Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

Stroke Non Hemoragik

Oleh:
Triska Dianti Wahyuningrum, S. Ked
1830912320037

Pembimbing:
dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Maret, 2019
DAFTAR ISI

1. HALAMAN JUDUL ...................................................................................1

2. DAFTAR ISI ................................................................................................2

3. BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................... 3

4. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5

5. BAB III: DATA PASIEN ............................................................................ 20

6. BAB IV: PEMBAHASAN .......................................................................... 37

7. BAB V: PENUTUP ..................................................................................... 41

8. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 42

2
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya

mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang

berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan

sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular.1

Organisasi stroke dunia telah mencacat hampir 85% orang mempunyai

risiko mengalami stroke, tetapi hal ini bisa terhindar jika adanya kesadaran untuk

mengatasi faktor risiko sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa

penyebebab kematian didunia yang disebabkan oleh stroke akan meningkat

seiring dengan meningkatnya kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang

lebih enam juta di tahun 2010 dan menjadi delapan juta pada tahun 2030.2

Penyakit stroke dibagi menjadi dua macam yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Kejadian stroke iskemik sekitar 80-85% sedangkan untuk stroke

hemoragik sekitar 20%. Stroke iskemik memiliki angka kejadian sekitar 80%.

Insiden penyakit stroke hemoragik antara 15%-30%, sedangkan untuk kejadian

stroke iskemik sekitar 70-85%. Di negara-negara berkembang seperti Asia

kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan iskemik 70%. Berdasarkan data

tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian stroke iskemik memiliki proporsi

lebih besar jika dibandingkan dengan stroke hemoragik.2,3

3
Kasus ini dapat ditemui pada pasien rawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin,

sehingga penulis tertarik untuk melaporkan satu kasus Stroke Non Hemrogaik

pada seorang pasien perempuan berusia 69 tahun yang dirawat inap di RSUD Ulin

Banjarmasin pada bulan Maret 2019.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya

mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang

berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan

sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada

umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan

cacat atau kematian.1

Stroke non-hemoragik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan

otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu

kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Stroke non-hemoragik dapat

disebabkan oleh trombosis dan emboli, sekitar 80-85% menderita penyakit stroke

non-hemoragik dan 20% persen sisanya adalah stroke hemoragik.4

2. Epidemiologi

Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit

stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.

Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di

dunia. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita

5
kelumpuhan sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke dan kecacatan.1

Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA

(ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia.

Dari 2.065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (rentang

usia 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita.5

Tahun 2020 diprediksi terdapat sekitar 7,6 juta penduduk akan mengalami

mortalitas akibat penyakit stroke dan 15% kasus terjadi pada usia muda dan

produktif.3

3. Klasifikasi

Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah

otak, stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu :6,7

1. Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh

kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan

aliran darah otak.

Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :

A. TIA (Transient Ischemic Attack)

Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.

Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.

B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang

dari 7 hari.

6
C. Stroke in Evolution

Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.

D. Completed Stroke

Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.

Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak

tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.

Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel

yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya

terjadi kematian neuron.

Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:

A. Stroke Non Hemoragik Embolik

Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di

tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskular sistemik. Embolisasi

kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang

menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit

jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup

mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena

pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan

serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti

berolahraga.

B. Stroke Non Hemoragik Trombus

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat

dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis)

7
merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah

kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh

darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan

hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.

2. Stroke Hemoragik

Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang

interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut dan

mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila

susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di

dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarachnoid.

4. Etiologi

Pada tingkat makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan

oleh emboli ekstrakranial atau thrombosis intracranial. Selain itu, stroke non

hemoragik juga bisa disebabkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan

seluler, setiap proses yang menganggu aliran darah menuju otak menyebabkan

timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan

infark serebri.8,9

1. Emboli

a. Emboli yang dilepaskan oleh a.carotis atau vertebralis dapat berasal dari

“plaque atheroskelrosis” yang berulserasi atau dari thrombus yang

melekat pada intima arteri.

b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada :7,8

8
1. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan

dan bagian kiri atrium atau ventrikel.

2. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalakan

gangguan pada katup mitralis.

