada 3500 rpm. Ambil plasma yang ada sebanyak 0,25 ml, lalu
yang ada lalu saring dengan penyaring millex 0,45 μm, masukkan ke
dengan fase gerak campuran air - asam asetat - etil asetat (98:1:1) pada
yang diperoleh berupa kadar zat aktif dalam darah tiap satuan waktu.
dengan perangkat lunak Stripe (Woolard and Johnston, 1983, yang telah
sekunder, dan besaran turunan lain dengan program Stripe (Johnston and
2. Analisis statistik
dilanjutkan dengan Paired Sampel T-test menggunakan program SPSS 12.0 pada
taraf kepercayaan 95 %.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB IV
penelitian serta diperoleh data- data hasil penelitian, maka dalam bab ini akan
Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus. Hal yang menjadi
pertimbangan adalah bila digunakan hewan uji mencit maka volume darah yang
diperoleh tidak akan mencukupi karena volume darah mencit yang terlalu sedikit.
tertentu. Kelinci tidak dipilih sebagai hewan uji pula, karena terdapat perbedaan
fisiologis saluran pencernaan yang besar dengan yang ada pada manusia, yaitu
pola pengosongan lambung yang lambat sehingga akan berpengaruh pada pola
invasif. Cuplikan hayati yang dipilih adalah darah dengan alasan yaitu karena
darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai oleh obat. Darah jugalah yang
Tozer, 1995)
60
61
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Darah tikus diambil dari vena lateralis ekor tikus. Bila darah diambil dari
mata, maka hanya dapat dilakukan satu kali pencuplikan saja. Vena lateralis ekor
tikus lebih jelas terlihat pada tikus yang muda, karena pada tikus yang tua terjadi
penebalan kulit pada ekor sehingga akan susah terlihat. Oleh karena itu digunakan
Ekor tikus terlebih dahulu dicukur dengan bersih, kira- kira 3 – 4 cm dari
ujung ekor. Bagian yang akan ditoreh diusap dengan parafin cair dengan maksud
agar tidak terjadi penjendalan darah pada bagian itu. Dalam menampung tetesan
darah, dilakukan dengan hati- hati agar sel sel darah tidak ruptur. Darah dibiarkan
antikoagulan sehingga protein dalam darah yang telah diperoleh tidak mengendap.
Bila darah membeku, maka obat baik yang terikat maupun yang tidak terikat akan
terjebak dalam gumpalan atau jendalan darah tersebut. Darah yang telah
kemudian akan diperoleh cairan bening atau supernatan yang disebut plasma.
obat pada reseptor yang lazim terletak di dalam sel- sel jaringan (Soehardjono,
1990). Karena sebagian besar sel jaringan dialiri cairan jaringan atau plasma,
pemantauan kadar obat dalam plasma merupakan metode yang tepat untuk
demikian jumlah parasetamol yang dapat terikat pada plasma lebih banyak dan
62
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
sensitivitas dalam pengukuran menjadi lebih kecil pula (Smith and Stewart,
1981). Plasma juga dapat menembus hampir semua jaringan tubuh termasuk sel-
sel darah. Sehingga dapat mencerminkan kadar obat meskipun tidak benar- benar
100 %.
protein plasma, terutama albumin. Albumin termasuk protein globuler yang dapat
larut dalam air. Parasetamol akan berikatan dengan residu asam amino penyusun
albumin, yaitu gugus asam amino asam aspartat (C4H7NO4) (Wagner, 1975) yaitu
obat tak terikat atau bebas. Sehingga perlu dilakukan pemisahan antara protein
dengan obat agar diperoleh bentuk obat bebasnya. Adanya protein dapat
menyebabkan kerusakan pada kolom, selain itu absorbansinya juga akan ikut
trikloroasetat (TCA) yang akan memecah struktur asli dari protein. TCA akan
merusak struktur sekunder, kuartener dan tersier dari protein dengan cara
Denaturasi
Protein yang telah mengalami denaturasi akan menjadi kurang larut dan
bebas. Jernihan ini diambil dengan hati- hati menggunakan pipet mikro agar
protein yang sudah terendapkan tidak ikut terambil, dan siap untuk digunakan
2004). Oleh sebab itu sebelum dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam
plasma, terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap metode yang akan digunakan
mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Howie et. al. (1977) yang
telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu metode penetapan kadar parasetamol
pemisahan yang baik dalam waktu yang relatif singkat (Mulja dan Suharman,
1995). Parasetamol yang akan ditetapkan kadarnya berasal dari serangkaian data
64
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
pada berbagai waktu pencuplikan darah. Darah merupakan cairan biologis yang
kompleks dan kadarnya dapat sangat kecil, maka diperlukan suatu metode yang
dapat memberikan hasil analisis yang tepat. Metode HPLC memberikan hasil
analisis yaitu puncak kromatogram yang terpisah untuk masing- masing zat yang
berada dalam analit/ sampel. Sehingga meskipun terdapat senyawa endogen dari
maka analisis terhadap parasetamol saja dapat dilakukan dan memberikan hasil
yang tepat.
Kelebihan lain dari digunakannya metode HPLC adalah dalam hal waktu
sampel yang harus dianalisis, maka dibutuhkan suatu metode analisis yang dapat
memberikan hasil analisis dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, volume
(dalam skala μl). Hal ini sesuai dengan kondisi yang ada yaitu keterbatasan dalam
volume darah yang dapat diambil dari hewan uji pada masing- masing waktu
pencuplikan.
