BONDAN
BONDAN
Disusun Oleh :
1. Yeni Mayasari [ 250635 ]
2. Ulya Firdaus [ 250632 ]
3. Sunarlin [ 250629 ]
4. Tri Maryanto [ 250630 ]
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufiq serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini sampai selesai
dengan tanpa halangan suatu apapun.
Sholawat dan salam kami haturkan kepada beliau Rasulullah SAW yang kita
nantikan syafaat-Nya kelak di akhir zaman.
Dari kami penulis juga tak lupa mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Ucapan terima kasih
juga kami haturkan kepada dosen pengampu Ns. Hery Susanto, S Kep dan Ns. Ifana
Rosyida, S Kep yang telah memberikan bimbingannya selama ini dan selaku
koordinator mata ajar riset keperawatan.
Dan tak lupa kritik dan saran selalu kami harapkan demi kemajuan dan
perkembangan intelektual kami agar lebih baik karena kami menyadari bahwa tulisan
ini banyak kekurangannya.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah rumah sakit memiliki 650 tenaga perawat dari berbagai tingkat
pendidikan. Menurut data tahun 2004, sebaran tingkat pendidikan tenaga
perawat di rumah sakit tersebut, masing-masing : SPK sebanyak 320 orang
(49,2%), D3 sebanyak 289 orang (44,5%), S1 sebanyak 35 orang (5,4%), dan
S2 non keperawatan sebanyak 6 orang (0,9%).
Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan, sehingga
kegiatannya banyak dimanfaatkan untuk proses pendidikan berbagai profesi
kesehatan. Salah satu kegiatan yang tidak lepas dari pendidikan profesi adalah
kegiatan penelitian. Tidak seperti halnya kegiatan ilmiah profesi kesehatan
lainnya, Kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah termasuk penelitian
keperawatan jarang sekali dilakukan, setidaknya kegiatan ilmiah hanya setahun
sekali, itu pun merupakan rentetan acara ulang tahun rumah sakit, misalnya
seminar keperawatan. Bahkan apabila dilakukan riset keperawatan di rumah
sakit tersebut, hasil penelitian tidak didiseminasikan dan dimanfaatkan untuk
pengembangan praktik klinis keperawatan. Kegiatan profesi keperawatan lebih
banyak berkonsentrasi pada rutinitas tugas harian mereka.
Kondisi demikian cukup memprihatinkan. Apabila dilihat dari
persentase tenaga perawat yang memiliki pendidikan tinggi ternyata cukup
banyak (6,3%), tetapi keberadaan mereka tidak begitu berpengaruh dalam
memajukan kegiatan ilmiah dan aplikasi intervensi keperawatan berdasarkan
fakta empiris yang terkini. Aplikasi inovasi ilmu dan teknologi keperawatan
terbaru lebih banyak bersumber dari profesi kedokteran.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk :
1. Memenuhi tugas mata kuliah riset keperawatan.
2. Agar mahasiswa mengetahui lebih lanjut tentang perkembangan penelitian
perawatan yang terbaru.
1
C. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini
menggunakan metode penggunaan alat komunikasi (Internet)
D. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN, meliputi : Latar Belakang, Tujuan, Metode
Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN, meliputi : Pengembangan Evidence-Based
Nursing Practice Di Lingkungan Rumah Sakit, Pendapat Bondan
Palestin, SKM, M,Kep.,Sp.Kom
BAB III : PENUTUP, meliputi : Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Profesi perawat adalah sebuah organisasi dan seorang menejer atau
pemimpin keperawatan merupakan orang yang memimpin organisasi tersebut.
Sebagai pemimpin organisasi mereka dapat leluasa untuk mengkondisikan
lingkungan organisasinya sesuai dengan apa yang diinginkan. Menurut Royle et
al (2000), pemimpin organisasi merupakan faktor pendorong yang sangat
penting dalam pelaksanaan praktik klinik keperawatan prima. Oleh sebab itu,
menejer dan pemimpin keperawatan di tingkat pelayanan primer perlu segera
mendorong pertumbuhan budaya ilmiah di kalangan perawat agar mereka dapat
mempraktikan tindakan keperawatan berdasarkan fakta. Menejer keperawatan
dituntut untuk menghapuskan hambatan struktural yang menghalangi
kemampuan perawat dalam pengkajian, implementasi, dan evaluasi tindakan
keperawatan yang terbaik.