3. Fibrilasi atrium

4. Infarksio kordis akut

5. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

6. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial

c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi karena :8,9

1. Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

2. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru

3. Embolisasi lemak dan udara atau gas

2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya thrombosis paling sering adalah

titik percabangan arteri serebral utamanya didaerah distribusi dari arteri karotis

interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran

darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus atheroskeloris)

ulserasi plak, dan perlengketan platelet.9

Penyebab lain terjadinya trombotik adalah polisitemia, anemia sickle sel,

dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat migraine. Setiap proses yang

9
menyebabkan diseksi serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke

trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).9

5. Faktor Resiko

Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari

oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat

dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:11,12

1. Tidak dapat dirubah :

Usia, jenis kelamin, genetik

2. Dapat dirubah :

Hipertensi, merokok, diabetes, fibrilasi atrium, kelainan jantung, hiperlipidemia,

nutrisi, obesitas

6. Patofisiologi

Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan

otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu

pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.13

Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100

gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400

gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah

aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh

curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian,

kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila

aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi

10
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga

fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.13

Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya

akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%

glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang

diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob.

Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol

Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya

dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa.13

Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini digunakan

untuk keperluan :

1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan

pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.

2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar

sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan

patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami

trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,

kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan

kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang

ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui

transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang

menembus membran.12,13

11
Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui

aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan

melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi-5-metil-4-

isosaksol-propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA).

Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi

neumoral dan depolarisasi. Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan

mengaktifkan reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.12,13

Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu

:13

1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak

2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik

7. Diagnosis dan Gejala Klinis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :2,3

1. Anamnesis memberikan gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak

Akan ditemukan kelumpuhan gerak sebelah badan, mulut mencong atau

bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat

mendadak. Juga perlu ditanyakan faktor-faktor yang menyertai stroke. Dicatat

obat-obat yang sedang dipakai. Juga ditanyakan riwayat keluarga dan penyakit

lainnya.

2. Melakukan pemeriksaan neurologis

3. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke, yaitu :

12
Skor siriraj : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1

x tekanan diastolic) – (3 x petanda atheroma) – 12

SS >1 : Stroke Hemoragik

-1 < SS < 1 : Perlu Konfirmasi CT Scan

SS < -1 : Stroke Non Hemoragik

Penilaian derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)

Nyeri Kepala : tidak ada (0), ada (1)

Vomitus : tidak ada (0), ada (1)

Ateroma : tidak terdapat penyakit jantung, DM (0), Ada (1)

Gejala Klinis

Gejala klinis tergantung lokalisasi daerah pembuluh darah otak yang

mengalami gangguan.

Sistem Carotis

Disebut stroke hemisferik. Gejala yang timbul sangat mendadak. Jarang

mengalami penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini

disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran

yaitu Formatio Reticularis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa

posterior. Fungsi vital umumnya baik.

Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak yang sering terkena adalah :

- N.VII dan N.XII, Mulut mencong, Bicara pelo dan deviasi lidah bila

dikeluarkan dari mulut.

- Gangguan konjugat pergerakan bola mata dan lapangan pandang.

13
Hampir selalu terjadi hemiparesis, dan dapat dijadikan patokan bahwa jika ada

perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dipastikan

bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah kortikal. Sedangkan jika

kelumpuhan sama berat, maka gangguan aliran darah terjadi di daerah subkortikal

atau vertebrobasiler. Dapat juga terjadi gangguan sensorik. Pada fase akut, refleks

fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beebrapa hari akan

muncul kembali.

Sistem Vertebro-Basiler

Terdapat penurunan kesadaran yang cukup berat. Disertai kombinasi berbagai

saraf otak yang terganggu, vertigo, diplopia dan gangguan bulbar.

Ciri khusus : gangguan long-track sign, yaitu parastesi keempat anggota gerak

(ujung-ujung distal), parastesi perioral, hemianopsia altitudinal dan skew-

deviation.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorim

- Pemeriksaan darah rutin

- Pemeriksaan kimia darah lengkap (Gula darah sewaktu, kolesterol, ureum,

kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK dan profil lipid

(trigliserid, LDL/HDL, serta total lipid)).

