Sejumlah permainan tertentu lebih sering dilakukan bersama ayah. Permainan tersebut juga bisa jadi sarana untuk melatih motorik anak. Antara lain:
1. Main Bola
Tujuan : Melatih gerak motorik kasar dan halus.
Cara : Untuk motorik kasarnya, dorong si kecil menendang bola, berlari mengejar bola dan melompat. Untuk motorik halus, ajak anak
menangkap dan melempar bola. Ukuran bola dapat disesuaikan dengan usianya, misalnya, bola kecil untuk anak usia 6 bulan - 5 tahun.
2. Main pesawat-pesawatan
Tujuan : Melatih indra perabaan bayi, kekuatan tubuh bagian atas dan kepercayaan diri.
Cara : Peluk anak di bagian dada dan pinggangnya dalam posisi tengkurap, dengan salah satu tangan Anda. Gunakan tangan yang lain
untuk menyangga tubuhnya. Jaga agar badannya dekat dengan badan Anda. Ayun secara perlahan dengan gerakan maju mundur. Sambil
mengayun, tirukan bunyi pesawat yang sedang mengudara. Dijamin si kecil akan tertawa senang! Bisa dilakukan dengan anak di atas 1
tahun.
3. Main ayun mengayun
Tujuan : Membuat anak gembira, merangsang keseimbangan, dan pendengaran.
Cara : Peganglah bayi di kedua ketiaknya, sehingga tangan bayi bebas bergerak. Ayun-ayun pelan melayang rendah ke kanan ke kiri sambil
bernyanyi-nyanyi. Si kecil pasti tertawa-tawa senang. Nah, sekali waktu anak lebih tinggi sedikit lalu ke bawah, ini dapat mengejutkan anak
sekaligus lebih menggembirakannya. Lakukan hati-hati, jangan terlalu mengejutkan atau terlalu sering memberi kejutan.
Dilakukan dengan anak usia 6 bulan - 2 tahun
4. Main Musik
Tujuan : Melatih motorik halus, pendengaran (mengenal bunyi) dan kemampuan musikal.
Cara : Ambil sebuah alat musik khusus anak, misalnya piano mainan, belira atau drum mainan. Dorong anak untuk memencet tuts piano,
memegang tongkat belira atau tongkat drum. Biarkan ia menemukan 'nada' sendiri. Bila ia mulai bosan, Anda dapat memainkan lagu
sederhana dari alat musik tersebut, misalnya lagu 'Lihat Kebunku', atau 'Pelangi'. Setelah ia tertarik, tunjukan padanya cara memainkan alat
itu dengan benar.
Bisa dilakukan dengan anak 6 bulan - 5 tahun lebih
5. Mainan Stimulasi
Tujuan: Merangsang kepekaan indera, dan melatih anak mengenali perbedaan bentuk, warna, dan bunyi
Permainan ini melibatkan benda-benda mainan. Di antaranya mainan yang bertombol atau tidak tapi bisa mengeluarkan bunyi. Mainan
warna-warni, atau berlobang-lobang untuk tempat keluar masuk benda, atau mainan berbagai bentuk.
6. Main tanpa Alat
Main tanpa alat seperti bermain pendekar-pendekaran, bergulat, lomba lari, bisa dilakukan dengan balita. Permainan ini juga meningkatkan
koordinasi motorik, keseimbangan, dan fungsi otak.
* Membaca bersama
Ayah biasanya suka membaca koran. Libatkan anak saat membaca. Jelaskan gambar-gamabar di koran, baca headline atau berita-berita yang bisa di
mengerti anak, dsb., akan merangsang daya pikir anak untuk lebih kritis.
2. Temani istri Anda saat ia mengikuti kelas senam hamil atau pelatihan di klinik laktasi. Hal ini membuat Anda lebih memahami mengapa
ikatan emosional antara ibu dan bayi sangat kuat. Ini akan meringankan perasaan Anda saat istri Anda tiba-tiba menomerduakan Anda.
3. Bila Istri Anda menyusui ASI, jadilah partner yang baik . Caranya, tawarkan bantuan untuk menyendawakan bayi saat ia selesai menyusu.
