Efektivitas penggunaan aspirin adalah berdasarkan kemampuannya
menghambat enzim siklooksigenase (cyclooxygenase/COX), yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin H2,prostaglandin E2,dan tromboksan A2 . Aspirin hanya bekerja pada enzim siklooksigenase, tidak pada enzim lipooksigenase, sehingga tidak menghambat pembentukan lekotrien (Roy, 2007). Tidak seperti AINS lainnya yang menghambat enzim secara kompetitifsehingga bersifat reversibel, aspirin menghambat enzim COX secara ireversibel. Hal ini disebabkan karena aspirin menyebabkan asetilasi residu serin pada gugus karbon terminal dari enzim COX, sehingga untuk memproduksi prostanoid baru memerlukan sintesis enzim COX baru (Vane & Botting, 2003). Hal ini penting karena terkait dengan efek aspirin, dimana durasi efek sangat bergantung pada kecepatan turn over enzim siklooksigenase (Roy, 2007). Mekanisme kerja aspirin terutama adalah penghambatan sintesis prostaglandin E2 dan tromboksan A2 . Akibat penghambatan ini, maka ada tiga aksi utama dari aspirin, yaitu: (1) antiinflamasi, karena penurunan sintesis prostaglandin proinflamasi,(2) analgesik, karena penurunan prostaglandin E2 akan menyebabkan penurunan sensitisasi akhiran saraf nosiseptif terhadap mediator pro inflamasi, dan (3) antipiretik, karena penurunan prostaglandin E2 yang bertanggungjawab terhadap peningkatan set point pengaturan suhu di hipotalamus (Roy, 2007). Aspirin menghambat sintesis platelet melalui asetilasi enzim COX dalam platelet secara ireversibel. Karena platelet tidak mempunyai nukleus, maka selama hidupnya platelet tidak mampu membentuk enzim COX ini. Akibatnya sintesistromboksan A2 (TXA2 ) yang berperan besar dalam agregasi trombosit terhambat. Penggunaan aspirin dosis rendah regular (81 mg/hari) mampu menghambat lebih dari 95% sintesis TXA2 sehingga penggunaan rutin tidak memerlukan monitoring (Harrison et al, 2007). Molekul prostaglandin I 2 (PGI2 ) yang bersifat sebagai anti agregasi trombosit diproduksi oleh endothelium pembuluh darah sistemik. Sel‐sel endotel ini mempunyai nukleus sehingga mampu mensintesis ulang enzim COX. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa aspirin dosis rendah dalam jangka panjang mampu mencegah serangan infark miokard melalui penghambatan terhadap TXA2 namun tidak terlalu berpengaruh terhadap PGI2 (Roy, 2007). Sumber : Roy, V. 2007. Pharmacology Autacoids: Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Antipyretics. Analgesics: Drugs used in Gout. Vane J. R., Botting, R. M. 2003. The mechanism of action of aspirin. Thromb Res 110: 255‐ 58. Harrison, P., Frelinger, A.L., Furman, M.I, and Michelson A.D. 2007. Measuring antiplatelet drug effects in the laboratory, Thromb Res 120: 323–336. Interaksi Obat : Obat 1 Obat 2 Potensial efek Rekomendasi Aspirin Warfarin Meningkatkan Batasi dosis aspirin penarahan dan INR 100mg oer hari dan memantau INR Aspirin Captopril Menurunkan efek Hindari jika bisa, pantau dari Captopril an tekanan darah dapat memperburuk CHF dengan aspirin Aspirin Clopidogrel Bersifat aditif (GI Monitor Hb dan Ht blood loss) Sumber : Tantro, D. S. 2009. Drug Interaction Fact. A Wolters Kluwers, St Loius Missouri. Efek Samping : Efek neurologis dalam berbagai sistem Efek samping aspirin yang sering adalah nausea, vomitus, dan tinnitus (karena salisilismus). Apabila hal ini sudah muncul, maka harus segera dilakukan pengukuran kadar asam salisilat dalam plasma, dan kadar ini harus terus dikontrol. Gejala gastrointestinal karena intoksikasi aspirin akut meliputi muntah, nyeri abdominal dan hematemesis. Nausea dan vomitus karena salisilat ini disebabkan karena stimulasi di area chemoreceptortrigger zone di medulla. Nausea dan vomitus ini biasanya muncul pada konsentrasi salisilat 27 mg/dL (Roberts & Morrow, 2001). Adanya intoksikasi sistemik akut ditandai dengan hiperpnea, takipnea, tinnitus, ketulian, hiperpireksia, diaphoresis, letargi, konfusi, koma, dan