Mengacu pada kedua penelitian tersebut di atas, maka fase gerak yang
digunakan yaitu campuran akuabidestilata - asam asetat - etil asetat (98: 1: 1), dan
fase diam yaitu C18. Berdasarkan sifat fase gerak dan fase diam yang digunakan
terbalik, yaitu fase gerak bersifat lebih polar daripada fase diam.
pelarut yang tidak bercampur, salah satunya diam (fase diam) dan yang lainnya
bergerak (fase gerak) dengan polaritas yang berbeda. Pada kromatografi partisi
fase terbalik, air dapat digunakan sebagai komponen utama fase gerak.
Parasetamol dapat larut dalam air. Sehingga air dapat digunakan sebagai
komponen utama dalam fase gerak. Adanya asam asetat akan memberikan
suasana asam sehingga parasetamol akan tetap berada dalam bentuk molekulnya.
memiliki afinitas pada fase gerak (polar) yang lebih besar daripada dengan fase
diam (non polar). Sehingga akan terelusi lebih cepat dan memberikan waktu
retensi yang lebih singkat. Hal ini akan memberikan hasil pemisahan yang kurang
baik, karena puncak kromatogram yang terbentuk akan tumpang tindih dengan
puncak kromatogram dari senyawa endogen plasma. Oleh sebab itu, diberikan
suasana asam agar parasetamol berada dalam bentuk molekul, sehingga diperoleh
mengalami ionisasi sebagian. Ion H+ dari asam asetat akan ditarik oleh atom O-
dari ion parasetamol, sehingga parasetamol yang telah mengalami ionisasi dalam
air tersebut akan kembali ke bentuk utuhnya. Reaksinya dapat dilihat pada gambar
6 berikut.
66
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
H O H + H O NHCOCH3
+ O NHCOCH3
H O H
H3C C O H + O NHCOCH3
H3C C O + H O NHCOCH3
kepolaran fase gerak yang sesuai dengan kepolaran analit. Dalam penelitian, air
tidak digunakan sebagai fase gerak tunggal karena akan bersifat terlalu polar,
afinitasnya terhadap fase diam yang besar. Oleh sebab itu ditambahkan asam
asetat dan etil asetat agar diperoleh kepolaran fase gerak yang optimal. Molekul
dengan kepolaran yang mendekati kepolaran air diharapkan akan terelusi terlebih
Setelah terelusi oleh fase gerak, parasetamol akan dibaca serapannya oleh
kromofor dalam strukturnya sehingga dapat menyerap radiasi sinar ultraviolet dan
dibaca oleh detektor UV tersebut. Elektron π pada ikatan rangkap gugus kromofor
yang lebih tinggi yaitu orbital π*. Selain gugus kromofor, pada struktur
parasetamol juga terdapat gugus auksokrom yang terikat langsung pada gugus
tidak menyerap radiasi, namun terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor
CH 3
C O
HO NH
= gugus kromofor
Kurva baku hendaknya dapat mewakili kadar in vivo. Kurva baku dibuat
pembuatan kurva baku dengan rentang kadar parasetamol dalam plasma antara 7,5
μg/ml sampai 200 μg/ml. Pemilihan seri konsentrasi kurva baku ini dimaksudkan
agar kadar parasetamol yang terdapat dalam sampel baik yang terendah maupun
yang tertinggi dapat masuk dalam rentang seri konsentrasi larutan baku.
Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Howie et. al. (1977) yang
telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) maka dalam pengukuran kadar parasetamol
dalam plasma pada tahap ini dan selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang
250 nm. Hasil pengukuran kurva baku untuk blanko kurva baku dapat dilihat pada
gambar 8 dan untuk kurva baku pada konsentrasi 100 μg/ml pada gambar 9.
69
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat injeksi sampai keluar dari kolom
plasma tanpa parasetamol. Terbentuk satu puncak pada menit ke 3,336 menit.
dengan parasetamol konsentrasi 100 μg/ml. Dapat dilihat pada gambar tersebut
terbentuk dua puncak kromatogram yaitu pada menit ke 3,323 dan menit ke 4,595.
kurva (AUC) dari masing- masing senyawa. Blanko digunakan sebagai faktor
koreksi dari seri kurva baku. Waktu retensi (tR) parasetamol yaitu 4,595 menit.
Pada blanko, terlihat bahwa pada menit yang hampir sama (tR 4,579) juga terdapat
serapan yang memberikan nilai AUC sebesar 5154. Sehingga nilai AUC dari
koreksi tersebut, dan diperoleh nilai AUC terkoreksi. Nilai AUC terkoreksi ini
Hasil pengukuran seri kurva baku tersebut dapat dilihat pada tabel VI.
117131,5808. Hubungan antara kadar dan AUC tersebut bersifat linier, yang
ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) yang mendekati satu serta dapat dilihat
pada gambar 10, kurva yang terbentuk hampir mendekati garis lurus. Nilai r yang
diperoleh dari persamaan lebih besar dari nilai r tabel (df = 6; r= 0,707). Sehingga
persamaan kurva baku ini dapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol
dalam plasma dengan X sebagai nilai kadar dan Y sebagai nilai AUC terkoreksi.
