Anda di halaman 1dari 171

PLAGIAT

PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

PENGARUH PUASA TERHADAP


PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:
Sulistiawati
NIM : 038114012

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

PENGARUH PUASA TERHADAP


PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:
Sulistiawati
NIM : 038114012

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

ii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Persetujuan Skripsi

PENGARUH PUASA TERHADAP


PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN

Yang diajukan oleh:


Sulistiawati
NIM : 038114012

Telah disetujui oleh :

iii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

I gratefully dedicated this work


To my Beloved Family,
To my Alma-mater and Friends,
To my Heavenly Father
for Your guidance, Lord…
…Titus Tuus Egosum.

v
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Sulistiawati

Nomor Mahasiswa : 038114012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan


Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 1 Februari 2008

Yang menyatakan

( Sulistiawati )

vi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kuasa dan

mujizat-Nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada

Tikus Putih Jantan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah syarat memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa bimbingan, bantuan,

dukungan dan doa dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis hendak

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu

dan tenaga untuk memberikan bimbingan, masukan, saran, pengajaran dan

semangat yang selalu menginspirasi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan

menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi

penulisan skripsi ini.

4. Christine Patramurti, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan

menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi

penulisan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt., yang telah berkenan meluangkan

vii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

waktu untuk memberikan masukan, saran dan pengajaran yang sangat

bermanfaat.

6. Keluarga tercinta, papa-mama, kakak-kakak dan adikku, atas doa, dukungan,

pengertian, semangat serta kasih yang selalu menyertaiku setiap saat.

7. Agatha ‘Tata’ Devi Mirakel, atas persahabatan yang indah baik dalam suka

dan duka, kesabaran serta kerjasamanya terutama dalam pengerjaan dan

penyusunan skripsi ini.

8. Yohana dan Yen-yen, sahabat- sahabatku terkasih yang selalu ada dan

membantuku bertumbuh dalam iman.

9. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Mukmin, Bapak Prapto,

Bapak Parlan, dan Bapak Wagiran serta segenap karyawan yang telah

memberikan bantuan dan semangat.

10. Teman- teman seperjuangan di laboratorium: Fanny, Essy, Desy, Sisca,

Angga, Surya, Gallaeh, Punto, Madya, Arian, Novi dan Tika untuk dukungan,

bantuan, dan canda tawanya.

11. Lanny, Jephi, Hartono dan mbak Vini yang telah memberikan banyak

masukan, diskusi, dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan

skripsi ini.

12. Teman- teman seangkatan, khususnya kelas A: Dee-dee, Monchi, Raya,

Marga, Dita, Adhy, dan Andi untuk kebersamaan kita yang menyenangkan

selama masa perkuliahan.

13. Sahabat- sahabat yang selalu menemani dalam langkah kedewasaanku dengan

penuh kasih: Gerry, Herdian, Tirza, Astri, Alvin, dan Andrey.

viii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

14. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu-

persatu disini.

Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak

terimakasih. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang

membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi

ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

ix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

x
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

PENGARUH PUASA TERHADAP


PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN

INTISARI

Absorpsi obat dari saluran pencernaan dapat dipengaruhi oleh berbagai


macam faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kondisi saluran pencernaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan profil farmakokinetika dari
analgesik-antipiretik populer yaitu parasetamol bila dikonsumsi pada kondisi
puasa.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Sepuluh ekor tikus putih jantan galur Wistar
digunakan sebagai hewan uji. Lima ekor tikus pertama sebagai kelompok kontrol
dan sisanya sebagai kelompok perlakuan. Sebelum diberikan parasetamol,
kelompok kontrol dipuasakan selama 18 jam, sedangkan kelompok perlakuan
dipuasakan selama 6 jam dan ditambah 18 jam. Dosis parasetamol yaitu 300
mg/kgBB yang diberikan secara oral. Sampling darah diambil melalui vena
lateralis ekor pada menit ke 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360,
dan 420.
Kadar parasetamol ditetapkan menggunakan High Performance Liquid
Chromatography dengan metode penelitian Howie et. al. (1977) yang telah
dimodifikasi oleh Wijoyo (2001). Hasil yang diperoleh diolah menggunakan
program Stripe kemudian dianalisis dengan Paired Sampel T-test menggunakan
program SPSS (taraf kepercayaan 95 %). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya
perubahan profil farmakokinetika parasetamol yang signifikan yaitu kenaikan ka
(282,41 %), penurunan tmaks (52,24 %), penurunan AUC(0-∞) (16,66 %), kenaikan
Vdss (17,42 %), serta kenaikan ClT (20,81 %).

Kata kunci: puasa, profil farmakokinetika, parasetamol

xi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

THE INFLUENCE OF FASTING


ON PHARMACOKINETICS PROFILE OF PARACETAMOL
IN WHITE MALE RATE

ABSTRACT

Absorption of drug from the gastrointestinal tract can be affected by


various factors. One of those factors is the condition of the gastrointestinal tract.
This study was aimed to observed the pharmacokinetics profile of the popular
analgesic-antipyretic drug, paracetamol, when taken under fasting condition.
A pure experimental research conducted by a completely randomized
design, analyzed by one way variance was used in this study. Ten white male
Wistar strain rats were used. The first five rats were used as control group and the
rests as experimental group. The control group was being fasted for 18 hours,
while the experimental group was being fasted for 6 hours plus 18 hours, before
the paracetamol given (dosage 300 mg/kgBW). Blood sampling was taken from
the lateral vein of the rat’s tail and done at 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180,
240, 300, 360, and 420 minutes.
Paracetamol concentrations were measured using High Performance
Liquid Chromatography based on method by Howie et. al. (1997), modified by
Wijoyo (2001). The results were analyzed using Stripe program and continued
analyzed by SPSS program using Paired Sample T-test (95% confidence interval).
The results showed significance increased of ka (282,41 %), decreased of tmaks
(52,24 %), decreased of AUC(0-∞) (16,66 %), increased of Vdss (17,42 %), and also
increased of ClT (20,81 %).

Keywords: fasting, pharmacokinetics profile, paracetamol

xii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………......... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. iii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. v

PRAKATA………………………………………………………………….. vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………….. ix

INTISARI…………………………………………………………………… x

ABSTRACT……………………………………………………………......... xi

DAFTAR ISI……………………………………………………………........ xii

DAFTAR TABEL………………………………………………………....... xvi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..... xviii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………....... xxii

BAB I. PENGANTAR…………………………………………………….... 1

A. Latar Belakang………………………………………………………. 1

1. Permasalahan……………………………………………………. 3

2. Keaslian penelitian……………………………………………… 3

3. Manfaat penelitian………………………………………………. 4

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum…………………………………………………… 4

2. Tujuan Khusus………………………………………………….. 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

A. Nasib Obat dalam Tubuh……………………………………………. 5

xiii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

B. Fase Farmakokinetika………………………………………………. 6

1. Absorpsi obat………………………………………………....... 6

2. Disposisi obat………………………………………………….. 17

C. Prinsip Dasar Farmakokinetika……………………………………. 21

1. Definisi Farmakokinetika……………………………………… 21

2. Analisis Farmakokinetika……………………………………… 22

3. Parameter Farmakokinetika……………………………………. 29

4. Strategi Penelitian Farmakokinetika…………………………… 35

D. Parasetamol………………………………………………………… 38

1. Definisi………………………………………………………… 39

2. Aksi Farmakologis…………………………………………….. 40

3. Farmakokinetika Parasetamol…………………………………. 40

4. Metode Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma………… 43

E. Darah………………………………………………………………. 47

F. Landasan Teori…………………………………………………….. 48

G. Hipotesis…………………………………………………………… 49

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………. 50

A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………….. 50

B Variabel Penelitian…………………………………………………. 50

1. Variabel Utama………………………………………………….. 50

2. Variabel Pengacau Terkendali…………………………………… 52

C. Bahan Penelitian……………………………………………………. 52

D. Alat penelitian……………………………………………………… 53

xiv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

E. Jalan Penelitian……………………………………………………. 54

1. Validasi Metode Analisis………………………………………. 54

2. Tahap Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan…….. 56

3. Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol... 57

F. Cara Analisis Hasil……………………………………………….. 59

1. Cara Perhitungan Parameter Farmakokonetika………………… 59

2. Analisis Statistik……………………………………………….. 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………. 60

A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus…………………………….... 60

B. Validasi Metode Analisis…………………………………………. 64

1. Persamaan Kurva Baku Parasetamol…………………………… 68

2. Penetapan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik

dan Kesalahan Acak……………………………………………. 72

3. Stabilitas Prasetamol……………………………………………. 74

C. Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan………………. 75

1. Orientasi Dosis………………………………………………..... 75

2. Orientasi Jadwal Pengambilan Cuplikan………………………. 76

D. Analisis Profil Farmakokinetika Parasetamol……………………… 78

1. Penentuan Model Kompartemen………………………………. 82

2. Penentuan Orde Reaksi……………………………………….... 83

3. Analisis Parameter Farmakokinetika…………………………… 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 99

A Kesimpulan………………………………………………………. 99

xv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

B. Saran…………………………………………………………....... 99

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 100

LAMPIRAN……………………………………………………………… 104

BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………. 142

xvi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I Karakteristik Model Satu Kompartemen Terbuka……………… 24


Tabel II Karakteristik Model Dua Kompartemen Terbuka……………… 26
Tabel III Ketergantungan Parameter Farmakokinetika Primer terhadap
Beberapa Variabel Fisiologis…………………………………... 30
Tabel IV Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen
Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari
Kompartemen Sentral- Pemberian Dosis Tunggal……………… 31
Tabel V Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka 59
Tabel VI Data Persamaan Kurva Baku........................................................ 71
Tabel VII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak
dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLC-
intraday………………………………………………………….. 72
Tabel VIII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak
dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLC-
interday…………………………………………………………... 73
Tabel IX Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu
00 C…………………………………………………………… 74
Tabel X Data Kadar Parasetamol Plasma Tikus setelah Pemberian
Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB (n=3)……………………. 78
Tabel XI Perhitungan analisis regresi dari Cp vs t dan log Cp vs t………... 84
Tabel XII Rata- rata Kadar Parasetamol dalam Plasma setelah Pemberian
Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB pada Tikus Putih Jantan.... 85
Tabel XIII Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol
Pada Tikus Putih Jantan setelah Pemberian Parasetamol Oral
Dosis 300 mg/kgBB……………………………………............... 86
Tabel XIV Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan
Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan
Acak (intraday dan interday)……………………………………. 105
Tabel XV Data Kontrol 1…………………………………………………… 108

xvii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XVI Data Kontrol 2……………………………………………………109


Tabel XVII Data Kontrol 3…………………………………………………. 110
Tabel XVIII Data Kontrol 4……………………………………………......... 111
Tabel XIX Data Kontrol 5…………………………………………………. 112
Tabel XX Data Perlakuan 1………………………………………………. 113
Tabel XXI Data Perlakuan 2………………………………………………. 114
Tabel XXII Data Perlakuan 3………………………………………………. 115
Tabel XXIII Data Perlakuan 4………………………………………………. 116
Tabel XXIV Data Perlakuan 5………………………………………………. 117

xviii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses yang Terjadi dalam Organisme Setelah Pemberian Oral 5


Gambar 2 Faktor Pembatas Laju Pergerakan Obat Melintasi Membran,
dari Darah ke Jaringan atau Sebaliknya……………………… 8
Gambar 3 Struktur Parasetamol (N-asetil-paraaminofenol)…………….. 39
Gambar 4 Metabolisme Parasetamol……………………………………. 43
Gambar 5 Gambaran Denaturasi Protein……………………………….. 62
Gambar 6 Ionisasi Parasetamol dalam fase gerak………………………. 66
Gambar 7 Gugus Kromofor dan Gugus Auksokrom Parasetamol……… 67
Gambar 8 Kromatogram blanko kurva baku…………………………… 69
Gambar 9 Kromatogram kurva baku pada konsentrasi 100μg/ml…….. 69
Gambar 10 Persamaan Kurva Baku Parasetamol dalam Plasma………… 71
Gambar 11 Kurva Orientasi Dosis (Kadar Parasetamol dalam Plasma
Lawan Waktu)………………………………………………. 76
Gambar 12 Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-0………….. 79
Gambar 13 Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-20………… 79
Gambar 14 Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-0……….. 80
Gambar 15 Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-20……… 80
Gambar 16 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang pertama………………….. 118
Gambar 17 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kedua……………………. 118
Gambar 18 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang ketiga……………………. 118
Gambar 19 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang keempat…………………. 119
Gambar 20 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kelima……………………. 119
Gambar 21 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang pertama…………………… 120

xix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Gambar 22 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang kedua………………………. 120
Gambar 23 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang ketiga………………………. 120
Gambar 24 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang keempat……………………. 121
Gambar 25 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kelima……………………... 121

xx
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan untuk pembuatan kurva baku parasetamol………… 104


Lampiran 2 Contoh data dan perhitungan untuk pembuatan larutan
parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali,
kesalahan sistematik dan kesalahan acak (intraday dan interday) 105
Lampiran 3 Contoh perhitungan dosis pada orientasi dosis………………… 106
Lampiran 4 Contoh perhitungan volume pemberian larutan parasetamol
pada hewan uji………………………………………………… 106
Lampiran 5 Sertifikat parasetamol…………………………………………… 107
Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 1 108
Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 2 109
Lampiran 8 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 3 110
Lampiran 9 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 4 111
Lampiran 10 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5 112
Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 1…………………………………………………….. 113
Lampiran 12 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 2…………………………………………………….. 114
Lampiran 13 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 3…………………………………………………….. 115
Lampiran 14 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 4……………………………………………………... 116
Lampiran 15 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 5…………………………………………………….. 117
Lampiran 16 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp vs t)…………… 118
Lampiran 17 Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)………. 120
Lampiran 18 Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan
Perlakuan……………………………………………………… 122

Lampiran 19 Contoh Perhitungan AUC dengan Menggunakan Aturan


Trapezoid dan Blood Level Equation………………………... 124

xxi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 20 Kromatogram Blanko Kurva Baku …………………………… 126


Lampiran 21 Kromatogram Kurva Baku Kadar 7,5007 μg/ml …………… 126
Lampiran 22 Kromatogram Kurva Baku Kadar 12,5010 μg/ml………….. 127
Lampiran 23 Kromatogram Kurva Baku Kadar 25,0025 μg/ml………….. 127
Lampiran 24 Kromatogram Kurva Baku Kadar 50,0050 μg/ml………….. 128
Lampiran 25 Kromatogram Kurva Baku Kadar 75,0075 μg/ml…………… 128
Lampiran 26 Kromatogram Kurva Baku Kadar 100,0100 μg/ml…………. 129
Lampiran 27 Kromatogram Kurva Baku Kadar 150,0150 μg/ml…………. 129
Lampiran 28 Kromatogram Kurva Baku Kadar 200,0200 μg/ml…………. 130
Lampiran 29 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-0…………. 131
Lampiran 30 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-5…………. 131
Lampiran 31 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-10………… 132
Lampiran 32 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-20………… 132
Lampiran 33 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-30………… 133
Lampiran 34 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-45………… 133
Lampiran 35 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-60………… 134
Lampiran 36 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-90………… 134
Lampiran 37 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-120……….. 135
Lampiran 38 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-180……….. 135
Lampiran 39 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-240………. 136
Lampiran 40 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-300………. 136
Lampiran 41 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-360………. 137
Lampiran 42 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-420………. 137
Lampiran 43 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-0………. 138
Lampiran 44 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-5………. 138
Lampiran 45 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-10……... 139
Lampiran 46 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-20……… 139
Lampiran 47 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-30……… 140
Lampiran 48 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-45……… 140
Lampiran 49 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60……… 141
Lampiran 50 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90……… 141

xxii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 51 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120……. 142


Lampiran 52 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180……. 142
Lampiran 53 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240……. 143
Lampiran 54 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300……. 144
Lampiran 55 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360……. 144
Lampiran 56 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420……. 144
Lampiran 57 Contoh Hasil Analisis Statistik dengan menggunakan
data ka………………………………………………………. 145

xxiii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat dalam arti luas diartikan sebagai setiap zat kimia yang dapat

mempengaruhi proses hidup. Penggunaan obat telah menjadi kebutuhan bagi kita

dalam kehidupan sehari- hari, baik untuk mengatasi sakit yang bersifat ringan

maupun berat. Obat dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit bila

digunakan dengan dosis dan waktu yang tepat (Anief, 2000).

Obat yang telah masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute pemberian

akan mengalami berbagai proses di dalam tubuh sebelum akhirnya mencapai

tempat aksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika kita mengkonsumsi suatu

obat, selain obat memberikan pengaruhnya pada tubuh kita, demikian pula

sebaliknya tubuh akan menentukan nasib dari obat tersebut di dalam tubuh.

Salah satu keadaan atau situasi yang sering kita alami ketika

mengkonsumsi obat adalah mengkonsumsinya dalam keadaan perut kosong.

Keadaan perut kosong tersebut dapat terjadi misalnya pada saat kita berpuasa,

baik untuk alasan medis atau keyakinan, maupun ketika kita sedang beraktivitas

yang padat sehingga kita menjadi cenderung lupa makan. Terjadinya penurunan

kadar gula dalam darah dapat menyebabkan rasa pusing atau sakit kepala.

Penggunaan obat- obat pereda nyeri atau analgesik menjadi salah satu jawaban

untuk mengatasi gangguan tersebut.

Salah satu jenis obat adalah obat analgesik- antipiretik yang beredar luas

1
2
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

di masyarakat adalah parasetamol. Parasetamol banyak digunakan baik oleh orang

dewasa maupun anak- anak. Daya analgesik parasetamol serupa dengan aspirin

tetapi pada dosis terapetik hanya memiliki daya anti-inflamasi yang lemah.

Parasetamol efektif digunakan untuk meredakan sakit ringan sampai sedang

seperti demam, sakit kepala, dan dismenorea (Laurence, Bennett, and Brown,

1997).

Pada umumnya parasetamol diberikan dalam bentuk sediaan tablet.

Pemberian obat secara ekstravaskuler dengan tujuan sistemik harus melalui tahap

absorpsi terlebih dahulu sebelum dapat menimbulkan aktivitas terapetiknya.

Absorpsi obat pada saluran pencernaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah

satu faktor tersebut adalah kondisi dari saluran pencernaan. Pengosongan

lambung, motilitas usus dan waktu tinggal di usus akan berpengaruh terhadap

absorpsi obat tersebut (Wagner, 1975).

Absorpsi obat pada umumnya, namun tidak selalu, diproses secara lebih

cepat bila lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan

bebas dari makanan (McGilveray and Mattok, 1972). Adanya makanan di dalam

lambung akan menyebabkan laju pengosongan lambung menjadi lebih lambat.

Pada keadaan lambung yang kosong, waktu kontak antara obat dengan lambung

akan lebih singkat, sehingga laju absorpsi obat pun akan meningkat (Anonim,

2003).

Absorpsi obat yang diberikan secara oral pada umumnya berlangsung

dengan optimal di usus halus karena usus halus mempunyai luas permukaan yang

jauh lebih luas dibandingkan dengan lambung. Oleh sebab itu setiap faktor yang
3
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

menunda perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju,

dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan berpengaruh pula

pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi plasma maksimum

(memperbesar nilai tmaks) serta respon farmakologisnya (Mayersohn, 2002).

Bertolak dari pemikiran tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui pengaruh dari kondisi puasa terhadap perubahan profil

farmakokinetika dari parasetamol.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan yang ada yaitu apakah pengaruh kondisi puasa terhadap

profil farmakokinetika dari parasetamol?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan di perpustakaan Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta, penelitian tentang Pengaruh Perlakuan Puasa

terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan, belum

pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian farmakokinetika yang pernah dilakukan adalah penelitian yang berjudul

Antaraksi Vegeta dengan Parasetamol : Kajian terhadap Kinerja Farmakokinetika

Parasetamol pada Kelinci Putih Jantan (Delima, 2000), Antaraksi

Farmakokinetika Jamu Merit dengan Parasetamol : Kajian terhadap Kinetika

Parasetamol pada Kelinci Putih Jantan (Kristianto, 2000), dan Pengaruh


4
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Praperlakuan Antangin JRG Tablet Berbagai Variasi Dosis terhadap

Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan (Sulistyowati, 2005).

3. Manfaat penelitian

Penelitian mengenai pengaruh kondisi puasa terhadap profil

farmakokinetika parasetamol ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis,

yaitu sebagai pustaka tambahan tentang pengaruh kondisi puasa terhadap

perubahan profil farmakokinetika parasetamol.

B. Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu sebagai berikut.

1. Tujuan umum :

membandingkan profil farmakokinetika parasetamol pada dua keadaan

fisiologis tubuh yang berbeda yaitu keadaan puasa dan non puasa.

2. Tujuan khusus :

mengetahui perubahan yang terjadi pada profil farmakokinetika

parasetamol akibat perlakuan puasa dipandang dari segi farmakokinetika.


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

Sesuai dengan judul penelitian “Pengaruh Puasa terhadap Profil

Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan”, maka dalam bab ini

dilakukan penelaahan pustaka yang dapat mendukung analisis profil

farmakokinetika yang diperoleh. Pustaka tersebut meliputi penjelasan mengenai

nasib obat dalam tubuh, fase farmakokinetika, prinsip dasar farmakokinetika,

parasetamol, darah, serta landasan teori dan hipotesis dalam penelitian ini.

A. Nasib Obat dalam Tubuh

Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang dapat

dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, fase farmakokinetika, dan fase

farmakodinamika. Secara skematis gambar 1 menjelaskan ketiga fase tersebut.

Penghancuran bentuk sediaan obat,


Pemberian obat
Pelarutan zat aktif

Absorpsi

Fase
Cadangan Distribusi
farmakodinamika

Ekskresi Biotransformasi

Gambar 1. Proses yang terjadi dalam organisme setelah pemberian oral (Mutschler,
1991)

5
6
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya

bahan obat, dimana kebanyakan digunakan bentuk sediaan obat padat. Dalam fase

farmakokinetika terjadi proses invasi serta eliminasi. Proses invasi berarti

pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (meliputi absorpsi dan

distribusi), sedangkan proses eliminasi berarti penurunan konsentrasi obat dalam

organisme (meliputi biotransformasi dan ekskresi). Fase farmakodinamika

merupakan interaksi obat- reseptor serta proses- proses yang terlibat dimana akhir

dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1991).

B. Fase Farmakokinetika

Melalui berbagai cara pemberian, obat yang masuk ke dalam tubuh pada

umumnya akan mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di

tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian, dengan atau tanpa

biotransformasi, obat akan diekskresikan dari dalam tubuh (Setiawati, Bustami,

dan Suyatna, 2002). Berbagai proses yang terjadi fase ini akan diuraikan sebagai

berikut.

1. Absorpsi

Jalur pemberian obat yang paling sering dilakukan adalah secara

ekstravaskuler. Dengan demikian obat harus dapat diabsorpsi terlebih dahulu dari

tempat pemberiannya untuk dapat memberikan efek sistemik (Rowland and

Tozer, 1995).

Absorpsi obat didefinisikan sebagai proses dimana obat utuh (tak


7
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

berubah) dipindahkan dari tempat pemberian menuju ke sirkulasi sistemik

(Rowland and Tozer, 1995).

Meknisme absorpsi

Absorpsi, seperti halnya distribusi dan eliminasi, pada dasarnya

merupakan proses yang memerlukan gerakan melintasi membran agar dapat

mencapai sikulasi sistemik. Sebagian besar obat melewati membran melalui

mekanisme difusi pasif, yang berarti molekul bergerak searah gradien kadar

(Rowland and Tozer, 1995). Disebut pasif karena dalam mekanisme ini tidak ada

energi luar yang terlibat (Shargel, Wu-Pong, and Yu, 2005).

