1
PENDAHULUAN
2
KASUS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 01 September 2009
Usia : 7 tahun
Agama : Islam
Tanggal masuk : 16 Januari 2017
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Panas
Riwayat penyakit sekarang : Pasien anak perempuan masuk Rumah Sakit
dengan keluhan panas sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Panasnya
naik turun, tidak ada kejang, ada sakit kepala. Tidak ada mimisan, tidak ada
gusi berdarah. Pasien mengalami batuk yang berlendir sudah 3 bulan. Tidak
terdapat flu dan tidak ada nyeri menelan. Terdapat mual dan muntah dialami
1 kali 4 hari yang lalu, isi muntah makanan dan air, tidak ada lendir. Nafsu
makan menurun. Buang air besar biasa. Buang air kecil lancar.
Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien pernah mengalami gejala panas
sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga : kakek pasien pernah menderita batuk lama
(TB) dan pengobatan 6 bulan tuntas baru selesai 1 bulan yang lalu serta
tinggal serumah menurut ibunya.
Riwayat Persalinan : Anak lahir normal di RS dibantu oleh dokter
dan langsung menangis, dengan berat badan lahir 2600 gram, bayi cukup
bulan.
Anamnesis makanan : Pasien pernah mengkomsumsi ASI pada usia
0 bulan sampai 1 bulan, mengkomsumsi susu formula dari umur 0 bulan
sampai sekarang. pasien juga sudah makan makanan padat sejak umur 1
tahun.
3
Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B Usia 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin Polio Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin BCG Usia 3 bulan
- Vaksin DPT Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin campak Usia 9 bulan
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 18 Kg
Tinggi Badan : 116 cm
Status Gizi : Gizi kurang
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Suhu : 38,6 o C
- Denyut nadi : 120 Kali/menit
- Respirasi : 38 kali/menit
Kulit : Ruam (-),Rumple leed test (-) Efloresensi (-), sianosis (-),
turgor kembali cepat
Kepala : Normocephali (+)
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-), cekung (-), Pupil isokor (+)
Hidung : Rhinorrhea (-)
Tonsil : T2/T2hiperemis (+)
Telinga : Otorrhea (-)
Mulut : Lidah kotor (-), bibir pecah-pecah (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+) region cervical sinistra
Pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-), mass lain (-).
Thorax
Paru-paru
4
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral (+), retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (D=S) kesan normal, massa (-), nyeri tekan
(-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesicular (+/+), Bronchovesicular (+/+), Ronkhi (+/+),
Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak (+)
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra (+)
- Perkusi : Batas jantung normal (+)
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar (+), massa (-), distensi (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani seluruh region abdomen (+)
- Palpasi : Organomegali (-), nyeri tekan abdomen (-)
5
SCORING SYSTEM TB
Parameter 0 1 2 3 SKOR
Kontak TB Tidak - Laporan BTA (+) 3
jelas keluarga BTA
(-), BTA tidak
jelas/tidak tahu
Uji tuberculin Negatif - - Positif -
(Mantoux) (≥10 mm
atau (≥5
mm pada
pasien
imunokom
promised
Berat badan/ - BB/TB < Klinis gizi - 1
keadaan gizi 90% buruk atau
BB/TB <70%
Demam yang - ≥ 2 minggu - - 1
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - - 1
Pembesaran - ≥ 1 cm, - - 1
kelejar limfe lebih dari 1
coli, aksila, KGB, tidak
inguinal nyeri
Pembengkakan - Ada - - -
tulang/sendi pembengka
panggul, lutut, kan
falang
Foto thoraks Normal/ Gambar - - 1
kelainan sugestif
tidak mendukun
jelas g TB
Skor Total: 8
6
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Darah Rutin
Red Blood Cell 4,93 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 37,5 % (35,0-55,0%)
Platelet 146 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 4,7 109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 12,3 g/dl (11,5-16,5 g/dl)
Radiologi
Kesan: Bronchitis; Ukuran Cor normal; Visualisasi tulang intak
5. RESUME
Pasien anak perempuan berumur 7 tahun datang dengan keluhan panas. Panas
telah dialami sejak 4 hari SMRS. Panas naik turun. Pasien mengalami batuk
berlendir sudah 3 bulan. Muntah dialami 1 kali 4 hari yang lalu isi makanan dan
air. BAB biasa, BAK lancar. Pemeriksaan fisik: BB 18 Kg, TB 116 cm, Status
gizi kurang. Tekanan darah : 110/70 mmHg, Suhu: 38,6 oC, Nadi: 120 kali/menit,
Respirasi : 38 kali/menit. Skor TB 8.
Didapatkan pembesaran kelenjar getah bening di cervical (+) dan rhonki (+/+).
7
9. ANJURAN :
- foto toraks
- Uji tuberculin
8
FOLLOW UP
9
Tanggal : 18 Januari 2017
Subjek (S) : Panas (-), sakit kepala (-),batuk (+) berlendir, flu (-), sesak
(-), nyeri menelan (-), sakit perut (-), mual (-), muntah (-),
BAB Biasa, BAK Lancar, Nafsu makan baik.
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Suhu : 36,5 0C
c. Denyut Nadi : 98 kali/menit
d. Respirasi : 28 kali/menit
d. Pemeriksaan Fisik
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+) di retroauricular (s)
Thoraks: Ronki (+/+)
10
DISKUSI
Pada kasus ini seorang anak laki-laki berumur 1,1 tahun datang dengan
keluhan panas yang telah dialami 1 hari SMRS. Panas muncul mendadak tinggi, naik
turun. Pasien juga mengeluhkan batuk yang tidak berlendir sejak 2 bulan yang lalu.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening di
kelenjar coli, di retroauricular, diameter ±2 cm, dan tidak nyeri saat dipalpasi.
Kemudian didapatkan suara ronki halus pada pemeriksaan auskultasi paru. Dari
penilaian skoring TB yang dilakukan didapatkan skor total 5 dengan penjabaran:
riwayat kontak 3; batuk ≥3 minggu 1; dan pembengkakan kelenjar getah bening 1.
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan anemia (11,5 g/dl), dan hemodilusi
(34,5%), kemudian jumlah eritrosit, leukosit, trombosit serta limfosit dalam batas
normal.
11
bersifat self limiting disease yang tidak memerlukan pengobatan khusus, dan bisa
diterapi secara suportif dengan perbaikan nutrisi, pemberian suplemen untuk
meningkatkan daya tahan tubuh seperti vitamin dan tirah baring.
Pada kasus ini, didapatkan nilai skor TB 5. Pasien anak dengan skor 5 yang
terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasyankes yang tidak
tersedia uji tuberculin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau selama 2 bulan
terapi awal, dan apabila terdapat perbaikan klinis.1 Penegakan diagnosis TB
berdasarkan system skoring TB dapat ditegakkan apabila mencapai skor ≥6 (skor
maksimal 13).1 Pada kasus ini seharusnya, sudah dapat dilakukan uji tuberculin,
namun karena pertimbangan pasien telah diketahui diagnosis TB sebelumnya
(dengan riwayat sedang menjalani pengobatan obat Anti TB selama 6 bulan), maka
pemeriksaan dengan uji tuberculin tidak dilakukan dengan alasan untuk kenyamanan
pasien (prosedurnya menggunakan jarum suntik, mungkin akan membuat sakit pada
anak).
Pada kasus ini, didapatkan gambaran radiologi foto toraks, kesan berupa:
bronchitis; ukuran cor normal dan visualisasi tulang intak, yang menginterpretasikan
bahwa tidak ada gambaran radiologi yang khas untuk tuberculosis. Tidak khasnya
gambaran radiologi foto toraks merupakan salah satu alasannya sulitnya
mendiagnosis TB pada anak, disebabkan karena dapat dijumpai pada penyakit lain1,
contohnya bronchitis seperti pada kasus.
12
Nigeria. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari jumlah total
pasien TB dunia.3 Peningkatan jumlah kasus TB diberbagai tempat pada saat ini,
diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1. diagnosis tidak tepat, 2. pengobatan
tidak adekuat, 3. program penanggulangan yang tidak dilaksanakan dengan tepat, 4.
infeksi endemic HIV, 5. migrasi penduduk, 6. meningkatnya kemiskinan, dan 7.
fasilitas kesehatan kurang memadai.2
Adapun faktor risiko infeksi TB pada kasus ini adalah adanya riwayat kontak
atau pajanan terhadap pasien yang hasil BTA (+), yaitu saudara pasien. Pasien TB
anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya,
karena kuman TB sangat jarang ditemukan didalam secret endobronkhial pasien
anak. Selain itu, jumlah kuman TB anak biasanya sedikit (pausibasiler), tetapi karena
imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu
menyebabkan sakit. Selain itu, lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang
menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus,
sehingga tidak terjadi sputum. Kemudian, karena tidak ada/sedikitnya produksi
sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk didaerah parenkim sehingga TB pada
anak jarang terdapat gejala batuk.2
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam droplet nuclei yang ukurannya sangat kecil (<5 um), terhirup dan mencapai
alveoli. Tubuh akan merespon adanya kuman dengan mengeluarkan pertahanan
berupa mekanisme imunologik non spesifik. Jika tubuh tidak mampu
menghancurkan seluruhnya, maka akan terdapat kuman TB yang tersisa dan terus
berkembang biak dalam paru dan membentuk lesi yang disebut focus primer Gohn.
Fokus ini menyebab ke saluran limfe (limfangitis), dan sampai ke kelenjar limfe
(limfadenitis) bergabung dan membentuk kompleks primer.2
Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu
sedikitnya jumlah kuman (pausibasiler) dan sulitnya pengambilan specimen
(sputum), sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan dahak tidak
13
menyingkirkan diagnosis TB anak. Adapun gejala sistemik TB anak adalah sebagai
berikut:1
1. Berat badan turun tanpa sebab yang baik yang jelas atau berat badan tidak
naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan
perbaikan gizi yang baik
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas. demam
umumnya tidak tinggi. keringat malam saja bukan meruapakn gejala spesifik
TB pada anak apbila tidak disertai gejala sistemik umum lain
3. Batuk lama (≥3 minggu), bersifat non-remitting (tidak pernah reda, atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
6. Diare persisten (≥2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare
Adapun pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis TB pada anak
dapat dilakukan beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis langsung atau
biopsy jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB.
Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk pemeriksaan mikrobiologi,
namu pada anak jarang dilakukan karena sulitnya mendapatkan spesimer.
Selain itu, pemeriksaan Patologi Anatomi dapat digunakan. 1
Uji tuberculin merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mengetahui apakah anak telah tertular kuman TB. Hasil yang positif pada uji
ini menandakan adanya reaksi hipersensitifitas terhadap antigen yang
diberikan.1
Pemeriksaan foto toraks juga dapat dilakukan. Namun pada anak,
gambaran foto toraks tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit
lain. oleh karena itu, pemeriksaan toraks saja tidak dapat digunaka untuk
mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier. gambaran radiologi TB sebagai
berikut:1
14
- pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate
- konsolidasi segmental/lobar
- efusi pleura
- milier
- atelectasis
- kavitas
- kalsifikasi dengan infiltrar
- tuberkuloma
15
Tabel 1. OAT yang biasa dipakai, dosis dan efek sampingnya
Berat Badan (kg) 2 bulan RHZ (75/50/150 mg) 4 bukan RH (75/50 mg)
10 – 14 2 tablet 2 tablet
15 – 19 3 tablet 3 tablet
20 – 32 4 tablet 4 tablet
16
- jika BB < 5kg, sebaiknya rujuk ke RS
- tidak boleh memberi obat setengah dosis tablet
- perhitungan pemberian tablet diatas sudah memperhatikan kesesuaian dosis
per kgbb.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI, 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta.
2. Nastiti N, 2013. Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta.
3. IDAI, 2014. Current Update on Pediatric Respirology Cases. Jakarta Pediatric
Respiratory Forum. Jakarta.
17
Bagan 2. Algoritma Tatalaksana TB anak
Anak 0-14 th
Sistem Skoring
INH
Profilaksi
s
Perbaikan Tidak ada
Perbaikan HIV (+) HIV (-)
keterangan:
(*) : Gejala TB anak sesuai dengan parameter system skoring
(**) : Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak
pada skor <6 bila ditemukan skor 5 yabg terdiri dari kontak BTA (+)
disertai 2 gejala klins lain pada fasyanskes yang tidak tersedia uji
tuberkulin
18
Bagan 1. Pathogenesis TB
Inhalasi Mycobacterium tuberculosis
Kompleks Primer
terbentuk imunitas seluler
spesifik
Sakit TB Infeksi TB
Sembuh Sakit TB
Sembuh Meninggal
19