kurva baku
5000
AUC terkoreksi (x1000)
4000
3000
2000
1000
0
0 50 100 150 200 250
kadar
nilai perolehan kembali dalam rentang 80 - 120 %, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik kurang dari 10 % (Mulja dan Suharman, 1995). Pada penelitian dibuat
dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan 100 μg/ml (masing-
masing tiga kali replikasi), dengan tujuan untuk mewakili nilai kadar yang kecil
kesalahan acak merupakan tolok ukur presisi atau keseksamaan dan dinyatakan
dengan nilai koefisien variasi (CV). Dalam penelitian dilakukan penetapan nilai
perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik pada hari yang sama
(intraday) dan pada hari yang berbeda (interday) seperti yang terlihat pada tabel
Tabel VII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari
penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- intraday
Tabel VIII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari
penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- interday
(ruggedness), yang menunjukkan derajat ketertiruan hasil uji yang diproleh dari
Dari hasil tersebut diperoleh nilai perolehan kembali pada hari yang sama
adalah 99,25 % - 97,90 %, dan pada hari yang berbeda adalah 99,43 % - 98,88 %,
yang berarti masuk dalam rentang yang diperbolehkan. Nilai kesalahan sistematik
pada hari yang sama adalah 0,81 % dan 2,10 %, dan pada hari yang berbeda
adalah 1,42 % dan 1,30 %, berarti nilai tersebut tidak melebihi nilai yang
diperbolehkan. Nilai kesalahan acak pada hari yang sama adalah 1,15 % dan 1,48
%, dan pada hari yang berbeda adalah 2,06 % dan 1,63 %, berarti nilai tersebut
kesalahan acak yang diperoleh tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa metode
3. Stabilitas parasetamol
keterbatasan waktu dan fasilitas. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian
stabilitas untuk mengetahui batas ketahanan zat sampai batas waktu ditentukan
kadarnya.
sentrifugasi kemudian disimpan dalam almari es suhu 00 C. Hasil uji stabilitas ini
Tabel IX. Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu 00 C
selama satu hari yaitu sebasar 3,30 % dan setelah hari kedua yaitu sebesar 8,52 %.
Stabilitas ini perlu diketahui untuk memastikan apakah data yang diperoleh benar-
metode analisis yang baik. Namun yang menjadi catatan disini adalah, dalam
75
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
melakukan tahap validasi metode digunakan kolom C18 dengan panjang 15 cm.
Sedangkan untuk tahap- tahap selanjutnya (mulai tahap orientasi dosis) dilakukan
pergantian kolom yaitu kolom C18 panjang 30 cm. Hal ini disebabkan karena pada
saat dilakukan orientasi dosis, kolom 15 cm tersebut tidak dapat memberikan hasil
1. Orientasi dosis
Pada tahap ini dilakukan orientasi dosis parasetamol yang akan diujikan
pada tikus. Dosis yang diberikan harus dapat menjamin tercapainya efek terapetik
yang diinginkan namun tidak menimbulkan efek toksik. Jadi kadar obat dalam
darah berada di atas kadar efektif minimum (KEM) serta di bawah kadar toksik
minimum (KTM).
Pemilihan dosis didasarkan pada LD50 (toksisitas akut) obat yang diuji.
pada tikus berkisar 2 – 4 g/kgBB (Donatus dkk, 1983 cit. Wijoyo, 2001). Menurut
Mitchell, Jollow, Potter, Gillette, and Brodie (1973), LD50 oral parasetamol pada
tikus adalah ± 3 g/kgBB. Menurut Clarke’s (1969), LD50 oral parasetamol pada
tiikus adalah 3 - 7 g/kgBB. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan dosis
dimaksudkan untuk mengurangi variasi biologis. Dalam periode ini hewan uji
120
kadar parasetamol
100
80
(Cp)
60
40
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
Gambar 11. Kurva orientasi dosis (kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu)
terkecil dalam plasma yang diperoleh dari hasil orientasi adalah 10,4319 μg/ml
dan yang terbesar 87,5688 μg/ml. Karena kadar parasetamol masih masuk dalam
range kurva baku yang ada serta tidak menimbulkan efek toksik maka dapat
digunakan.
parasetamol secara oral didasarkan pada waktu paruh eliminasi (t½ el) yaitu
sebanyak 3 - 5 x t½ el, karena pada waktu tersebut sekitar 99,2 – 99,9 % obat telah
atau penurunan t½ el, maka waktu pengambilan cuplikan ditetapkan selama 420
tahap absorpsi, 3 kali pada daerah sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan
3 kali pada tahap eliminasi (Ritschel, 1992) dengan tujuan agar dapat
kompartemen dengan kenyataan, semakin kecil nilai AIC maka semakin kecil
pula kesalahan yang ada. Nilai SS menunjukkan selisih kuadrat antara hasil
prosentase nilai AUC(tn-∞) yang baik adalah kurang dari 10 % (Mutschler et. al.,
1995).
Pada tabel X dapat dilihat hasil orientasi dosis parasetamol serta waktu
pencuplikannya.
78
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Pencuplikan darah dilakukan pada menit ke- 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90,
120, 180, 240, 300, 360, dan 420, dan diperoleh nilai AIC yaitu 103,73; nilai SS
yaitu 700,63; serta prosentase AUC(tn-∞) terhadap AUC(0-∞) yaitu 9,27 %. Waktu
tubuh secara kuantitatif. Oleh karena itu agar data kuantitatif tersebut dapat
diandalkan, maka data tersebut harus berasal atau diperoleh dari metode analisis
yang dapat dipercaya. Melalui tahap validasi metode analisis yang telah
yang telah dilakukan memberikan hasil berupa data kromatogram. Gambar 12 dan
79
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
yaitu pengambilan cuplikan pada menit ke-0, terdapat satu puncak utama yaitu
pada menit ke 3,600 dan 3,565. Adanya kemiripan nilai tR tersebut dengan
menunjukkan bahwa kedua puncak tersebut berasal dari senyawa yang sama.