Berdasarkan Hukum Fick tentang difusi, molekul obat berdifusi dari

daerah dengan konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan konsentrasi yang lebih

rendah.
dQ DAK
= (Cgt − Cp ) (1)
dt h

dimana dQ/dt = laju difusi A = luas permukaan membran


D = koefisien difusi K = koefisien partisi obat pada membran
h = tebal membran Cgt – Cp = perbedaan antara konsentrasi
di saluran pencernaan dengan plasma

Model Fluid-Mozaik yang diperkenalkan oleh Leonard dan Singer

(1972), menggambarkan tentang struktur membran sel. Membran sel terdiri atas

dua lapis lipid yang membentuk fase hidrofilik di kedua sisi membran dan fase

hidrofobik diantaranya. Molekul- molekul protein yang tertanam di kedua sisi

atau menembus membran berupa mosaik pada membran dan membentuk kanal

hidrofilik untuk transpor air dan molekul kecil lain yang larut dalam air
8
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

(Mutschler, 1991; Setiawati dkk., 2002).

Pada mekanisme difusi pasif, mula- mula obat harus berada dalam

larutan air pada permukan membran sel, kemudian obat akan melintasi membran

dengan melarut dalam lipid membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi

yang kadarnya lebih tinggi ke sisi yang lebih rendah. Setelah keadaan ekuilibrium

(steady state) tercapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan

sama (Setiawati dkk., 2002).

Dalam keadaan normal, sistem biologis bersifat dinamis. Sehingga kadar

obat di bagian dalam membran berkurang secara berkesinambungan karena selalu

dibersihkan oleh darah. Terdapat dua faktor pembatas laju pergerakan obat

melintasi membran, yang dapat dilihat pada gambar 2.

A. Perfusion-Rate Limitation B. Permeability-Rate Limitation

Darah Darah
membran
Jaringan
Jaringan

Gambar 2. Faktor pembatas laju pergerakan obat melintasi membran, dari darah ke
jaringan atau sebaliknya (Rowland and Tozer, 1995)

Ketika membran tidak menjadi sawar (barrier) bagi proses penetrasi

obat, yaitu pada obat dengan kelarutan lipid tinggi, maka yang menjadi faktor

pembatas laju adalah perfusi (perfusion-rate limitation). Pada kondisi ini gerakan

molekul obat dibatasi oleh aliran darah. Obat dalam darah meninggalkan jaringan

dalam keadaan ekuilibrium; darah dan jaringan dianggap satu (gambar 2.A).

Sedangkan bila resistensi membran terhadap obat meningkat, karena


9
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

bertambahnya ketebalan membran atau kepolaran obat, maka permeabilitas

menjadi faktor pembatas (permeability-rate limitation). Pada kondisi ini keadaan

ekuilibrium tidak tercapai saat darah meninggalkan jaringan; darah dan jaringan

dianggap sebagai kompartemen yang berbeda (gambar 2.B) (Rowland and Tozer,

1995).

Faktor- faktor yang mempengaruhi absorpsi

Keefektifan absorpsi suatu obat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor mekanis dan faktor fisiologis.

a. Faktor mekanis yang meliputi ketiga hal berikut.

1) Rute dan cara pemberian

Setiap rute dan cara pemberian memiliki keuntungan dan

kelebihan masing- masing. Pemberian obat secara oral adalah cara

pemberian yang paling banyak dilakukan, karena cara ini mudah,

murah dan aman (Shargel et al., 2005). Kerugiannya meliputi onset

yang relatif lambat, beberapa obat mungkin dapat mengiritasi

lambung, kemungkinan absorpsi yang tidak teratur dan destruksi obat-

obat tertentu oleh enzim dan sekresi saluran pencernaan (York, 1990).

Ketika obat diberikan secara oral, pada obat- obat tertentu

sebagian akan melewati vena porta hepatika dan mengalami

metabolisme oleh enzim di hati pada lintasan pertamanya. Fenomena

inilah yang disebut sebagai efek lintas pertama (Setiawati dkk, 2002).

Bila dibandingkan dengan pemberian secara intravena, maka nilai

AUC (area under the curve) oral lebih kecil dari AUC intravena.
10
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

(Wagner, 1975).

2) Efek bentuk sediaan obat

Bentuk sediaan dari suatu obat (misal tablet atau kapsul)

merupakan sistem penghantar obat, dimana hampir semua yang terjadi

pada sistem akan berpengaruh pada laju obat untuk mencapai sirkulasi,

serta pada rasio jumlah obat yang mencapai sirkulasi dengan yang

tertera pada label (Wagner, 1975)

Bentuk sediaan obat meliputi keadaan fisik obat (ukuran

partikel, bentuk kristal/ bubuk) serta eksipien (zat pengisi, zat

pengikat, zat pelicin, dan zat penyalut) yang digunakan. Bentuk

sediaan obat akan menentukan laju disintegrasi dan disolusi obat, lebih

lanjut akan menentukan absorpsi dari obat yang tersebut (Setiawati

dkk., 2002).

3) Dosis dan aturan dosis

Setiap pasien idealnya mempunyai dosis dan aturan dosis untuk

dirinya sendiri. Dosis suatu obat hendaknya dapat menjamin

tercapainya efek terapetik yang diinginkan tanpa menimbulkan efek

toksik (Setiawati dkk., 2002). Dosis dan aturan dosis akan

mempengaruhi biavailabilitas dari suatu obat, yaitu pada Cmaks dan

AUC yang dihasilkan (Shargel, et al., 2005).

b. Faktor fisiologis yang meliputi keempat hal berikut.

Obat yang diberikan melalui rute enteral dengan tujuan absorpsi

sistemik dapat dipengaruhi oleh anatomi, fungsi fisiologis, serta isi saluran
11
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pencernaan. Lebih lanjut, faktor mekanis dari obat terkait juga berpengaruh

terhadap absorpsi dari saluran pencernaan (Shargel et al., 2005).

1) Komponen dan sifat dari cairan pencernaan

Agar dapat diserap dari saluran cerna, obat harus melarut dalam

cairan pencernaan. Sifat- sifat serta komponen dari cairan pencernaan

tersebut dapat mempengaruhi absorpsi obat ke dalam darah dengan

cara mengubah laju pelarutan obat terkait (Bear dkk, 1972, cit.

Donatus, 2005). pH cairan pencernaan, garam empedu, enzim serta

mucin merupakan empat hal yang penting dalam hal ini (Mayersohn,

2002).

Sebagian besar obat adalah asam lemah atau basa lemah,

karena pH mempengaruhi kelarutan beberapa senyawa, maka laju

disolusi dari suatu bentuk sediaan (khususnya tablet dan kapsul) akan

tergantung pada pH. Obat asam akan terdisolusi dengan baik pada

lingkungan yang basa (usus), demikian pula sebaliknya untuk obat

basa akan terdisolusi lebih baik pada lingkungan yang asam

(lambung). Karena disolusi merupakan langkah awal dari absorpsi, dan

disolusi dipengaruhi oleh pH maka pH cairan saluran pencernaan

berperan penting dalam proses absorpsi obat (Mayersohn, 2002).

Jumlah obat asam lemah dan basa lemah yang terionisasi dalam

cairan pencernaan atau darah dapat dihitung dengan persamaan

Henderson- Hasselbach (Proudfoot, 1990).

[A - ]
Untuk obat asam lemah: log = pH - pKa (2)
[HA]
12
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

[BH]
Untuk obat basa lemah: pH - pKa = log (3)
[B+ ]

dimana [A-] = konsentrasi ion asam


[HA] = konsentrasi molekul asam
[B+] = konsentrasi ion basa
[BH] = konsentrasi molekul basa

Selain pH, zat- zat yang terdapat pada cairan saluran

pencernaan juga dapat mempengaruhi proses absorpsi obat. Garam

empedu dapat meningkatkan laju dan atau jumlah absorpsi dari obat-

obat yang kurang larut dalam air, dengan cara meningkatkan laju

disolusi pada saluran pencernaan. Garam empedu juga dapat

menurunkan absorpsi obat melalui pembentukan kompleks yang tidak

larut air dan tidak terabsorpsi (Mayersohn, 2002).

Cairan usus mengandung berbagai macam enzim yang

diperlukan pada proses pencernaan. Enzim- enzim ini dapat bereaksi

pada beberapa obat. Sebagai contoh, enzim pankreas dapat

menghidrolisis kloramfenikol palmitat, pankreatin dan tripsin dapat

mendeasetilasi obat- obat N-asetilase, dan esterase mukosal dapat

menyerang gugus ester dari penisilin (Mayersohn, 2002).

Mucin, yang berfungsi melindungi epitelium usus, dapat

berikatan secara non spesifik terhadap beberapa obat (senyawa

amonium kuartener) sehingga dapat mencegah atau menurunkan

absorpsi. Selain itu mucin juga dapat menjadi sawar bagi difusi obat

sebelum mencapai membran usus (Mayersohn, 2002).


13
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2) Pengosongan lambung

Pada umumnya absorpsi obat yang optimal berlangsung di usus

halus (Shargel et al., 2005). Sehingga setiap faktor yang menunda

perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju,

dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan

berpengaruh pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai

konsentrasi plasma maksimum (memperbesar nilai tmaks) serta respon

farmakologisnya (Mayersohn, 2002).

Pola pengosongan lambung tergantung pada ada tidaknya

makanan. Pada keadaan lambung yang kosong, terdapat pola khusus

aktivitas elektromekanik yang disebut sebagai migrating motor

complex (MMC). MMC menyebabkan terjadinya kontraksi yang

dimulai pada bagian proksimal lambung dan berakhir di ileum. MMC

terdiri dari empat fase.

Fase I : periode dimana hanya terjadi sedikit aktivitas,

berlangsung sekitar 45 - 60 menit

Fase II : terjadi kontraksi tak beraturan yang secara bertahap akan

meningkat frekuensinya untuk kemudian menuju ke fase

selanjutnya, berlangsung sekitar 30 - 45 menit.

Fase III : gelombang peristaltik yang kuat mengosongkan isi

lambung ke usus halus, berlangsung selama 5 – 10 menit.

Fase IV : transisi penurunan aktivitas (pada Fase III) kembali ke

tahap awal (Fase I), disebut juga sebagai gelombang


14
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

‘housekeeper’.

Keseluruhan fase berlangsung selama kurang lebih 2 jam.

Suatu bentuk sediaan solid yang dicerna pada keadaan lambung yang

kosong akan tinggal di lambung untuk waktu tertentu tergantung pada

gelombang ‘housekeeper’. Jika dicerna pada saat dimulainya

gelombang ‘housekeeper’ maka waktu tinggal di lambung akan lebih

singkat daripada bila dicerna pada akhir gelombang ‘housekeeper’.

Sehingga perbedaan waktu tinggal di lambung dapat menjelaskan

adanya perbedaan laju absorpsi antar individu (Mayersohn, 2002).

Adanya makanan berpengaruh pada pengosongan lambung.

Penurunan laju pengosongan lambung yang disebabkan oleh adanya

asam lemak berbanding lurus dengan konsentrasi dan panjang rantai

karbonnya. Pengaruh terbesar yaitu pada asam lemak dengan rantai

karbon lebih dari 10 (asam dekanoat sampai asam stearat). Trigliserida

menurunkan laju pengosongan lambung, terutama bentuk tak

jenuhnya, seperti minyak zaitun. Karbohidrat menurunkan laju

pengosongan lambung, seiring dengan peningkatan konsentrasinya.

Asam amino menurunkan laju pengosongan lambung, yang

dimungkinkan sebagai hasil dari tekanan osmotik (Mayersohn, 2002).

3) Transit usus

Setelah obat dikosongkan dari lambung selanjutnya akan

masuk ke usus halus. Usus halus merupakan tempat utama bagi

absorpsi obat karena luas permukaannya yang jauh lebih luas dari
15
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

lambung (Mayersohn, 2002). Usus halus manusia sebagian besar

terdiri dari mikrovili dengan luas permukaan kurang lebih 200 m2, dan

diperkirakan 1 l darah melintasi kapiler darah di sekitar usus per menit.

Total luas permukaan lambung hanya 1 m2 dengan aliran darah 150 ml

per menit (Rowland and Tozer, 1995).

Oleh sebab itu, semakin lama waktu tinggal obat di daerah ini,

maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya absorpsi yang

lengkap dari obat tersebut, dengan asumsi bahwa obat stabil dalam

cairan usus dan tidak akan membentuk turunan yang tak larut air

(Mayersohn, 2002).

Terdapat dua macam gerakan usus, yaitu gerakan peristaltik

(propulsive) dan gerakan pencampuran (mixing). Gerakan peristaltik

akan menentukan laju transit usus dan oleh karena itu menentukan

waktu tinggal obat di usus. Lebih lanjut akan berperan dalam

menentukan berapa waktu yang tersedia bagi sediaan obat untuk

melepaskan zat aktif, berdisolusi, dan kemudian terabsorpsi. Semakin

besar motilitas usus maka semakin singkat pula waktu tinggal obat,

dan makin singkat pula waktu bagi proses- proses tersebut. Motilitas

usus akan sangat penting bagi obat- obat sediaan lepas lambat

(sustained-release drugs) atau pada obat- obat salut enterik (enteric-

coated drugs), demikian juga pada obat yang terlarut dengan lambat

atau dimana absorpsinya maksimal hanya pada tempat tertentu di usus

(Mayersohn, 2002).
16
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Gerakan pencampuran akan membawa isi usus menuju ke

kontak optimal dengan permukaan epitelium, dan oleh sebab itu

tersedia daerah efektif yang lebih luas untuk absorpsi. Laju absorpsi

secara langsung tergantung pada daerah permukaan membran, dan

karena pencampuran meningkatkan area kontak antara obat dengan

membran, maka gerakan pencampuran akan cenderung meningkatkan

laju absorpsi obat (Mayersohn, 2002).

4) Aliran darah

Saluran pencernaan dilintasi oleh banyak sekali pembuluh

darah sehingga daerah ini diperfusi dengan baik oleh aliran darah.

Obat yang terabsorpsi terlebih dahulu akan menuju ke hati, yang

merupakan tempat utama biotransformasi obat di tubuh. Obat mungkin

akan mengalami biotransformasi yang luas sebelum terdistribusi

sistemik. Hal ini disebut sebagai efek lintas pertama atau eliminasi

prasistemik hati, yang mempunyai implikasi pada bioavailabilitas dan

terapi obat (Mayersohn, 2002).

Adanya perfusi aliran darah yang baik pada saluran pencernaan

memungkinkan terjadinya penghantaran zat terabsorpsi secara efisien.

Aliran darah berpengaruh terhadap absorpsi senyawa- senyawa yang

diabsorpsi secara aktif atau khusus yang memerlukan partisipasi

membran dalam transpornya. Jika aliran darah dan oksigen berkurang,

kemungkinan terjadi penurunan absorpsi dari senyawa- senyawa ini.

(Mayersohn, 2002).
17
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tahap pengendali laju (rate-limiting step) absorpsi pada

senyawa yang siap menembus membran usus (yaitu senyawa dengan

koefisien permeabilitas tinggi) mungkin ada pada laju perfusi darah di

usus. Untuk senyawa dengan permeabilitas rendah (contoh: ribitol)

maka absorpsinya tidak tergantung pada aliran darah. (Mayersohn,

2002).

2. Disposisi obat

Setelah terabsorpsi, maka obat akan dihantarkan oleh pembuluh darah

arteri menuju ke seluruh jaringan, termasuk organ- organ eliminasi. Disposisi

adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses- proses yang terjadi

setelah proses absorpsi obat. Disposisi mencakup dua hal yaitu distribusi dan

eliminasi obat (Rowland and Tozer, 1995).

a. Distribusi obat

Distribusi merupakan proses perpindahan bolak- balik suatu obat

menuju dan dari tempat aksi, biasanya darah atau plasma. Pada umumnya

distribusi suatu obat dari darah menuju ke jaringan adalah secara difusi pasif

(Riviere, 1999). Distribusi obat terlebih dahulu terjadi pada organ- organ yang

perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak. Selanjutnya

mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ- organ tadi, seperti otot,

visera, kulit dan jaringan lemak. Kesetimbangan akan terjadi setelah waktu

yang lama (Setiawati dkk., 2002). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi

distribusi suatu obat yaitu perfusi aliran darah pada organ, kemampuan
18
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

menembus membran (permeabilitas), serta ikatan obat dengan darah dan

jaringan (Rowland and Tozer, 1995).

Distribusi sebagian besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ dan

jaringan. Apabila pasokan darah semakin besar, maka bagian obat yang dapat

berdifusi ke dalam organ tertentu dari pembuluh darah juga semakin banyak.

Ini berati bahwa organ yang mempunyai banyak kapiler untuk memulai poses

distribusi mengambil jumlah obat lebih banyak dibandingkan dengan organ

yang pasokan darahnya kurang (Mutschler, 1991).

Seperti halnya absorpsi, laju distribusi juga dapat dibatasi baik oleh

perfusi maupun permeabilitas. Suatu perfusion-rate limitation terjadi bila

membran jaringan tidak menjadi sawar secara esensial bagi proses ditribusi.

Kondisi ini terjadi pada molekul- molekul kecil lipofilik, yang berdifusi

melintasi hampir semua membran tubuh. Perfusi dinyatakan dalam satuan ml

darah per menit per volume jaringan (ml/menit/ml). Sedangkan permeability-

rate limitation muncul khususnya pada obat polar yang berdifusi melintasi

membran lipoid yang rapat. Karena adanya perbedaan perfusi dan permeabilitas

dari berbagai jaringan ini, maka sulit untuk memprediksikan distribusi jaringan

dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995).

Faktor penting lain untuk proses distribusi obat adalah ikatan obat pada

protein terutama pada protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah.

Konsekuensinya, konsentrasi obat dalam darah total, dalam plasma, dan tak

terikat dalam air plasma, dapat sangat berbeda. Hanya obat bebas atau tak

terikatlah yang dapat menembus membran dan mencapai kesetimbangan


19
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

(Rowland and Tozer, 1995).

Ikatan protein bersifat bolak- balik. Derajat ikatan obat dengan protein

plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat dan kadar

protein sendiri. Pada keadaan defisiensi protein, pengikatan obat oleh protein

menjadi berkurang (Setiawati dkk., 2002). Makin besar tetapan afinitas zat

terhadap protein, makin kuat ikatan protein. Kesetimbangan distribusi akan

bergeser ke protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar (Mutschler, 1991).

b. Eliminasi obat

Eliminasi merupakan proses kehilangan tak bolak- balik suatu obat dari

tempat aksi ke organ eliminasi. Dua organ eliminasi utama tubuh adalah hati

dan ginjal. Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk ekskresi obat bentuk

tak berubah. Sebagian besar obat mengalami eliminasi yang berlangsung

melalui ginjal. Hati merupakan tempat dimana terjadi biotransformasi obat.

Sekresi bentuk obat tak berubah juga dapat dilakukan hati ke dalam empedu

(Rowland and Tozer, 1995).

Eliminasi obat terjadi melalui dua proses yaitu biotransformasi dan

ekskresi.

1) Biotransformasi

Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan

struktur kimiawi suatu obat dalam tubuh yang dikatalis oleh enzim. Pada

proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar yang artinya lebih

mudah larut dalam air daripada dalam lemak, sehingga lebih mudah

dieksresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif
20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

sehingga sangat berperan dalam mengakhiri masa kerja obat (Setiawati

dkk., 2002). Pada umumnya, hati merupakan tempat biotransformasi utama,

dan kadang satu- satunya, dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995).

Terdapat obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih

toksik, atau obat tersebut justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini

(disebut sebagai prodrug). Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi

lebih lanjut dan atau dieksresi sehingga kerjanya berakhir (Setiawati dkk.,

2002).

Jalur biotransformasi obat terdiri dua fase yaitu fase I dan fase II.

Fase I meliputi oksidasi, reduksi, hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat

menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif

atau lebih aktif dari bentuk aslinya. Reaksi fase II, disebut juga reaksi

sintetik, merupakan konjugasi obat atau metabolit reaksi fase I dengan

substrat endogen (misalnya asam glukuronat, sulfat, asetat, dan asam

amino). Hasil konjugasi bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi

sehingga lebih mudah diekskresikan. Metabolit hasil konjugasi biasanya

tidak aktif, kecuali untuk prodrug tertentu. Beberapa hanya mengalami

salah satu dari kedua fase tersebut, tetapi kebanyakan obat mengalami

biotransformasi melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan

menjadi beberapa macam metabolit (Setiawati dkk., 2002).

2) Ekskresi

Ekskresi obat adalah proses kehilangan tak bolak- balik dari bentuk

obat tak berubah (Rowland and Tozer, 1995). Obat diekskresikan dari
21
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

tubuh melalui berbagai organ tubuh dalam bentuk metabolitnya atau dalam

bentuk tak berubahnya. Ginjal merupakan organ ekskresi tubuh yang

paling penting. Ekskresi obat melalui ginjal mencakup tiga tahap, yaitu

filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi

pasif di tubulus proksimal dan distal (Setiawati dkk, 2002).

Ekskresi obat juga dapat terjadi melalui keringat, air liur, air mata,

air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga

tidak berarti dalam pengakhiran efek obat (Setiawati dkk., 2002).

C. Prinsip Dasar Farmakokinetika

Nasib obat dalam tubuh yang meliputi proses absorpsi dan disposisi obat

tersebut dipelajari dalam ilmu farmakokinetika. Berikut ini akan dipaparkan

mengenai definisi, analisis, parameter serta strategi penelitian farmakokinetika.

1. Definisi farmakokinetika

Farmakokinetika adalah suatu perhitungan matematik dari kinetika

proses absorpsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh (Makoid and Cobby,

2000). Kinetika berarti gerak atau pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam

konteks farmakokinetika, kinetika yang dipelajari yaitu mengenai proses

perpindahan obat dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh, atau nasib obat

di dalam tubuh. Nasib obat di dalam tubuh ini yang kemudian dikenal sebagai

proses absorpsi, distribusi, serta eliminasi (Donatus, 1989). Faktor biologis,


22
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

psikologis dan fisika-kimia yang mempengaruhi proses perpindahan obat di dalam

tubuh juga mempengaruhi laju dan jumlah dari proses obat tersebut di dalam

tubuh (Makoid and Cobby, 2000).

Farmakokinetika menggunakan model matematika untuk menguraikan

proses- proses absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi, dan

memperkirakan besarnya kadar obat dalam plasma sebagai fungsi dari besarnya

dosis, interval pemberian dan waktu (Setiawati, 2002).

2. Analisis farmakokinetika

Untuk mengukur kadar obat di sel sasaran merupakan pekerjaan yang

tidak mudah, bahkan dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang sangat sulit serta

riskan dilakukan pada manusia. Oleh sebab itu timbullah pertanyaan tentang

bagaimana cara untuk menaksir dan mengkaji ketepatgunaan obat di sel sasaran

serta nasibnya di dalam tubuh. Analisis farmakokinetika merupakan alternatif

jawaban atas permasalahan tersebut (Donatus, 1989).

Peningkatan dan penurunan kadar obat di dalam darah akibat proses

absorpsi, distribusi, dan eliminasi, berkaitan dengan waktu. Karena itu sebelum

dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika suatu obat maka perlu diketahui

terlebih dahulu ordo kinetikanya. Sebagai analog, untuk menjelaskan fungsi

membran, terlebih dahulu perlu diasumsikan model struktur membran. Demikian

pula sebelum dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika obat perlu

diasumsikan terlebih dahulu model kompartemen tubuh, agar hasil pengukuran

kadar obat dalam darah lawan waktu dapat diturunkan secara matematis, sehingga
23
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

diperoleh nilai parameter farmakokinetikanya (Donatus, 1989).

Analisis yang dilakukan dalam farmakokinetika meliputi analisis model

kompartemen tubuh serta analisis ordo kinetika, yang akan diuraikan sebagai

berikut.

a. Analisis model kompartemen.

