Anda di halaman 1dari 7

ARTI DAN KANDUNGAN QURAN HADITS TENTANG AKAL DAN

ILMU

A. AKAL

1. Pengertian Akal

Akal berasal dari bahasa Arab ‘aqala-ya’qilu’ yang secara lughawi memiliki banyak
makna, sehingga kata al ‘aql sering disebut sebagai lafazh musytarak, yakni kata yang
memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa Arab al-munjid fi al-lughah wa al a’lam,
dijelaskan bahwa ‘aqala memiliki makna adraka (mencapai, mengetahui), fahima
(memahami), tadarabba wa tafakkara (merenung dan berfikir). Kata al-‘aqlu sebagai
mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun nuhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la
tudrikuhu bi al-hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya seseorang dapat mencapai,
mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh indera. Al-‘aql juga diartikan al-qalb,
hati nurani atau hati sanubari.

Dengan demikian akal dalam pengertian Islam, bukanlah otak, akan tetapi daya

berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya untuk memperoleh pengetahuan

dengan memperhatikan alam sekitarnya. Dalam pengertian inilah akal yang

dikontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yakni

dari Allah SWT.

2. Fungsi Akal dalam Islam

Dalam hubungan dengan upaya memahami islam, akal memiliki fungsi yaitu
sebagai berikut:
1. Sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana keduanya
adalah sumber utama ajaran islam.
2. Merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk
mengetahui maksud yang tercakup dalam pengertian Al-Qur’an dan Sunnah
Rosul.
3. Sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan semangat Al-Qur’an dan
Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan
umat manusia dalam bentuk ijtihat.
4. Untuk menjabarkan pesan yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah
dalam kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk
mengelola dan memakmurkan bumi dan seisinya.
5. Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
6. Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
7. Sebagai Alat penemu solusi ketika permasalahan datang.
Namun demikian, bagaimana pun hasil akhir pencapaian akal tetaplah relatif
dan tentatif. Untuk itu, diperlukan adanya koreksi, perubahan dan penyempurnaan
teru-menerus.

3. Kedudukan Akal dalam Islam

1. Allah subhanahu wa'ta'ala hanya menyampaikan kalam-Nya (firman-Nya)


kepada orang-orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat
memahami agama dan syari'at-Nya. Alloh subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula
sebagai rohmat dari kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
fikiran". (QS. Shaad [38]: 43).
2. Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk mendapat
taklif (beban kewajiban) dari Alloh subhanahu wa'ta'ala. Hukum-hukum
syari'at tidak berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai akal. Dan
diantaranya yang tidak menerima taklif itu adalah orang gila karena
kehilangan akalnya. Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallama bersabda:

َ ‫" ُرفِ َع القَلَ ُم‬


ٍ ‫ع ْن ث َ ََل‬
" َ‫ ال ُجنُ ْو ُن َحتَّى يَ ِفيْق‬: ‫ث َو ِم ْن َها‬
"Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan,
diantaranya: orang gila samapai dia kembali sadar (berakal)". (HR. Abu
Daud: 472 dan Nasa'i: 6/156).

3. Alloh subhanahu wa'ta'ala mencela orang yang tidak menggunakan akalnya.


Misalnya celaan Alloh subhanahu wa'ta'ala terhadap ahli neraka yang tidak
menggunakan akalnya:Alloh subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-
penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. 067. Al Mulk [67]: 10)

4. Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas kepemikiran dalam Al-Qur'an,


seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti kalimat "La'allakum
tafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau "Afalaa Ta'qiluun"
(apakah kalian tidak berakal), atau "Afalaa Yatadabbarunal Qur'an" (apakah
mereka tidak merenungi isi kandungan Al-Qur'an) dan lainnya.

5. Al-Qur'an banyak menggunakan penalaran rasional. Misalnya ayat-ayat


berikut ini:
Artinya:"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya
Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan
yang banyak di dalamnya". (QS. An Nisaa' [04]: 82)
Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fingsi akal.
Alloh subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah
diturunkan Alloh," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti
apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. Al Baqarah
[2]: 170)

B. ILMU

1. Pengertian Ilmu

Ilmu adalah isim masdar dari ‘alima yang berarti mengetahui, mengenal,
merasakan, dan menyakini. Secara istilah, ilmu ialah dihasilkannya gambaran atau
bentuk sesuatu dalam akal. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali
dalam Alqur’an, dan digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek
pengetahuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk
dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Jadi dalam batasan ini faktor kejelasan
merupakan bagian penting dari ilmu. Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang
terbaca dalam pustaka menunjuk sekurang-kurangnya pada tiga hal, yakni pengetahuan,
aktivitas, dan metode. Diantara para filosof dari berbagai aliran terdapat pemahaman
umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan.
Ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat diindera oleh
potensi manusia (penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau
proses berfikir (logika). Ini adalah konsep umum (barat) yang disebut knowledge.
Pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis merupakan formula yang disebut
ilmu pengetahuan (science). Dalam Al-Qur’an, keduanya disebut (ilmu). Para sarjana
muslim berpandangan bahwa yang dimaksud ilmu itu tidak terbatas pada pengetahuan
(knowledge) dan ilmu (sience) saja, melainkan justru diawali oleh ilmu Allah yang
dirumuskan dalam lauhil mahfudzh yang disampaikan kepada kita melalui Al-Qur’an
dan As-Sunnah.

2. Kewajiban menuntut ilmu

Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah
tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada dasarnya ilmu
menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan. Seseorang
harus memulai dengan ilmu sebelum beramal.Maksud dari beramal adalah
melakukan kegiatan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan
manusia dituntut mengetahui ilmunya dari pekerjaan tersebut. Karena dengan
mengetahui ilmunya pekerjaan akan lebih terarah dan tidak berantakan.

Islam sebagai agama yang sangat sempuna memandang bahwa menuntut ilmu
adalah sebagai keharusan bagi umatnya. Di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan
perintah sekaligus kewajiban.Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW berikut :

– ‫ص َّلى‬ َّ ‫سو ُل‬


َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫س ِعيد قَال‬ َ ‫نا ُم َح َّمد ُ ْبنُ َخلَف نا يَحْ يَى ْبنُ هَا ِشم نا ِم ْس َع ُر ْبنُ ِكدَام َع ْن َع ِطيَّةَ َع ْن أ َ ِبي‬
َ ٌ ‫ضة‬
‫علَى ُك ِِّل ُم ْس ِلم‬ َ ‫طلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬
َ « :‫سلَّ َم‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َّ «

Artinya :“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.”

Dalam Al-qur’an, Allah berfirman :

‫سنَ َما‬ َ َٰ ‫ٱۡلن‬ َ ٤ ‫ ٱلَّذِي َعلَّ َم ِب ۡٱلقَلَ ِم‬٣ ‫ ۡٱق َر ۡأ َو َربُّكَ ۡٱۡل َ ۡك َر ُم‬٢ ‫سنَ ِم ۡن َعلَق‬
ِ ۡ ‫علَّ َم‬ ۡ ‫ۡٱق َر ۡأ ِب‬
ِ ۡ َ‫ َخلَق‬١ َ‫ٱس ِم َر ِبِّكَ ٱلَّذِي َخلَق‬
َ َٰ ‫ٱۡلن‬
٥‫لَ ۡم يَعۡ لَ ۡم‬

Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia


telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S Al-Alaq: 1-5)

ini ayat pertama yang turun kepada Rasulullah. Ayat ini berisi perintah untuk
membaca,menulis, dan juga belajar. Allah telah memberikan manusia sifat fitrah
dalam dirinya untuk bisa belajar dan menggapai bermacam ilmu pengetahuan dan
keterampilan hingga dapat menambah kemampuannya untuk mengemban amanat
kehidupan di muka bumi ini.

3. Keutamaan menuntut ilmu

Selain Al-Qur’an banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan ilmu dan
kedudukan ulama, baik dimata Allah maupun dimata manusia, di dunia maupun di
akhirat. Ulama di hargai demikian tingginya tak tertandingi oleh siapapun, dan tak
mungkin dapat dikejar, kecuali melalui ilmu.

Berikut beberapa keutamaan ilmu yang disebutkan didalam Al-qur’an dan As-
Sunnah:

Ditinggikan derajatnya oleh Allah

Allah berfirman:

١١ ‫ير‬ٞ ِ‫ٱَّللُ ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ِمن ُك ۡم َوٱلَّذِينَ أُوتُواْ ۡٱل ِع ۡل َم دَ َر َٰ َج ٖۚت َوٱللَّ ُهبِ َما ت َعۡ َملُونَ َخب‬
َّ ِ‫يَ ۡرفَع‬

Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di


antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah: 11)

Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan
orang mukmin yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun.

Anda mungkin juga menyukai