kejang (Chyka et al., 2007). Pemberian aspirin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat yang diikuti dengan depresi; selain itu dapat juga timbul konfusi, dizziness, tinnitus, gangguan pendengaran nada tinggi, delirium, psikosis, stupor bahkan koma. Tinnitus dan gangguan pendengaran pada intoksikasi salisilat ini terjadi karena peningkatan tekanan dalam labirin dan pengaruh sel‐sel rambut di cochlea, diduga akibat vasokonstriksi dalam mikrosirkulasi di telinga dalam. Selain tinnitus, efek ototoksik aspirin lainnya adalah kehilangan fungsi pendengaran dan kadang‐kadang disertai dengan disfungsi vestibular. Sebagian besar kasus kehilangan fungsi pendengaran bersifat bilateral, simetris dan reversibel, namun juga dapat menetap (sebagian kecil). Pemulihan parsial terjadi dalam 24‐48 jam setelah konsumsi aspirin dan pendengaran kembali normal dalam waktu 7‐10 hari (American Speech‐ Language‐Hearing Association, 1994). Gangguan keseimbangan asam-basa Sebagian besar pasien yang mengalami intoksikasi asam salisilat berat menunjukkan alkalosis respiratorik atau gabungan alkalosis respiratorik dan asidosis metabolik. Alkalosis respiratorik terutama terjadi pada anak. Kelainan keseimbangan asam basa yang mula‐ mula terjadi pada intoksikasi salisilat adalah alkalosis respiratorik, karena stimulasi langsung salisilat terhadap pusat pernafasan di otak. Alkalosis respiratorik ini dapat timbul sedemikian hebatnya disertai dengan tetani, yang sering ditandai dengan adanya gangguan dalam gambaran elektrokardiogramnya (Wilmana & Gan, 2007) Gangguan eritrosit Secara in vitro, telah terbukti bahwa salisilat mampu menyebabkan oksidasi glutation tereduksi secara besar‐besaran dan mampu membentuk methemoglobin. Hal ini terutama diperankan oleh derivat salisilisat yaitu asam gentisat, sedangkan asam salisilat dan asam salisilurat tidak menunjukkan efek tersebut. Fenomena ini tampak lebih nyata pada pasien dengan defisiensi enzim Glucose 6‐Phosphate Dehydrogenase (G6PD) daripada pasien yang tanpa defisiensi enzim G6PD. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pasien dengan defisiensi enzim G6PD menjadi rentan mengalami hemolisis pada pemberian aspirin (Ziu & Giasuddin, 1993b). Sumber : American Speech_Languange‐Hearing Association [ASHA]. Audiologic Management of Individuals Receiving. Cochleotoxic Drug Therapy.1994.www.asha.org/policy. DOI:10.1044/policy.GL199400003. Chyka P.A., Erdman A.R., Christianson G., Wax P.M., Booze L.L., Manoguerra A.S., et al., 2007, Salicylate poisoning: An evidence‐based consensus guideline for out‐of‐ hospital management. Clin Toxicol 45:95‐131.DOI: 10.1080/15563650600907140. Wilmana P.F., Gunawan S.G., 2007, Analgesik‐antipiretik, Analgesik Anti‐ inflamasi non steroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya, dalam Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth (editor), Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapetik FK UI, Jakarta, pp: 234‐ 237. Ziu M.M.,Giasuddin A.S.M., 1993b, Plasma level of aspirin metabolitesin Libyan patients with rheumatoid arthritis and rheumatic fever, J Islamic Acad Sci 6: 36‐41. Mekanisme aksi Celecoxib Celecoxib merupakan obat penghambat selektif enzim COX-2. Celexocib bekerja selektif menghambat enzim COX2 yang berperan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin, mediator utama proses inflamasi. Jika sintesa prostaglandin dihambat, proses inflamasi akan terhambat sehingga mengurangi nyeri. Obat itu tidak menghambat COX-1, sehingga tidak akan menggangu pembentukan platelet dan tidak menimbulkan gangguan lambung yang biasa terjadi pada penggunaan AINS non selektif. Sumber : Long, J., Lewis, S., Kuklo, T., Zhu, Y., Riew, K. D. 2002. The effect of cox-2 inhibitors on spinal fusion. J Bone Joint Surg Am. 84:1763-8. Interaksi Obat : Obat 1 Obat 2 Kategori