Yang dimaksud dengan model farmakokinetika adalah suatu hubungan

matematika yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu

dalam sistem yang diteliti (Setiawati, 2002). Setelah masuk ke dalam tubuh,

obat akan terdistribusi ke jaringan dan berbagai organ tubuh yang sifatnya

beragam. Dengan kata lain, tubuh dapat dianggap sebagai suatu sistem yang

berupa kumpulan kompartemen dimana satu dengan lainnya terpisah. Untuk

mencocokkan dan menginterpretasikan data uji farmakokinetika, sistem

multikompartemen tersebut disederhanakan menjadi sistem satu dan dua

kompartemen, yang akan diuraikan di bawah ini (Donatus, 1989).

1) Model satu kompartemen

Pada model ini, diasumsikan bahwa obat dapat masuk dan keluar

tubuh dan tubuh bertindak seperti kompartemen sentral (Shargel et al.,

2005). Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai satu kompartemen

dimana obat menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan

jaringan tubuh (Setiawati, 2002). Sedangkan istilah terbuka mengacu

pada proses eliminasi yang dapat terjadi (Mutschler, 1991).

Secara ringkas, karakteristik dari model satu kompartemen pada

rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel I


24
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

berikut.

Tabel I. Ringkasan karakteristik model satu kompartemen terbuka (Ristchel, 1992)

Persamaan kadar
Rute Karakteristik Model obat dalam darah
pemberian (μg/ml)

Intravaskuler -Tidak ada proses


Tubuh
(intravena, absorpsi, C(t) = N. e-Kel.t
intracardiac, -semua obat D Kel
intra-arteria) masuk ke dalam Vd C Dimana :
sirkulasi -N = konsentrasi
sistemik, D = dosis pemberian obat hipotetik pada
-distribusi obat Vd = volume distribusi t=0
C = konsentrasi obat dalam - C(t) = konsentrasi
yang cepat antara
plasma obat hipotetik pada
aliran darah dan saat t
Kel = tetapan laju eliminasi
jaringan, -Kel = tetapan laju
-steady state eliminasi
tercapai dengan Kurva kadar obat vs waktu
cepat, (pada kertas semi log)
- penurunan
kadar tergantung log
pada ekskresi dan konsen-
biotransformasi. trasi
Kel

waktu

Ekstravaskuler - terjadi absorpsi Tubuh


ka Kel
(oral, rektal, karena pelepasan C(t) = M. e-Kel.t -
intramuskuler, obat dan meka- L. e-ka.t
intracutaneous nisme absorpsi D.f Vd C
subcutaneous) - saat t=0 tidak Dimana :
ada obat dalam -M = intersep slope
D = dosis pemberian eliminasi mono-
darah f = fraksi obat terabsorpsi
- kadar naik oleh eksponensial back-
ka = tetapan laju absorpsi extrapolated
absorpsi, dan Vd = volume distribusi dengan ordinat
turun karena C= konsentrasi obat dalam plasma - L = intersep slope
eliminasi, Kel = tetapan laju eliminasi absorpsi mono-
- tidak semua
25
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

obat terabsorpsi. Kurva kadar obat vs waktu eksponensial


(pada kertas semi log) dengan ordinat
- Kel = tetapan laju
eliminasi
- ka= tetapan laju
log absorpsi
konsen-
trasi
Kel

waktu

2) Model dua kompartemen

Pada model ini, diasumsikan bahwa tubuh bertindak sebagai dua

kompartemen yaitu kompartemen sentral dan perifer (Shargel et al.,

2005). Kompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai organ yang

banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjar

endokrin. Obat tersebar dan mencapai keseimbangan dengan cepat dalam

kompartemen ini. Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang

kurang dialiri darah misalnya otot, kulit dan jaringan lemak, sehingga

obat lambat masuk ke dalamnya (Setiawati, 2002).

Pada dasarnya model dua kompartemen adalah sama dengan

model kompartemen satu, bedanya adalah adanya proses ditribusi karena

adanya kompartemen perifer (Setiawati, 2002).

Secara ringkas, karakteristik dari model dua kompartemen pada

rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel

II berikut.
26
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel II. Ringkasan karakteristik model dua kompartemen terbuka (Ristchel, 1992)

Persamaan kadar
Rute Karakteristik Model obat dalam darah
pemberian (μg/ml)

Intravaskuler -Tidak ada proses KP


(intravena, absorpsi,
intracardiac, -semua obat k12 k21 C(t) = M. e-β.t +
intra-arteria) masuk ke dalam KS L. e-α.t
sirkulasi
D k13
sistemik, Dimana :
-distribusi obat Vc C -M = intersep slope
yang lambat eliminasi β mono-
antara aliran eksponensial back-
D = dosis pemberian extrapolated
darah dan KS = kompartemen sentral dengan ordinat
jaringan, KP = kompartemen perifer - L = intersep slope
-steady state k12,k21 = tetapan laju distribusi distribusi α dengan
tercapai beberapa k13 = tetapan laju eliminasi ordinat
saat setelah dari kompartemen sentral -β=slope eliminasi
pemberian, Vc = volume kompartemen total (tetapan laju
- penurunan sentral disposisi lambat)
bagian pertama C = konsentrasi obat dalam -α= slope distribusi
karena distribusi plasma (tetapan laju
β = slope eliminasi total (tetapan disposisi cepat)
- penurunan
laju disposisi lambat)
kedua tergantung
distribusi kembali
Kurva kadar obat vs waktu
dari jaringan ke
(pada kertas semi log)
darah, ekskresi
dan
biotransformasi. log
konsen-
trasi

waktu

Ekstravaskuler - terjadi absorpsi,


KP C(t) = M. e-β.t +
(oral, rektal, berdasarkan
intramuskuler, mekanisme L. e-α.t –
k12 k21 N. e–ka.t
intracutaneous pelepasan
subcutaneous) obat KS
Dimana :
- saat t = 0 tidak D.f ka k13 - M = intersep
ada obat dalam slope eliminasi β
Vc C
darah mono-eksponensial
- kadar naik oleh D = dosis pemberian back-extrapolated
absorpsi, diikuti f = fraksi obat terabsorpsi dengan ordinat
penurunan KS = kompartemen sentral
27
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

karena distribusi KP = kompartemen perifer - L = intersep slope


lambat sampai ka = tetapan laju absorpsi distribusi α dengan
steady state k12,k21 = tetapan laju distribusi ordinat
tercapai k13 = tetapan laju eliminasi - N = konsentrasi
dari kompartemen sentral obat hipotetik saat
- penurunan
Vc = volume kompartemen t=0 (diperoleh dari
kurva mono- sentral L+M)
eksponensial C = konsentrasi obat dalam -β= slope eliminasi
tergantung pada plasma total (tetapan laju
distribusi kembali β = slope eliminasi total (tetapan disposisi lambat)
obat dari jaringan laju disposisi lambat) -α= slope distribusi
ke darah, ekskresi (tetapan laju
dan biotrans- Kurva kadar obat vs waktu disposisi cepat)
formasi (pada kertas semi log) - ka = tetapan laju
absorpsi
Bila ka > α

log
konsen-
trasi
β

waktu

Bila α > ka

log
konsen-
trasi
β

waktu
28
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

b. Analisis ordo kinetika.

Perhitungan parameter farmakokinetika diturunkan secara matematis

atas dasar asumsi ordo kinetikanya. Perubahan kadar obat di dalam darah atau

plasma karena absorpsi, distribusi dan eliminasi merupakan fungsi waktu.

Secara matematis, hal ini dinyatakan sebagai berikut.

dX
= − kX n (2)
dt

Dalam persamaan tersebut, X adalah kadar obat yang dipindahkan dari suatu

kompartemen ke kompartemen lain. Tetapan k menggambarkan tetapan

kesebandingan yang berhubungan dengan proses laju perpindahan obat, yang

selanjutnya disebut sebagai tetapan laju. Sedangkan n merupakan orde dari

proses perpindahan tersebut. (Donatus, 1989). Selanjutnya persamaan 2 dapat

diintegralkan, dan dinyatakan dalam persamaan 3.

X = Xo.e − kt (3)

Terlihat dari persamaan tersebut, bila perubahan kadar, lebih tepatnya

penurunan kadar pada waktu tertentu, tergantung pada kadar obat yang dapat

dipindahkan pada waktu itu. Hal ini merupakan ciri khas kinetika orde

pertama. Dengan kata lain, kinetika suatu obat mengikuti orde pertama jka n

nya sama dengan satu. Jika n sama dengan nol, maka kinetika obat tersebut

mengikuti orde nol (persamaan 4 atau 5) (Donatus, 1989).

dX
= −k (4) X = − kt (5)
dt

Proses- proses absorpsi, distribusi dan eliminasi yang dialami oleh

hampir semua obat pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama, yang
29
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

berarti laju proses- proses tersebut sebanding dengan jumlah obat yang ada.

Jadi jumlah obat yang diabsorpsi, didistribusi dan dieliminasi per satuan

waktu makin lama makin sedikit, sebanding dengan jumlah obat yang masih

belum mengalami proses- proses tersebut (Setiawati, 2002).

Pada obat- obat dengan kinetika orde pertama atau kinetika linier ini

terdapat hubungan yang linier antara log kadar obat dalam plasma dengan

waktu pada fase absorpsi, distribusi dan eliminasi (Setiawati, 2002).

3. Parameter farmakokinetika

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pola absorpsi, distribusi

dan eliminasi suatu obat dapat dikaji dari nilai parameter farmakokinetikanya.

Parameter tersebut diperoleh dari pengukuran kadar obat tak berubah di dalam

darah pada sederetan waktu tertentu (Donatus, 1989).

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara

matematis dari hasil pengukuran kadar obat-utuh atau metabolitnya di dalam

cairan tubuh, seperti darah atau urin (Reilly, 1974 cit. Donatus, 2005). Pada

hakikatnya terdapat tiga jenis parameter farmakokinetika, yaitu parameter

farmakokinetika primer, parameter farmakokinetika sekunder, dan besaran

turunan lain (Rowland and Tozer, 1995).

Parameter farmakokinetika primer adalah parameter yang nilainya

dipengaruhi secara langsung oleh perubahan satu atau lebih variabel fisiologis

terkait. Yang termasuk parameter tersebut adalah tetapan laju absorpsi (ka), fraksi

dosis obat yang diserap (fa), volume distribusi (Vd), bersihan tubuh total (ClT),
30
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

bersihan hati (ClH), dan bersihan ginjal (ClR) (Rowland and Tozer, 1995).

Ubahan fisiologis yang mempengaruhi parameter farmakokinetika primer

terkait dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Ketergantungan parameter farmakokinetika primer terhadap beberapa


variabel fisiologi*

Parameter farmakokinetika primer Variabel fisiologi

Tetapan laju absorpsi (ka) Aliran darah pada tempat absorpsi,


pengosongan lambung (oral), gerakan usus
(oral)
Bersih hati (ClH), fraksi obat yang Aliran darah hati, ikatan dalam darah
diabsorpsi
Bersih ginjal (ClR) Aliran darah ginjal, ikatan dalam darah
Volume distribusi (Vd) Ikatan dalam darah ikatan dalam jaringan,
pembagian ke dalam lemak, susunan tubuh,
dan ukuran tubuh
*Dikutip dari Rowland and Tozer (1995) dengan sedikit perubahan

Parameter farmakokinetika sekunder adalah parameter farmakokinetika

yang besarnya tergantung pada nilai parameter farmakokinetika pimer. Yang

termasuk parameter tersebut adalah waktu paruh obat (t½), tetapan laju eliminasi

(Kel), dan fraksi obat utuh yang diekskresikan ke dalam urin (fe) (Rowland and

Tozer, 1995).

Besaran turunan lain nilainya tidak semata- mata tergantung nilai

parameter farmakokinetika primer, tetapi juga tergantung pada dosis dan laju

pemberian obat terkait. Yang termasuk besaran turunan lain yaitu luas area di

bawah kurva kadar obat utuh dalam plasma lawan waktu (area under the curve/

AUC) dan kadar obat pada keadaan tunak (steady state) dalam plasma (Cpss)

(Rowland and Tozer, 1995).


31
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Perhitungan berbagai parameter farmakokinetika obat pada pemberian

dosis tunggal dengan model dua kompartemen terbuka dan absorpsi mengikuti

orde pertama serta eliminasi terjadi hanya dari kompartemen sentral, dapat dilihat

pada tabel IV (Jusko and Gibaldi, 1972; Ritschel, 1992; Wagner, 1975).

Tabel IV. Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen


Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari
Kompartemen Sentral - Pemberian Dosis Tunggal*

Persamaan Kadar Obat dalam Darah (Blood Level Equation) :

Cp(t) = L.e-α.t + M.e-β.t + N.e-ka.t

dimana :

k a .f a .D ⎡ (k 21 − α ) ⎤
L= ⎢ ⎥
Vc ⎣ (k a − α )(β − α ) ⎦

k a .f a .D ⎡ (k 21 − β ) ⎤
M= ⎢ ⎥
Vc ⎣ (k a − β )(α − β ) ⎦

k a .f a .D ⎡ (k 21 − k a ) ⎤
N= ⎢ ⎥
Vc ⎣ (α − k a )(β − k a ) ⎦

pada persamaan tersebut diasumsikan bahwa :


- ka > α > β atau α > ka > β, dengan definisi nilai α > β
- nilai M adalah selalu positif
- salah satu atau kedua nilai L dan N harus negatif

Perhitungan masing- masing parameter pada kinetika absorpsi, distribusi dan


eliminasi berdasarkan persamaan tersebut diatas adalah sebagai berikut.
32
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Kinetika Perhitungan Parameter


Absorpsi 1. Tetapan laju absorpsi (ka)
0,693
ka =
t1/2 abs

2. Luas area di bawah kurva (Area Under the Curve/ AUC)


a. Berdasarkan persamaan kadar obat dalam darah :

L M N
AUC(0−∞ ) = + −
α β ka

b. Pendekatan nilai AUC(0-∞) dengan menggunakan aturan trapezoid :

1) AUC (0-∞ ) = AUC (0- tn) + AUC (tn -∞ )

C n -1 + C n
2) AUC (0- tn) = ( t n - t n -1 )
2

Cn
3) AUC(tn −∞ ) =
β

Prosedur ini hanya sahih bila fraksi terekstrapolasi lebih


kecil dari kira- kira 10 % AUC total dan tidak boleh digunakan
bila fraksi terekstrapolasi lebih dari 20 % AUC total (Mutschler,
Derendorf, Schäfer-Korting, Elrod, and Estes, 1995).

3. Fraksi obat yang terabsorpsi (fa)

AUC x
fa = x 100 %
AUCiv

Distribusi 1. Slope distribusi (tetapan laju disposisi cepat) (α)

(
α = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13 )
2. Tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer (k12)

k12 = α + β - k 21 - k13
33
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

3. Tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke sentral (k21)

k 21 =
(L.β.k a ) + (M.α.k a ) + (N.α.β )
L(k a − α ) + M (k a − β )

4. Volume distribusi kompartemen sentral (Vc)

k a .f a .D
Vc =
L(k a - α ) + M (k a − β )

5. Volume distribusi pada steady state atau keadaan tunak (Vdss)

k12 + k 21
Vd ss = Vc
k 21

Eliminasi 1. Bersihan tubuh total (ClT)

D. f a
ClT =
AUC(0-∞ )

2. Slope eliminasi keseluruhan (tetapan laju disposisi lambat) (β)

(
β = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13 )
- hubungan antara α dan β adalah sebagai berikut:
α.β = k21.k13
α + β = k12 + k21 + k13

3. Waktu paruh eliminasi (t1/2el)

0,693
t1/2el =
β

4. Tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral (k13)

α.β
k13 =
k 21

*dikutip dari Jusko and Gibaldi (1972), Ritschel (1992), dan Wagner (1975) dengan sedikit
perubahan
34
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Keterangan :
a) Cp(t) = kadar obat pada kompartemen sentral pada waktu t
b) D = dosis pemberian
c) t1/2abs = waktu paruh absorpsi
d) AUC(0-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu 0 sampai tak hingga
e) AUC(0-tn) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu 0 sampai waktu ke-n
f) AUC(tn-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu n sampai tak hingga
g) tn = waktu pengamatan dari konsentrasi obat Cn
h) tn-1 = waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan
konsentrasi obat Cn-1
i) Cn = kadar obat pada titik pengambilan sampel (μg/ml)
j) AUCx = AUC pemberian nonsistemik
k) AUCiv = AUC pemberian intravena
l) b = k12 + k21 + k13
m) L = intersep slope distribusi α dengan ordinat
Sebagai catatan, simbol L ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A1* (Wagner, 1975) dan simbol A (Ritschel, 1992)
n) M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated
dengan ordinat
Sebagai catatan, simbol M ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A2* (Wagner, 1975) dan simbol B (Ritschel, 1992)
o) N = konsentrasi obat hipotetik pada saat t = 0 (diperoleh dari L+M)
Sebagai catatan, simbol N ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A3* (Wagner, 1975) dan simbol C(0) = A+B (Ritschel, 1992)
35
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

4. Strategi penelitian farmakokinetika

Suatu penelitian farmakokinetika melibatkan subyek makhluk hidup yang

seringkali sulit untuk dikendalikan. Selain itu juga melibatkan berbagai teknik

maupun tata cara yang terkait dengan pemilihan subyek uji dan penangannya,

perlakuan pada subyek uji, analisis kimia, sampai dengan analisis dan evaluasi

hasil penelitian. Oleh karena itu agar hasil penelitian nanti dapat diandalkan, maka

diperlukan penyusunan suatu strategi penelitian (Donatus, 1989).

Strategi penelitian farmakokinetika didefinisikan sebagai suatu rencana

yang disusun sebelum dilakukan penelitian tahap farmakokinetika suatu obat,

guna memperoleh informasi ketersediaan biologis atau ketersediaan biologi dari

zat itu. Strategi penelitian farmakokinetika tersebut terdiri atas tahap-tahap

sebagai berikut.

a Pemilihan rancangan uji coba. Dalam memilih rancangan uji coba, perlu

dipertimbangkan pula adanya beberapa variabel yang melekat pada

subyek uji maupun pada sistem penelitiannya itu sendiri. Variabel-

variabel tersebut adalah sebagai berikut.

1) variabilitas antar subyek

2) variabilitas karena perlakuan

3) variabilitas waktu

4) variabilitas dalam subyek

5) variabilitas residual (Wagner, 1975).

Adanya variabel- variabel tersebut dapat diperkecil

pengaruhnya dengan penerapan suatu rancangan uji coba yang tepat


36
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

(Donatus, 1989). Pada penelitian ini, rancangan uji coba yang diterapkan

adalah rancangan acak lengkap (completely randomized design).

b pemilihan subyek uji dan jumlahnya. Subyek uji yang digunakan dalam

penelitian farmakokinetika meliputi hewan dan manusia. Pada tahap

praklinis digunakan subyek uji hewan, sedangkan pada tahap klinis

digunakan subyek uji manusia. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan

meliputi bentuk sediaan dan cara pemberian, kemudahan penanganan

hewan uji, kemiripan metabolisme terhadap suatu obat dengan yang ada

pada manusia, kemudahan mendapat cuplikan biologis, serta volume

maksimum yang dapat diterima hewan uji (Donatus, 1989).

c pemilihan cuplikan biologis. Cuplikan biologis yang sering digunakan

dalam penelitian farmakokinetika adalah darah atau urin. Darah menjadi

pilihan pertama karena darahlah yang paling cepat dicapai oleh obat, serta

darahlah yang menerima obat dari tempat pemberian, membawanya ke

semua organ, termasuk tempat aksi obat dan elmininasinya (Rowland and

Tozer, 1995). Selain itu untuk kebanyakan obat, bentuk obat tak berubah

adalah senyawa yang memiliki aktivitas farmakologis. Sehingga,

penetapan kadar obat pada cuplikan darah akan memberikan indikasi

langsung pada kadar obat yang mencapai sirkulasi (Rowland and Tozer,

1995).

d pemilihan metode penetapan kadar. Parameter farmakokinetika suatu obat

diperoleh dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam

darah atau urin. Oleh sebab itu maka metode penetapan kadar yang
37
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

digunakan harus memenuhi berbagai prasyarat yaitu sebagai berikut.

1) Akurasi (kecermatan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan nilai hasil analisis dengan nilai sebenarnya. Akurasi

dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) (Harmita,

2004).

2) Presisi (keseksamaan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian hasil pengukuran berulang pada cuplikan biologis yang

sama. Presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif (koefisien

variasi/ CV) (Harmita, 2004).

3) Selektivitas (spesifisitas). Metode analisis harus memiliki selektivitas

yang tinggi terhadap bentuk obat yang akan ditetapkan, sehingga dapat

membedakan suatu obat dari metabolitnya, dari obat lain, dan dari

kandungan endogen cuplikan biologis (Harmita, 2004).

4) Sensitivitas. Sensitivitas metode berkaitan dengan kadar terendah yang

dapat diukur oleh metode analisis yang digunakan. Hal ini penting

karena dalam perhitungan parameter farmakokinetika, diperlukan

sederetan kadar obat dari waktu ke waktu, atau dari kadar tertinggi

sampai kadar terendah (Harmita, 2004).

5) cepat. Dalam suatu penelitian farmakokinetika dilakukan analisis dari

cuplikan biologis dalam jumlah yang banyak, sehingga cepat juga

merupakan hal yang perlu dipertimbangkan (Donatus, 1989).

e Pemilihan takaran dosis. Perbandingan harga LD50 oral lawan LD50

intravena dapat dilakukan untuk memperoleh wawasan terhadap masalah


38
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

absorbabilitas sebagai fungsi waktu sebagai fungsi cara pemberian oral.

Jika informasi ini tidak tersedia maka dapat digunakan 5 – 10 % dari

harga LD50 intravena sebagai dosis awal penelitian yang dapat

dipertanggungjawabkan (Kaplan, 1973, cit. Donatus, 1989). Takaran dosis

yang diberikan harus dapat menjamin dapat diukurnya kadar obat atau

metabolitnya pada rentang waktu tertentu, sehingga diperoleh data yang

cukup memadai (Donatus, 1989).

f Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan biologis. Bila

digunakan cuplikan darah, pengambilan sebaiknya 3-5 kali t½ eliminasi

obat yang diuji. Frekuensi pengambilan cuplikan biologis berkaitan erat

dengan asumsi model kompartemen tubuh. Bila kinetika obat mengikuti

dua kompartemen terbuka, maka frekuensi pengambilan cuplikan

setidaknya 3 kali tahap absorpsi, 3 kali daerah puncak, 3 kali tahap

distribusi, dan 3 kali tahap eliminasi (Ritschel, 1992).

g Analisis dan evaluasi hasil. Analisis data hasil uji dan evaluasi hasil

penelitian merupakan tahap terakhir penelitian farmakokinetika. Langkah-

langkah analisis yang dilakukan meliputi analisis data uji coba, analisis

statistika dan evaluasi (Donatus, 1989).

D. Parasetamol

Obat yang akan diteliti perubahan profil farmakokinetikanya dalam

penelitian ini adalah parasetamol.


39
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

1. Definisi

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari

101,0 % C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa asam lemah

serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih

dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995).

Parasetamol memiliki nama lain asetaminofen, N-asetil-p-aminofenol

atau 4-hidroksiasetanilid. Parasetamol adalah turunan para-aminofenol yang

berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik (Block and Beale, 2004). Struktur

parasetamol dapat dilihat pada gambar 3.

H3COCHN OH

Gambar 3. Struktur parasetamol


(N-asetil-paraaminofenol)

Parasetamol mempunyai titik lebur 169o C – 172o C. Satu bagian

parasetamol larut dalam 70 bagian air, 20 bagian air panas, 7 bagian etanol dan 50

bagian kloroform. Parasetamol tidak larut dalam benzen dan eter (Clarke, 1969).

pH parasetamol dalam larutan jenuh adalah 5,3 – 6,5. Pada larutan berair dengan

pH 5 – 7, parasetamol sangat stabil. Parasetamol mempunyai nilai pKa 9,51

(Connors, Amidon, and Stella, 1986; Hanson 2000).