Bahkan bila ia terbangun pada malam hari, temani dia. Ini membuat ikatan batin antara Anda dan si kecil semakin kuat.
4. Dekatkan diri dengan si kecil sesering mungkin.Tidak ada kursus untuk menjadi Ibu atau Ayah yang baik. Untuk mengasuh si kecil dengan
baik yang dibutuhkan adalah insting dan menghadapinya kenyataan. Untuk itu, jangan takut bila Anda tidak tahu cara mengendong bayi
atau menemani si kecil bermain. Dengan sering melakukannya Anda pasti bisa.
(Studi Kasus terhadap Siswa Sekolah dasar Di Kotamadya Bandung yang telah
Diidentifikasi Tim Ahli yayasan PUSPPA Suryakanti dalam rangka Menyusun
Model Alternatif Bimbingannya)
Sunardi
Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail: titin@upi.edu
ABSTRAK
Diduga kuat bahwa pemahaman guru sekolah dasar terhadap karakteristik anak
berkesulitan belajar kelompok learning disability (LD) masih sangat rendah.
Akibatnya, mereka belum mendapatkan layanan bimbingan yang tepat sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhannya. Pada hal prevalensinya cukup tinggi dan
banyak di antara mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata.
Salah satu kelompok kecil anak yang termasuk dalam kualifikasi learning
problems atau learning difficulties adalah kelompok learning disabilities (LD),
Specific Learning Diificulties (SLD) atau DMO. Kelompok anak ini bukan tidak
mampu belajar tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya "tidak
siap belajar" (Indria Laksmi Gumayanti, 1997).
LD dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari yang terbelakang mental, rata-rata,
sampai yang berinteligensi tinggi. Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh
kaliber dunia seperti Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Leonardo da Vinci,
Winston Churcill, dan Nelson Rockefeller, awalnya juga dikenal sebagai
penyandang LD (Osmon, 1979; Mulyono Abdurrahman, 1994). Secara teoretis
prevalensi penyandang LD berkisar antara 3-10 persen dari populasi anak usia
sekolah (Schwartz, 1984; Hallahan, 1985).
PUSPPA Surya Kanti adalah salah satu lembaga sosial yang secara intensif
menangani anak LD usia sekolah dasar melalui pendekatan multidisipliner. Data
di yayasan maupun di klinik psikologi dan bimbingan belajar yang ditangani tim
ahli yayasan menunjukkan bahwa di antara klien yang telah diidentifikasi
sebagai anak LD, banyak yang memiliki IQ di atas rata-rata bahkan jauh di atas
rata-rata, dan saat ini masih berusia sekolah dasar.
B. METODE PENELITIAN
C. TEMUAN PENELITIAN
Ditinjau dari aspek neurologis ada kecenderungan bahwa kesulitan belajar yang
dialami oleh kasus dilatarbelakangi oleh aspek motorik, baik kasar maupun
halus. Hal ini terbukti bahwa seluruh kasus mengalami problem dalam vestibulo
proprioseption. Vestibulo propioseption berkaitan dengan aspek motorik kasar,
terutama kemampuan keseimbangan badan atau vertikalisasi tubuh, sehingga
memiliki batas toleransi minimal menjaga tubuhnya untuk tetap seimbang atau
vertikal. Gejala yang sering ditampakkan pada penderita ini, tidak mampu
berjalan pada garis lurus, tidak mampu berjalan pada papan keseimbangan, tidak
mampu meloncat secara simetris, sering menabrak benda di depan atau
sampingnya, tidak bisa diam, tidak mampu bertahan lama untuk duduk tegak
atau berdiri, dan dalam melakukan aktivitas tertentu merasa lebih nyaman bila
badan bertumpu pada suatu benda.
Dari data psikologis di atas juga terbukti bahwa kesulitan belajar yang dialami
kasus juga bermuara pada adanya masalah atau gangguan dalam proses
psikologis dasar, yaitu persepsi visual motor dan kurangnya konsentrasi.