Seperti pada kurva baku, pada menit ke-0 adalah plasma saja tanpa parasetamol
(blanko). Pada blanko kurva baku, diperoleh tR yaitu antara menit ke 3,323- 3,336
sedangkan pada kelompok kontrol dan perlakuan yaitu menit ke 3,565 dan 3,600.
kontrol dan perlakuan dengan blanko kurva baku) maka dapat disimpulkan bahwa
kedua puncak berasal dari senyawa yang sama yang dimungkinkan adalah berasal
terbentuk puncak yang kedua, tR analit untuk kelompok kontrol adalah 5,160 dan
untuk kelompok perlakuan adalah 5,087. Karena kedua analit mempunyai waktu
retensi yang hampir sama, maka dapat disimpulkan keduanya berasal dari
dengan kromatogram kurva baku konsentrasi 100 μg/ml, maka dapat disimpulkan
diperoleh pada validasi metode. Setelah diperoleh masing- masing data kadar
82
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
tersebut.
diperoleh, terlebih dahulu ditentukan model kompartemen dan orde kinetika dari
dengan melihat adanya fase distribusi pada kurva (kurva trifasik) pada kertas
Dalam persamaan ini, diasumsikan nilai ka lebih besar dari nilai α, dan nilai α
nilai k12, k21, dan k13 yang diperoleh. Bila nilai k12 + k21 > 20 k13 maka obat
mengikuti model satu kompartemen terbuka, dan demikian pula sebaliknya bila
nilai k12 + k21 < 20 k13 maka obat mengikuti model dua kompartemen terbuka.
Dari hasil perhitungan diperoleh untuk kelompok kontrol, nilai k12 + k21 yaitu
0,0146 dan nilai 20 k13 yaitu 0,148. Untuk kelompok perlakuan nilai k12 + k21
yaitu 0,0163 dan nilai 20 k13 yaitu 0,1160. Karena kedua nilai k12 + k21 tersebut
adalah lebih kecil dari 20 k13 sehingga dapat disimpulkan bahwa obat mengikuti
model dua kompartemen terbuka, yang berarti bahwa laju distribusi obat tersebut
parasetamol terhadap waktu (untuk orde nol) serta antara log kadar parasetamol
terhadap waktu (untuk orde satu). Data yang digunakan adalah data rata- rata
Kontrol Perlakuan
Cp vs t log Cp vs t Cp vs t log Cp vs t
r = - 0,861 r = - 0,930 r = - 0,872 r = - 0,988
Dari tabel XI terlihat bahwa harga mutlak koefisien korelasi (r) pada
analisis log Cp vs t lebih mendekati satu, baik pada kelompok kontrol maupun
perlakuan. Nilai r tersebut juga lebih besar dari nilai r tabel (db=12; r=0,532).
parasetamol antara kondisi non puasa dan kondisi puasa, serta mengetahui profil
farmakokinetika apa saja yang berubah. Hewan uji dibagi dua kelompok yaitu
kelompok kontrol (non puasa) dan kelompok perlakuan (puasa). Variabel bebas
pada kelompok perlakuan yaitu waktu puasa selama 6 jam sebelum dilakukan
pemberian parasetamol.
Pada tabel XII dapat dilihat rata- rata kadar parasetamol dalam plasma
Tabel XII. Rata- rata kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian
parasetamol oral dosis 300 mg/kgBB pada tikus putih jantan
Sedangkan pada tabel XIII dapat dilihat perubahan yang terjadi pada
kadar obat dalam darah (blood level equation). Untuk kelompok kontrol
88,6172.e-0,0054.t – 101,447.e-.0,1587.t
86
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Tabel XIII. Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih
jantan setelah pemberian parasetamol oral 300 mg/kgBB
a Kinetika absorpsi
mencapai tmaks (Cpmaks) serta jumlah obat yang terukur dalam tubuh pada waktu 0
ka
dimana perubahan nilai parameter ini dipengaruhi secara langsung oleh variabel
sifat membran sel sebagai penyaring setengah tembus terhadap zat- zat yang akan
membran tidak bertindak sebagai sawar (barrier) bagi obat tersebut. Demikian
pula sebaliknya bila kelipofilan obat rendah, maka membran akan cenderung
bertindak sebagai sawar bagi obat tersebut. Parasetamol termasuk obat dengan
membran sel.
kondisi yang normal. Kadar obat di bagian dalam membran akan berkurang secara
kontinyu karena selalu dibersihkan oleh aliran darah. Sehingga bila aliran darah
dapat berjalan dengan baik maka gradien kadar ke arah bagian dalam membran
bila terdapat gradien kadar ke arah membran bagian dalam, maka parasetamol
akan dapat terabsorpsi dengan baik. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa dalam
itu pada kelompok perlakuan dimana tidak ada zat- zat makanan dalam darah,
maka darah akan dapat membawa obat dengan lebih cepat daripada bila dalam
darah juga terdapat zat- zat makanan. Sehingga akan berakibat pada peningkatan
keefektifan laju absorpsi. Bila lambung dalam keadaan yang kosong, akan
memungkinkan terjadinya kontak antara obat dengan lambung yang lebih cepat.