Dalam metanol, parasetamol memiliki serapan maksimum pada panjang

1% 1%
gelombang 249 nm ( A1cm = 900) (Clarke, 1969). A1cm atau serapan jenis adalah

serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim,

1995).
40
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2. Aksi farmakologis

Parasetamol merupakan metabolit aktif dari fenasetin dan asetanilid.

Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik dan telah digunakan sejak 1893

(Wilmana, 1995). Tempat dan mekanisme aksi dari efek analgesik parasetamol

masih belum jelas. Parasetamol menurunkan demam melalui aksi langsung pada

pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus dengan cara meningkatkan pengeluaran

panas tubuh melalui vasodilatasi dan keringat. Aksi pirogen endogen pada pusat

pengatur suhu tubuh pun dihambat (Anonim, 2004).

Parasetamol merupakan penghambat enzim siklooksigenase di jaringan

perifer yang lemah, sehingga daya anti inflamasinya kurang. Parasetamol lebih

efektif dalam penghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat sehingga

berguna sebagai agen analgesik antipiretik (Katzung, 2002).

Dibandingkan dengan aspirin, parasetamol memiliki daya antipiretik dan

analgesik yang hampir sama. Daya anti inflamasi aspirin lebih baik. Parasetamol

tidak menghambat agregasi platelet dan tidak menyebabkan ulcer pada saluran

pencernaan (Anonim, 2004).

Parasetamol digunakan sebagai obat analgesik antipiretik alternatif

terhadap aspirin, yaitu pada pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, memiliki

riwayat ulcer, memiliki gout, anak- anak dengan infeksi virus, serta pada pasein

yang mengkonsumsi antikoagulan (Anonim, 2001).

3. Farmakokinetika parasetamol

Absorpsi parasetamol berjalan cepat dan hampir sempurna dari saluran


41
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pencernaan melalui pemberian oral. Konsentrasi plasma puncak (Cpmaks) sebesar 5

– 20 mcg/ml muncul dalam waktu 30 – 60 menit, tetapi tidak ada korelasi antara

konsentrasi serum dan efek analgesik (American Medical Association (AMA),

1994). Waktu paruh (t1/2) plasma pada subyek sehat antara 1 – 2,5 jam. Pada

overdosis, absorpsi berjalan lengkap setelah 4 jam (Anonim, 2001).

Setelah diabsorpsi, parasetamol akan terdistribusi ke sebagian besar

jaringan dan cairan badan secara cepat dan luas (Anonim, 2001). Hal ini

ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien distribusinya pada manusia yaitu 0,94

l/kg (Melmon and Morelli, 1992) atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya

sekitar 67 L (Katzung, 2002). Dalam plasma, sekitar 25 % parasetamol terikat

protein plasma (Wilmana, 1995). Availabilitas oral parasetamol adalah sekitar 88

% (Katzung, 2002).

Parasetamol mengalami metabolisme di hati, terutama dalam bentuk

konjugat glukuronida dan sulfat, dan dieliminasi di urin (AMA, 1994). Sebanyak

90 – 100 % obat ditemukan kembali dalam urin pada 24 jam pertama, terutama

setelah konjugasi hepatik dengan asam glukuronat (± 60 %), dengan asam sulfat

(± 35%), atau dengan sistein (± 3 %). Sejumlah kecil metabolit hasil hidroksilasi

dan asetilasi juga terdeteksi (Anonim, 2004). Levy (1981) menyebutkan bahwa

metabolit hasil hidroksilasi tersebut bertanggungjawab atas hepatotoksisitas akibat

overdosis.

Parasetamol dimetabolisme secara luas dan diekskresikan dalam urin

terutama dalam bentuk konjugat inaktif glukuronat dan sulfat (94 %). Sekitar 4 %

dioksidasi oleh sistem enzim sitokrom P450 hati menjadi metabolit yang toksik,
42
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

yaitu N-asetil-para-benzokuinonimina (NABKI) (Block and Beale, 2004;

Laurence, et al., 1997). Pada keadaan normal metabolit ini didetoksifikasi oleh

konjugasi dengan glutation seluler dan diekskresikan dalam urin sebagai konjugat

sistein dan asam merkapturat (Anonim, 2004).

Parasetamol mengalami metabolisme fase kedua yang menghasilkan

inaktivasi farmakologis dari obat induk. Seperti yang terlihat dalam gambar 4,

parasetamol mengalami konjugasi sulfat, konjugasi glutation dan konjugasi

glukuronat dan menghasilkan metabolit yang tidak aktif (Gibson and Skett, 1991).

Penggunaan parasetamol dalam jangka waktu panjang atau secara akut

dalam dosis yang besar menyebabkan persediaan glutation menipis dan nekrosis

hepatik dapat terjadi. Sekitar 2 % diekskresikan dalam bentuk tak berubah. Waktu

paruh eliminasi sedikit diperpanjang pada neonatus dan sirosis (Anonim, 2004).

Efek analgesik antipiretik dari parasetamol akan timbul bila

konsentrasinya dalam darah antara 10 – 20 mg/L (Melmon and Morelli, 1992).

Jadi, nilai Kadar Efek Minimum (KEM) dari parasetamol adalah bila kadarnya

dalam darah sebesar 10 μg/ml hingga 20 μg/ml, sedangkan nilai Kadar Toksik

Minimum (KTM) dari parasetamol adalah bila kadarnya dalam darah lebih dari

300 μg/ml (Katzung, 2002).


43
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

HO NHCOCH3

Parasetamol (aktif)

Konjugasi Metabolisme dan Konjugasi glukuronat


sulfat konjugasi glutation

HO OH
O

HO S O NH COCH3 HO O N COCH3
H
O O
COOH tidak aktif
(tidak aktif) Sistein dan konjugasi
merkapturat (tidak aktif)

ekskresi urin ekskresi urin ekskresi urin

Gambar 4. Metabolisme parasetamol (Gibson and Skett, 1991)

4. Metode penetapan kadar parasetamol dalam plasma

Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran

kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan biologis. Oleh karena itu

agar nilai- nilai parameter kinetika obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar

harus memenuhi berbagai prasyarat metode analisis yang baik (Donatus, 1989).

Kadar parasetamol dalam darah dapat ditentukan dengan beberapa

metode, yaitu sebagai berikut.

a. Gas Liquid Chromatography (GLC)

Metode ini memiliki sensitivitas dan selektivitas yang tinggi untuk

menetapkan kadar parasetamol dalam darah (Prescott, 1971). Namun

demikian pada metode ini diperlukan plasma sebanyak 2 ml (± 4 ml darah

utuh) pada setiap pengambilan cuplikan. Sehingga jika metode ini diterapkan
44
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pada hewan kecil (misalnya tikus) akan sulit untuk dikerjakan.

b. Metode spektrokolorimetri-diferensial

Metode ini juga dikatakan sebagai metode yang sensitif dan selektif

untuk menetapkan kadar parasetamol darah (Knefil, 1974 cit. Donatus, 1994).

Namun metode ini juga memerlukan darah dalam dalam jumlah yang banyak

(± 5 ml darah utuh), sehingga sulit diterapkan pada hewan kecil (Donatus,

1994).

c. Metode Chafetz et. al. (dengan modifikasi oleh Glynn dan Kendal, 1975)

Metode ini adalah metode pengukuran parasetamol dalam plasma

secara spektrofotometri yang didasarkan pada reaksi diazotasi. Produk hasil

reaksi yang terbentuk dalam larutan basa akan menunjukkan kromofor yang

kuat dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 430 nm

(Chamberlain, 1995). Namun metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat

konsentrasi parasetamol dalam plasma di bawah 50 μg/ml sehingga pada

konsentrasi tersebut biasanya dipakai kromatografi (Widdop, 1986). Selain

itu, dalam pelaksanaannya metode ini juga memerlukan volume darah yang

cukup banyak (± 2 ml darah utuh) untuk setiap pengambilan cuplikan darah,

sehingga sulit diterapkan pada hewan kecil untuk sejumlah waktu

pencuplikan.

d. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

HPLC merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan dalam

analisis farmasi untuk pemisahan, identifikasi, dan determinasi dalam

campuran yang kompleks (Skoog, Holler, and Nieman, 1998). HPLC dapat
45
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

memberikan hasil pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas,

dengan keunggulan zat- zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat

dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya dibuat turunan yang dapat

menguap (Anonim, 1995).

Analisis dalam HPLC meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Tiap

senyawa memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi tertentu seperti

kolom, suhu, laju, dan sebagainya sehingga dapat digunakan sebagai salah

satu dasar uji kualitatif. Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu

senyawa merupakan selang waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat

injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor

(Gritter et al., 1985).

Analisis kuantitatif dalam HPLC diperoleh dari nilai respon puncak,

yaitu mencakup luas puncak dan tinggi puncak. Baik tinggi puncak maupun

luasnya daat dihubungkan dengan konsentrasi analit. Tinggi puncak sangat

dipengaruhi oleh perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu

dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap sebagai

parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Anonim, 1995).

Ditinjau dari sistem peralatannya, maka HPLC termasuk

kromatografi kolom karena dipakai fase diamnya yang diisikan atau

ter”packing” di dalam kolom. Tetapi bila ditinjau dari proses pemisahannya

maka HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi atau partisi.

Tergantung pada butiran- butiran adsorban yang ada dalam kolom., apakah

sebagai fase padat yang murni atau disalut dengan cairan (Mulja dan
46
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Suharman, 1995).

Berdasarkan jenis fase diam dan fase geraknya, maka HPLC

(kolomnya) dibedakan menjadi dua. Bila fase diam lebih polar dari fase

geraknya, maka disebut kromatografi fase normal. Sebaliknya, bila fase gerak

lebih polar dari fase diamnya maka disebut kromatografi fase terbalik (Mulja

dan Suharman, 1995).

Hal- hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan untuk analisis

dengan HPLC meliputi pemilihan pelarut pengembang atau pelarut

pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahkan, pemilihan

kolom yang dipakai berkaitan dengan pelarut pengembang, pemilihan detektor

yang memadai, serta pengetahuan dasar HPLC yang baik serta pengalaman

dan keterampilan yang baik (Mulja dan Suharman, 1995)

Metode HPLC memberikan keuntungan antara lain, dapat dilakukan

pada suhu kamar, detektor dapat divariasi, pelarut pengembang dan kolom

dapat digunakan berulangkali, serta ketepatan dan ketelitiannya yang relatif

tinggi dijajarkan dengan teknik analisis fisiko-kimia (Mulja dan Suharman,

1995).

Dengan berbagai pertimbangan diatas, maka dalam penelitian ini

dilakukan penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma tikus dengan

menggunakan metode HPLC, dengan mengacu pada penelitian yang pernah

dilakukan oleh Howie, et. al. (1997) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001).
47
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

E. Darah

Darah merupakan cairan yang beredar melalui jantung, arteri, kapiler dan

vena, yang berfungsi mengangkut zat makanan, dan oksigen ke sel- sel tubuh, dan

mengeluarkan produk- produk buangan dan karbon dioksida. Darah terdiri dari

bagian cairan dan elemen- elemen (Anonim, 1998).

Sekitar 40 – 45 % dari darah unsur- unsur sel yang terdiri dari eritrosit,

leukosit, dan trombosit (Frisell, 1982). Plasma darah merupakan bagian cair dari

darah. Plasma diperoleh dengan membuat darah tidak beku dan sel darah

disentrifugasi. Apabila darah dibiarkan saja tanpa penambahan antikoagulan maka

sel- sel darah akan mengendap dan terbentuk fase cair yang disebut sebagai

serum. Plasma darah berbeda dengan serum darah terutama pada serum tidak

terdapat faktor pembekuan fibrinogen (Mutschler, 1991).

Plasma manusia mengandung 90 – 92 % air. Air tersebut tidak hanya

berfungsi sebagai pelarut bagi zat organik dan inorganik yang ditransportasikan

oleh darah, melainkan juga berperan penting dalam regulasi panas dan pertukaran

osmotik diantara kompartemen cair tubuh (Frisell, 1982). Selain air, sekitar 7 %

dari plasma terdiri dari protein dan sisanya adalah garam- garam, karbohidrat,

lipid dan asam amino. Sekitar 56 % protein plasma merupakan albumin. Albumin

mempunyai arti yang besar untuk ikatan protein obat yaitu dalam hal distribusi

obat (Mutschler, 1995).

Langkah pertama dalam mempersiapkan plasma atau serum untuk

dianalisis adalah memutus ikatan antara protein dengan obat. Bila dilakukan
48
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pengukuran secara langsung, maka yang terukur hanyalah obat bebas saja, bukan

keseluruhan obat yang ada. Metode yang paling mudah dan paling tua adalah

dengan mengendapkan protein dan memperoleh filtratnya. Protein didenaturasi

dan ikatannya dengan obat dihancurkan sehingga seluruh obat terlepas ke dalam

filtrat. Reagen asam yang banyak digunakan untuk mendenaturasi protein adalah

asam trikloroasetat karena memiliki efisiensi yang baik (Chamberlain, 1995).

F. Landasan Teori

Adanya makanan pada saluran pencernaan dapat mempengaruhi

bioavailabilitas obat dari suatu produk obat oral. Zat- zat makanan yang

mengandung asam amino, asam lemak, serta nutrien yang lain dapat

mempengaruhi pH usus dan kelarutan dari obat. Pengaruh dari makanan tidak

selalu dapat diprediksi dan dapat memberikan konsekuensi yang bermakna secara

klinis (Shargel et al., 2005).

Secara anatomis, setelah ditelan obat akan mencapai lambung dengan

cepat, kemudian lambung mengosongkan isinya ke usus halus. Karena duodenum

mempunyai kapasitas yang terbesar untuk absorpsi obat dari saluran pencernaan,

adanya penundaan pada waktu pengosongan lambung bagi obat untuk mencapai

duodenum akan menurunkan laju dan mungkin jumlah dari obat yang terabsorpsi.

Sehingga akan memperpanjang waktu onset obat tersebut (Shargel et al., 2005).

Pada umumnya, absorpsi suatu obat akan berlangsung lebih cepat bila

lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan bebas dari
49
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

makanan. Pada kondisi non-puasa, penurunan laju absorpsi obat dimungkinkan

terjadi karena faktor- faktor yang meliputi pencampuran dalam saluran penceraan

yang buruk dan terbentuknya kompleks obat dengan makanan. Studi yang telah

dilakukan oleh McGilveray dan Mattok (1972) tentang pengaruh puasa pada

bioavailabilitas suatu tablet parasetamol komersial menunjukkan terjadinya

peningkatan yang signifikan pada laju absorpsi pada subyek puasa, serta nilai luas

area di bawah kurva (AUC) yang meningkat tetapi tidak signifikan.

Melalui pengujian yang mendalam pada tikus, baik in vivo maupun in

vitro, (Bagnal et. al., 1979 cit. Donatus, 1994) ditegaskan bahwa absorpsi

parasetamol dari saluran pencernaan, utamanya pada usus halus, berlangsung

melalui mekanisme transpor pasif. Oleh karena itu dapat dipahami bila

keefektifan absorpsi parasetamol dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung.

G. Hipotesis

Adanya kondisi puasa sebelum pemberian parasetamol secara oral pada

tikus putih jantan akan menyebabkan perubahan pada profil farmakokinetika dari

parasetamol tersebut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika

Parasetamol pada Tikus Putih Jantan ini termasuk jenis penelitian eksperimental

murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitan, yang pertama yaitu

variabel utama, yang terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung, serta

yang kedua yaitu variabel pengacau terkendali. Berikut ini akan diuraikan tentang

masing- masing variabel tersebut.

1. Variabel utama

a Variabel bebas. Pada penelitian ini variabel bebasnya yaitu waktu puasa

selama 6 jam sebelum pemberian parasetamol.

b Variabel tergantung. Pada penelitian ini variabel tergantungnya adalah

profil farmakokinetika parasetamol, yaitu :

1) parameter farmakokinetika primer, meliputi :

a) tetapan laju absorpsi (ka)

b) volume distribusi steady state (Vdss), adalah jumlah obat

terukur dalam tubuh yang digambarkan dalam cairan tubuh

50
51
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pada keadaan steady state/ tunak (ml)

c) bersihan tubuh total (ClT), adalah ukuran volume darah

atau plasma yang dibersihkan dari obat per satuan waktu

(ml/menit)

2) parameter farmakokinetika sekunder, meliputi :

a) waktu untuk mencapai puncak maksimum (tmaks), adalah

waktu yang diperlukan obat untuk mencapai Cpmaks (menit)

b) waktu paruh eliminasi (t½el), adalah waktu berkurangnya

kadar obat dalam darah menjadi setengahnya (menit)

c) mean residence time (MRT), adalah waktu tinggal rata-rata

saat residu obat ada di dalam tubuh (jam)

d) konsentrasi maksimum pada waktu mencapai tmaks (Cpmaks),

adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di

dalam plasma darah (mg/L)

e) α, adalah tetapan laju disposisi cepat (menit-1)

f) β, adalah tetapan laju disposisi lambat (menit-1)

g) k12, adalah tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral

ke kompartemen perifer (menit-1)

h) k21, adalah tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer

ke kompartemen sentral

i) k13, adalah tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral

(menit-1)

3) besaran turunan lain, yaitu :


52
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

luas area dibawah kurva (AUC(0-∞)), adalah jumlah obat yang

terukur dalam tubuh pada waktu 0 sampai tak hingga

(μg.menit/ml).

2. Variabel pengacau terkendali

Variabel ini disebut sebagai variabel pengacau terkendali karena adanya

variabel- variabel ini dapat mengacaukan hasil penelitan yang diperoleh.

Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pengendalian yaitu dengan cara

meminimalkan perbedaan antara subyek uji yang digunakan. Variabel

pengacau terkendali dalam penelitian ini meliputi variabel- variabel berikut.

1) galur spesies subyek uji adalah galur Wistar (Rattus norwegicus)

2) jenis kelamin subyek uji adalah jantan

3) umur subyek uji antara 2-3 bulan

4) berat badan subyek uji antara 240-270 gram

5) status puasa subyek uji terhadap makanan dan minuman

selama 18 jam sebelum diberi perlakuan

Disamping variabel pengacau yang terkendali, terdapat pula variabel

pengacau yang tidak terkendali yaitu keadaan patologis dan psikologis subyek

uji.

C. Bahan Penelitian

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan, galur Wistar

(dewasa sehat), umur 2-3 bulan dengan berat badan antara 240 sampai 270 gram
53
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

yang diperoleh dari laboratorium hewan uji Universitas Sanata Dharma.

Zat- zat kimia yang diperlukan adalah parasetamol kualitas farmasetis

dari PT Anqiu Lu’An Pharmaceutical Co., Ltd.; natrium-karboksi metil selulosa

(carboxy methyl cellulose-sodium/ CMC-Na); asam trikloroasetat, asam asetat, etil

asetat kualitas proanalisis (E.Merck); heparin sodium injection USP (Fahrenheit)

dan akuabidestilata (dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta).

D. Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat- alat yaitu seperangkat alat gelas (Pyrex)

yang lazim digunakan untuk analisis, tabung effendorf, pipet mikro (Socorex)

ukuran 200-1000 μl, sentrifuge (berdiameter 18cm, Hettich EBA 85, Germany),

neraca analitik (Mettler Toledo, kepekaan 0,1 mg dan Scaltec, kepekaan 0,01 mg),

Spektrofotometer UV-Vis (Genesys 6v1.001), penyaring Millex 0,45 µm, organic

solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori 0,5 μm dan diameter

47 mm, inorganic solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori

0,45 μm dan diameter 47 mm, syringe merk Hamilton, degassing ultrasonic merk

Retsch, serta seperangkat HPLC (CBM-101 Shimadzu) yang meliputi pompa

merk Shimadzu model LC-10 AD, detektor UV/Vis merk Shimadzu model SPD-

10 AV, CBM-101 merk Shimadzu, kolom Waters BondapacTM C18 (dengan

panjang 15 dan 30 cm, diameter partikel 5-10 μm) dan seperangkat komputer

merk ACER.
54
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

E. Jalan Penelitian

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh

Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu penetapan

kadar parasetamol utuh menggunakan HPLC. Langkah kerjanya adalah sebagai

berikut.

Sebanyak kurang lebih 0,5 ml darah berheparin dipusingkan dengan

kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Jernihan diambil, ini disebut plasma.

Pipet 0,25 ml plasma, tambahkan 0,25 ml parasetamol baku kadar tertentu,

kemudian tambahkan 0,5 ml larutan TCA 10 %. Pusingkan pada kecepatan

3500 rpm selama 10 menit. Ambil jernihan yang ada, saring dengan

penyaring millex 0,45μm. Hilangkan gelembung gas dengan melakukan

degassing selama 15 menit. Injeksikan pada HPLC sebanyak 20 μl. Lakukan

elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada

panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit.

Langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi validasi

metode analisis, orientasi dosis dan jadwal pengambilan cuplikan, serta analisis

profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan.

1. Validasi metode analisis

Langkah- langkah dalam validasi metode analisis meliputi pembuatan

seri larutan baku; penetapan persamaan kurva baku; penentuan nilai perolehan

kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistematik; serta uji stabilitas


55
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

parasetamol.

a Pembuatan seri larutan baku

Lebih kurang 100,0 mg parasetamol ditimbang dengan seksama,

larutkan dalam akuabidestilata sampai volume 100,0 ml. Pipet 0,15; 0,25;

0,50; 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; 4,0 ml lalu masukkan dalam labu ukur 10 ml,

kemudian encerkan dengan aquabidestilata sampai tanda.

b Penetapan persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma.

Pipet 0,25 ml dari tiap seri larutan baku, masukkan ke dalam 0,25 ml

plasma. Sehingga diperoleh kadar parasetamol 7,5; 12,5; 25; 50; 75; 100;

150; 200 μg/ml. Tambahkan larutan TCA 10 % sebanyak 0,5 ml, pusingkan

selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil jernihan yang ada, saring dengan

penyaring millex 0,45 μm. Hilangkan gelembung gas dengan melakukan

degassing selama 15 menit. Injeksikan pada HPLC sebanyak 20 μl. Lakukan

elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada

panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit. Sebagai faktor

koreksi, dilakukan pula pembuatan blanko kurva baku yaitu plasma darah

tikus tanpa parasetamol, dengan cara kerja yang sama.

c Penetapan perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik.

Dibuat dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan

100 μg/ml, masing- masing dilakukan tiga kali replikasi. Penetapan kadar

parasetamol dilakukan dengan HPLC seperti langkah 1 b yaitu mulai dari

penambahan larutan TCA 10 %. Kadar yang terukur dibandingkan dengan

kadar yang terhitung dan dicari kesalahan acak dan kesalahan sistematik
56
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

untuk masing- masing kadar.

d Stabilitas parasetamol.

Dibuat suspensi parasetamol kadar 100 μg/ml dalam plasma, kemudian

disimpan pada suhu 00 C selama 2 hari. Kadar parasetamol dalam plasma

setiap hari ditentukan dengan HPLC seperti langkah 1 b yaitu mulai dari

penambahan larutan TCA 10 %. Hasil yang diperoleh dinyatakan dengan

prosen degradasi.

2. Tahap orientasi dosis dan jadwal pengambilan cuplikan

Pemilihan takaran dosis parasetamol didasarkan pada batas keamanan

yang masih dapat diterima, sensitivitas metode penetapan kadar dan

kemungkinan terdapat kinetika tergantung dosis (Donatus, 1989).

Pada penelitian ini dosis parasetamol yang digunakan adalah 300

mg/kgBB, yaitu 10 % dari LD50 oral parasetamol pada tikus. Orientasi dosis

dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali.

Penetapan jadwal pengambilan cuplikan yaitu sebanyak 3 -5 kali t1/2 el.

Dipilih sedikitnya 3 titik pada tahap absorpsi, 3 titik pada daerah sekitar

puncak, 3 titik pada tahap distribusi dan 3 titik pada tahap eliminasi.

Kepada sepasang hewan uji diberikan suspensi parasetamol dalam

CMC-Na 1 % dengan dosis 300 mg/kg secara oral. Pada menit ke 5, 10, 20,

30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420 diambil cuplikan darah

melalui vena lateralis ekor tikus untuk ditetapkan kadar parasetamol utuhnya.
57
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Jadwal pengambilan sampel ditetapkan berdasarkan jumlah obat yang diserap

(80 – 90 %) yaitu dihitung dari 3 – 5x t1/2el parasetamol.

3. Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol

Pengaruh perlakuan puasa terhadap profil farmakokinetika

parasetamol ini akan dilakukan pada tahap ini dengan mengikuti rancangan

acak lengkap pola searah. Acak berarti setiap subyek uji dapat menjadi

probandus. Lengkap berarti semua hewan uji memiliki keseragaman kondisi

yang meliputi persamaan jenis kelamin, galur, umur dan berat badan. Pola

searah berarti hanya terdapat satu variabel bebas (dalam penelitian yaitu waktu

puasa selama 6 jam). Langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

a pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Semua hewan uji diadaptasikan dan dipelihara dalam kondisi yang

sama, selama 2 minggu sebelum perlakuan. Sebelum perlakuan, hewan uji

dipuasakan selama 18 jam. Sebanyak 10 ekor tikus putih jantan sebagai

hewan uji dibagi 2 kelompok sama banyak, yaitu kelompok kontrol (I) dan

kelompok perlakuan (II). Perbedaan antara kelompok I dan kelompok II

adalah pada lamanya puasa. Pada kelompok I, hewan uji dipuasakan

selama 18 jam sebelum pemberian parasetamol, sedangkan kelompok II

dipuasakan selama 6 jam dahulu lalu ditambah 18 jam, sebelum pemberian

parasetamol. Semua hewan uji kontrol terlebih dahulu dilakukan sampling

1,0 ml darah sebagai blangko. Setelah itu hewan uji diberi parasetamol
58
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

secara oral dosis 300 mg/kgBB, kemudian dilakukan sampling darah pada

berbagai waktu, yaitu menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240,

300, 360, dan 420 melalui vena lateralis ekor.

b Penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma

Kurang lebih 0,5 ml darah diambil dari vena lateralis ekor tikus

pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420

(pada menit ke- 0 telah diambil blanko) dan dimasukkan ke dalam tabung

effendorf yang telah berisi heparin, selanjutnya dipusingkan selama 10

menit pada 3500 rpm. Ambil plasma yang ada sebanyak 0,25 ml, lalu

encerkan dengan akuabidestilata 0,25 ml dan kemudian tambahkan 0,5 ml

TCA 10 %. Pusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil jernihan

yang ada lalu saring dengan penyaring millex 0,45 μm, masukkan ke

dalam flakon. Injeksikan jernihan sebanyak 20 μl pada HPLC, diikuti elusi

dengan fase gerak campuran air - asam asetat - etil asetat (98:1:1) pada

laju alir 1 ml/menit.

Luas area dari kromatogram yang diperoleh, dimasukkan dalam

persamaan kurva baku parasetamol, sehingga diperoleh nilai kadar

parasetamol utuh dalam darah. Nilai kadar parasetamol ini selanjutnya

digunakan sebagai dasar perhitungan parameter farmakokinetikanya. Data

yang diperoleh berupa kadar zat aktif dalam darah tiap satuan waktu.

Kemudian dilakukan perhitungan parameter- parameter farmakokinetika

dengan perangkat lunak Stripe (Woolard and Johnston, 1983, yang telah

direvisi oleh Jung, 1984).


59
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

F. Cara Analisis Hasil

1. Cara perhitungan parameter farmakokinetika

Nilai- nilai kadar parasetamol dalam plasma yang diperoleh selanjutnya

diolah menjadi parameter farmakokinetika primer, parameter farmakokinetika

sekunder, dan besaran turunan lain dengan program Stripe (Johnston and

Woollard, 1983, yang telah direvisi oleh Jung, 1984).

Tabel V. Parameter farmakokinetika model 2 kompartemen terbuka

Kinetika Parameter Satuan Persamaan

ka menit-1 Diolah dengan program Stripe


Cpmaks µg/ml Diolah dengan program Stripe
Absorpsi tmaks menit Diolah dengan program Stripe
AUC (0-∞) µg.menit/ml-1 Diolah dengan program Stripe
VdSS ml Diolah dengan program Stripe
α menit-1 Diolah dengan program Stripe
Distribusi k12 menit-1 Diolah dengan program Stripe
k21 menit-1 Diolah dengan program Stripe
ClT ml/menit Diolah dengan program Stripe
β menit-1 Diolah dengan program Stripe
Eliminasi t1/2 el menit Diolah dengan program Stripe
k13 menit-1 Diolah dengan program Stripe
MRT menit Diolah dengan program Stripe

2. Analisis statistik

Hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program

Stripe, kemudian dianalisis dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dan

dilanjutkan dengan Paired Sampel T-test menggunakan program SPSS 12.0 pada

taraf kepercayaan 95 %.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan langkah-langkah percobaan sesuai dengan metodologi

penelitian serta diperoleh data- data hasil penelitian, maka dalam bab ini akan

dibahas mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut.

A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus

Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus. Hal yang menjadi

pertimbangan adalah bila digunakan hewan uji mencit maka volume darah yang

diperoleh tidak akan mencukupi karena volume darah mencit yang terlalu sedikit.

Padahal dibutuhkan serangkaian pengambilan cuplikan darah pada rentang waktu

tertentu. Kelinci tidak dipilih sebagai hewan uji pula, karena terdapat perbedaan

fisiologis saluran pencernaan yang besar dengan yang ada pada manusia, yaitu

pola pengosongan lambung yang lambat sehingga akan berpengaruh pada pola

absorpsi obat (Kaplan, 1979 cit. Donatus 1989).

Metode sampling atau pencuplikan yang digunakan adalah metode

invasif. Cuplikan hayati yang dipilih adalah darah dengan alasan yaitu karena

darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai oleh obat. Darah jugalah yang

mengambil obat dari tempat absorpsi, kemudian mendistribusikannya ke jaringan

termasuk tempat aksi, serta menghantarkannya ke tempat eliminasi (Rowland and

Tozer, 1995)

60
61
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Darah tikus diambil dari vena lateralis ekor tikus. Bila darah diambil dari

mata, maka hanya dapat dilakukan satu kali pencuplikan saja. Vena lateralis ekor

tikus lebih jelas terlihat pada tikus yang muda, karena pada tikus yang tua terjadi

penebalan kulit pada ekor sehingga akan susah terlihat. Oleh karena itu digunakan

tikus umur 2 – 3 bulan.

Ekor tikus terlebih dahulu dicukur dengan bersih, kira- kira 3 – 4 cm dari

ujung ekor. Bagian yang akan ditoreh diusap dengan parafin cair dengan maksud

agar tidak terjadi penjendalan darah pada bagian itu. Dalam menampung tetesan

darah, dilakukan dengan hati- hati agar sel sel darah tidak ruptur. Darah dibiarkan

menetes lewat dinding tabung effendorf yang telah diberi antikoagulan.

Plasma darah diperoleh dengan menambahkan heparin sebagai

antikoagulan sehingga protein dalam darah yang telah diperoleh tidak mengendap.

Bila darah membeku, maka obat baik yang terikat maupun yang tidak terikat akan

terjebak dalam gumpalan atau jendalan darah tersebut. Darah yang telah

ditampung tersebut kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm,

kemudian akan diperoleh cairan bening atau supernatan yang disebut plasma.

Intensitas efek farmakologik atau toksik sering dikaitkan dengan kadar

obat pada reseptor yang lazim terletak di dalam sel- sel jaringan (Soehardjono,

1990). Karena sebagian besar sel jaringan dialiri cairan jaringan atau plasma,

pemantauan kadar obat dalam plasma merupakan metode yang tepat untuk

mengikuti jalannya terapi.

Komposisi plasma dalam darah lebih banyak dari serum. Dengan

demikian jumlah parasetamol yang dapat terikat pada plasma lebih banyak dan
62
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

sensitivitas dalam pengukuran menjadi lebih kecil pula (Smith and Stewart,

1981). Plasma juga dapat menembus hampir semua jaringan tubuh termasuk sel-

sel darah. Sehingga dapat mencerminkan kadar obat meskipun tidak benar- benar

100 %.

Parasetamol termasuk asam lemah (pKa 9,5) sehingga mudah terikat

protein plasma, terutama albumin. Albumin termasuk protein globuler yang dapat

larut dalam air. Parasetamol akan berikatan dengan residu asam amino penyusun

albumin, yaitu gugus asam amino asam aspartat (C4H7NO4) (Wagner, 1975) yaitu

melalui ikatan hidrogen.

Bentuk obat yang dapat memberikan efek farmakologis adalah bentuk

obat tak terikat atau bebas. Sehingga perlu dilakukan pemisahan antara protein

dengan obat agar diperoleh bentuk obat bebasnya. Adanya protein dapat

menyebabkan kerusakan pada kolom, selain itu absorbansinya juga akan ikut

terukur. Dilakukan proses denaturasi protein dengan menggunakan asam

trikloroasetat (TCA) yang akan memecah struktur asli dari protein. TCA akan

merusak struktur sekunder, kuartener dan tersier dari protein dengan cara

memutuskan ikatan non kovalen dalam protein sehingga protein kehilangan

aktivitas biologiknya. Proses denaturasi dapat digambarkan seperti yang terlihat

pada gambar 5 (Murray, Granner, Mayes, Rodwell, 1995).

Denaturasi

Aktif (asli) inaktif


(terdenaturasi)

Gambar 5. Gambaran denaturasi protein


63
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Protein yang telah mengalami denaturasi akan menjadi kurang larut dan

kemudian mengendap. Endapan protein ini kemudian disentrifugasi atau

dipusingkan. Setelah dilakukan pemusingan, maka pada bagian atas tabung

sentrifugasi terbentuk jernihan atau supernatan yang mengandung parasetamol

bebas. Jernihan ini diambil dengan hati- hati menggunakan pipet mikro agar

protein yang sudah terendapkan tidak ikut terambil, dan siap untuk digunakan

dalam proses selanjutnya.

B. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu yang diperoleh dari percobaan laboratorium, untuk

membuktikan bahwa memenuhi persyaratan dalam penggunaannya (Harmita,

2004). Oleh sebab itu sebelum dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam

plasma, terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap metode yang akan digunakan

agar dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya.

Kadar parasetamol dalam plasma pada penelitian ini ditetapkan dengan

mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Howie et. al. (1977) yang

telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu metode penetapan kadar parasetamol

utuh menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Analisis HPLC mempunyai maksud dan tujuan yaitu diperolehnya

pemisahan yang baik dalam waktu yang relatif singkat (Mulja dan Suharman,

1995). Parasetamol yang akan ditetapkan kadarnya berasal dari serangkaian data
64
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pada berbagai waktu pencuplikan darah. Darah merupakan cairan biologis yang

paling kompleks. Karena parasetamol berada dalam matriks biologis yang

kompleks dan kadarnya dapat sangat kecil, maka diperlukan suatu metode yang

dapat memberikan hasil analisis yang tepat. Metode HPLC memberikan hasil

analisis yaitu puncak kromatogram yang terpisah untuk masing- masing zat yang

berada dalam analit/ sampel. Sehingga meskipun terdapat senyawa endogen dari

plasma, namun karena diperoleh puncak- puncak kromatogram yang terpisah,

maka analisis terhadap parasetamol saja dapat dilakukan dan memberikan hasil

yang tepat.

Kelebihan lain dari digunakannya metode HPLC adalah dalam hal waktu

pengerjaan dan volume sampel yang dibutuhkan. Dengan banyaknya jumlah

sampel yang harus dianalisis, maka dibutuhkan suatu metode analisis yang dapat

memberikan hasil analisis dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, volume

sampel yang dibutuhkan ketika menginjeksikan sampel adalah sangat sedikit

(dalam skala μl). Hal ini sesuai dengan kondisi yang ada yaitu keterbatasan dalam

volume darah yang dapat diambil dari hewan uji pada masing- masing waktu

pencuplikan.

Mengacu pada kedua penelitian tersebut di atas, maka fase gerak yang

digunakan yaitu campuran akuabidestilata - asam asetat - etil asetat (98: 1: 1), dan

fase diam yaitu C18. Berdasarkan sifat fase gerak dan fase diam yang digunakan

tersebut maka kromatografi ini termasuk ke dalam kromatografi partisi fase

terbalik, yaitu fase gerak bersifat lebih polar daripada fase diam.

Kromatografi partisi didasarkan pada partisi zat terlarut di antara dua


65
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

pelarut yang tidak bercampur, salah satunya diam (fase diam) dan yang lainnya

bergerak (fase gerak) dengan polaritas yang berbeda. Pada kromatografi partisi

fase terbalik, air dapat digunakan sebagai komponen utama fase gerak.

Parasetamol dapat larut dalam air. Sehingga air dapat digunakan sebagai

komponen utama dalam fase gerak. Adanya asam asetat akan memberikan

suasana asam sehingga parasetamol akan tetap berada dalam bentuk molekulnya.

Dibandingkan dengan bentuk molekulnya, parasetamol dalam bentuk ionnya akan

memiliki afinitas pada fase gerak (polar) yang lebih besar daripada dengan fase

diam (non polar). Sehingga akan terelusi lebih cepat dan memberikan waktu

retensi yang lebih singkat. Hal ini akan memberikan hasil pemisahan yang kurang

baik, karena puncak kromatogram yang terbentuk akan tumpang tindih dengan

puncak kromatogram dari senyawa endogen plasma. Oleh sebab itu, diberikan

suasana asam agar parasetamol berada dalam bentuk molekul, sehingga diperoleh

pemisahan kromatogram yang baik.

Parasetamol adalah asam lemah, di dalam air parasetamol akan

mengalami ionisasi sebagian. Ion H+ dari asam asetat akan ditarik oleh atom O-

dari ion parasetamol, sehingga parasetamol yang telah mengalami ionisasi dalam

air tersebut akan kembali ke bentuk utuhnya. Reaksinya dapat dilihat pada gambar

6 berikut.
66
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

H O H + H O NHCOCH3

+ O NHCOCH3
H O H

H3C C O H + O NHCOCH3

H3C C O + H O NHCOCH3

Gambar 6. Ionisasi parasetamol dalam fase gerak

Kombinasi dari komposisi fase gerak bertujuan untuk memperoleh

kepolaran fase gerak yang sesuai dengan kepolaran analit. Dalam penelitian, air

tidak digunakan sebagai fase gerak tunggal karena akan bersifat terlalu polar,

yang akan menyebabkan waktu retensi parasetamol bertambah panjang karena

afinitasnya terhadap fase diam yang besar. Oleh sebab itu ditambahkan asam

asetat dan etil asetat agar diperoleh kepolaran fase gerak yang optimal. Molekul

dengan kepolaran yang mendekati kepolaran air diharapkan akan terelusi terlebih

dahulu sebelum parasetamol. Sehingga diperoleh kromatogram yang terpisah.

Setelah terelusi oleh fase gerak, parasetamol akan dibaca serapannya oleh

detektor UV dalam sistem HPLC yang digunakan. Parasetamol memiliki gugus


67
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

kromofor dalam strukturnya sehingga dapat menyerap radiasi sinar ultraviolet dan

dibaca oleh detektor UV tersebut. Elektron π pada ikatan rangkap gugus kromofor

parasetamol bila dikenai sinar radiasi elektromagnetik akan tereksitasi ke tingkat

yang lebih tinggi yaitu orbital π*. Selain gugus kromofor, pada struktur

parasetamol juga terdapat gugus auksokrom yang terikat langsung pada gugus

kromofor. Gugus auksokrom memiliki pasangan elektron bebas pada orbital n

yang dapat berinteraksi dengan elektron π pada kromofor. Sehingga meskipun

tidak menyerap radiasi, namun terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor

akan mengubah panjang gelombang absorpsi maksimum (menjadi lebih panjang)

dan meningkatkan absorpsi. Gugus kromofor dan auksokrom dari parasetamol

dapat dilihat pada gambar 7.

CH 3

C O

HO NH

Gambar 7. Gugus kromofor dan gugus auksokrom parasetamol


Keterangan :
= gugus auksokrom

= gugus kromofor

Validasi metode yang dilakukan meliputi penetapan persamaan kurva

baku; penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan


68
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

sistematik; serta uji stabilitas parasetamol.

1. Penetapan persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma

Kurva baku hendaknya dapat mewakili kadar in vivo. Kurva baku dibuat

dengan tujuan untuk memperoleh persamaan kurva baku yang selanjutnya

digunakan untuk menetapkan kadar sampel. Dalam penelitian ini dilakukan

pembuatan kurva baku dengan rentang kadar parasetamol dalam plasma antara 7,5

μg/ml sampai 200 μg/ml. Pemilihan seri konsentrasi kurva baku ini dimaksudkan

agar kadar parasetamol yang terdapat dalam sampel baik yang terendah maupun

yang tertinggi dapat masuk dalam rentang seri konsentrasi larutan baku.

Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Howie et. al. (1977) yang

telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) maka dalam pengukuran kadar parasetamol

dalam plasma pada tahap ini dan selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang

250 nm. Hasil pengukuran kurva baku untuk blanko kurva baku dapat dilihat pada

gambar 8 dan untuk kurva baku pada konsentrasi 100 μg/ml pada gambar 9.
69
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Gambar 8. Kromatogram blanko kurva baku

Gambar 9. Kromatogram kurva baku pada konsentrasi 100 μg/ml


70
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Analisis kualitatif dilakukan dengan melihat waktu retensi dari analit.

Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu senyawa merupakan selang

waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat injeksi sampai keluar dari kolom

dan sinyalnya ditangkap oleh detektor (Gritter et. al., 1985).

Pada gambar 8 (blanko) analit atau sampel yang diinjeksikan adalah

plasma tanpa parasetamol. Terbentuk satu puncak pada menit ke 3,336 menit.

Puncak kromatogram yang terbentuk tersebut dimungkinkan adalah berasal dari

senyawa endogen plasma. Analit pada gambar 9 yaitu plasma ditambahkan

dengan parasetamol konsentrasi 100 μg/ml. Dapat dilihat pada gambar tersebut

terbentuk dua puncak kromatogram yaitu pada menit ke 3,323 dan menit ke 4,595.

Adanya kemiripan waktu retensi puncak kromatogram pertama gambar 9 dengan

puncak kromatogram gambar 8, dapat disimpulkan berasal dari senyawa yang

sama yaitu dimungkinkan adalah senyawa endogen plasma. Sedangkan untuk

puncak keduanya, dapat disimpulkan adalah berasal dari parasetamol konsentrasi

100 μg/ml yang ditambahkan tersebut.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat nilai luas area di bawah

kurva (AUC) dari masing- masing senyawa. Blanko digunakan sebagai faktor

koreksi dari seri kurva baku. Waktu retensi (tR) parasetamol yaitu 4,595 menit.

Pada blanko, terlihat bahwa pada menit yang hampir sama (tR 4,579) juga terdapat

serapan yang memberikan nilai AUC sebesar 5154. Sehingga nilai AUC dari

masing- masing konsentrasi kurva baku selanjutnya dikurangi dengan faktor

koreksi tersebut, dan diperoleh nilai AUC terkoreksi. Nilai AUC terkoreksi ini

yang kemudian menjadi dasar perhitungan kuantitatif.


71
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Hasil pengukuran seri kurva baku tersebut dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Data persamaan kurva baku

Kadar terhitung (a) AUC terkoreksi (b)


(μg/ml) Persamaan regresi linier
7,5006 286875 dari (a) dan (b) adalah :
12,5013 340097
A = 117131,5808
25,0025 619447
B = 19560,5531
50,0050 1093044 r = 0,9997
75,0075 1588445
100,0100 2076294 Y = BX + A
150,1500 2990392 Y = 19560,5531 X + 117131,5808
200,0200 4073873

Melalui data hasil pengukuran kurva baku tersebut diperoleh persamaan

kurva baku dengan membuat persamaan garis regresi, yaitu Y = 19560,5531 X +

117131,5808. Hubungan antara kadar dan AUC tersebut bersifat linier, yang

ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) yang mendekati satu serta dapat dilihat

pada gambar 10, kurva yang terbentuk hampir mendekati garis lurus. Nilai r yang

diperoleh dari persamaan lebih besar dari nilai r tabel (df = 6; r= 0,707). Sehingga

persamaan kurva baku ini dapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol

dalam plasma dengan X sebagai nilai kadar dan Y sebagai nilai AUC terkoreksi.

kurva baku
5000
AUC terkoreksi (x1000)

4000

3000

2000

1000

0
0 50 100 150 200 250
kadar

Gambar 10. Persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma


(Y = 19560,5531 X + 117131,5808 ; r = 0,9997)
72
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2. Penetapan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik dan kesalahan


acak

Metode analisis dikatakan memenuhi syarat apabila dapat memberikan

nilai perolehan kembali dalam rentang 80 - 120 %, kesalahan acak dan kesalahan

sistematik kurang dari 10 % (Mulja dan Suharman, 1995). Pada penelitian dibuat

dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan 100 μg/ml (masing-

masing tiga kali replikasi), dengan tujuan untuk mewakili nilai kadar yang kecil

maupun yang besar.

Nilai perolehan kembali (recovery) merupakan tolok ukur akurasi atau

kecermatan. Kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi. Sedangkan

kesalahan acak merupakan tolok ukur presisi atau keseksamaan dan dinyatakan

dengan nilai koefisien variasi (CV). Dalam penelitian dilakukan penetapan nilai

perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik pada hari yang sama

(intraday) dan pada hari yang berbeda (interday) seperti yang terlihat pada tabel

VII dan tabel VIII.

Tabel VII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari
penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- intraday

Kadar terhitung Kadar terukur Perolehan Kesalahan Kesalahan


(μg/ml) (μg/ml) kembali (%) Sistematik (%) acak (%)
24,9950 24,4868 97,97 2,03
25,0000 25,0217 100,09 0,09 1,15
25,0075 24,9293 99,69 0,31
Rata-rata ± SE 24,8126± 0,1651 99,25 ± 0,6504 0,81 ± 0,6146
99,9800 96,6658 96,69 3,32
100,000 97,5950 97,58 2,42 1,48
100,0300 99,5062 99,44 0,56
Rata-rata ± SE 97,9223± 0,8361 97,90 ± 0,8102 2,10 ± 0,8126
73
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel VIII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari
penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- interday

Kadar terhitung Kadar terukur Perolehan Kesalahan Kesalahan


(μg/ml) (μg/ml) kembali (%) Sistematik (%) acak (%)
24,9950 25,1337 100,56 0,56
24,9950 25,1698 100,70 0,70 2,06
25,0075 24,2656 97,03 3,0
Rata-rata ± SE 24,8564± 0,2956 99,43 ± 1,2010 1,42 ± 0,7910
99,9800 100,2464 100,27 0,27
99,9800 97,1070 97,13 2,87 1,63
100,0300 99,2717 99,24 0,76
Rata-rata ± SE 98,8750± 0,9277 98,88 ± 0,9241 1,30 ± 0,7976

Nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik pada

hari yang berbeda (interday) digunakan untuk mengetahui ketangguhan metode

(ruggedness), yang menunjukkan derajat ketertiruan hasil uji yang diproleh dari

sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal.

Dari hasil tersebut diperoleh nilai perolehan kembali pada hari yang sama

adalah 99,25 % - 97,90 %, dan pada hari yang berbeda adalah 99,43 % - 98,88 %,

yang berarti masuk dalam rentang yang diperbolehkan. Nilai kesalahan sistematik

pada hari yang sama adalah 0,81 % dan 2,10 %, dan pada hari yang berbeda

adalah 1,42 % dan 1,30 %, berarti nilai tersebut tidak melebihi nilai yang

diperbolehkan. Nilai kesalahan acak pada hari yang sama adalah 1,15 % dan 1,48

%, dan pada hari yang berbeda adalah 2,06 % dan 1,63 %, berarti nilai tersebut

tidak melebihi nilai yang diperbolehkan.

Dari masing- masing nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik dan

kesalahan acak yang diperoleh tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa metode

penetapan kadar parasetamol dalam plasma yang dilakukan telah memenuhi

persyaratan metode analisis yang baik.


74
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

3. Stabilitas parasetamol

Pada penelitian farmakokinetika, dilakukan pengambilan cuplikan cairan

biologis pada serangkaian waktu tertentu. Pengambilan cuplikan darah dan

penetapan kadarnya biasanya tidak dapat dilakukan secara langsung karena

keterbatasan waktu dan fasilitas. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian

stabilitas untuk mengetahui batas ketahanan zat sampai batas waktu ditentukan

kadarnya.

Parasetamol dalam plasma setelah dipreparasi ditempatkan dalam tabung

sentrifugasi kemudian disimpan dalam almari es suhu 00 C. Hasil uji stabilitas ini

tersaji pada tabel XI.

Tabel IX. Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu 00 C

Hari ke- Kadar parasetamol Peruraian (%)


(μg/ml)
0 104,6019 0
1 101,1462 3,30
2 95,6873 8,52

Dari tabel IX terlihat bahwa peruraian parasetamol setelah disimpan

selama satu hari yaitu sebasar 3,30 % dan setelah hari kedua yaitu sebesar 8,52 %.

Untuk meminimalkan kesalahan dalam pengukuran, maka penetapan kadar

parasetamol dilakukan satu hari setelah dilakukan pengambilan cuplikan darah.

Stabilitas ini perlu diketahui untuk memastikan apakah data yang diperoleh benar-

benar data yang mewakili situasi in vivo.

Langkah- langkah dalam validasi analisis yang telah dilakukan

memberikan hasil bahwa metode yang digunakan telah memenuhi persyaratan

metode analisis yang baik. Namun yang menjadi catatan disini adalah, dalam
75
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

melakukan tahap validasi metode digunakan kolom C18 dengan panjang 15 cm.

Sedangkan untuk tahap- tahap selanjutnya (mulai tahap orientasi dosis) dilakukan

pergantian kolom yaitu kolom C18 panjang 30 cm. Hal ini disebabkan karena pada

saat dilakukan orientasi dosis, kolom 15 cm tersebut tidak dapat memberikan hasil

pemisahan yang baik yang dimungkinkan karena terjadinya penyumbatan kolom

sehingga efisiensi kolom menurun.

C. Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan

1. Orientasi dosis

Pada tahap ini dilakukan orientasi dosis parasetamol yang akan diujikan

pada tikus. Dosis yang diberikan harus dapat menjamin tercapainya efek terapetik

yang diinginkan namun tidak menimbulkan efek toksik. Jadi kadar obat dalam

darah berada di atas kadar efektif minimum (KEM) serta di bawah kadar toksik

minimum (KTM).

Pemilihan dosis didasarkan pada LD50 (toksisitas akut) obat yang diuji.

Berbagai laporan penelitian menyebutkan bahwa dosis toksik parasetamol oral

pada tikus berkisar 2 – 4 g/kgBB (Donatus dkk, 1983 cit. Wijoyo, 2001). Menurut

Mitchell, Jollow, Potter, Gillette, and Brodie (1973), LD50 oral parasetamol pada

tikus adalah ± 3 g/kgBB. Menurut Clarke’s (1969), LD50 oral parasetamol pada

tiikus adalah 3 - 7 g/kgBB. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan dosis

sebesar 10 % dari LD50 oral yaitu sebesar 300 mg/kgBB.

Orientasi dosis dilakukan dengan replikasi sebanyak 3 kali. Seperti


76
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

penelitian farmakokinetika pada umumnya, hewan uji tikus dipuasakan 18 jam

terlebih dahulu tikus sebelum dilakukan pemberian parasetamol. Hal ini

dimaksudkan untuk mengurangi variasi biologis. Dalam periode ini hewan uji

hanya diperbolehkan minum ad libitum.

Hasil dari orientasi dosis dapat dilihat pada gambar 11.

Kurva orientasi dosis

120
kadar parasetamol

100
80
(Cp)

60
40
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

orientasi 1 orientasi 2 orientasi 3

Gambar 11. Kurva orientasi dosis (kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu)

Pada gambar 11 tersebut serta pada tabel X dapat dilihat kadar

parasetamol dalam plasma pada berbagai waktu pencuplikan. Kadar parasetamol

terkecil dalam plasma yang diperoleh dari hasil orientasi adalah 10,4319 μg/ml

dan yang terbesar 87,5688 μg/ml. Karena kadar parasetamol masih masuk dalam

range kurva baku yang ada serta tidak menimbulkan efek toksik maka dapat

disimpulkan bahwa dosis penelitian sebesar 300 mg/kgBB tersebut dapat

digunakan.

2. Orientasi jadwal pengambilan cuplikan

Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah tikus setelah pemberian


77
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

parasetamol secara oral didasarkan pada waktu paruh eliminasi (t½ el) yaitu

sebanyak 3 - 5 x t½ el, karena pada waktu tersebut sekitar 99,2 – 99,9 % obat telah

diekskresi (Donatus, 1989).

Berdasarkan orientasi yang dilakukan, didapatkan t½ el yaitu 120,934

menit. Dengan mempertimbangkan bahwa puasa akan menyebabkan kenaikan

atau penurunan t½ el, maka waktu pengambilan cuplikan ditetapkan selama 420

menit atau sekitar 3,5 x t½ el.

Frekuensi pengambilan cuplikan darah setidaknya mencakup 3 kali pada

tahap absorpsi, 3 kali pada daerah sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan

3 kali pada tahap eliminasi (Ritschel, 1992) dengan tujuan agar dapat

menggambarkan masing- masing fase farmakokinetika. Dalam pemilihan titik

untuk masing- masing fase farmakokinetika perlu diperhatikan nilai AIC

(Akaike’s Information Criterion), nilai SS (sum of square), serta prosentase nilai

AUC(tn-∞) terhadap AUC(0-∞). AIC menunjukkan perbedaan antara model

kompartemen dengan kenyataan, semakin kecil nilai AIC maka semakin kecil

pula kesalahan yang ada. Nilai SS menunjukkan selisih kuadrat antara hasil

kalkulasi dengan hasil eksperimental, semakin besar nilai SS maka perbedaan

model kompartemen eksperimental dengan kenyataan makin besar. Sedangkan

prosentase nilai AUC(tn-∞) yang baik adalah kurang dari 10 % (Mutschler et. al.,

1995).

Pada tabel X dapat dilihat hasil orientasi dosis parasetamol serta waktu

pencuplikannya.
78
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel X. Data kadar parasetamol plasma tikus setelah pemberian


parasetamol oral dosis 300 mg/kgBB (n=3)

Waktu Kadar parasetamol Waktu Kadar parasetamol


(menit) ± SE (μg/ml) (menit) ± SE (μg/ml)
5 51,4462 ± 0.9037 120 66,5235 ± 5,4577
10 58,2213 ± 3,5308 180 44,8812 ± 5,3888
20 69,6010 ± 1,9072 240 29,8032 ± 3,2622
30 75,8373 ± 3,4200 300 20,7524 ± 1,7676
45 87,5688 ± 0,8277 360 15,0932 ± 1,6600
60 84,7366 ± 5,5463 420 10,4319 ± 0,7228
90 77,1045 ± 3,1700

Pencuplikan darah dilakukan pada menit ke- 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90,

120, 180, 240, 300, 360, dan 420, dan diperoleh nilai AIC yaitu 103,73; nilai SS

yaitu 700,63; serta prosentase AUC(tn-∞) terhadap AUC(0-∞) yaitu 9,27 %. Waktu

pencuplikan tersebut selanjutnya digunakan untuk analisis profil farmakokinetika

parasetamol pada kelompok kontrol dan perlakuan.

D. Analisis Profil Farmakokinetika Parasetamol

Salah satu tujuan farmakokinetika adalah menerangkan nasib obat dalam

tubuh secara kuantitatif. Oleh karena itu agar data kuantitatif tersebut dapat

diandalkan, maka data tersebut harus berasal atau diperoleh dari metode analisis

yang dapat dipercaya. Melalui tahap validasi metode analisis yang telah

dilakukan, disimpulkan bahwa HPLC memenuhi persyaratan metode analisis yang

dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol

dalam plasma tikus.

Penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan menggunakan HPLC

yang telah dilakukan memberikan hasil berupa data kromatogram. Gambar 12 dan
79
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

13 adalah contoh kromatogram untuk kelompok kontrol, sedangkan gambar 14

dan 15 untuk contoh kromatogram untuk kelompok perlakuan.

Gambar 12. Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-0

Gambar 13. Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-20


80
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Gambar 14. Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke -0

Gambar 15. Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-20


81
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Hasil kromatogram yang diperoleh menunjukkan pada gambar 12 dan 14,

yaitu pengambilan cuplikan pada menit ke-0, terdapat satu puncak utama yaitu

pada menit ke 3,600 dan 3,565. Adanya kemiripan nilai tR tersebut dengan

menunjukkan bahwa kedua puncak tersebut berasal dari senyawa yang sama.

Seperti pada kurva baku, pada menit ke-0 adalah plasma saja tanpa parasetamol

(blanko). Pada blanko kurva baku, diperoleh tR yaitu antara menit ke 3,323- 3,336

sedangkan pada kelompok kontrol dan perlakuan yaitu menit ke 3,565 dan 3,600.

Dari kemiripan pola kromatogram (antara kromatogram menit ke-0 kelompok

kontrol dan perlakuan dengan blanko kurva baku) maka dapat disimpulkan bahwa

kedua puncak berasal dari senyawa yang sama yang dimungkinkan adalah berasal

dari senyawa endogen plasma.menunjukkan Adanya pergeseran nilai tR tersebut

kemungkinan disebabkan oleh pergantian kolom yang dilakukan.

Gambar 13 dan 15 menunjukkan kromatogram yang terbentuk setelah

pengambilan cuplikan darah pada menit ke-20. Pada kedua kromatogram

terbentuk puncak yang kedua, tR analit untuk kelompok kontrol adalah 5,160 dan

untuk kelompok perlakuan adalah 5,087. Karena kedua analit mempunyai waktu

retensi yang hampir sama, maka dapat disimpulkan keduanya berasal dari

senyawa yang sama. Adanya kemiripan pola kromatogram bila dibandingkan

dengan kromatogram kurva baku konsentrasi 100 μg/ml, maka dapat disimpulkan

bahwa puncak kedua tersebut adalah berasal dari parasetamol.

Nilai kadar parasetamol dalam masing- masing waktu pencuplikan

ditetapkan besarnya dengan menggunakan persamaan kurva baku yang telah

diperoleh pada validasi metode. Setelah diperoleh masing- masing data kadar
82
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

parasetamol tersebut dari berbagai waktu pencuplikan baik pada kelompok

kontrol maupun perlakuan, selanjutnya dilakukan analisis dengan program Stripe

untuk memperoleh parameter- parameter farmakokinetika dari parasetamol

tersebut.

Sebelum dilakukan analisis parameter- parameter farmakokinetika yang

diperoleh, terlebih dahulu ditentukan model kompartemen dan orde kinetika dari

parasetamol dalam plasma sehingga dapat ditentukan rumus-rumus perhitungan

parameter yang sesuai.

1. Penentuan model kompartemen

Model kompartemen perlu untuk ditentukan terlebih dahulu karena

penting untuk perhitungan data hasil penelitian dengan rumus parameter

farmakokinetika yang sesuai.

Model digunakan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan

serangkaian data yang diperoleh melalui percobaan. Dalam konteks

farmakokinetika, model adalah struktur hipotetik yang digunakan untuk menelaah

nasib obat dalam sistem biologis (Ritschel, 1992).

Model kompartemen dapat ditentukan dari kurva plot log kadar

parasetamol dalam plasma dengan waktu pada kertas semilogaritma. Kinetika

parasetamol dalam penelitian ini mengikuti model dua kompartemen terbuka

dengan melihat adanya fase distribusi pada kurva (kurva trifasik) pada kertas

semilog. Dengan demikian maka perubahan jumlah parasetamol yang ada di

kompartemen sentral memenuhi persamaan trieksponensial (persamaan 12).


83
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Dalam persamaan ini, diasumsikan nilai ka lebih besar dari nilai α, dan nilai α

lebih besar dari nilai β (ka>α>β) (Gibaldi and Perrier, 1982).

Cp(t) = L.e- βt + M.e- α.t + N.e-ka.t (12)

Model kompartemen juga dapat ditentukan secara matematis yaitu dari

nilai k12, k21, dan k13 yang diperoleh. Bila nilai k12 + k21 > 20 k13 maka obat

mengikuti model satu kompartemen terbuka, dan demikian pula sebaliknya bila

nilai k12 + k21 < 20 k13 maka obat mengikuti model dua kompartemen terbuka.

Dari hasil perhitungan diperoleh untuk kelompok kontrol, nilai k12 + k21 yaitu

0,0146 dan nilai 20 k13 yaitu 0,148. Untuk kelompok perlakuan nilai k12 + k21

yaitu 0,0163 dan nilai 20 k13 yaitu 0,1160. Karena kedua nilai k12 + k21 tersebut

adalah lebih kecil dari 20 k13 sehingga dapat disimpulkan bahwa obat mengikuti

model dua kompartemen terbuka, yang berarti bahwa laju distribusi obat tersebut

lebih lambat daripada laju eliminasinya.

2. Penentuan orde reaksi

Orde reaksi ditentukan melalui perhitungan analisis regresi antara kadar

parasetamol terhadap waktu (untuk orde nol) serta antara log kadar parasetamol

terhadap waktu (untuk orde satu). Data yang digunakan adalah data rata- rata

kadar parasetamol pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil

perhitungan analisis regresi dapat dilihat pada tabel XI.


84
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XI. Perhitungan analisis regresi dari Cp vs t dan log Cp vs t

Kontrol Perlakuan
Cp vs t log Cp vs t Cp vs t log Cp vs t
r = - 0,861 r = - 0,930 r = - 0,872 r = - 0,988

Dari tabel XI terlihat bahwa harga mutlak koefisien korelasi (r) pada

analisis log Cp vs t lebih mendekati satu, baik pada kelompok kontrol maupun

perlakuan. Nilai r tersebut juga lebih besar dari nilai r tabel (db=12; r=0,532).

Sehingga ditarik kesimpulan bahwa kinetika parasetamol dalam plasma tikus

mengikuti kinetika orde pertama.

3. Analisis profil farmakokinetika

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil farmakokinetika

parasetamol antara kondisi non puasa dan kondisi puasa, serta mengetahui profil

farmakokinetika apa saja yang berubah. Hewan uji dibagi dua kelompok yaitu

kelompok kontrol (non puasa) dan kelompok perlakuan (puasa). Variabel bebas

pada kelompok perlakuan yaitu waktu puasa selama 6 jam sebelum dilakukan

pemberian parasetamol.

Pada tabel XII dapat dilihat rata- rata kadar parasetamol dalam plasma

pada masing- masing waktu pencuplikan (menit ke 0 sampai 420).


85
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XII. Rata- rata kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian
parasetamol oral dosis 300 mg/kgBB pada tikus putih jantan

Menit ke- Kadar parasetamol dalam plasma ± SE *


Kontrol** Perlakuan***
0 0 0
5 47,2648 ± 0,7217 60,0013 ± 1,1647
10 57,4811 ± 2,0438 75,3277 ± 1,0020
20 68,7996 ± 1,2149 86,2760 ± 1,0885
30 76,4572 ± 2,0703 79,5613 ± 0,5382
45 88,1803 ± 0,6441 74,4391 ± 0,7130
60 84,0630 ± 3,0674 69,7055 ± 0,6341
90 76,5877 ± 1,7746 58,0530 ± 0,6667
120 63,5463 ± 3,5105 45,4991 ± 0,7969
180 43,7510 ± 3,0632 32,8934 ± 0,3556
240 29,0445 ± 1,8528 23,5199 ± 0,3168
300 20,1555 ± 1,0471 16,2642 ± 0,2597
360 14,4544 ± 1,0216 11,6653± 0,3657
420 9,8849 ± 0,5213 7,9813 ± 0,4688
* Standard Error (kesalahan baku)
**Kontrol = non puasa *** Perlakuan = puasa

Sedangkan pada tabel XIII dapat dilihat perubahan yang terjadi pada

masing- masing parameter farmakokinetika parasetamol akibat puasa.

Untuk masing- masing kelompok tersebut diperoleh persamaan umum

kadar obat dalam darah (blood level equation). Untuk kelompok kontrol

persamaannya : Cp(t) = 54,0456.e-0,0160.t + 120,2034.e-0,0059.t – 174,249.e-0,0415.t

Dan untuk kelompok perlakuan persamaannya yaitu Cp(t) = 12,8298.e-0,0173.t +

88,6172.e-0,0054.t – 101,447.e-.0,1587.t
86
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XIII. Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih
jantan setelah pemberian parasetamol oral 300 mg/kgBB

Parameter Kontrol** Perlakuan***


Perbedaan % beda
X (SE)**** X (SE)****
ka (menit-1) 0,0415 0,1587 0,000b +282,41b
(0,0036) (0,0092)
tmaks (menit) 52,1400 24,9040 0,000b -52,24b
(1,6660) (0,2980)
Cpmaks (μg/ml)* 88,1500 84,4620 0,141t b -4,18t b
(2,2466) (0,8621)
AUC(0-∞) 19101,52 15919,85 0,016b -16,66b
(μg.menit ml-1) (820,2540) (171,3294)
Vdss (ml)* 717,7826 842,8050 0,036b +17,42b
(25,4970) (17,2455)
α (menit-1) 0,0160 0,0173 0,880t b +8,13t b
(0,0028) (0,0057)
k12 (menit-1) 0,0022 0,0010 0,379t b -54,55t b
(0,0009) (0,0004)
k21(menit-1) 0,0124 0,0153 0,693t b -23,39t b
(0,0016) (0,0054)
ClT (ml/menit)* 3,9824 4,8113 0,012b +20,81b
(0,1672) (0,0671)
β (menit-1) 0,0059 0,0054 0,178t b -9,26tb
(0,0001) (0,0002)
k13 (menit-1) 0,0074 0,0058 0,116t b -21,62t b
(0,0007) (0,0012)
t1/2 el (menit) 117,6304 122,7740 0,186t b +4,37t b
(3,2341) (4,3830)
MRT 180,5120 175,3060 0,089t b -2,88t b
(2,5385) (4,3129)
* per mg yang terabsorpsi
** Kontrol = non-puasa ***Perlakuan = puasa
**** X (SE) = rata- rata ± Standard Error dari 5 tikus
tanda % beda: - = lebih kecil; + = lebih besar
t b = perbedaan tidak bermakna (p>0,05), b = perbedaan bermakna (p<0,05)
87
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

a Kinetika absorpsi

Kinetika absorpsi parasetamol dalam darah dapat diketahui melalui

parameter- parameter farmakokinetika yang meliputi tetapan laju absorpsi (ka),

waktu untuk mencapai puncak maksimum (tmaks), konsentrasi maksimum saat

mencapai tmaks (Cpmaks) serta jumlah obat yang terukur dalam tubuh pada waktu 0

sampai tak hingga (AUC0-∞).

ka

Tetapan laju absorpsi (ka) termasuk parameter farmakokinetika primer,

dimana perubahan nilai parameter ini dipengaruhi secara langsung oleh variabel

fisiologis terkait. ka dipengaruhi oleh aliran darah di tempat absorpsi,

pengosongan lambung, dan gerakan usus.

Pengaruh aliran darah pada tempat absorpsi terhadap ka berkaitan dengan

sifat membran sel sebagai penyaring setengah tembus terhadap zat- zat yang akan

melintasinya. Permeabilitas atau kemampuan tembus suatu senyawa (obat) dalam

melintasi membran bergantung pada kelipofilannya. Untuk obat dengan

kelipofilan tinggi maka akan dengan mudah melintasi membran, sehingga

membran tidak bertindak sebagai sawar (barrier) bagi obat tersebut. Demikian

pula sebaliknya bila kelipofilan obat rendah, maka membran akan cenderung

bertindak sebagai sawar bagi obat tersebut. Parasetamol termasuk obat dengan

kelipofilan yang tinggi, sehingga parasetamol dapat dengan mudah melintasi

membran sel.

Membran sel merupakan sistem biologis yang bersifat dinamis pada


88
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

kondisi yang normal. Kadar obat di bagian dalam membran akan berkurang secara

kontinyu karena selalu dibersihkan oleh aliran darah. Sehingga bila aliran darah

dapat berjalan dengan baik maka gradien kadar ke arah bagian dalam membran

akan selalu ada.

Mekanisme absorpsi dari parasetamol adalah secara difusi pasif. Sehingga

bila terdapat gradien kadar ke arah membran bagian dalam, maka parasetamol

akan dapat terabsorpsi dengan baik. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa dalam

absoprsi parasetamol yang menjadi faktor pembatas laju (rate-limiting step)

bukanlah permeabilitas terhadap membran melainkan aliran darah.

Adanya perfusi aliran darah yang baik pada saluran pencernaan

memungkinkan terjadinya penghantaran zat terabsorpsi secara efisien. Oleh sebab

itu pada kelompok perlakuan dimana tidak ada zat- zat makanan dalam darah,

maka darah akan dapat membawa obat dengan lebih cepat daripada bila dalam

darah juga terdapat zat- zat makanan. Sehingga akan berakibat pada peningkatan

laju absorpsi dari obat yang bersangkutan.

Selain laju aliran darah, pengosongan lambung juga berpengaruh pada

keefektifan laju absorpsi. Bila lambung dalam keadaan yang kosong, akan

memungkinkan terjadinya kontak antara obat dengan lambung yang lebih cepat.

Meskipun luas permukaan lambung jauh lebih kecil daripada luas permukaan usus

halus, namun bila obat dapat mencapai lambung dengan cepat, maka obat juga

akan semakin cepat pula dihantarkan menuju ke usus halus untuk mengalami

proses absorpsi yang jauh lebih luas.

Setelah berada di usus halus, parasetamol selanjutnya akan mengalami


89
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

absorpsi terutama pada bagian atas usus halus atau daerah duodenum. Gerakan

peristaltik usus berperan dalam menentukan laju transit di usus sehingga

menentukan pula waktu tinggal obat di usus halus. Aktivitas peristaltik akan

meningkat setelah makan sebagai hasil dari refleks pencernaan, yang dimulai oleh

distensi lambung dan kemudian terjadi peningkatan motilitas usus. Pada kondisi

puasa, parasetamol akan dapat mengalami absorpsi dengan lebih cepat karena

aktivitas peristaltik usus hanya akan ditujukan pada parasetamol saja.

Melalui hasil penelitian yang diperoleh, terlihat bahwa tetapan laju

absorpsi (ka) kelompok perlakuan mengalami peningkatan yang signifikan

dibanding kelompok kontrol. Rata- rata nilai ka kelompok perlakuan adalah

0,1587, dan rata- rata nilai ka kelompok kontrol adalah 0,0415 (p<0,05). Hal ini

menjadi bukti bahwa terjadinya perubahan nilai ka pada kelompok kontrol

disebabkan oleh variabel- variabel fisiologis yaitu laju aliran darah, pengosongan

lambung serta aktivitas peristaltik usus.

tmaks

Nilai tmaks menunjukkan waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai

konsentrasi maksimum dalam plasma. Jadi nilai tmaks menggambarkan onset dari

suatu obat. tmaks merupakan parameter farmakokinetika sekunder yang nilainya

tergantung pada nilai parameter farmakokinetika primer. Dalam hal ini, nilai tmaks

tergantung pada nilai ka.

Nilai tmaks berbanding terbalik dengan nilai ka. Bila terjadi peningkatan

nilai ka maka akan menyebabkan penurunan nilai tmaks. Demikian pula sebaliknya
90
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

penurunan nilai ka akan menyebabkan perubahan nilai tmaks.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata- rata tmaks

kelompok perlakuan adalah 24,9020 menit, sedangkan nilai rata- rata tmaks

kelompok kontrol 52,1400 menit. Perbedaan kedua nilai tersebut adalah signikan

(p<0,05). Dengan demikian terjadinya penurunan nilai tmaks kelompok perlakuan

sesuai dengan terjadinya peningkatan nilai ka kelompok perlakuan.

Cpmaks

Cpmaks adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di dalam

sirkulasi sistemik. Dengan demikian Cpmaks menggambarkan intensitas obat. Bila

nilai Cpmaks berada di atas nilai KEM dan di bawah nilai KTM maka efek

farmakologi yang diinginkan dapat tercapai. Nilai Cpmaks dapat dihitung dengan

persamaan 14.

fa. D - Kel.tmaks
C maks = .e (14)
Vd

AUC x
fa = x 100 % (15)
AUC i.v

dimana AUCx = AUC pemberian nonsistemik


AUCiv = AUC pemberian intravena

Cpmaks merupakan parameter farmakokinetika sekunder. Dari persamaan

14 dapat kita ketahui bahwa parameter farmakokinetika primer yang

mempengaruhi nilai Cpmaks adalah nilai fraksi obat yang terabsorpsi (fa) dan
91
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

volume distribusi (Vd).

Hasil penelitian yang diperoleh, untuk Cpmaks kelompok kontrol dan

perlakuan berturut- turut adalah sebesar 87,7700 μg/ml dan 83,7320 μg/ml. Dari

data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan Cpmaks. Namun demikian

perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05).

Terjadinya penurunan nilai Cpmaks tersebut dapat diasumsikan terjadi

karena dua hal, pertama karena pengaruh fa dan kedua karena Vd. Besarnya nilai

Cpmaks proporsional dengan nilai fa, maka diasumsikan bahwa pada kelompok

perlakuan fraksi dosis yang terabsorpsi lebih kecil daripada kelompok kontrol.

Untuk mengetahui berapakah tepatnya nilai fa tersebut maka diperlukan data

pembanding yaitu pemberian parasetamol secara intravena (persamaan 15).

Sehingga dalam hal ini, nilai Cpmaks yang diperoleh adalah per mg obat yang

terabsorpsi (μg/ml.mg yang terabsorpsi).

Cpmaks juga ditentukan oleh nilai Vd. Bila terjadi peningkatan nilai Vd

maka nilai Cpmaks akan mengalami penurunan, dan demikian pula sebaliknya.

Parameter Vd bermanfaat untuk memperkirakan jumlah relatif obat yang berada

di dalam kompartemen sentral atau perifer. Semakin besar nilai Vd berarti dapat

diasumsikan bahwa semakin banyak pula obat yang terakumulasi di jaringan

perifer. Dengan kata lain, bila nilai Vd semakin besar, berarti nilai Cpmaks akan

semakin kecil, karena jumlah obat yang berada di kompartemen perifer atau

jaringan lebih banyak daripada di kompartemen sentral.

Nilai Cpmaks tersebut dibandingkan dengan nilai Vdss yang diperoleh.

Vdss kelompok perlakuan adalah lebih besar daripada Vdss kelompok kontrol.
92
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Sehingga dapat dipahami mengapa nilai Cpmaks kelompok perlakuan lebih kecil

daripada kelompok kontrol. Lebih lanjut dapat diasumsikan berarti pada

kelompok perlakuan, jumlah obat yang berada di jaringan adalah lebih besar

daripada kelompok kontrol.

AUC (0-∞)

AUC (0-∞) adalah jumlah obat yang terukur dalam darah pada waktu 0

sampai tak hingga. Nilai AUC(0-∞) dan nilai t1/2el akan menggambarkan durasi

obat. Nilai AUC(0-∞) dapat diperoleh melalui persamaan 16 maupun dari blood

level equation pada persamaan 17.

AUC (0-∞ ) = AUC (0- tn) + AUC (tn -∞ ) (16)

M L N
AUC (0-∞ ) = + + (17)
β α ka

dimana M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated


dengan ordinat
L = intersep slop distribusi α dengan ordinat
N = konsentrasi obat hipotetik saat t = 0
β = slope eliminasi total/ tetapan laju disposisi lambat
α = slope distribusi/ tetapan laju disposisi cepat

Dari hasil penelitian, diperoleh nilai AUC(0-∞) untuk kelompok kontrol

dan perlakuan berturut- turut sebesar 18768,358 μg.menit/ml dan 15909,3760

μg.menit/ml. Secara statistik perbedaan tersebut adalah bermakna (p<0,05).

Sehingga dapat diasumsikan bahwa jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk ke

sirkulasi sistemik pada kelompok kontrol adalah lebih banyak dibandingkan pada
93
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

kelompok perlakuan.

Penurunan nilai parameter tersebut dimungkinkan disebabkan oleh

kondisi psikologis dari hewan uji. Adanya kondisi puasa dapat memicu terjadinya

stres pada hewan uji. Kondisi stres dapat memicu gerakan peristaltik usus menjadi

lebih cepat. Gerakan peristaltik berperan dalam mencampur isi duodenum, lalu

membawa partikel obat menuju ke kontak yang lebih dekat dengan sel mukosal

usus. Oleh sebab itu obat harus mempunyai waktu tinggal yang cukup di usus

untuk terjadinya proses absorpsi yang optimum. Pada kondisi gerakan peristaltik

menjadi lebih cepat, maka waktu tinggal di usus menjadi singkat, sehingga proses

absorpsi menjadi kurang optimum. Dengan demikian dapat terjadi pada

penurunan nilai AUC(0-∞) parasetamol kelompok perlakuan.

b Kinetika distribusi

Kinetika distribusi dari parasetamol dapat dilihat dari parameter volume

distribusi steady state (Vdss). Parameter ini bermanfaat untuk menilai keefektifan

penyebaran obat. Digunakan volume distribusi pada keadaan steady state, karena

Vdss tidak dipengaruhi oleh eliminasi obat (misalnya pada gangguan fungsi

ginjal), sehingga parameter ini benar- benar mencerminkan perubahan volume

distribusi yang terjadi. Keadaan steady state diasumsikan sebagai keadaan dimana

laju obat yang masuk ke dalam kompartemen sentral sama dengan laju obat yang

keluar dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral.

Nilai Vdss dapat diperoleh dari persamaan berikut.


94
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

k12 + k 21
Vd ss = .Vc (18)
k 21

k a .f a .D.(k 21 - k a )
Vc = (19)
- (L + M).(β - k a ).(α - k a )

L + M.(β − α) 2
k12 = (20)
(L + M).(L.β + M.α )

L.β + M.α
k 21 = (21)
L+M

dimana Vc = volume kompartemen sentral atau plasma


k12 = tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer
k21 = tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke sentral
M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-exrapolated
dengan ordinat
L = intersep slope distribusi α dengan ordinat
α = slope distribusi/ tetapan laju disposisi cepat
β = slope eliminasi/ tetapan laju disposisi lambat

Dari persamaan 18, terlihat bahwa nilai Vdss berbanding lurus dengan

nilai Vc. Sedangkan nilai Vc berbanding lurus dengan fraksi obat yang terabsorpsi

(fa). Oleh sebab itu, maka nilai Vdss yang diperoleh tersebut adalah nilai Vdss per

mg yang terabsorpsi (ml/mg terabsorpsi), karena dibutuhkan data berapakah

tepatnya nilai fraksi dosis.

Adanya zat makanan pada saluran pencernaan kelompok kontrol

memungkinkan terjadinya ikatan antara zat makanan dengan molekul obat.

Parasetamol yang terikat oleh zat makanan akan menjadi lebih besar sehingga

sulit untuk menembus membran. Sedangkan pada kelompok perlakuan, molekul

parasetamol yang bersifat lipofil dan bobot molekulnya rendah dapat dengan
95
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

mudah menembus membran jaringan dan tersebar di dalam jaringan. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai Vdss kelompok kontrol yang lebih kecil dari kelompok

perlakuan, Vdss kelompok kontrol 717,9838 ml dan Vdss kelompok perlakuan

841,4534 ml. berarti dapat diasumsikan bahwa pada penyebaran parasetamol di

jaringan pada kelompok kontrol lebih sedikit daripada kelompok perlakuan.

Secara statistik perbedaan kedua nilai tersebut adalah bermakna (p<0,05).

Sedangkan laju distribusi parasetamol ditunjukkan oleh nilai parameter α. Pada

kelompok perlakuan selain jumlah parasetamol yang terdistribusi lebih banyak,

lajunya juga lebih tinggi dari kelompok kontrol (α = 0,0173; p>0,05).

Nilai k12 untuk kelompok kontrol dan perlakuan berturut- turut adalah

0,0022 dan 0,0010. Sedangkan nilai k21 untuk kelompok kontrol dan perlakuan

berturut- turut adalah 0,0124 dan 0,0153. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi

parasetamol dari kompartemen sentral ke perifer pada kelompok kontrol lebih

cepat daripada kelompok perlakuan. Sebaliknya, distribusi parasetamol dari

kompartemen perifer ke kompartemen sentral pada kelompok perlakuan lebih

cepat dari kelompok kontrol. Namun demikian, perbedaan tersebut secara statistik

tidak bermakna (p>0,05).

c Kinetika eliminasi

Kinetika eliminasi dari parasetamol dapat diketahui melalui parameter

bersihan tubuh total (ClT) serta waktu paruh eliminasinya (t½el). ClT adalah

volume darah yang dibersihkan dari obat per satuan waktu, sedangkan t1/2el adalah

waktu berkurangnya kadar obat dalam darah untuk menjadi setengahnya.


96
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Persamaan 22 menunjukkan hubungan antara bersihan tubuh total dengan

dosis pemberian, fraksi obat terabsorpsi dan AUC(0-∞). Sedangkan hubungan

antara bersihan tubuh total dan waktu paruh eliminasi dapat dilihat pada

persamaan 23.

D. f a
ClT = (22)
AUC(0-∞ )

0,693 . Vd
t1/2 = (23)
Cl T

Dari persamaan 22, terlihat bahwa besarnya nilai ClT juga dipengaruhi

oleh fraksi obat terabsorpsi, seperti halnya Cpmaks dan Vdss. Oleh karena itu dalam

hal ini nilai ClT adalah nilainya per mg yang terabsorpsi (ml/menit per mg

terabsorpsi).

Parameter ClT merupakan parameter farmakokinetika primer yang

bermanfaat untuk menilai mekanisme atau pola pengurangan obat (parasetamol)

dalam tubuh. Bersihan tubuh sesungguhnya menggambarkan bersihan darah,

karena nilainya diperoleh dari penetapan kadar obat di dalam darah. Variabel

fisiologis yang berpengaruh terhadap bersihan tubuh adalah laju aliran darah,

sebab darahlah yang membawa molekul obat menuju ke tempat eliminasinya.

Obat dapat dibersihkan dari tubuh melalui dua jalur utama, yaitu lewat

ginjal dan hati. Fraksi obat yang tidak mencapai sirkulasi sitemik dapat

disebabkan oleh terjadinya ikatan dengan protein maupun karena efek lintas

pertama. Fraksi ini yang kemudian disebut sebagai extraction ratio (ER) atau

nisbah penyarian. Obat dengan nilai ER tinggi (>0,7) akan menunjukkan


97
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

ketergantungan pada aliran darah hepar yang lebih tinggi daripada obat dengan

nilai ER rendah (<0,3). Pada obat dengan ER rendah, nilai ClT dibatasi oleh fraksi

obat bebas sehingga obat tersebut secara farmakokinetika sensitif terhadap

perubahan ikatan protein. Demikian pula sebaliknya, obat dengan ER tinggi

kurang atau tidak tergantung pada ikatan protein.

Parasetamol termasuk obat dengan nilai ER sedang (0,3 – 0,7). Pada

kelompok perlakuan, nilai ClT meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat

diasumsikan karena nilai ER parasetamol yang cukup tinggi sehingga bersihan

total parasetamol tergantung pada laju aliran darah. Pada kondisi puasa, dimana

darah diasumsikan hanya mengangkut molekul obat saja, maka laju aliran

darahnya menjadi lebih tinggi. Sehingga proses eliminasi parasetamol pada

kelompok perlakuan menjadi lebih cepat. Meskipun demikian untuk mengetahui

apakah eliminasi tersebut disebabkan oleh proses biotransformasi parasetamol di

hati ataukah ekskresinya, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan

data urin.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai ClT untuk masing- masing kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan berturut- turut adalah 3,9824 ml/menit dan

4,8145 ml/menit. Perbedaan tersebut adalah bermakna secara statistik (p<0,05).

Sedangkan untuk nilai t½el untuk masing- masing kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan berturut- turut adalah 117,6304 menit dan 121,9472 menit.

Meskipun nilai t½el kelompok perlakuan lebih besar, namun secara statistik

perbedaan keduanya adalah tidak bermakna (p>0,05).

Pengurangan hayati dari parasetamol berlangsung dengan relatif lebih


98
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

cepat pada kelompok perlakuan, yang ditunjukkan dengan lebih pendeknya waktu

paruh eliminasi dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

t1/2el merupakan parameter farmakokinetika sekunder yang besarnya

tergantung pada ClT maupun Vd. Nilai t1/2 el berbanding terbalik dengan nilai ClT.

Pada kelompok perlakuan, ClT lebih besar, namun demikian nilai t1/2el lebih

panjang daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat dipahami, karena selain

tergantung pada ClT, nilai t1/2el juga tergantung pada nilai Vd. Oleh karena itu,

meskipun ClT meningkat, namun nilai Vdss kelompok perlakuan juga meningkat,

sehingga t1/2 kelompok perlakuan juga ikut meningkat.

Penelitian ini bukan penelitian yang sempurna. Peneliti menyadari bahwa

masih banyak keterbatasan dan hal- hal yang harus diperbaiki dalam penelitian.

Dalam melakukan tahap validasi metode, seharusnya tetap dilakukan pengukuran

panjang gelombang maksimum yang digunakan sebagai analisis data sekunder.

Selain itu dalam sistem HPLC yang digunakan seharusnya digunakan

instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin

masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan

disini. Dengan menyadari kekurangan- kekurangan tersebut, diharapkan penelitian

ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat untuk dihasilkannya penelitian

yang lebih baik.


99
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Dalam melakukan tahap validasi metode, seharusnya tetap dilakukan pengukuran

panjang gelombang maksimum yang digunakan sebagai analisis data sekunder.

Selain itu dalam sistem HPLC yang digunakan seharusnya digunakan

instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin

masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan

disini. Dengan menyadari kekurangan- kekurangan tersebut, diharapkan penelitian

ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat untuk dihasilkannya penelitian

yang lebih baik.


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa

puasa menyebabkan terjadinya perubahan profil farmakokinetika parasetamol

secara signifikan, yaitu sebagai berikut.

1. Pada kinetika absorpsi terjadi peningkatan tetapan laju absorpsi (ka) dari

parasetamol sebesar 282,41 %, penurunan waktu puncak (tmaks) sebesar

52,24 %, dan penurunan AUC(0-∞) sebesar 16,66 %.

2. Pada kinetika distribusi terjadi peningkatan volume distribusi steady state

(Vdss) sebesar 17,42 %.

3. Pada kinetika eliminasi terjadi peningkatan bersihan tubuh total (ClT) sebesar

20,81 %.

B. Saran

Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat dikemukakan saran sebagai

berikut.

1. Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan variasi waktu puasa.

2. Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan rute pemberian intravena

untuk mengetahui nilai bioavailabilitas relatif (fa) dari parasetamol.

3. Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data urin untuk

mengetahui pola eliminasi (biotransformasi dan ekskresi) dari parasetamol.

99
100
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

American Medical Association (AMA), 1994, Drug Evaluation Annual 1994, 123-
124, Division of Drugs and Toxicology, USA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, 1009-1012, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, 148, diterjemahkan oleh
dr. Poppy Kumala, dkk, Penerbit EGC, Jakarta

Anonim, 2001, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40, Springhouse
Corporation, Springhouse

Anonim, 2003, Food-Drug Interaction, http://geri.com/geriatrics/article/articleDetail.jsp?


id=87937. Diakses tanggal 10 Maret 2007

Anonim, 2004, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparison, Missouri,
USA

Block, J. H., and Beale, J. M., 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic
Medicinal and Pharmaceutical Chemistry, 11th Edition, 112, 115, 762,
Lippincott Williams & Wilkins, USA

Chafetz U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective
Colorimetric Determination of Acetaminophen, J.Pharm. Sci, 60, 463-466

Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluid, 2nd Edition, 38 –
43, CRC Press, Inc., USA

Clarke, E.G.C., 1969, Isolation and Identification of Drug in pharmaceuticals, body


fluids and post-mortem material,, 465, The Pharmaceutical Press, London

Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167,
John Willey & Sons, USA

Donatus, I. A., 1989, Analisis Farmakokinetika, Bagian I, 1-50, Laboratorium


Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi, Universitas Gadjah
Mada,Yogyakarta

Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol : Kajian terhadap


Aspek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, 138-
142, Disertasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
101
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Donatus, I. A., 2005, Antaraksi Farmakokinetika, 12-43, Bagian Farmakologi dan


Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Rasmedia
Grafika, Yogyakarta

Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Co., Inc.,
USA

Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan
oleh Iis Aisyiah, 189-191, UI Press, Jakarta

Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 1,
(7916), 1147

Hanson, G. R., 2000, Analgesic, Antipyretic, and Anti-Inflamatory Drugs, in


Gennaro, A. R., et al, (Eds), Remington : The Science and Practice of
Pharmacy, 20th Edition, 1455, Philadelphia College of Pharmacy and
Science, Philadelphia

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,


review artikel, Majalah Ilmu Kefarmasian, 1 (3), 117-133

Howie, D., Adriaenssens, P.I., and Prescott, L.F., and Pierce, H, 1977, Paracetamol
Metabolism Following Overdosage: application of high performance liquid
chromatography, J. Pharm. Pharmcol., 29, 235-237

Jusko, W. J., and Gibaldi, M., 1972, Effects of Change in Elimination on Various
Parameters of the Two-Compartement Open Model, J. Pharm. Psi.,61 (8),
1270-1273

Katzung, B.G., 2002, Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition, 37; 53, Mc
Graw-Hill Companies Inc., USA

Laurence, D.R., Bennett, P.N., and Brown, M.J., 1997, Clinical Pharmacology, 8th
Edition, 93-95, Churchill Livingstone, Singapore

Makoid, M. C., and Cobby, J., 2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P.
J., and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 1-2,
available from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/

Mayersohn, M., 2002, Principles of Drug Absorption in Banker, G. S., and Rhodes,
C. T., (Eds), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 40 - 52, Revised and
Expanded, Marcel Dekker, Inc., New York

McGilveray, I. J., and Mattock, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption
of Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619
102
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical
Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033,
McGraw-Hill, USA

Mitchell, J. R., Jollow, D. J., Potter, W. Z., Gillette, and J. B., Brodie, B. B., 1973,
Acetaminophen-induced Hepatic Nekrosis. IV. Protective Role of
Glutatione, J. Pharmacol. Exp. Ther., 187(1), 211-217

Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-7, Airlangga University
Press, Surabaya

Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P.A., Rodwell, V.W., 1990, Biokimia Harper
(Harper’s Biochemistry), diterjemahkan oleh dr. Andry Hartono, Edisi 22,
48-54, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Edisi
5, 9, 403, 416, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Anita Setiadi
Ranti, Penerbit ITB, Bandung

Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995,
Drug Action : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-36, 167,
Medpharm Scientific Publisher, Stuttgart

Prescott, L. F., 1971, Gas-Liquid Chromatography Estimation of Paracetamol, J.


Pham. Pharmac, 23, 807-808

Proudfoot, S. G., 1990, Factors Influencing Bioavailability : Factors Influencing


Drug Absorption from Gastrointestinal Tract, in Aulton, M. E., (Eds),
Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 135-170, ELBS with
Churchill Livingstone, UK

Ritschel, W. S., 1992, Handbook of Basic Pharmacokinetics- including clinical


applications, 4th Edition, Drug Intelligence Publications, Inc., Hamilton, Il
62341

Riviere, J. E., 1999, Comparative Pharmacokinetics : Principles, Techniques, and


Applications, 1st Edition, 47-49, Iowa State University Press, USA

Rowland, M., and Tozer, T. N., 1995, Clinical Pharmacokinetics Concepts and
Application, 3rd Edition, Lea & Febiger Book, USA

Setiawati, A., Zulnida, S. B., Suyatna, F. D., 2002 a, Pengantar Farmakologi, dalam
Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi,
(ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
103
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Setiawati, A., 2002 b, Farmakokinetika Klinik, dalam Ganiswara, S. G., Setiabudy,


R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Ed.), Farmakologi dan
Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetic, 5th Edition, 3, 9-16, 371, 413-442, 456-458, McGraw-Hill
Companies, Singapore

Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Analysis, 5th Edition, 329-351, Harcourt Bace College, Philadelphia

Smith, R. V., Stewart, J. T., 1981, A Description of Methods for the Determination of
Drugs in Bioloic Fluids, 27-30, Lea & Febiger, Philadelphia

Soehardjono, D., 1990, Petunjuk Laboratorium : Percobaan Hewan Laboratorium,


124-125, 134, 162, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Wagner, G. J., 1975, Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st Edition, 1-21,


102-106, Drug Intelligence. Inc, Illinois

Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A. C.,
Jackson, J. V., M. B., Widdop, B., Greenfield, E. S., (Eds), Clarke’s
Isolation and Identification of Drug in Pharmaceuticals, Body Fluids and
Post-Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical Press, London

Wilmana, P. F., 2002, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid


dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D.,
Purwantyastuti, Nafrialdi, (Ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan
Perbaikan), 214, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta

Wijoyo, Y., 2001, Antaraksi Sari Wortel (Daucus carota, L.,)- Parasetamol: Kajian
Terhadap Kehepatotoksisitasan dan Kinerja Toksikokinetika Parasetamol
pada Tikus Putih Jantan, 73-76, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta

York, P., 1990, The Design of Dosage Forms, in Aulton, M. E., (Eds),
Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 1-12, ELBS with
Churchill Livingstone, UK
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN
104
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 1. Perhitungan untuk Pembuatan Kurva Baku Parasetamol

Penimbangan parasetamol
Bobot kertas = 28,51303 g
Bobot kertas + parasetamol = 28,61305 g
Bobot kertas + sisa = 28,51304 g
Bobot parasetamol = 0,10001 g

1. Pembuatan larutan induk parasetamol


Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol dalam 100 ml
akuabidestilata sehingga konsentrasi larutan adalah :

0,10001 g 100,01 mg
= = 1,0001 mg/ml = 1000,1 μg/ml
100 ml 100 ml

2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol


Memipet 0,15 ; 0,25 ; 0,5 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; dan 4,0 ml larutan induk
parasetamol, lalu memasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan menambahkan
akuabidestilata sampai tanda, sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi
15, 0015; 25,0025; 15,0015; 50,0050; 100,0100; 150,0150; 200,0200;
300,0300; dan 400,0400 μg/ml.
Contoh perhitungannya :
C1 . V1 = 1000,1 μg/ml . 0,15 ml
C2 . V2 = C2 . 10 ml
C2 = 15,0015 μg/ml

3. Pembuatan seri kadar larutan baku dalam plasma


Mempipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet dan
menambahkannya pada 0,25 ml plasma sehingga diperoleh konsentrasi larutan
menjadi 7,5007; 12,5010; 25,0025; 50,0050; 75,0075; 100,0100; 150,0150;
dan 200,0200
105
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 2. Contoh Data dan Perhitungan untuk Pembuatan Larutan Parasetamol


pada Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik dan
Kesalahan Acak (intraday dan interday)

Penimbangan parasetamol
Bobot kertas = 33,48099 g
Bobot kertas + parasetamol = 33,58099 g
Bobot parasetamol = 33,48101 g
Bobot kertas + sisa = 0,09998 g

1. Pembuatan larutan induk parasetamol


Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol ke dalam akuabidestilata
hingga volume 100, 0 ml, sehingga konsentrasi larutan adalah :

009998 g 99,98 mg
= = 0,9998 mg/ml = 999,8 μg/ml
100 ml 100 ml

2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol


Memipet 0,25 ml dan 1,00 ml larutan induk parasetamol, lalu
memasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan menambahkan akuabidestilata
sampai tanda.

3. Pembuatan seri kadar larutan parasetamol dalam plasma


Memipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet dan
menambahkannya pada 0,25 ml plasma, kemudian dilakukan penetapan kadar
parasetamol dalam plasma seperti dalam cara kerja.

Tabel XIV. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan Nilai
Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan Acak (intraday dan interday)
Volume larutan Kadar larutan Kadar Hasil Pengukuran
induk intermediet larutan
yang diambil yang intermediet Luas Area Kadar
(ml) diharapkan terhitung (AUC) terukur*
(μg/ml) (μg/ml)
0,25 25,0000 24,9950 596106 24,4868
1,0 100,0000 100,9800 2007968 96,6558
*dihitung dengan persamaan kurva baku
106
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Dosis pada Orientasi Dosis

Ld50 oral parasetamol untuk tikus = 3 g/kgBB


Dosis yang digunakan = 10 % x Ld50 oral
= 10 % x 3 g/kgBB
= 300 mg/kgBB

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Volume Pemberian Larutan Parasetamol pada


Hewan Uji

Misal : berat badan tikus (BB) = 250 g


Konsentrasi larutan parasetamol (C) = 20 mg/ml
Dosis penelitian (D) = 300 mg/kgBB

D x BB = CxV
300 mg/ kg x 0, 25 kg = 20 mg/ml x V
V = 3,75 ml.
107
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 5. Sertifikat Analisis Parasetamol


108
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 1

Tabel XV. Data kontrol 1


T (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -107,96 -227,15
5 47,1940 -57,70 -163,86
10 55,6501 -46,26 -140,82
20 68,6421 -27,56 102,50
30 73,1768 -17,64 77,15
45 88,8649 5,57 36,48
60 78,9846 2,59 27,13
90 74,4874 10,22 4,61
120 61,4566 7,40
180 40,1088 1,85
240 27,5310 0,46
300 19,1717
360 13,5350
420 9,6003

N (1) = 8 A (1) = B (1) = r (1) = -0,991


N (2) = 3 A (2) = 119,189 B (2) = -0,023 r (2) = -1,000
N (3) = 3 A (3) = 107,773 B (3) = -0,006 r (3) = -1,000
AIC = 105,80 SS = 812,650
Lag time = 0,30
Absorption half life = -17,013
Half life (2) = 29,940
Elimination half life = 120,261

AUC (0-Tn) = % 16673,57


AUC (0-inf) = % 18339,23
AUC (Tn-inf) is 9,08 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 3322717,50
MRT = 181,18
Dose entered = 77190 ng
Vd(ss) = 762,592
Total Clearance = 4,2090
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 88,76
Tmax = 50,70
109
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 2


Tabel XVI. Data kontrol 2
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -153,72 -183,12
5 49,8474 -99,30 -126,72
10 65,2025 -79,51 -105,07
20 73,2777 -62,95 -85,18
30 82,6347 -45,61 -64,93
45 87,8128 -29,32
60 95,8267 -11,16
90 83,4141 -5,84
120 77,4297 2,97
180 55,6361 3,81
240 36,2359
300 24,2812
360 18,4112
420 11,8717

N (1) = 5 A (1) = B(1) r (1) = -0,970


N (2) = 5 A (2) = 29,401 B (2) = -0,014 r (2) = -0,815
N (3) = 4 A (3) = 153,723 B (3) = -0,006 r (3) = -0,997
AIC = 106,33 SS = 843,466
Lag time = -
Absorption half life = -21,884
Half life (2) = 49,562
Elimination half life = 114,746

AUC (0-Tn) = % 20394,03


AUC (0-inf) = % 22359,32
AUC (Tn-inf) is 8,79 % of AUC (0-inf)
AUMC = 4141511,50
MRT = 185,23
Dose entered = 74910 ng
Vd(ss) = 620,557
Total Clearance = 3, 35028
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 95,81
Tmax = 58,80
110
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 8. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 3


Tabel XVII. Data kontrol 3
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -93,28 -177,57
5 47,0822 43,72 -120,94
10 53,8112 -34,59 -105,31
20 66,8833 -16,89 -76,23
30 71,7103 -7,69 -57,47
45 86,0288 12,78 25,48
60 79,3985 11,82 -17,59
90 73,4120 15,89
120 60,6842 11,72
180 38,8988 3,42
240 25,6427
300 18,8044
360 13,3333
420 9,8237

N (1) = 7 A (1) = B (1) = r (1) = -0,994


N (2) = 3 A (2) = 84,297 B (2) = -0,018 r (2) = -0,989
N (3) = 4 A (3) = 93,277 B (3) = -0,005 r (3) = -1,000
AIC = 99,72 SS = 526,231
Lag time = -
Absorption half life = -18,284
Half life (2) = 39,484
Elimination half life = 129,069

AUC (0-Tn) = % 16309,72


AUC (0-inf) = % 18138,96
AUC (Tn-inf) is 10,08 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 3385168,50
MRT = 186,62
Dose entered = 71610 ng
Vd(ss) = 736,765
Total Clearance = 3,94785
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 82,32
Tmax = 50,40
111
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 4


Tabel XVIII. Data Kontrol 4
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -125,88 -131,46
5 45,3945 -76,67 -82,07
10 57,8937 -60,47 -65,70
20 68,7978 42,49 -47,39
30 79,9029 -24,74 -29,33
45 89,9291 -5,48 -9,64
60 83,3774 -3,62
90 76,3985 4,08
120 58,2829 -1,84
180 43,4446 1,89
240 28,3990
300 19,7654
360 14,2957
420 9,2332

N (1) = 6 A (1) = B (1) = r (1) = -0,989


N (2) = 4 A (2) = 5,583 B (2) = -0,007 r (2) = -0,798
N (3) = 4 A (3) = 125,877 B (3) = -0,006 r (3) = -0,998
AIC = 93,51 SS = 337,720
Lag time = -
Absorption half life = -12,936
Half life (2) = 106,105
Elimination half life = 112,566

AUC (0-Tn) = % 17118,83


AUC (0-inf) = % 18618,29
AUC (Tn-inf) is 8,05 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 3275796,50
MRT = 175,95
Dose entered = 79590
Vd(ss) = 752,135
Total Clearance = 4,27483
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 88,50
Tmax = 50,40
112
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 10. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5
Tabel XIX. Data kontrol 5

t (menit) Cp (μg/ml) residual residual


0 0 -120,37 -152,12
5 46,8060 -69,88 -98,81
10 54,8480 -58,26 -84,62
20 66,3973 -39,90 -61,78
30 74,8711 -25,02 -43,18
45 88,2661 -2,73 -16,46
60 82,7280 -0,17 -10,55
90 75,2264 6,43
120 59,8782 2,79
180 40,6667 1,35
240 27,4137 0,34
300 18,7549
360 12,6969
420 8,8954

N (1) = 7 A (1) = B (1) = r (1) = -0,993


N (2) = 4 A (2) = 31,758 B (2) = -0,019 r (2) = -0,990
N (3) = 3 A (3) = 120,367 B (3) = -0,006 r (3) = -1,000
AIC = 96,91 SS = 430,44
Lag time = -
Absorption half life = -15,822
Half life (2) = 37,209
Elimination half life = 111,510

AUC (0-Tn) = % 16620,73


AUC (0-inf) = % 18051,78
AUC (Tn-inf) is 7,93 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 3133496,50
MRT = 173,58
Dose entered = 74550
Vd(ss) = 716,864
Total Clearance = 4,12979
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 85,36
Tmax = 50,40
113
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 11. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 1
Tabel XX. Data perlakuan 1
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -79,05 -98,76
5 60,3487 -16,63 -35,29
10 75,2751 0,31 -17,35
20 87,7331 16,65
30 79,5841 12,18
45 73,2398 11,00
60 69,3373 11,87
90 58,6904 9,69
120 46,6163 4,84
180 32,4252 2,05
240 23,7568 1,68
300 15,5023
360 12,5069
420 8,1925

N (1) = 8 A (1) = B (1) = r (1) = -0,994


N (2) = 3 A (2) = 19,707 B (2) = -0,011 r (2) = -0,976
N (3) = 3 A (3) = 79,054 B (3) = -0,005 r (3) = -0,983
AIC = 71,62 SS = 70,693
Lag time = -
Absorption half life = -3,986
Half life (2) = 63,433
Elimination half life = 130,420

AUC (0-Tn) = % 14552,82


AUC (0-inf) = % 16094,29
AUC (Tn-inf) is 9,58 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 2889937,20
MRT = 179,56
Dose entered = 75960 ng
Vd(ss) = 847,481
Total Clearance = 4,71969
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 83,94
Tmax = 25,20
114
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 12. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 2
Tabel XXI. Data perlakuan 2
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -82,78 -102,85
5 60,6084 -19,99 -38,36
10 75,4853 -2,99 -19,80
20 82,9839 8,59
30 79,3666 8,84
45 75,1167 10,02
60 70,5807 10,50
90 57,9871 6,80
120 46,4872 2,88
180 32,1757 0,53
240 22,8538
300 16,8382
360 12,0500
420 8,7791

N (1) = 3 A (1) = B (1) = r (1) = -0,994


N (2) = 7 A (2) = 20,071 B (2) = -0,018 r (2) = -0,926
N (3) = 4 A (3) = 82,781 B (3) = -0,005 r (3) = -1,000
AIC = 73,40 SS = 80,269
Lag time = -
Absorption half life = -4,206
Half life (2) = 39,032
Elimination half life = 129,770

AUC (0-Tn) = % 14535,89


AUC (0-inf) = % 16179,50
AUC (Tn-inf) is 10,16 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 2955724,50
MRT = 182,68
Dose entered = 79230 ng
Vd(ss) = 894,589
Total Clearance = 4,89694
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 84,76
Tmax = 25,20
115
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 13. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 3
Tabel XXII. Data perlakuan 3
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -82,35 -95,19
5 57,2971 -22,87 -35,02
10 73,4121 -4,64 -16,12
20 84,7331 10,75
30 77,8520 7,73
45 72,7539 8,05
60 67,5405 7,83
90 56,4394 5,59
120 46,1198 2,82
180 32,6329 1,23
240 23,8608 1,09
300 16,627
360 11,8039
420 8,7429

N (1) = 3 A (1) = B (1) = r (1) = -0,997


N (2) = 8 A (2) = 12,849 B (2) = -0,011 r (2) = -0,975
N (3) = 3 A (3) = 82,346 B (3) = -0,005 r (3) = -0,999
AIC = 61,39 SS = 34,044
Lag time = -
Absorption half life = -3,904
Half life (2) = 61,796
Elimination half life = 129,402

AUC (0-Tn) = % 14394,86


AUC (0-inf) = % 16027,05
AUC (Tn-inf) is 10,18 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 2945471,00
MRT = 183,78
Dose entered = 73740
Vd(ss) = 845,572
Total Clearance = 4,60097
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 81,53
Tmax = 25,20
116
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 14. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 4
Tabel XXIII. Data perlakuan 4
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -99,85 -108,40
5 57,8933 -38,86 -45,90
10 73,5180 -20,25 -26,03
20 86,8136 -1,24 -5,15
30 79,7728 -2,92
45 74,3188 -0,94
60 69,8006 1,32
90 56,9414 0,22
120 42,3505
180 34,1998
240 22,7312
300 15,7945
360 11,6414
420 6,2109

N (1) = 4 A (1) = B (1) = r (1) = 0,998


N (2) = 4 A (2) = 8,558 B (2) = -0,039 r (2) = -0,932
N (3) = 6 A (3) = 99,846 B (3) = -0,006 r (3) = -0,990
AIC = 73,72 SS = 82,178
Lag time = -
Absorption half life = -4,618
Half life (2) = 17,696
Elimination half life = 110,312

AUC (0-Tn) = % 14253,80


AUC (0-inf) = % 15242,24
AUC (Tn-inf) is 6,48 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 2464221,20
MRT = 161,67
Dose entered = 74100 ng
Vd(ss) = 785,960
Total Clearance = 4,86149
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 86,72
Tmax = 25,20
117
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 15. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 5
Tabel XXIV. Data perlakuan 5
t (menit) Cp (μg/ml) residual residual
0 0 -99,06 -102,02
5 63,8592 -32,23 -35,09
10 78,9480 -14,27 -17,02
20 89,1161 1,40 -1,15
30 81,2309 -1,31 -3,68
45 76,7662 1,43
60 71,2686 2,50
90 60,2069 2,91
120 45,9215 -1,82
180 33,0332 -0,11
240 24,3968 1,38
300 16,5591
360 10,3244
420 7,9812

N (1) = 5 A (1) = B (1) = r (1) = -0,860


N (2) = 6 A (2) = 2,964 B (2) = -0,007 r (2) = -0,465
N (3) = 3 A (3) = 99,059 B (3) = -0,006 r (3) = -0,986
AIC = 114,63 SS = 1526,387
Lag time = -
Absorption half life = -5,438
Half life (2) = 93,782
Elimination half life = 113,966

AUC (0-Tn) = % 14743,91


AUC (0-inf) = % 16056,16
AUC (Tn-inf) is 8,17 % of AUC (0-inf)
AUMC = % 2710978,20
MRT = 168,84
Dose entered = 79920
Vd(ss) = 840,423
Total Clearance = 4,97753
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 85,36
Tmax = 23,71
118
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 16. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp vs t)

Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs


waktu (t)

100
kadar parasetamol

80
60 Kontrol1
(Cp)

40 perlakuan 1
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 16. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang pertama.

Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs


waktu (t)

120
kadar parasetamol

100
80 kontrol 2
(Cp)

60
40 perlakuan 2
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 17. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang kedua.

Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs


waktu (t)

100
kadar parasetamol

80
60 kontrol 3
(Cp)

40 perlakuan 3
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 18. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang ketiga.
119
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs


waktu (t)

100
kadar parasetamol

80
60 kontrol 4
(Cp)

40 perlakuan 4
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 19. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang keempat.

Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs


waktu (t)

100
kadar parasetamol

80
60 kontrol 5
(Cp)

40 perlakuan 5
20
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 20. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang kelima.
120
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 17. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)

Kurva hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs


waktu (t)

6
ln kadar (ln Cp)

5
4 kontrol 1
3
2 perlakuan 1
1
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
waktu (t)

Gambar 21. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang pertama.

Kurva hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs


waktu (t)

6
ln kadar (ln Cp)

5
4 kontrol 2
3
2 perlakuan 2
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 22. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang kedua.

Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs


waktu (t)

6
ln kadar (ln Cp)

5
4 kontrol 3
3
2 perlakuan 3
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 23. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang ketiga.
121
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs


waktu (t)

6
ln kadar (ln Cp)

5
4 kontrol 4
3
2 perlakuan 4
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 24. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang keempat.

Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs


waktu (t)

6
ln kadar (ln Cp)

5
4 kontrol 5
3
2 perlakuan 5
1
0
0 100 200 300 400 500
waktu (t)

Gambar 25. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu


pada kontrol dan perlakuan yang kelima.
122
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 18. Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan Perlakuan

1. ks (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0407 0,0317 0,0379 0,0536 0,0415
Perlakuan 0,1739 0,1648 0,1775 0,1274 0,1587

2. tmaks (menit)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 50,70 58,80 50,40 50,40 50,40
Perlakuan 25,20 25,20 25,20 25,20 23,72

3. Cmaks (μg/ml)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 88,76 95,81 82,32 88,50 85,36
Perlakuan 83,94 84,76 81,53 86,72 85,36

4. AUC(0-∞) (μg.menit ml-1)


No. 1 2 3 4 5
Kontrol 18339,23 22359,32 18138,96 18618,29 18051,78
Perlakuan 16094,29 16179,50 16027,05 15242,24 16056,16

5. Vdss (ml)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 762,592 620,557 736,765 752,135 716,864
Perlakuan 847,481 894,589 845,572 785,960 840,423

6. α (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,023 0,014 0,018 0,007 0,019
Perlakuan 0,011 0,018 0,011 0,039 0,007

7. k12 (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0051 0,0007 0,0360 0,000006 0,0017
Perlakuan 0,0006 0,0017 0,0004 0,0022 0,000006

8. k21(menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0141 0,0127 0,0118 0,0069 0,0163
Perlakuan 00098 0,0155 0,0102 0,0360 0,0070
123
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 18 (lanjutan)

9. ClT (ml/menit)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 4,2090 3,3503 3,9479 4,2748 4,1298
Perlakuan 4,7197 4,8969 4,6010 4,8615 4,9775

10. β (menit-1)
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0060 0,0060 0,0050 0,0060 0,0060
Perlakuan 0,0050 0,0050 0,0050 0,0060 0,0060

11. k13 (menit-1)


No. 1 2 3 4 5
Kontrol 0,0098 0,0066 0,0076 0,0060 00070
Perlakuan 0,0056 0,0058 0,0054 0,0064 0,0060

12. t1/2 el (menit)


No. 1 2 3 4 5
Kontrol 120,261 114,746 129,069 112,566 111,510
Perlakuan 130,420 129,770 129,402 110,312 113,966

13. MRT
No. 1 2 3 4 5
Kontrol 181,18 185,23 186,62 175,135 173,58
Perlakuan 179,56 182,68 183,78 161,67 168,84
124
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 19. Contoh Perhitungan AUC dengan Menggunakan Aturan Trapezoid


dan Blood Level Equation

Data yang digunakan sebagai contoh perhitungan adalah data perlakuan I.

Menurut aturan trapezoid, AUC(0-∞) dihitung sebagai berikut.

Cn - 1 + Cn
[AUC]tt
n
n -1
= (tn - tn - 1)
2

(0 + 60,3487 )
AUC(0-5) = (5 − 0) = 150,8718 μg.menit ml -1
2
(75,2751 + 60,3487)
AUC(5-10) = (10 − 5 ) = 339,0595 μg.menit ml-1
2
(87,7331 + 75,2751 )
AUC(20-10) = (20 − 10 ) = 815,0410 μg.menit ml-1
2
(79,5841 + 87,7331)
AUC(30-20) = (30 − 20) = 836,586 μg.menit ml-1
2
(73,2398 + 79,5841)
AUC(45-30) = (45 − 30) = 1146,1793 μg.menit ml-1
2
(69,3373 + 73,2398 )
AUC(60-45) = (60 − 45) = 1069,3283 μg.menit ml-1
2
(58,6904 + 69,3373 )
AUC(90-60) = (90 − 60) = 1920,4155 μg.menit ml-1
2
(46,6163 + 58,6904)
AUC(120-90) = (120 − 90) = 1579,6005 μg.menit ml-1
2
(32,4252 + 46,6163)
AUC(180-120) = (180 − 120) = 2371,2450 μg.menit ml-1
2
(23,7568 + 32,4252)
AUC(240-180) = (240 − 180) = 1685,4600 μg.menit ml-1
2
(15,5023 + 23,7568)
AUC(300-240) = (300 − 240) = 1177,7730 μg.menit ml-1
2
(12,5069 + 15,5023)
AUC(360-300) = (360 − 300) = 840,2760 μg.menit ml-1
2
(8.1925 + 12.5069)
AUC(420-360) = (420 − 360) = 620,9820 μg.menit ml-1
2
8,1925
AUC(420 - inf) = = 1638,5 μg.menit ml-1
0,005
AUC total = 16191,3179 μg.menit ml-1
125
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

AUC(0-∞) juga dapat dihitung menurut Blood Level Equation, yaitu sebagai berikut.

M L (M + L)
AUC(0 - ∞ ) = + +
β α ka
79,054 19,707 (79,054 + 19,707)
AUC(0 - ∞) = + -
0,005 0,011 0,1739
AUC(0 - ∞) = 17034,4271 μg.menit ml-1
126
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 20. Kromatogram Blanko Kurva Baku

Lampiran 21. Kromatogram Kurva Baku Kadar 7,5007 μg/ml


127
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 22. Kromatogram Kurva Baku Kadar 12,5010 μg/ml

Lampiran 23. Kromatogram Kurva Baku Kadar 25,0025 μg/ml


128
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 24. Kromatogram Kurva Baku Kadar 50,0050 μg/ml

Lampiran 25. Kromatogram Kurva Baku Kadar 75,0075 μg/ml


129
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 26. Kromatogram Kurva Baku Kadar 100,0100 μg/ml

Lampiran 27. Kromatogram Kurva Baku Kadar 150,0150 μg/ml


130
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 28. Kromatogram Kurva Baku Kadar 200,0200 μg/ml


131
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 29. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-0


(data kelompok 4)

Lampiran 30. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-5


(data kelompok 4)
132
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 31. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-10


(data kelompok 4)

Lampiran 32. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-20


(data kelompok 4)
133
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 33. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-30


(data kelompok 4)

Lampiran 34. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-45


(data kelompok 4)
134
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 35. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-60


(data kelompok 4)

Lampiran 36. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-90


(data kelompok 4)
135
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 37. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-120


(data kelompok 4)

Lampiran 38. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-180


(data kelompok 4)
136
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 39. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-240


(data kelompok 4)

Lampiran 40. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-300


(data kelompok 4)
137
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 41. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-360


(data kelompok 4)

Lampiran 42. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-420


(data kelompok 4)
138
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 43. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-0


(data kelompok 4)

Lampiran 44. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-5


(data kelompok 4)
139
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 45. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-10


(data kelompok 4)

Lampiran 46. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-20


(data kelompok 4)
140
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 47. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-30


(data kelompok 4)

Lampiran 48. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-45


(data kelompok 4)
141
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 49. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60


(data kelompok 4)

Lampiran 50. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90


(data kelompok 4)
142
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 51. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120


(data kelompok 4)

Lampiran 52. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180


(data kelompok 4)
143
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 53. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240


(data kelompok 4)

Lampiran 54. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300


(data kelompok 4)
144
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran 55. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360


(data kelompok 4)

Lampiran 56. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420


(data kelompok 4)
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI 145

Lampiran 57. Hasil analisis statistik untuk ka

T-Test
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Paired Samples Statistics

Std. Error
kontrol perlakuan
Mean N Std. Deviation Mean
N 5 5 Pair kontrol .041540 5 .0080829 .0036148
Normal Parameters a,b Mean .041540 .158740 1 perlakuan .158740 5 .0204654 .0091524
Std. Deviation .0080829 .0204654
Most Extreme Absolute .190 .216
Paired Samples Correlations
Differences Positive .190 .180
Negative -.132 -.216 N Correlation Sig.
Pair 1 kontrol & perlakuan 5 -.477 .416
Kolmogorov-Smirnov Z .425 .484
Asymp. Sig. (2-tailed) .994 .973
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 kontrol - perlakuan -.1172000 .0253378 .0113314 -.1486611 -.0857389 -10.343 4 .000
146
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Puasa terhadap


Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih
Jantan” ini bernama lengkap Veronika Sulistiawati.
Dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1985 di Yogyakarta,
sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari
pasangan Bapak Agustinus I. dan Ibu Anna.
Pada tahun 1989 menempuh pendidikan di TK
Pangudi Luhur Yogyakarta kemudian dilanjutkan ke
SD Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun 1991.
Tahun 1997 menempuh Pendidikan SLTP ditempuh di SLTP Stella Duce I
Yogyakarta dan lulus pada tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP,
dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di SMUN 3 Padmanaba Yogyakarta
dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 hingga 2007 menempuh pendidikan S1 di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh
pendidikan S1, penulis pernah menjadi asisten pada praktikum Bioanalisis pada
tahun ajaran 2006-2007.

Anda mungkin juga menyukai