- Pemeriksaan hemostasis (DL) : Waktu protrombin, APTT, kadar

fibrinogen, D-Dimer, INR, dan Viskositas plasma).

14
b. Foto Thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung serta mengidentifikasi kelainan paru

yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

c. CT-Scan

CT-Scan mungkin tidak perlu dilakukan untuk semua pasien, terutama jika

diagnosis klinisnya sudah jelas, tetapi pemeriksaan ini berguna untuk mencari

gambaran perdarahan atau infark, karena perbedaan manajemen untuk stroke

perdarahan dan infark. Pemeriksaan ini juga dapat menyingkirkan diagnosis

banding seperti tumor intracranial.

8. Tatalaksana

Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses rawat jalan

diluar RS, memerlukan perawatan dan pengibatan terus-menerus sampai optimal

dan mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan pada stroke non hemoragik

dibedakan menjadi :11,12,13

1. Pengobatan umum

Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5B, yaitu :

1) Breathing

Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik. Fungsi

paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka jantung harus

dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar

oksigen dalam darah berkurang.

2) Blood

a) Tekanan Darah

15
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke

otak. Pada fase akut, pada umumnya tekanan darah meningkat dan secara spontan

akan menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat

mengurangi tekanan perfusi yang justru menambah iskemik lagi.

b) Komposisi Darah

Kadar Hb dan Glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.

Bila terdapat polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian infus glukosa

harus dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis didaerah infark yang

mempermudah terjadinya edema dan karena hiperglikemia menyebabkan

perburukan fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.

3) Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan, hindari terjadinya obstipasi karena

akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan melalui

nasogastric tube.

4) Bladder

Miksi dan balance cairan diperhatikan. Jangan sampai terjadi retensio urin.

Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom kateter, kalau

perempuan harus dipasang kateter tetap.

5) Brain

Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak,

dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau

dengan pemeriksaan funduscopi dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang

yang timbul dapat diberikan diphenylhydantion atau Carbamazepin.

16
2. Pengobatan khusus

Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak

semaksimal mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal

mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak.

Yang penting dalam menyelamatkan daerah disekitar infark yang disebut dengan

daerah penumbra.

Neuron-neuron didaerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi

tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah

yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan tersebut

maka aliran darah didaerah tersebut harus diperbaiki.

Menurut hukum Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang peran

penting. Viskositas darah dipengaruhi oleh :

- Hematokrit

- Plasma Fibrinogen

- Rigiditas eritrosit

- Agregasi trombosit

1) Trombolisis

Satu-satunya obat yang diakui FDA sebagai standart adalah r-TPA

(Recombinant – Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita

stroke iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun arterial dalam waktu

kurang lebih 3 jam setelah onset stroke.

17
2) Antikoagulan

Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (faxiparine). Efek

antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau

memperkecil pembekuan fibrin dan propagasi thrombus. Antikoagulansia

mencegah terjaidnya gumpalan darah dan embolisasi thrombus. Antikoagulansia

masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang

menyebabkan embolus.

3) Antiagregasi trombosit

Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah

terbentuknya thrombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini dapat

digunakan pada TIA. Obat yang banyak digunakan adalah asetosal (aspirin)

dengan dosis 40 mg-1,3 gr/hari. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis

2x250mg.

4) Neuroprotektor

Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel

terutama didaerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah

repersibilitas neuronal yang terganggu akibat iskemik cascade. Obat-obat ini

misalnya piracetam, citicolin, nimopidin, dan pentoksipilin.

5) Antiedema

Obat anti edema otak adalah cairan hyperosmolar misalnya manitol 20%,

larutan gliserol 10%. Pembatasan cairan juga dapat membantu.Dapat pula

digunakan kortikosteroid.

18
9.Rehabilitasi

Rehabilitasi paska-stroke adalah suatu upaya rehabilitasi stroke terpadu

yang melibatkan berbagai disiblin ilmu kedokteran dan merupakan kumpulan

program termasuk pelatihan, penggunaan modalitas alat, dan obat-obatan.