Meskipun luas permukaan lambung jauh lebih kecil daripada luas permukaan usus
halus, namun bila obat dapat mencapai lambung dengan cepat, maka obat juga
akan semakin cepat pula dihantarkan menuju ke usus halus untuk mengalami
absorpsi terutama pada bagian atas usus halus atau daerah duodenum. Gerakan
menentukan pula waktu tinggal obat di usus halus. Aktivitas peristaltik akan
meningkat setelah makan sebagai hasil dari refleks pencernaan, yang dimulai oleh
distensi lambung dan kemudian terjadi peningkatan motilitas usus. Pada kondisi
puasa, parasetamol akan dapat mengalami absorpsi dengan lebih cepat karena
0,1587, dan rata- rata nilai ka kelompok kontrol adalah 0,0415 (p<0,05). Hal ini
disebabkan oleh variabel- variabel fisiologis yaitu laju aliran darah, pengosongan
tmaks
konsentrasi maksimum dalam plasma. Jadi nilai tmaks menggambarkan onset dari
tergantung pada nilai parameter farmakokinetika primer. Dalam hal ini, nilai tmaks
Nilai tmaks berbanding terbalik dengan nilai ka. Bila terjadi peningkatan
nilai ka maka akan menyebabkan penurunan nilai tmaks. Demikian pula sebaliknya
90
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata- rata tmaks
kelompok perlakuan adalah 24,9020 menit, sedangkan nilai rata- rata tmaks
kelompok kontrol 52,1400 menit. Perbedaan kedua nilai tersebut adalah signikan
Cpmaks
nilai Cpmaks berada di atas nilai KEM dan di bawah nilai KTM maka efek
farmakologi yang diinginkan dapat tercapai. Nilai Cpmaks dapat dihitung dengan
persamaan 14.
fa. D - Kel.tmaks
C maks = .e (14)
Vd
AUC x
fa = x 100 % (15)
AUC i.v
mempengaruhi nilai Cpmaks adalah nilai fraksi obat yang terabsorpsi (fa) dan
91
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
perlakuan berturut- turut adalah sebesar 87,7700 μg/ml dan 83,7320 μg/ml. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan Cpmaks. Namun demikian
karena dua hal, pertama karena pengaruh fa dan kedua karena Vd. Besarnya nilai
Cpmaks proporsional dengan nilai fa, maka diasumsikan bahwa pada kelompok
perlakuan fraksi dosis yang terabsorpsi lebih kecil daripada kelompok kontrol.
Sehingga dalam hal ini, nilai Cpmaks yang diperoleh adalah per mg obat yang
Cpmaks juga ditentukan oleh nilai Vd. Bila terjadi peningkatan nilai Vd
maka nilai Cpmaks akan mengalami penurunan, dan demikian pula sebaliknya.
di dalam kompartemen sentral atau perifer. Semakin besar nilai Vd berarti dapat
perifer. Dengan kata lain, bila nilai Vd semakin besar, berarti nilai Cpmaks akan
semakin kecil, karena jumlah obat yang berada di kompartemen perifer atau
Vdss kelompok perlakuan adalah lebih besar daripada Vdss kelompok kontrol.
92
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Sehingga dapat dipahami mengapa nilai Cpmaks kelompok perlakuan lebih kecil
kelompok perlakuan, jumlah obat yang berada di jaringan adalah lebih besar
AUC (0-∞)
AUC (0-∞) adalah jumlah obat yang terukur dalam darah pada waktu 0
sampai tak hingga. Nilai AUC(0-∞) dan nilai t1/2el akan menggambarkan durasi
obat. Nilai AUC(0-∞) dapat diperoleh melalui persamaan 16 maupun dari blood
M L N
AUC (0-∞ ) = + + (17)
β α ka
Sehingga dapat diasumsikan bahwa jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk ke
sirkulasi sistemik pada kelompok kontrol adalah lebih banyak dibandingkan pada
93
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
kelompok perlakuan.
kondisi psikologis dari hewan uji. Adanya kondisi puasa dapat memicu terjadinya
stres pada hewan uji. Kondisi stres dapat memicu gerakan peristaltik usus menjadi
lebih cepat. Gerakan peristaltik berperan dalam mencampur isi duodenum, lalu
membawa partikel obat menuju ke kontak yang lebih dekat dengan sel mukosal
usus. Oleh sebab itu obat harus mempunyai waktu tinggal yang cukup di usus
untuk terjadinya proses absorpsi yang optimum. Pada kondisi gerakan peristaltik
menjadi lebih cepat, maka waktu tinggal di usus menjadi singkat, sehingga proses
b Kinetika distribusi
distribusi steady state (Vdss). Parameter ini bermanfaat untuk menilai keefektifan
penyebaran obat. Digunakan volume distribusi pada keadaan steady state, karena
Vdss tidak dipengaruhi oleh eliminasi obat (misalnya pada gangguan fungsi
distribusi yang terjadi. Keadaan steady state diasumsikan sebagai keadaan dimana
laju obat yang masuk ke dalam kompartemen sentral sama dengan laju obat yang
k12 + k 21
Vd ss = .Vc (18)
k 21
k a .f a .D.(k 21 - k a )
Vc = (19)
- (L + M).(β - k a ).(α - k a )
L + M.(β − α) 2
k12 = (20)
(L + M).(L.β + M.α )
L.β + M.α
k 21 = (21)
L+M
Dari persamaan 18, terlihat bahwa nilai Vdss berbanding lurus dengan
nilai Vc. Sedangkan nilai Vc berbanding lurus dengan fraksi obat yang terabsorpsi
(fa). Oleh sebab itu, maka nilai Vdss yang diperoleh tersebut adalah nilai Vdss per
Parasetamol yang terikat oleh zat makanan akan menjadi lebih besar sehingga
parasetamol yang bersifat lipofil dan bobot molekulnya rendah dapat dengan
95
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
mudah menembus membran jaringan dan tersebar di dalam jaringan. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai Vdss kelompok kontrol yang lebih kecil dari kelompok
Nilai k12 untuk kelompok kontrol dan perlakuan berturut- turut adalah
0,0022 dan 0,0010. Sedangkan nilai k21 untuk kelompok kontrol dan perlakuan
berturut- turut adalah 0,0124 dan 0,0153. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi
cepat dari kelompok kontrol. Namun demikian, perbedaan tersebut secara statistik
c Kinetika eliminasi
bersihan tubuh total (ClT) serta waktu paruh eliminasinya (t½el). ClT adalah
volume darah yang dibersihkan dari obat per satuan waktu, sedangkan t1/2el adalah
antara bersihan tubuh total dan waktu paruh eliminasi dapat dilihat pada
persamaan 23.