4
Langkah kedua adalah menciptakan lingkungan kerja ilmiah. Untuk
menciptakan lingkungan kerja keperawatan yang ilmiah (research-based
culture), tahapan kegiatan yang perlu dilakukan adalah : (1) peningkatan
pengetahuan; (2) diseminasi informasi; (3) mengintegrasikan hasil riset dengan
fakta atau pengalaman sebelumnya; (4) mengaplikasikan hasil riset dalam
praktik klinik keperawatan; (5) dan mengevaluasi praktik klinik keperawatan
(Health Research Board, 2000 ; World Health Organisation, 1999).
Untuk meningkatkan pengetahuan perawat, menejer menyusun kegiatan
diseminasi secara berkala yang mempresentasikan hasil-hasil penelitian tim
peneliti atau publikasi dari berbagai jurnal keperawatan. Diseminasi adalah
suatu kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar
mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya
memanfaatkan informasi. Faktor utama yang dapat mendukung perkembangan
praktik keperawatan prima adalah praktik keperawatan klinik maupun lapangan
yang didasarkan dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian. Jennet dan
Premkumar (1996), mengingatkan bahwa setiap riset yang telah dilakukan perlu
dipublikasikan dan didiseminasikan. Hasil penelitian akan memperkuat atau
mengesampingkan asumsi-asumsi yang telah ada sebelumnya dengan informasi
yang lebih ilmiah. Manfaat yang paling penting bahwa hasil penelitian tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan dan praktik klinis
keperawatan (Dobbins, Ciliska,& Dicenso, 1998). Budaya melakukan penelitian
dalam dunia keperawatan akan menghapuskan stagnansi perkembangan ilmu
keperawatan serta munculnya berbagai inovasi ilmiah yang akan membantu
mencapai tujuan keperawatan lebih efisien dan efektif.
Langkah ketiga yaitu menyusun kebijakan mengenai kegiatan riset
keperawatan di lingkungan rumah sakit dan pemanfaatan hasil-hasilnya. Komite
riset menyusun kebijakan dari berbagai aspek penelitian, misalnya :
pengembangan strategi riset, penyusunan buku panduan penelitian, dan
mengusulkan pembiayaan penelitian dari rumah sakit atau mengembangkan
kerjasama dengan sponsor penelitian. Selanjutnya komite riset menyusun
mekanisme pemanfaatan hasil riset sampai menjadi Standard Operating
Procedure (SOP). Pemanfaatan riset keperawatan di rumah sakit tergantung dari
organisasi keperawatan, anggota organisasi serta lingkungan kerja di sekitarnya
(Dobbins et al., 1998). Karakteristik organisasi berhubungan dengan kapasitas
dan kemampuan memanfaatkan hasil riset, pengambilan keputusan, dukungan
5
administrasi, dan iklim riset di lingkungan kerja (Dobbins et al., 1998). Namun
menurut Funk et al., (1991), peran faktor organisasi lebih penting dibanding
individu maupun faktor lingkungan. Faktor organisasi terutama untuk
mengkondisikan lingkungan perawat dalam menciptakan budaya ilmiah
(Steelman, 1996). Untuk itu, menejer keperawatan dapat berpedoman pada
model Iowa untuk memanfaatkan hasil riset ke dalam praktik klinik
keperawatan.
Langkah keempat adalah pendidikan berkelanjutan terutama untuk
meningkatkan pengetahuan perawat mengenai metodologi penelitian, statistik,
menejemen informasi, teknik pemanfaatan hasil riset, dan penilaian kritis jurnal
keperawatan. Dengan kemampuan tersebut diharapkan para perawat dapat
melakukan riset sesuai bidang tugasnya.
Solusi kedua adalah menyediakan fasilitas ilmiah misalnya menyediaan
perpustakaan termasuk penyediaan literatur maupun internet. Fasilitas
perpustakaan tersebut merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pemanfaatan hasil-hasil riset keperawatan. Penelitian membuktikan bahwa
rumah sakit yang memiliki fasilitas perpustakaan dan iklim kerja ilmiah,
perawat-perawat mereka memiliki kinerja yang lebih produktif dibandingkan
rumah sakit yang lain (Dobbins et al., 1998; Royle et al., 1997).