Tujuan rehabilitasi adalah :

- Memperbaiki fungsi motorik, bicara dan fungsi lain yang terganggu.

- Adaptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional otonom

penderita sosial aktif dalam hubungan interpersonal menjadi normal.

- Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan aktivitas of daily living

(ADL).

Jenis-jenis rehabilitasi medic antara lain : fisioterapi, speech therapy,

Occupational therapy, Social Worker, dan Psikologis.

19
BAB III

DATA PASIEN

I. DATA PRIBADI

Nama : Ny. KT

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 69 Tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Menikah

Alamat : Jl. Veteran Gg. Sepakat No.22 Banjarmasin

MRS : 07 Maret 2019

No. RMK : 1.40.78.88

II. ANAMNESIS

Sumber : anamnesis dengan keluarga pasien (alloanamnesis)

Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak Sebelah Kanan

Perjalanan Penyakit :

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah

kanan. Keluhan ini dialami mendadak sekitar kurang lebih 8 jam sebelum masuk

Rumah Sakit. Kelemahan dirasakan setelah pasien terjatuh di teras rumahnya saat

hendak berjalan keluar rumah, pasien langsung jatuh dengan posisi terjatuh ke

20
sebelah kanan. Pasien juga berbicara pelo. Menurut keluarga, pasien membuka

mata namun tidak nyambung saat diajak berbicara. Sebelumnya pasien tidak ada

mengeluhkan kebas dan kesemutan. Mual, muntah, sakit kepala berat dan kejang

disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Stroke, 2 tahun lalu pasien pernah mengalami stroke ringan dengan keluhan

kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, tetapi keluhan membaik

setelah 4 hari serangan stroke.

- Hipertensi tidak terkontrol, pasien meminum obat captopril 1x1, tetapi pasien

hanya meminum obat saat ada keluhan atau saat tekanan darahnya tinggi.

- Diabetes melitus tidak diketahui pasien

- Riwayat penyakit kolesterol tidak diketahui pasien

- Riwayat penggunaan kb suntik disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah pasien menderita hipertensi

III. STATUS INTERNA

Keadaan Umum (7 Maret 2019) (Saat awal masuk)

Keadaan sakit : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Apatis
GCS : E3V3M5 Tensi : 170/110 mmHg
Nadi : 92 Kali/Menit, Irrreguler, Kuat angkat
Respirasi : 25 kali/menit
Suhu : 37,0 ºC
SpO2 : 98%

21
Keadaan Umum (12 Maret 2019) (hari ke-6 perawatan)

Keadaan sakit : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V4M6 Tensi : 160/100 mmHg
Nadi : 90 Kali/Menit, Irrreguler, Kuat angkat
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 37,4 ºC
SpO2 : 98%

Kepala/Leher :

- Mata : Kongjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-),

pupil bulat-isokor ukuran 3mm. RCL(+/+), RCTL (+/+)

- Mulut : mukosa bibir cukup lembab, lidah tidak ada deviasi

- Leher : KGB tidak membesar

Thoraks

- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, wheezing (-/-), Rh (-/-)

- Cor : S1, S2 tunggal, regular, murmur (-), cardiomegali (-)

Abdomen : Tampak cembung, hepar, lien dan massa tidak teraba,

perkusi timpani, bising usus normal.

Ekstremitas : Tidak ada atropi kanan kiri, edema(-/-),

lateralisasi anggota gerak kanan(+)

IV. STATUS PSIKIATRI

Emosi dan Afek : Dalam batas normal

Proses Berfikir : Dalam batas normal

22
Kecerdasan : Dalam batas normal

Penyerapan : Dalam batas normal

Kemauan : Dalam batas normal

Psikomotor : Dalam batas normal

V. STATUS NEUROLOGIS

A.Kesan Umum:

Kesadaran : Compos Mentis , E4V4V6

Pembicaraan : Disartria : (+)

Monoton : tidak ada

Scanning : dalam batas normal

Afasia : Motorik : tidak ada

Sensorik : tidak ada

Anomik : tidak ada

Kepala:

Besar : normal

Asimetri : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

Wajah:

Mask/topeng : tidak ada

Miophatik : tidak ada

Fullmooon : tidak ada

23
B. Pemeriksaan Khusus

1. Rangsangan Selaput Otak dan Tes Provokasi

Kaku Kuduk : (-)

Kernig : (-)/(-)

Laseque : (-)/(-)

Bruzinski I : (-)/(-)

Bruzinski II : (-)/(-)

Bruzinski III : (-)/(-)

Bruzinski IV : (-)/(-)

2. Saraf Otak

Kanan Kiri

N. Olfaktorius

Hyposmia (-) (-)

Parosmia (-) (-)

Halusinasi (-) (-)

N. Optikus

Kanan Kiri

Visus (dbn) (dbn)

Funduskopi (tdl) (tdl)

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens

Kedudukan bola mata : Tengah Tengah

Pergerakan bola mata ke

24
Nasal : dbn dbn

Temporal : dbn dbn

Atas : dbn dbn

Bawah : dbn dbn

Lateral bawah : dbn dbn

Eksopthalmus : Tidak ada tidak ada

Celah mata (Ptosis) : Tidak ada tidak ada

Pupil

Bentuk : Bulat Bulat

Lebar : 3mm 3mm

Perbedaan lebar : isokor isokor

Reaksi cahaya langsung : (+) (+)

Reaksi cahaya konsensual : (+) (+)

N. Trigeminus

Cabang Motorik

Otot Maseter :dbn dbn

Otot Temporal :dbn dbn

Otot Pterygoideus Int/Ext: dbn dbn

Kanan Kiri

Cabang Sensorik

I. N. Oftalmicus :dbn dbn

II. N. Maxillaris :dbn dbn

III. N. Mandibularis :dbn dbn

25
Refleks kornea :+ +

N. Facialis

Waktu Diam

Kerutan dahi : Simetris

Tinggi alis : Simetris

Sudut mata : Simetris

Lipatan nasolabial : Tidak Simetris

Waktu Gerak

Mengerutkan dahi : Simetris

Menutup mata : Normal Normal

Bersiul : Susah

Memperlihatkan gigi : dbn

Pengecapan 2/3 depan lidah : dbn

Sekresi air mata : Normal

N. Vestibulocochlearis

Vestibuler

Vertigo : (tidak ada)

Nystagmus : (-)

Tinitus aureum : (tidak ada)/(tidak ada)

Tes Scwabach :+ dbn

Tes Rinne :+ dbn

Tes Weber :+ dbn

26
N. Glossopharyngeus dan N. Vagus

Bagian Motorik:

Suara : dbn

Menelan : dbn

Kedudukan arcus pharynx : dbn

Kedudukan uvula : ditengah

Pergerakan arcus pharynx : dbn

Bagian Sensorik:

Pengecapan 1/3 belakakang lidah: tdl

Refleks muntah :+

N. Accesorius

Kanan Kiri

Mengangkat bahu dbn dbn

Memalingkan kepala dbn dbn

N. Hypoglossus

Kedudukan lidah waktu istirahat : deviasi dextra

Kedudukan lidah waktu bergerak : deviasi dextra

Atrofi : tidak ada

Kekuatan lidah menekan : dbn

Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) : (tidak ada)/(tidak ada)

3. Sistem Motorik

Kekuatan Otot

27
- Kekuatan motorik ekstremitas :

+3 +5
+3 +5

- Tubuh :

Otot perut : cukup kuat

Otot pinggang : cukup kuat

Kedudukan diafragma : Gerak : Normal

Istirahat : Normal

- Lengan (Kanan/Kiri)

M. Deltoid : dbn/dbn

M. Biceps : dbn/dbn

M. Triceps : dbn/dbn

Fleksi sendi pergelangan tangan : dbn/dbn

Ekstensi sendi pergelangan tangan : dbn/dbn

Membuka jari-jari tangan : dbn/dbn

Menutup jari-jari tangan : dbn/dbn

- Tungkai (Kanan/Kiri)

Fleksi artikulasio coxae : dbn/dbn

Ekstensi artikulatio coxae : dbn/dbn

Fleksi sendi lutut : dbn/dbn

Ekstensi sendi lutut : dbn/dbn

Fleksi plantar kaki : dbn/dbn

Ekstensi dorsal kaki : dbn/dbn

28
Gerakan jari-jari kaki : dbn/dbn

Besar Otot :

Atrofi : (-)/(-)

Pseudohypertrofi : tidak ada

Respon terhadap perkusi : Normal

Palpasi Otot :

Nyeri :-

Kontraktur :-

Konsistensi : normal

Tonus Otot :

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Hipotoni - - - -

Spastik - - - -

Rigid - - - -

Rebound - - - -

Gerakan Involunter

Tremor : Waktu Istirahat : -/-

Waktu bergerak: -/-

Chorea : -/-

Athetose : -/-

Balismus : -/-

Torsion spasme : -/-

29
Fasikulasi : -/-

Myokimia : -/-

Koordinasi :

Telunjuk kanan – kiri :dbn/dbn

Telunjuk-hidung : dbn/dbn

Gait dan station : dbn/dbn

3. Sistem Sensorik

Rasa Eksteroseptik

Rasa nyeri superfisial : tidak ada

Rasa suhu : dbn

Rasa raba ringan : dbn

Rasa Proprioseptik

Rasa getar : dbn

Rasa tekan : dbn

Rasa nyeri tekan : dbn

Rasa gerak posisi : dbn

Rasa Enteroseptik

Refered pain : tidak ada

Rasa Kombinasi

Streognosis : dbn

Barognosis : dbn

Grapestesia : dbn

Two point tactil discrimination : dbn

30
Sensory extimination : dbn

Loose of Body Image : dbn

Fungsi luhur

Apraxia : tidak ada

Alexia : tidak ada

Agraphia : tidak ada

Fingerognosis : dbn

Membedakan kanan-kiri : dbn

Acalculia : tidak ada

5. Refleks-refleks

Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):

Refleks Biceps : (+1/+2)

Refleks Triceps : (+1/+2)

Refleks Patella : (+1/+2)

Refleks Achiles : (+1/+2)

Refleks Patologis :

Tungkai

Babinski : +/- Chaddock : -/-

Oppenheim : -/- Rossolimo :-/-

Gordon : -/- Schaffer : -/-

Lengan

31
Hoffmann-Tromner :-/-

Reflek Primitif : Grasp : -

Snout : -

Sucking : -

Palmomental : -

6. Susunan Saraf Otonom

Miksi : Normal

Defekasi : Normal

Sekresi keringat : Normal

Salivasi : Normal

7. Columna Vertebralis

Kelainan Lokal

Skoliosis : Tidak ada

Khypose : Tidak ada

Khyposkloliosis : Tidak ada

Gibbus : Tidak ada

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium (07/03/2019)

Hasil Nilai Rujukan


Pemeriksaan
Hemoglobin (g/dl) 12,3 12.0-16.0
Leukosit (ribu/ul) 8,6 4.0-10.5
Eritrosit (juta/ul) 5,04 4.00-5.30
Hematokrit (%) 36,8 37.0-47.0
Trombosit (ribu/ul) 370 150-450

32
RDW-CV (%) 14,4 12.1-14.0
MCV (fl) 73,0 75.0-96.0
MCH (pg) 24,4 28.0-32.0
MCHC (%) 33,4 33.0-37.0
Gran% (%) 54,5 50.0-81.0
Limfosit% (%) 32,2 20.0-40.0
MID% (%) 7,0
Gran# (ribu/ul) 4,68 2.50-7.00
Limfosit# (ribu/ul) 2,77 1.25-4.00
MID# 0,60

KIMIA
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl) 102 <200.00

HATI DAN PANKREAS


SGOT (U/L) 18 5-34
SGPT (U/L) 15 0-55

GINJAL
Ureum (mg/dl) 27 0-50
Kreatinin (mg/dl) 0,72 0.57-1.11

Pemeriksaan laboratorium (07/03/2019)


ELEKTROLIT
Natrium (Meq/L) 142 136-145
Kalium (Meq/L) 3.3 3.5-5.1
Chlorida (Meq/L) 104 98-107

33
Pemeriksaan EKG (07/03/2019)

Pemeriksaan Foto Thorax (07/03/2019)

34
Pemeriksaan CT-Scan (07/03/2019)

C. RESUME PENYAKIT

1. ANAMNESIS

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah

kanan. Keluhan ini dialami mendadak sekitar kurang lebih 8 jam sebelum masuk

Rumah Sakit. Kelemahan dirasakan setelah pasien terjatuh di teras rumahnya saat

hendak berjalan keluar rumah, pasien langsung jatuh dengan posisi terjatuh ke

sebelah kanan. Pasien juga berbicara pelo. Menurut keluarga, pasien membuka

mata namun tidak nyambung saat diajak berbicara. Sebelumnya pasien tidak ada

mengeluhkan kebas dan kesemutan. Mual, muntah, sakit kepala berat dan kejang

disangkal oleh pasienPasien memiliki riwatat hipertensi tidak terkontrol.

RPK : Ayah pasien menderita penyakit Hipertensi

35
2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan sakit : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V4M6
Tensi : 160/100 mmHg
Nadi : 90 Kali/Menit, Irrreguler, Kuat angkat
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 37,4 ºC
SpO2 : 98%

Kepala/Leher : dbn

Thorax : dbn

Abdomen : tidak ada kelainan

Ekstremitas : hemiparesis dextra

Status psikiatri : dbn

Status Neurologis:

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4V4M6

Refleks Pupil : Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

Tanda Meningeal : tidak ada

Nervus Cranialis :

N. I :dbn N. VII : dbn

N. II :RCL (+/+)/ RTCL (+/+) N. VIII : parese n.VII dextra sentral

N. III :dbn N. IX : dbn

N IV :dbn N. X : dbn

N. V :Refleks Kornea (+/+) N. XI : M.Trapezius : ↓/+

36
N. VI :dbn N. XII : deviasi dextra

Motorik : +3 +5

+3 +5

Sensorik : + +

+ +

Otonom : normal

Reflex Fisiologis :
1 2

1 2

Reflex Patologis : (+) Babinski

D. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis : Hemiparesis Dextra dan Disatria

Diagnosis Topis : Lesi hipodens hemisfer sinistra di lobus parietal,

paresis N.VII dextra sentral, paresis N.XII dextra

sentral

Diagnosis Etiologis : Stroke Non Hemoragik + Hipertensi Grade II

E. TERAPI

Pengobatan di Rumah Sakit

- O2 Nasal Kanul 2-4 lpm

- IVFD RL 20 tpm

37
- Inj. Ranitidin 2x50 mg

- Inj. Citicolin 2x500 mg

- Amlodipin 1x10 mg PO

- Aspilet 2x80 mg

F. PROGNOSIS

Death : Dubia ad bonam

Disease : Dubia ad bonam

Disability : Dubia ad malam

38
PEMBAHASAN

Pasien yang dilaporkan pada laporan kasus ini adalah seorang perempuan

berusia 69 tahun yang dirawat di ruang Seruni (bagian saraf) RSUD Ulin

Banjarmasin dengan diagnosis Stroke Non Hemoragik.Diagnosis pada pasien ini

ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Stroke non-hemoragik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan

otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu

kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita

kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke dan kecacatan.1 Pada pasien ini, pasien seorang wanita dengan

umur 69 tahun terdiagnosis Stroke non Hemoragik dengan mengeluhkan

kelumpuhan anggota gerak badan sebelah kanan.

Pada tingkat makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan

oleh emboli ekstrakranial atau thrombosis intracranial.8,9 Pada pasien ini

kemungkinan stroke non hemoragik yang diderita diakrenakan thrombosis.

Faktor resiko yang dapat mengakibatkan stroke non hemoragik dapat

dibedakan menjadi 2, yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan dapat

diubah. Faktor resiko yang tidak dapat diubah diantara lain : umur, jenis kelamin,

dan genetic. Sedangkan yang dapat diubah yaitu : Hipertensi, atherosclerosis,

Diabetes Melitus, Jantung, dan merokok. Pada pasien ini faktor resiko yang

39
didapatkan adalah umur diatas 55 tahun yaitu 69 tahun, dan hipertensi yang tidak

tekontrol.

Untuk menegakkan diagnosis Stroke Non Hemoragik perlu dilakukan

anamanesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan

ditemukan kelumpuhan gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo dan

tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat

mendadak.Juga perlu ditanyakan faktor-faktor yang menyertai stroke.Dicatat obat-

obat yang sedang dipakai. Juga ditanyakan riwayat keluarga dan penyakit

lainnya.2,3 Pada pasien ini pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak sebelah

kanan, mulut mencong, dan tidak dapat berbicara.

Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak yang sering terkena adalah :

- N.VII dan N.XII, Mulut mencong, Bicara pelo dan deviasi lidah bila

dikeluarkan dari mulut.

- Gangguan konjugat pergerakan bola mata dan lapangan pandang.

- Terdapat hemiparese

Pada pasien ini terdapat gangguan pada N.VII dan N.XII dextra, serta

ditemukan hemiparese dextra.

Pada pasien ini dilakuakan pemeriksaan laboratorium, foto thorax, dan

pemeriksaan CT-Scan.

Untuk tatalaksana Stroke non Hemoragik dapat diberikan trombolisis,

antikoagulan, anti agregasi trombosit, neuroprotektor, dan antiedema.11,12,13 Pada

pasien ini diberikan anti agregasi trombosit berupa aspilet 2x80mg dan

neuroprotektor yaitu citicolin 2x500mg.

40
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Ny.KT, umur 69 tahun yang datang dengan

keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan , didiagnosa Stroke Non

Hemoragik. Pasien dirawat di Rumah Sakit selama 11 hari dan kemudian

dipulangkan dengan status diizinkan setelah mengalami perbaikan kondisi.

41
DAFTAR PUSTAKA

Wicaksono P.Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke Non


Hemoragik. Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta; 2017.

Laili SR. Hubungan Karakteristik Penderita dab Hipertensi dengan Kejadian


Stroke Iskemik. Jurnal Berkala Epidemiologi.2017;5(1): 48-58.

Shafi’I J, Sikiandra R, Mukhyarjon. Correlation Of Stress Hyperglycemia With


Barthel Index In Acute Non-Hemorrhagic Stroke Patients At Neurology
Ward Of Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. JOM. 2016; 3(1): 1-9.

Darotin R, Nurdiana, Nasution TH. Analisis Faktor Prediktor Moralitas Stroke


Hemoragik di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. NurseLine
Journal.2017; 2(2): 1-11.

Kasim VN, et al. Suplementasi Ekstrak Albumin Ikan Gabus Terhadap Status Gizi
dan Imunitas Pasien Stroke. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2017; 13(3): 91-
97.

Hanum P, Lubis R, Rasmaliah. Hubungan Karakteristik dan Dukungan Keluarga


Lansia dengan Kejadian Stroke pada Lansia Hipertensi di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Jumantik. 2017; 3(1): 72-87.

Wibhisono H. Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi


Derajat II. J Medula Unila. 2016; 4(3): 69-72.

Irdawati. Latihan Gerak Terhadap Keseimbangan Pasien Stroke Non-Hemoragik.


Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012; 7(2): 134-141.

42
Brinjikji W, et al. Correlation of imaging and histopathology of
thrombi in acute ischemic stroke with etiology
and outcome: a systematic review. J NeuroIntervent Surg. 2017; 9(10): 529-
534.

Kim SK, et al. Histologic Analysis of Retrieved Clots in Acute Ischemic Stroke:
Correlation with Stroke Etiology and Gradient-Echo MRI. AJNR Am J
Neuroradiol.2015; 36(2): 17565-1762.

Fluri F, Schuhmann MK, Kleinschnitz C. Animal models of ischemic stroke and


their application in clinical research. Drug Design, Development and
Therapy . 2015; 9(1): 3445-3454.

Benjamin LA, et al. Arterial ischemic stroke in HIV. American Academy of


Neurology. 2016; 10(12): 1-12.

Vella J, et al. The Central Role of Aquaporins in The Pathophysiology of


Ischemic Stroke. Frontlers In Cellular Neuroscience. 2015; ((10): 1-18.

43

Anda mungkin juga menyukai