D. f a
ClT = (22)
AUC(0-∞ )
0,693 . Vd
t1/2 = (23)
Cl T
Dari persamaan 22, terlihat bahwa besarnya nilai ClT juga dipengaruhi
oleh fraksi obat terabsorpsi, seperti halnya Cpmaks dan Vdss. Oleh karena itu dalam
hal ini nilai ClT adalah nilainya per mg yang terabsorpsi (ml/menit per mg
terabsorpsi).
karena nilainya diperoleh dari penetapan kadar obat di dalam darah. Variabel
fisiologis yang berpengaruh terhadap bersihan tubuh adalah laju aliran darah,
Obat dapat dibersihkan dari tubuh melalui dua jalur utama, yaitu lewat
ginjal dan hati. Fraksi obat yang tidak mencapai sirkulasi sitemik dapat
disebabkan oleh terjadinya ikatan dengan protein maupun karena efek lintas
pertama. Fraksi ini yang kemudian disebut sebagai extraction ratio (ER) atau
ketergantungan pada aliran darah hepar yang lebih tinggi daripada obat dengan
nilai ER rendah (<0,3). Pada obat dengan ER rendah, nilai ClT dibatasi oleh fraksi
kelompok perlakuan, nilai ClT meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat
total parasetamol tergantung pada laju aliran darah. Pada kondisi puasa, dimana
darah diasumsikan hanya mengangkut molekul obat saja, maka laju aliran
data urin.
Dari hasil penelitian diperoleh nilai ClT untuk masing- masing kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan berturut- turut adalah 3,9824 ml/menit dan
Sedangkan untuk nilai t½el untuk masing- masing kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan berturut- turut adalah 117,6304 menit dan 121,9472 menit.
Meskipun nilai t½el kelompok perlakuan lebih besar, namun secara statistik
cepat pada kelompok perlakuan, yang ditunjukkan dengan lebih pendeknya waktu
tergantung pada ClT maupun Vd. Nilai t1/2 el berbanding terbalik dengan nilai ClT.
Pada kelompok perlakuan, ClT lebih besar, namun demikian nilai t1/2el lebih
panjang daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat dipahami, karena selain
tergantung pada ClT, nilai t1/2el juga tergantung pada nilai Vd. Oleh karena itu,
meskipun ClT meningkat, namun nilai Vdss kelompok perlakuan juga meningkat,
masih banyak keterbatasan dan hal- hal yang harus diperbaiki dalam penelitian.
instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin
masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan
instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin
masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan
BAB V
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Pada kinetika absorpsi terjadi peningkatan tetapan laju absorpsi (ka) dari
3. Pada kinetika eliminasi terjadi peningkatan bersihan tubuh total (ClT) sebesar
20,81 %.
B. Saran
berikut.
99
100
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
American Medical Association (AMA), 1994, Drug Evaluation Annual 1994, 123-
124, Division of Drugs and Toxicology, USA
Anonim, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, 148, diterjemahkan oleh
dr. Poppy Kumala, dkk, Penerbit EGC, Jakarta
Anonim, 2001, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40, Springhouse
Corporation, Springhouse
Anonim, 2004, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparison, Missouri,
USA
Block, J. H., and Beale, J. M., 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic
Medicinal and Pharmaceutical Chemistry, 11th Edition, 112, 115, 762,
Lippincott Williams & Wilkins, USA
Chafetz U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective
Colorimetric Determination of Acetaminophen, J.Pharm. Sci, 60, 463-466
Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluid, 2nd Edition, 38 –
43, CRC Press, Inc., USA
Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167,
John Willey & Sons, USA
Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Co., Inc.,
USA
Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan
oleh Iis Aisyiah, 189-191, UI Press, Jakarta
Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 1,
(7916), 1147
Howie, D., Adriaenssens, P.I., and Prescott, L.F., and Pierce, H, 1977, Paracetamol
Metabolism Following Overdosage: application of high performance liquid
chromatography, J. Pharm. Pharmcol., 29, 235-237
Jusko, W. J., and Gibaldi, M., 1972, Effects of Change in Elimination on Various
Parameters of the Two-Compartement Open Model, J. Pharm. Psi.,61 (8),
1270-1273
Katzung, B.G., 2002, Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition, 37; 53, Mc
Graw-Hill Companies Inc., USA
Laurence, D.R., Bennett, P.N., and Brown, M.J., 1997, Clinical Pharmacology, 8th
Edition, 93-95, Churchill Livingstone, Singapore
Makoid, M. C., and Cobby, J., 2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P.