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menejer atau pemimpin keperawatan perlu mempengaruhi faktor
organisasi keperawatan yang akan berdampak pada budaya pemanfaatan riset
dalam praktik klinik keperawatan. Praktik yang bersifat evidence-based harus
dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan organisatoris pada semua tingkat
agar langkah-langkah tersebut dapat diadopsi dengan sukses (McGuire, 1990).
Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik,
justifikasi tindakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan. Kesadaran
menejer keperawatan terhadap nilai riset yang potensial akan memberikan
dampak yang menguntungkan bagi organisasi, misalnya kinerja keperawatan
yang meningkat dan out come klien yang optimal (Titler, Kleiber,& Steelman,
1994).
Kemapanan budaya riset keperawatan di beberapa negara mengalami
beberapa tahap perkembangan. Misalnya di Amerika Serikat perkembangan
riset mengalami empat fase, yaitu : (1) fase stimulasi, (2) fase individualistis,
(3) fase penyatuan, dan (4) fase keseimbangan (Ross, Mackenzie & Smith,
2003). Fase stimulasi ditandai dengan bangkitnya kegairahan riset keperawatan.
Perawat secara individual melakukan riset mandiri dengan bimbingan ahli
statistik merupakan cirri dari fase invidualistis, namun riset mandiri tidak
memberikan kontribusi yang nyata bagi riset keperawatan. Dalam fase
penyatuan, beberapa peneliti keperawatan memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu keperawatan dimana beberapa penelitian meneliti
fenomena yang sama, misalnya penelitian tentang nyeri atau stres. Ciri dari fase
ini adalah pengembangan infrastruktur riset keperawatan (network yang
terorganisir). Dan pada fase terakhir, fase keseimbangan, munculnya kolaborasi
beberapa program penelitian ilmiah yang mendukung infrastruktur yang telah
terbangun dengan baik.
B. Saran
Diharapkan bagi para ahli kesehatan untuk meneruskan kembali dalam
mengembangkan riset keperawatan agar dapat menemukan penelitian tentang
dunia keperawatan.
7
DAFTAR KEPUSTAKA
Dobbins, M., Ciliska, D., & DiCenso, A. (1998). Dissemination and use of research
evidence for policy and practice: A framework for developing, implementing
and evaluating strategies. A report prepared for the Dissemination and
Utilization Model Advisory Committee of the Canadian Nurses' Association
and Health Canada.
Funk, S. G., Champagne, M. T., Weise, R. A., & Tornquist, E. (1991). Barriers to
using nursing research findings in practice: The clinician's perspective.
Applied Nursing Research, 4(2), 90-95.Health Research Board (2000) Making
Knowledge Work for Health: towards a strategy for research and innovation
for health. Dublin: Health Research Board.
Heater BS, Becker AM, & Olson RK, Nursing interventions and patient outcomes: A
meta-analysis of studies, Nursing Research, 37(5) 1988, 303-307
Ross F, Mackenzie A, & Smith E, Identifying Research Priorities for Nursing and
Midwifery Service Delivery and Organisation : A study undertaken for the
Nursing and Midwifery Subgroup of the National Co-ordinating Centre for
NHS Service Delivery and Organisation R & D (NCCSDO), London:
NCCSDO, 2003
Royle, J. A., Blythe, J., DiCenso, A., Baumann, A., & Fitzgerald, D. (1997). Do
nurses have the information resources and skills for research utilization?
Canadian Journal of Nursing Administration, 10(3), 9-30.
Royle, J., J. Blythe, D. Ciliska, & D. Ing. (2000). The Organizational Environment
and Evidence-Based Nursing. Canadian Journal of Nursing Leadership,
Jan/Feb 2000; 13 (1)
8
Throstle, J. (1992). Research capacity building in international health: Definitions,
evaluations, and strategies for success. Social Science and Medicine, 35(11),
1321-1324.
Titler, M. G., Kleiber, C., & Steelman, V. (1994). Infusing research into practice to
promote quality care. Nursing Research, 43(5), 307-318.
Titler MG, Kleiber C, Rakel B, Budreau G, Everett LQ, Steelman V, Buckwalter KC,
Tripp-Reimer T, & Goode C. (2001). The Iowa Model of Evidence-Based
Practice to Promote Quality Care, Critical Care Nursing Clinics of North
America, 13(4), 497-509.
World Health Organisation (1999) Health 21-Health for All in the 21st Century. A
Introduction. Copenhagen: World Health Organisation.