Gangguan dalam persepsi visual motor atau koordinasi mata tangan, dapat
mengandung tiga makna sekaligus.
Dari tiga kasus yang ditampilkan, sekalipun mereka memiliki latar belakang
kondisi neurologis dan psikologis yang hampir mirip, tetapi kemampuan
membacanya relatif bervariasi. Tergantung pada jenis dan kompleksitas
gangguan yang dihadapi kasus. Secara umum dapat ditafsirkan bahwa
kegagalan-kegagalan yang cenderung dialami adalah kekurangmampuan dalam
keterampilan pengenalan kata, analaisis kata, dan pemahaman isi bacaan.
Kekurang mampuan dalam pengenalan kata ditunjukkan dengan kegagalan
dalam diskriminiasi huruf atau kata, dan konfigurasi. Dalam analisis kata
ditunjukkan dengan kekurangcermatan dan kekurangtelitian dalam membaca,
seperti ditunjukkan dengan kecenderungan menebak kata, meloncat,
penggantian, penambahan, atau pengurangan huruf atau kata, serta pemahaman
tanda baca. Kegagalan-kegagalan dalam membaca ini merupakan dampak dari
adanya gangguan persepsi dan konsentrasi yang dialami kasus. Sedangkan
dilihat dari sikapnya, ada kecenderungan ujung jari tangan mengikuti arah kata
yang dibaca, kurang mampu memusatkan perhatian, tidak bisa diam, dan badan
bertumpu pada benda tertentu.
Sedangkan kasus yang tidak memiliki problem dalam persepsi visual motor (LN)
tidak mengalami kesulitan dalam diskriminasi huruf maupun kata, penambahan,
pengurangan, atau penggantian huruf/kata. Sedangkan kegagalan kasus RS
dalam membaca seperti menebak, meloncat, mengulang, atau dalam pemahaman
bacaan kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan dalam konsentrasinya.
Dengan demikian gangguan-gangguan dalam proses psikologis dasar seperti
gangguan persepsi dan konsentrasi secara langsung dapat berdampak pada
kegagalan-kegagalan dalam membaca. Sedangkan gangguan motorik secara
langsung dapat berdampak pada sikap membacanya, dan secara tidak langsung
pada kemampuan dalam konsentrasi, yang pada akhirnya menimbulkan
kegagalan dalam membaca, karena perhatian terhadap apa yang dibaca menjadi
tidak selektif.
Perlu ditegaskan bahwa tidak semua anak LD mengalami kesulitan dalam
membaca, tergantung pada faktor yang melatarbelakanginya. Ada
kecenderungan pada anak yang berlatarbelakang gangguan motorik, tidak
mengalami kesulitan dalam membaca, namun berpengaruh terhadap sikapnya
dalam membaca.
Berdasarkan analisis data silang di atas, gejala yang ditampilkan oleh anak LD
dalam menulis dapat bervariasi, tergantung pada faktor yang
melatarbelakanginya. Kesulitan menulis yang dilatarbelakangi oleh aspek
motorik secara langsung berpengaruh terhadap keterampilan dalam analisis
bentuk tulisan dan keterbacaan. Sedangkan yang dilatarbelakangi gangguan
motorik dan persepsi, kesulitan juga dijumpai dalam keterampilan analisis
struktural.
Penilitian ini tampaknya tidak dapat digunakan untuk menganalisis secara tajam
dan obyektif karakteristik mereka dalam berhitung. Dikarenakan dari ketiga
kasus yang diambil tidak secara khusus mengalami kesulitan dalam hal tersebut.
Hal ini berkaitan dengan kesulitan peneliti untuk memperoleh kasus yang khusus
mengalami kesulitan dalam berhitung.