J., and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 1-2,
available from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/
Mayersohn, M., 2002, Principles of Drug Absorption in Banker, G. S., and Rhodes,
C. T., (Eds), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 40 - 52, Revised and
Expanded, Marcel Dekker, Inc., New York
McGilveray, I. J., and Mattock, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption
of Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619
102
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical
Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033,
McGraw-Hill, USA
Mitchell, J. R., Jollow, D. J., Potter, W. Z., Gillette, and J. B., Brodie, B. B., 1973,
Acetaminophen-induced Hepatic Nekrosis. IV. Protective Role of
Glutatione, J. Pharmacol. Exp. Ther., 187(1), 211-217
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-7, Airlangga University
Press, Surabaya
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P.A., Rodwell, V.W., 1990, Biokimia Harper
(Harper’s Biochemistry), diterjemahkan oleh dr. Andry Hartono, Edisi 22,
48-54, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Edisi
5, 9, 403, 416, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Anita Setiadi
Ranti, Penerbit ITB, Bandung
Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995,
Drug Action : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-36, 167,
Medpharm Scientific Publisher, Stuttgart
Rowland, M., and Tozer, T. N., 1995, Clinical Pharmacokinetics Concepts and
Application, 3rd Edition, Lea & Febiger Book, USA
Setiawati, A., Zulnida, S. B., Suyatna, F. D., 2002 a, Pengantar Farmakologi, dalam
Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi,
(ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
103
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetic, 5th Edition, 3, 9-16, 371, 413-442, 456-458, McGraw-Hill
Companies, Singapore
Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Analysis, 5th Edition, 329-351, Harcourt Bace College, Philadelphia
Smith, R. V., Stewart, J. T., 1981, A Description of Methods for the Determination of
Drugs in Bioloic Fluids, 27-30, Lea & Febiger, Philadelphia
Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A. C.,
Jackson, J. V., M. B., Widdop, B., Greenfield, E. S., (Eds), Clarke’s
Isolation and Identification of Drug in Pharmaceuticals, Body Fluids and
Post-Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical Press, London
Wijoyo, Y., 2001, Antaraksi Sari Wortel (Daucus carota, L.,)- Parasetamol: Kajian
Terhadap Kehepatotoksisitasan dan Kinerja Toksikokinetika Parasetamol
pada Tikus Putih Jantan, 73-76, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
York, P., 1990, The Design of Dosage Forms, in Aulton, M. E., (Eds),
Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 1-12, ELBS with
Churchill Livingstone, UK
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
LAMPIRAN
104
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Penimbangan parasetamol
Bobot kertas = 28,51303 g
Bobot kertas + parasetamol = 28,61305 g
Bobot kertas + sisa = 28,51304 g
Bobot parasetamol = 0,10001 g
0,10001 g 100,01 mg
= = 1,0001 mg/ml = 1000,1 μg/ml
100 ml 100 ml
Penimbangan parasetamol
Bobot kertas = 33,48099 g
Bobot kertas + parasetamol = 33,58099 g
Bobot parasetamol = 33,48101 g
Bobot kertas + sisa = 0,09998 g
009998 g 99,98 mg
= = 0,9998 mg/ml = 999,8 μg/ml
100 ml 100 ml
Tabel XIV. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan Nilai
Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan Acak (intraday dan interday)
Volume larutan Kadar larutan Kadar Hasil Pengukuran
induk intermediet larutan
yang diambil yang intermediet Luas Area Kadar
(ml) diharapkan terhitung (AUC) terukur*
(μg/ml) (μg/ml)
0,25 25,0000 24,9950 596106 24,4868
1,0 100,0000 100,9800 2007968 96,6558
*dihitung dengan persamaan kurva baku
106
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
D x BB = CxV
300 mg/ kg x 0, 25 kg = 20 mg/ml x V
V = 3,75 ml.
107
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 10. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5
Tabel XIX. Data kontrol 5
Lampiran 11. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 1
Tabel XX. Data perlakuan 1
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -79,05 -98,76
5 60,3487 -16,63 -35,29
10 75,2751 0,31 -17,35
20 87,7331 16,65
30 79,5841 12,18
45 73,2398 11,00
60 69,3373 11,87
90 58,6904 9,69
120 46,6163 4,84
180 32,4252 2,05
240 23,7568 1,68
300 15,5023
360 12,5069
420 8,1925
Lampiran 12. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 2
Tabel XXI. Data perlakuan 2
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -82,78 -102,85
5 60,6084 -19,99 -38,36
10 75,4853 -2,99 -19,80
20 82,9839 8,59
30 79,3666 8,84
45 75,1167 10,02
60 70,5807 10,50
90 57,9871 6,80
120 46,4872 2,88
180 32,1757 0,53
240 22,8538
300 16,8382
360 12,0500
420 8,7791
Lampiran 13. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 3
Tabel XXII. Data perlakuan 3
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -82,35 -95,19
5 57,2971 -22,87 -35,02
10 73,4121 -4,64 -16,12
20 84,7331 10,75
30 77,8520 7,73
45 72,7539 8,05
60 67,5405 7,83
90 56,4394 5,59
120 46,1198 2,82
180 32,6329 1,23
240 23,8608 1,09
300 16,627
360 11,8039
420 8,7429
Lampiran 14. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 4
Tabel XXIII. Data perlakuan 4
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -99,85 -108,40
5 57,8933 -38,86 -45,90