Keterangan Interaksi Obat Celecoxib Kenacort Siginifikan Keduanya meningkatkan (triamcilone) toksisitas dengan sinergisme farmakodinamik. Meningkatkan risiko ulkus GI. Celecoxib Antasida Signifikan Aluminium hidroksida (Aluminium menurunkan kadar gabapentin hydroxide) dengan menghambat absorbsi saluran cerna. Diberi jeda 2 jam Celecoxib Ultracet, Signifikan Celecoxib menurunkan efek aldiar tramadol dengan mempengaruhi (tramadol) enzim metabolisme hati CYP2D6 Celecoxib Codein Signifikan Celecoxib menurunkan efek codein dengan mempengaruhi enzim metabolisme hati CYP2D6 Celecoxib Concor Signifikan Celecoxib menurunkan efek (bisoprolol), bisoprolol/telmisartan/candesartan twynsta dengan antagonisme (telmisartan), farmakodinamik. OAINS blopress menurunkan sintesis (candesartan) prostaglandin. Keduanya meningkatkan serum kalium. Celecoxib Valesco Signifikan Keduanya meingkatkan toksisitas, (valsartan) kemungkinan pada fungsi renal memburuk. Keduanya meningkatkan serum kalium. Celecoxib Miniaspi, Siginifikan Keduanya meningkatkan farmasal antikougulasi, keduanya (aspirin) meningkatkan serum kalium. Celecoxib Ginkgo force Signifikan Keduanya meningkatkan (ginkgo antikougulasi biloba), yekapons (asam mfenamat ) Celecoxib Miniaspi, Minor Aspirin akan meningkatkan kadar farmasal atau efek celecoxib dengan (aspirin) kompetisi obat pada clearance ginjal. Sumber : Mulia, I. C. H. 2017. Evaluasi Penggunaan Obat Celecoxib pada Pasien Nyeri Punggung Bawah di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Efek samping Celecoxib : Studi CLASS (Celecoxib Long Term Arthritis Safety Study) oleh Silverstein dkk mendapatkan bahwa insiden komplikasi pada gastrointestinal lebih rendah secara bermakna dan toleransi yang lebih baik pada pemakai celecoxib dosis 2-4 kali dosis maksimal daripada pemakai OAINS tradisional yang tidak memakai aspirin. Sebaliknya pada pasien yang memakai OAINS disertai aspirin dosis rendah insiden komplikasi pada gastrointestinal tidak berbeda secara bermakna dengan celecoxib. Efek samping pada hati berkaitan dengan siklus enterohepatik dan metabolisme obat melalui enzim sitokrom P450. Celecoxib menyebabkan peningkatan transaminase tetapi secara klinik tidak bermakna. efek samping coxib pada sistem vaskular tergantung pada besarnya dosis dan lamanya pemakaian, maka disarankan untuk memberikan dosis terkecil yang masih efektif dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sesuai dengan yang direkomendasikan. Perlu diketahui bahwa dosis maksimum pada masing-masing obat berbeda sesuai dengan indikasinya. Perlu pemantauan secara periodik kemungkinan adanya efek samping. American College of Rhematology merekomendasikan pemantauan darah lengkap, fungsi hati, dan ginjal sebelum diberi coxib. Darah lengkap diperlukan setiap tahun dan serum kreatinin dipantau secara periodik. Kontra indikasi pemakaian celecoxib adalah pada pasien yang alergi sulfonamid. dengan coxib yang lain mempunyai efek samping berbeda pada sistem vaskular, rofecoxib meningkatkan insiden infark miokard, kematian akibat serangan jantung dan iskemik stroke secara bermakna sedangkan pada celecoxib hal ini tidak terjadi. Hal ini diduga karena perbedaan sifat farmakologis antara coxib yang satu dengan yang lain. Pemakaian coxib dan OAINS harus lebih hatihati pada pasien dengan gangguan faal ginjal. Perlu pemantauan secara berkala kemungkinan adanya efek samping akibat pemakaian coxib dan OAINS. Sumber : Guidelines for the management of rheumatoid arthritis: 2002 update. Arthritis Rheum 46:328-46. Silverstein, F. E., Faich, G., Goldstein, J. L., Simon, L. S., Pincus, T., Whelton, A., dkk. 2000. Gastrointestinal toxicity with celecoxib vs nonsteroidal anti- inflammatory drugs for osteoarthritis and rheumatoid arthritis: the CLASS study: A randomized controlled trial. Celecoxib Longterm Arthritis Safety Study. J Am Med Assoc. 284:1247–55.