Dari ketiga kasus yang ditampilkan dapat pula ditafsirkan bahwa disamping
memiliki keunggulan-keunggulan tertentu sebagai pengaruh dari keunggulan
intelektualnya, namun secara umum juga dihadapkan pada berbagai masalah
antara lain: (1) kurang mampu menyesuaikan diri; (2) hiperaktif, ditunjukkan
dengan perilakunya yang tidak bisa diam, sulit diatur, dan kurang pengendalian
diri; (3) kehidupan emosinya labil, ditunjukkan dengan kehidupan perasaannya
yang cenderung sensitif, mudah tersinggung, emosional, dan mudah frustrasi; (4)
Kurang matang dalam mengambil keputusan yang ditunjukkan dengan sikapnya
yang ingin menang sendiri, terburu-buru, kurang perhitungan, dan tidak sabaran,
(5) kurang mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang relatif lama,
(6) sikap bertahan, ditunjukkan dengan kecenderungan untuk menolak dengan
berbagai alasan, dan (7) suka menghayalkan sesuatu. Munculnya masalah-
masalah diduga kuat merupakan manifestasi dari adanya kesenjangan yang
cukup lebar antara potensi yang dimiliki dengan kemampuan nyatanya yang
terbatas akibat adanya gangguan dalam proses psikologis dasar dan motorik.
D. PEMBAHASAN
Ditemukan bahwa terdapat satu atau lebih gangguan proses psikologis dasar dan
motorik yang melatarbelakangi kesulitan belajar pada anak LD. Gangguan dalam
proses psikologis dasar terutama gangguan persepsi dan konsentrasi, sedangkan
gangguan dalam motorik adalah gangguan keseimbangan dan motorik halus, di
samping gangguan persepsi tubuh dan lateralisasi. Gangguan-ganguan tersebut
secara nyata dapat muncul sendiri-sendiri, bersamaan, atau sebagai rangkaian
sebab akibat.
2. Karakteristik akademik
Di sisi lain, secara khusus keunggulan intelektual yang dimiliki anak ternyata
juga memunculkan ciri-ciri tersendiri, yaitu dapat membaca dengan cepat.
Kecepatan dalam membaca inilah yang diduga kuat sebagai karakteristik khusus
pada mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata.
Dalam hal menulis, kesulitan yang dihadapi cukup bervariasi tergantung pada
faktor yang melatarbelakanginya. Gejala menulis yang dilatarbelakangi oleh
aspek motorik halus cenderung gagal dalam diskriminasi huruf dan aspek
keterbacaan. Sedangkan yang disertai dengan gangguan persepsi, juga
mengalami kegagalan dalam analisis struktural. Gejala-gejala umum yang sering
ditemukan adalah pengulangan, penggantian, penambahan, dan pengurangan
huruf atau kata, tulisan jelek sulit dibaca.
Di samping itu mereka mampu menulis dengan cepat, kecuali disertai dengan
tremor pada otot jari. Namun, dilakukan dengan tarikan yang asal, tak terkendali,
terburu-buru, kurang konsentrasi, bahkan penolakan.
Satu hal diduga kuat cukup membedakan antara mereka yang memiliki
keunggulan intelektual dan tidak, adalah kenyataan bahwa mereka dapat
melakukan aktivitas menulis dengan cepat, walaupun kurang cermat dan teliti.
Ditemukan bahwa secara sosial anak LD yang memiliki inteligensi di atas rata-
rata memiliki karakteristik yang cukup bervariasi. Tergantung dari berbagai
faktor yang mengitarinya, terutama lingkungan keluarga. Namun, terdapat
kecenderungan bahwa mereka kurang kooperatif, pendiam, dan menarik diri dari
lingkungan.
E. KESIMPULAN
F. REKOMENDASI
Sementara itu Kavanagh dan Truss (1988) menegaskan bahwa penanganan anak
LD di sekolah hanya akan efektif bila dibarengi dengan penangan khusus di
klinik-klinik. Khusus bagi mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata,
perlu dirumuskan suatu program khusus sesuai dengan potensinya. Sebab, dalam
membantu mengatasi masalahnya tidak cukup dengan pendekatan yang
digunakan untuk mereka yang memiliki inteligensi rata-rata atau di bawah rata-
rata. Sedangkan Dunn dan Dunn (Milgram, 1991) mengaskan perlunya
penyesuaian antara teknik konseling yang digunakan dengan gaya belajar anak,
serta perlunya keterlibatan secara intensif dari orang tua dalam keseluruhan
program bimbingan.
DAFTAR PUSTAKA
Kirk, S.A. dan Gallagher, J.J. (1986). Educating Exdeptional Children. Boston:
Houston Mifflinn Company.
Lawson, J.S. dan Inglis, J. (1985). "Learning Disabilities and Intelligence Test
Result: A Based Model on Prinncipal Component Analysis of The WISC-R".
British Journal of Psychology. London: The British Psychology Society.
McLoughlin, J.A. dann Lewis, R.B. (1986). Assesing Special Students. Ohio:
Merril Publishing Company
Myers, P.I. dan Hammil, D.D. (1976). Methods for Learning Disorder. Canada:
Johnn Willey and Sons, Inc.
Somanntri, T. Sutjihati. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Dirjen Dikti
PTA.
Kembali
Butuh keseimbangan
Gerakan tubuh, menurut Nuki, ternyata merupakan perantara yang aktif untuk
mengembangkan kemampuan persepsi motorik. ''Masa bayi anak bermain dengan
menggerak-gerakkan anggota tubuhnya,'' tuturnya. Pada tahun-tahun pertama dalam
kehidupan, seorang anak melakukan gerak motorik kasar. Tambah usia, anak akan mulai
memainkan alat permainan atau objek yang dapat digunakannya untuk bermain. ''Pada saat
usia prasekolah, anak membutuhkan keleluasaan untuk bermain dan bergerak,'' imbuhnya.
Dengan menguasai kegiatan motorik, pada diri anak akan timbul rasa senang dan percaya
diri karena dapat berprestasi.
Bila seorang anak memiliki keterampilan berolahraga, tutur Nuki, maka pada diri si buah hati
akan muncul rasa senang. Lewat olahraga pula, anak akan belajar bersaing. ''Berolahraga
juga bisa meningkatkan harga diri dan keterampilan sosial,'' katanya. Tentu saja, anak pun
bisa merasa bugar. Bahkan, sebuah penelitian ilmiah menyebutkan kebiasaan berolahraga
yang dilakukan seorang anak ternyata mampu meningkatkan kinerja akademis. Bahkan,
olahraga pun ternyata bisa mengurangi tingkah laku negatif. ''Olahraga bisa mengurangi
tingkah laku yang merusak,'' imbuhnya. Intinya, kata Nuki, seorang anak perlu diberi
keseimbangan.Keseimbangan itu berupa stimulasi yang dapat mengembangkan ke
seluruhan kecerdasannya. ''Olahraga/aktivitas merupakan salah satu stimulasi,'' paparnya.
Melalui olahraga anak bisa belajar. Sebab, olahraga dapat memengaruhi aspek kognitif dan
emosi-sosial si buah hati. Hal senada diungkapkan dr Indrarti S SpKO. Menurut dia, secara
naluri anak-anak cenderung selalu aktif bergerak. Mereka bergerak didasari oleh rasa ingin
tahu terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Aktivitas motorik pada anak akan
tumbuh seiring proses tumbuh kembang yang harus mereka lalui.
Menurut dokter spesialis kedokteran olahraga ini, kemampuan motorik akan berkembang
menjadi suatu keterampilan motorik tertentu. Hal itu, imbuh dia, akan tergantung sejauh mana
mereka mendapat pengalaman-pengalaman gerak dari lingkungan sekitarnya. ''Peran orang
tua, guru, teman dan orang-orang terdekat serta sarana prasarana akan sangat
mempengaruhi hal itu.'' Tubuh yang selalu aktif bergerak, kata Indrarti, ternyata tak hanya
bisa memberi pengaruh positif pada kondisi fisik, namun juga akan berpengaruh pada kondisi
psikologis, intelektual, dan sosialnya. Anak-anak pun bakal mempelajari segala macam yang
ada di dunia melalui aktivitas motoriknya sesuai dengan tahapan perkembangan
psikomotornya. ''Anak-anak yang mendapat lingkungan yang kondusif akan menjadikannya
sebagai anak-anak yang aktif, bugar, kreatif dan terampil,'' paparnya.