10 73,5180 -20,25 -26,03
20 86,8136 -1,24 -5,15
30 79,7728 -2,92
45 74,3188 -0,94
60 69,8006 1,32
90 56,9414 0,22
120 42,3505
180 34,1998
240 22,7312
300 15,7945
360 11,6414
420 6,2109
Lampiran 15. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 5
Tabel XXIV. Data perlakuan 5
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -99,06 -102,02
5 63,8592 -32,23 -35,09
10 78,9480 -14,27 -17,02
20 89,1161 1,40 -1,15
30 81,2309 -1,31 -3,68
45 76,7662 1,43
60 71,2686 2,50
90 60,2069 2,91
120 45,9215 -1,82
180 33,0332 -0,11
240 24,3968 1,38
300 16,5591
360 10,3244
420 7,9812
100
kadar parasetamol
80
60 Kontrol1
(Cp)
40 perlakuan 1
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
120
kadar parasetamol
100
80 kontrol 2
(Cp)
60
40 perlakuan 2
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
100
kadar parasetamol
80
60 kontrol 3
(Cp)
40 perlakuan 3
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
100
kadar parasetamol
80
60 kontrol 4
(Cp)
40 perlakuan 4
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
100
kadar parasetamol
80
60 kontrol 5
(Cp)
40 perlakuan 5
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
6
ln kadar (ln Cp)
5
4 kontrol 1
3
2 perlakuan 1
1
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
waktu (t)
6
ln kadar (ln Cp)
5
4 kontrol 2
3
2 perlakuan 2
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
6
ln kadar (ln Cp)
5
4 kontrol 3
3
2 perlakuan 3
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
6
ln kadar (ln Cp)
5
4 kontrol 4
3
2 perlakuan 4
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
6
ln kadar (ln Cp)
5
4 kontrol 5
3
2 perlakuan 5
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)
Lampiran 18. Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan Perlakuan
1. ks (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0407 0,0317 0,0379 0,0536 0,0415
Perlakuan 0,1739 0,1648 0,1775 0,1274 0,1587
2. tmaks (menit)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 50,70 58,80 50,40 50,40 50,40
Perlakuan 25,20 25,20 25,20 25,20 23,72
3. Cmaks (μg/ml)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 88,76 95,81 82,32 88,50 85,36
Perlakuan 83,94 84,76 81,53 86,72 85,36
5. Vdss (ml)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 762,592 620,557 736,765 752,135 716,864
Perlakuan 847,481 894,589 845,572 785,960 840,423
6. α (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,023 0,014 0,018 0,007 0,019
Perlakuan 0,011 0,018 0,011 0,039 0,007
7. k12 (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0051 0,0007 0,0360 0,000006 0,0017
Perlakuan 0,0006 0,0017 0,0004 0,0022 0,000006
8. k21(menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0141 0,0127 0,0118 0,0069 0,0163
Perlakuan 00098 0,0155 0,0102 0,0360 0,0070
123
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 18 (lanjutan)
9. ClT (ml/menit)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 4,2090 3,3503 3,9479 4,2748 4,1298
Perlakuan 4,7197 4,8969 4,6010 4,8615 4,9775
10. β (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0060 0,0060 0,0050 0,0060 0,0060
Perlakuan 0,0050 0,0050 0,0050 0,0060 0,0060
13. MRT
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 181,18 185,23 186,62 175,135 173,58
Perlakuan 179,56 182,68 183,78 161,67 168,84
124
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Cn - 1 + Cn
[AUC]tt
n
n -1
= (tn - tn - 1)
2
(0 + 60,3487 )
AUC(0-5) = (5 − 0) = 150,8718 μg.menit ml -1
2
(75,2751 + 60,3487)
AUC(5-10) = (10 − 5 ) = 339,0595 μg.menit ml-1
2
(87,7331 + 75,2751 )
AUC(20-10) = (20 − 10 ) = 815,0410 μg.menit ml-1
2
(79,5841 + 87,7331)
AUC(30-20) = (30 − 20) = 836,586 μg.menit ml-1
2
(73,2398 + 79,5841)
AUC(45-30) = (45 − 30) = 1146,1793 μg.menit ml-1
2
(69,3373 + 73,2398 )
AUC(60-45) = (60 − 45) = 1069,3283 μg.menit ml-1
2
(58,6904 + 69,3373 )
AUC(90-60) = (90 − 60) = 1920,4155 μg.menit ml-1
2
(46,6163 + 58,6904)
AUC(120-90) = (120 − 90) = 1579,6005 μg.menit ml-1
2
(32,4252 + 46,6163)
AUC(180-120) = (180 − 120) = 2371,2450 μg.menit ml-1
2
(23,7568 + 32,4252)
AUC(240-180) = (240 − 180) = 1685,4600 μg.menit ml-1
2
(15,5023 + 23,7568)
AUC(300-240) = (300 − 240) = 1177,7730 μg.menit ml-1
2
(12,5069 + 15,5023)
AUC(360-300) = (360 − 300) = 840,2760 μg.menit ml-1
2
(8.1925 + 12.5069)
AUC(420-360) = (420 − 360) = 620,9820 μg.menit ml-1
2
8,1925
AUC(420 - inf) = = 1638,5 μg.menit ml-1
0,005
AUC total = 16191,3179 μg.menit ml-1
125
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
AUC(0-∞) juga dapat dihitung menurut Blood Level Equation, yaitu sebagai berikut.
M L (M + L)
AUC(0 - ∞ ) = + +
β α ka
79,054 19,707 (79,054 + 19,707)
AUC(0 - ∞) = + -
0,005 0,011 0,1739
AUC(0 - ∞) = 17034,4271 μg.menit ml-1
126
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
T-Test
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Paired Samples Statistics
Std. Error
kontrol perlakuan
Mean N Std. Deviation Mean
N 5 5 Pair kontrol .041540 5 .0080829 .0036148
Normal Parameters a,b Mean .041540 .158740 1 perlakuan .158740 5 .0204654 .0091524
Std. Deviation .0080829 .0204654
Most Extreme Absolute .190 .216
Paired Samples Correlations
Differences Positive .190 .180
Negative -.132 -.216 N Correlation Sig.
Pair 1 kontrol & perlakuan 5 -.477 .416
Kolmogorov-Smirnov Z .425 .484
Asymp. Sig. (2-tailed) .994 .973
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 kontrol - perlakuan -.1172000 .0253378 .0113314 -.1486611 -.0857389 -10.343 4 .000
146
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS