Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan
satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut
cair (solvent) sebagai separating agent. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan
larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran (Sukma, 2007).

Berbagai jenis metode pemisahan yang ada, ekstraksi pelarut atau juga
disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan
populer. Pemisahan ini dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro.
Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua zat pelarut yang tidak saling bercampur. Batasannya adalah zat
terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fasa terlarut.
Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan
serta analisis pada semua kerja (Distantina, 2009).

Metode soklet merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan solvent


(pelarut) cair secara kontinyu. Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan
dalam teknik ekstraksi:
1. Bahan ekstraksi : Campuran bahan yang akan diekstraksi
2. Pelarut (media ekstraksi) : Cairan yang digunakan untuk melangsungkan
ekstraksi
3. Ekstrak : Bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi
4. Larutan ekstrak : Pelarut setelah proses pengambilan ekstrak
5. Rafinat (residu ekstraksi) : Bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya
6. Ekstraktor: Alat ekstraksi
7. Ekstraksi padat-cair : Ekstraksi dari bahan yang padat
8. Ekstraksi cair-cair (ekstraksi dengan pelarut = solvent extraction) :
Ekstraksi dari bahan ekstraksi yang cair.
Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu :
1. Proses pencampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan
dipisahkan komponen-komponennya.
2. Proses pembentukan fasa seimbang
3. Proses pemisahan kedua fasa seimbang
Sebagai tenaga pemisah, solvent harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya
terhadap salah satu komponen murninya adalah terbatas atau sama sekali tidak
saling melarutkan. Oleh karena itu, dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua fase
cairan yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fase yang
banyak mengandung diluent disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak
mengandung solvent dinamakan ekstrak. Terbentuknya dua fase cairan,
memungkinkan semua komponen yang ada dalam campuran terbesar dalam
masing-masing fase sesuai dengan koefisien distribusinya, sehingga dicapai
keseimbangan fisis (Brady, 2000).

2.2 Ekstraksi Padat-Cair


Banyak proses biologi, inorganik dan substansi organik terjadi dalam
campuran dengan komponen yang berbeda dalam solid. Tujuannya adalah
untuk memisahkan campuran solute atau menghilangkan komponen solute
yang tidak diinginkan fase solid, solid dikontakkan dengan fase cair. Dua fase
ini dikontakkan dengan intim dan solute dapat mendifusi dari fase solid ke fase
cair yang mana menyebabkan pemisahan original komponen dalam solid.
Proses ini disebut liquid-solid leaching atau leaching sederhana. Istilah
ekstraksi juga digunakan untuk mendeskripsikan unit operasi, meskipun itu
juga mengarah pada liquid-liquid. Dalam leaching ketika komponen yang tidak
diinginkan dihilangkan dari solid dengan menggunakan air, proses ini disebut
washing (pencucian) (Geankoplis, 2003).

Ekstraksi padat – cair atau leaching adalah transfer difusi komponen


terlarut dalam dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan
proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan
lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari
bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam
solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan
hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan
yang larut karena efektivitasnya (Lucas, 1949).
Ekstraksi padat cair adalah proses ekstraksi suatu konstituen yang dapat
larut (solute) pada suatu campuran solid dengan menggunakan pelarut. Proses ini
sering disebut Leaching. Proses ini biasanya digunakan untuk mengolah suatu
larutan pekat dari suatu solute (konstituen) dalam solid (leaching) atau untuk
membersihkan suatu solute inert dari kontaminannya dengan bahan (konstituen)
yang dapat larut (washing) (Elliot, 1999).
Metode yang diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah
konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat solid,
dan ukuran partikelnya. Bila konstituen yang akan larut ke dalam solvent lebih
dahulu, akibatnya sisa solid akan berpori-pori. Selanjutnya pelarut harus
menembus lapisan larutan dipermukaan solid untuk mencapai konstituen yang ada
dibawahnya, akibatnya kecepatan ekstraksi akan menurun dengan tajam karena
sulitnya lapisan larutan tersebut ditembus. Tetapi bila konstituen yang akan
dilarutkan merupakan sebagian besar dari solid, maka sisa solid yang berpori-pori
akan segera pecah menjadi solid halus dan tidak akan menghalangi perembesan
pelarut ke lapisan yang lebih dalam (Day & Underwood, 1986).

Umumnya mekanisme proses ekstraksi dibagi menjadi 3 bagian:

1. Perubahan fase konstituen (solute) untuk larut ke dalam pelarut, misalnya dari
bentuk padat menjadi liquid.

2. Difusi melalui pelarut di dalam pori-pori untuk selanjutnya dikeluarkan dari


partikel.

3. Akhirnya perpindahan solute (konstituen) ini dari sekitar partikel ke dalam


lapisan keseluruhannya (bulk).

Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi,


namun karena bagian pertama berlangsung dengan cepat, maka terdapat kecepatan
ekstraksi secara overall dapat diabaikan. Pada beberapa solid atau sistem yang
akan di ekstraksi, konstituen yang akan dilarutkan terisolasi oleh suatu lapisan
yang sangat sulit ditembus oleh pelarut, misalnya biji emas didalam rock (batu
karang) maka solid ini harus dipecah terlebih dahulu. Demikian pula bila solute
berada dalam solid yang berstruktur selluler akan sulit di ekstraksi karena struktur
yang demikian merupakan tahanan tambahan terhadap rembesan. Untuk
mengatasi solid semacam ini terlebih dahulu dipotong tipis memanjang hingga
sebagian dari sel –sel solid pecah. Pada ekstraksi minyak dari biji – bijian,
walaupun bentuk selnya celluler, ekstraksi tidak terlalu solid karena solute
(konstituen) sudah berbentuk liquid (minyak).

Gambar 2.2 Ekstraksi Solid-Liquid (Vogel, 1979)

Pemilihan alat untuk proses leaching dipengaruhi oleh faktor- faktor yang
membatasi kecepatan ekstraksi dikontrol oleh mekanisme difusi solute melalui
pori-pori solid yang diolah harus kecil, agar jarak perembesan tidak terlalu jauh.
Sebaliknya bila mekanisme solute dari permukaan partikel kedalam larutan
keseluruhan (bulk) merupakan faktor yang mengontrol, maka harus dilakukan
pengadukan dalam proses (Treyball, 1985).

Ada empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam operasi


ekstraksi menurut Pinelo et all (2005):
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan
kontak antara partikel dengan liquid, akibatnya akan memperbesar heat transfer
material disamping itu juga akan memperkecil jarak diffusi. Tetapi partikel yang
sangat halus akan membuat tidak efektif bila sirkulasi proses tidak dijalankan,
disamping itu juga akan mempersulit drainage solid residu. Jadi harus ada range
tertentu untuk ukuran-ukuran partikel dimana suatu partikel harus cukup kecil
agar tiap partikel mempunyai waktu ekstraksi yang sama tetapi juga tidak terlalu
kecil hingga tidak menggumpal dan menyulitkan aliran.

2. Pelarut
Harus dipilih larutan yang cukup baik dimana tidak akan merusak
kontituen atau solute yang diharapkan (residu). Disamping itu juga tidak boleh
pelarut dengan viskositas tinggi (kental) agar sirkulasi bebas dapat terjadi.
Umumnya pada awal ekstraksi pelarut dalam keadaan murni tetapi setelah
beberapa lama konsentrasi solute didalamnya akan bertambah besar akibatnya rate
ekstraksi akan menurun pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang dan
kedua kerena larutan bertambah pekat.
3. Suhu Operasi

Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah


dengan bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar
difusi,jadi secara keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun
demikian dipihak lain harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak
merusak material yang diproses. Pada banyak kasus, kelarutan material akan
diekstraksi akan meningkat dengan temperatur dan akan menambah kecepatan
ekstraksi.
4. Pengadukan
Semakin cepat laju putaran pengaduk partikel akan semakin terdistribusi
dalam permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Semakin lama waktu
pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama pengadukan harus
dibatasi pada harga optimum agar dapat optimum agar konsumsi energi tak terlalu
besar. Pengaruh faktor pengadukan ini hanya ada bila laju pelarutan
memungkinkan. Dengan adanya pengadukan, maka diffusi eddy akan bertambah
dan perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam larutan (bulk)
bertambah cepat, disamping itu dengan pengadukan akan mencegah terjadinya
pengendapan (Jumaeri dkk, 2003).

4. Pelarut
Pemilihan pelarut yang baik adalah pelarut yang sesuai dengan
viskositas yang cukup rendah agar sirkulasinya bebas. Umumnya pelarut murni
akan digunakan meskipun dalam operasi ekstraksi konsentrasi dari solute akan
meningkat dan kecepatan reaksi akan melambat, karena gradien konsentrasi
akan hilang dan cairan akan semakin viskos pada umumnya.

Ekstraksi padat cair banyak digunakan di industri kimia dimana metode


pemisahan mekanik dan termal tidak dapat dilakukan. Ekstraksi gula dari tebu,
minyak dari biji-bijian, produksi zat terlarut dengan konstentrasi tertentu dari
material padatan merupakan contoh proses leaching yang paling sering
dilakukan di dunia industri. Mekanisme proses leaching dilakukan dengan tiga
tahapan, yaitu:

1. Difusi pelarut ke pori-pori partikel padatan.

2. Pelarut yang berdifusi melarutkan zat terlarut (perpindahan zat terlarut


ke fasa cairan).

3. Perpindahan zat terlarut dari pori-pori padatan ke larutan utama.

Prinsip dasar ekstraksi adalah berdasarkan kelarutan. Untuk


memisahkan zat terlarut yang diiginkan atau menghilangkan komponen zat
terlarut yang tidak diinginkan dari fasa padat, maka fasa padat dikontakkan
dengan fasa cair. Pada kontak dua fasa tersebut, zat terlarut terdifusi dari fasa
padat ke fasa cair sehingga terjadi pemisahan dari komponen padat (Austin,
1987).

2.3 Metode Operasi Ekstraksi Padat Cair

Dikenal 4 jenis metoda operasi ekstraksi padat-cair. Berikut ini disajikan


uraian singkat mengenai masing-masing metoda tersebut:

1. Operasi dengan Sistem Bertahap Tunggal


Dengan metoda ini, pengontakan antara padatan dan pelarut dilakukan
sekaligus, dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara
ini jarang ditemukan dalam operasi industri karena perolehan solut yang rendah.
Gambar 2.3 Sistem operasi ekstraksi bertahap tunggal
Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau
aliran silang Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan
pelarut dalam tahap pertama; kemudian aliran bawah dari tahap ini
dikontakkan dengan pelarut baru pada tahap berikutnya, dan demikian
seterusnya. Larutan yang diperoleh sebagai aliran atas dapat dikumpulkan
menjadi satu seperti yang terjadi pada sistem dengan aliran sejajar, atau
ditampung secara terpisah, seperti pada sistem dengan aliran silang.

Gambar 2.4 Sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar (co-current)

Gambar 2.5 Sistem bertahap banyak dengan aliran silang


2. Operasi secara kontinu dengan aliran berlawanan (Counter current)
Dalam sistem ini, aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan.
Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat yang
merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru. Operasi berakhir pada tahap
ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan
yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat dimengerti bahwa sistem ini
memungkinkan didapatkannya perolehan solut yang tinggi, sehingga banyak
digunakan di dalam industri. (Treyball, 1985).

Gambar 2.6 Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan


Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran
berlawanan Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun
berderet atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi
(extraction battery). Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap
tangki dan dikontakkan dengan beberapa larutan yang konsentrasinya makin
menurun. Padatan yang hampir tidak mengandung solut meninggalkan rangkaian
setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum keluar
dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki
yang lain.
Gambar 2.7 Operasi batch bertahap empat dengan aliran berlawanan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk kerja ekstraksi


atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, yaitu:
a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa
padat dan fasa cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang
seluas mungkin.
b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju
alir bahan ekstraksi.
c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak
lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi.

2.4 Perhitungan Ekstraksi Padat Cair


Untuk merancang peralatan ekstraksi padat-cair perlu dilakukan tahapan
perancangan berikut:
1. Menghitung jumlah tahap yang diperlukan untuk memperoleh solut dalam
jumlah tertentu, dengan data yang ada: kadar solut di dalam campuran
padatan umpan, dan konsentrasi solut dalam larutan pada akhir tahap
operasi.
2. Menghitung jumlah solut yang dapat dipisahkan dari campuran umpan
dengan menggunakan beberapa data yang diketahui seperti kadar zat terlarut
dalam padatan umpan, jumlah tahap pencucian, dan metoda operasi yang
dipilih.
Untuk menghitungan besaran-besaran yang diperlukan dalam perancangan
alat ekstraksi padat cair dikenal 3 metoda, yaitu:
1. Cara aljabar (tahap demi tahap)
2. Cara analitik, dan
3. Cara grafik.
Seperti pada operasi perpindahan massa yang lain, perhitungan secara grafik
adalah yang termudah.
2.4.1 Perpindahan Massa dalam Proses Leaching
Persamaan utamanya
𝒅𝑴 𝒌′ 𝑨 (𝑪𝒔 −𝑪)
= ....................................................... (2.1)
𝒅𝒕 𝒃
A = luas area kontak padatan-pelarut
b = ketebalan efektif lapisan tipis dari cairan yang mengelilingi partikel
padatan
C = konsentrasi dari solute dalam pelarut
Cs = konsentrasi jenuh dari solut di pelarut selama kontak dengan padatan
M = massa solute yang telah pindah pada waktu t
k’ = koefisien difusi (hampir sama dengan difusifitas D, pada fasa cair
[m3/s])

Sebuah persamaan empiris difusifitas dalam larutan encer dapat dihitung dengan
pendekatan Maxwell dan dimodifikasi oleh Gilliland.
𝟕,𝟕 𝒙 𝟏𝟎−𝟏𝟔 𝑻
𝑫𝑳 = 𝟏 𝟏 .......................................... (2.2)
𝝁(𝑽𝟑 −𝑽𝟎 𝟑 )

DL = difusifitas
𝜇 = viskositas pelarut
T = temperatur (K)
V = volume molekular zat bersangkutan (pelarut) dalam 1 kmol bentuk fasa
cair
V0 = 0,008 untuk air; 0,0149 untuk etanol; 0,0228 untuk benzene

Asumsi sistem ekstraksi silang (cross current) dengan pelarut selalu dalam
keadaan murni di setiap tahap.
Gambar 2.8 Sistem ekstraksi silang (cross current)

A = massa dari rafinat


B = massa dari pelarut
x = massa dari solute dalam rafinat
y = massa dari solute dalam ekstrak

Neraca Massa (Tahap I)

Massa masuk = Massa keluar

Axf + By0 = Ax1 + By1

dengan y0 = 0, maka:

Axf + 0 = Ax1 + By1

By1 = Ax1 + Axf

𝐴 (𝑥1 − 𝑥𝑓 )
𝑦1 =
𝐵

𝐴 (𝑥𝑓 − 𝑥1 )
𝑦1 = −
𝐵
2.4.2 Efisiensi

Efisiensi ekstraksi merupakan fungsi dari kondisi proses. Beberapa faktor


diketahui mempengaruhi konsentrasi komponen yang diinginkan dalam ekstrak
seperti suhu, rasio padat-cair, laju aliran dan ukuran partikel (Hayouni et al.,
2007; Pinelo et al., 2005). Efisiensi leaching adalah perbandingan jumlah solute
yang terambil oleh pelarut dengan jumlah solute dalam solid mula-mula, sehingga
dapat ditulis:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑜𝑙𝑣𝑒𝑛𝑡


Ƞ 𝐿𝑒𝑎𝑐ℎ𝑖𝑛𝑔 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑 𝑎𝑤𝑎𝑙

Hal yang mempengaruhi efisiensi leaching adalah lamanya waktu leaching


tersebut berlangsung. Semakin lama waktu proses leaching maka semakin besar
juga efisiensi leaching yang akan diperoleh. Selain itu nilai efisiensi dipengaruhi
juga oleh konsentrasi NaOH. Apabila konsentrasi NaOH yang dihasilkan semakin
besar maka nilai efisiensi juga semakin besar.

2.4.3 Pengenceran
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi)
dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar.
Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah
panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat
pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang
harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke
dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat
menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik.
Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit (Brady, 2000).
Rumus sederhana pengenceran adalah sebagai berikut :
M1 x V1 = M2 x V2
Dimana :
M1 = Molaritas larutan sebelum pelarutan
V1 = Volume larutan sebelum pelarutan
M2 = Molaritas larutan sesudah pelarutan
V2 = Volume Molaritas larutan sesudah pelarutan
2.4.4 Pertimbangan Pelarut pada Proses Ekstraksi
Pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan pelarut yang digunakan
adalah :
1. Selektifitas (faktor pemisahan β)
β yaitu fraksi massa solute dalam ekstrak / fraksi massa diluent dalam
ekstrak per fraksi masssa solute dalam rafinat / fraksi massa diluent dalam
rafinat pada keadaaan setimbang. Agar proses ekstraksi bisa berlangsung,
nilai β harus lebih dari 1. Jika β = 1 maka kedua komponen tidak bisa
dipisahkan.
2. Koefisien distribusi
Sebaiknya dipilih nilai koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah
solvent yang dibutuhkan lebih sedikit.
3. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)
Pemisahan solute dari solvent biasanya dilakukan dengan cara distilasi,
sehingga diharapkan nilai “volatilitas relatif” dari campuran tersebut
cukup tinggi
4. Densitas
Perbedaan densitas fasa pelarut dan fasa diluents harus cukup besar.
Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan
mempengaruhi laju perpindahan massa.
5. Tegangan Antar Muka (Interfacial Tention)
Tegangan antar muka yang besar menyebabkan penggabungan
(coalescence) lebih mudah namun mempersulit proses pendispersian.
Kemudahan penggabungan lebih dipentingkan sehingga dipilih pelarut
yang memiliki tegangan antar muka yang besar.
6. Chemical Reactivity
Pelarut merupakan senyawa yang stabil dan inert terhadap komponen-
komponen dalam sistem material/bahan konstruksi.
7. Viskositas, tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk
memudahkan penanganan dan penyimpanan.
8. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar
Keselamatan adalah hal yang penting dan harus diperhatikan dalam proses
industri kimia, jadi digunakan pelarut yang tidak beracun dan tidak mudah
terbakar (Miman, 2012).

2.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi


1. Kondisi bahan yang akan dipisahkan (umpan), yaitu kecepatan arus fluida
umpan dan komposisi.
2. Banyaknya jumlah solute yang harus dipisahkan
3. Jenis solvent yang digunakan
4. Suhu dan tekanan alat
5. Kecepatan arus solvent minimum dan kecepatan arus solvent operasi
6. Diameter menara
7. Jenis alat kontak
8. Jumlah stage ideal, aktual, dan tinggi menara
9. Pengaruh panas (Sukma, 2007).
Ada tiga faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan karakteristik
hasil dalam ekstraksi cair-cair yaitu (Mc Cabe, 1985)
1. Perbandingan pelarut-umpan (S/F).
Kenaikan jumlah pelarut (S/F) yang digunakan akan meningkatan hasil
ekstraksi tetapi harus ditentukan titik (S/F) yang minimum agar proses ekstraksi
menjadi lebih ekonomis.
2. Waktu ekstraksi.
Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solute dengan
waktu ekstraksi yang lebih cepat.
3. Kecepatan pengadukan.
Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang
memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan minimum,
sehingga konsumsi energi menjadi minimum.
DAFTAR PUSTAKA

Austin, G.T. 1987. Shreve’s Chemical Process Industries. Kogakusha:


McGrawHill.

Brady, J. E. 2000. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta.

Day, R. A. Jr. & Underwood, A. L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif: Alih Bahasa
Hadyana P. Jakarta: Erlangga.

Distantina, Sperisa. 2009. Pengantar Ekstraksi Cair-Cair. Universitas Negeri


Surakarta : Solo.
Elliot, D. 1999. Primary Brine Treatment. 1999 Eltech Chlorine/Chlorate Seminar
Technology Bridge To The Millenium.Ohio: Cleveland.

Geankoplis, C.J., 2003, “Transport Processes and Separation Process Principles


(includes Unit Operations), 4th ed.”, pp 776-777, 802-806, Prentice Hall,
New Jersey.

Hayouni, E. A., Abedrabba, M., Bouix, M. and Hamdi, M. 2007. The effects of
solvents and extraction method on the phenolic contents and biological
activities in vitro of Tunisian Quercus coccifera L. and Juniperus
phoenicea L. fruit extracts. Food Chemistry 105: 1126-1134.
Jumaeri, dkk, 2003, Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Impurities terhadap
Kemurnian Natrium Klorida Pada Proses Pemurnian Garam Dapur
Melalui Proses Kristalisasi, Laporan Penelitian,Lembaga Penelitian
UNNES, Semarang.

Lucas, 1949. Principles And Practice In Organic Chemistry, Jhon Willey And
Sons, Inc, New York.
Pinelo, M., Rubilar, M., Jerez, M., Sineiro, J. and Nunez, M. J. 2005. Effect of
solvent, temperature, and solvent-to-solid ratio on the total phenolic
content and antiradical activity of extracts from different components of
grape pomace. Journal of Agricultural and Food Chemistry 53: 2111-
2117.
Sukma, Indra Wibawa Dwi. 2007. Ekstraksi Cair-Cair. Universitas Lampung:
Lampung.
Tim Penyusun. 2018. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia 2.
Universitas Riau: Pekanbaru.
Treyball, R. E.,1985 Mass Transfer Operations. Mc Graw Hill, 3th ed., Singapore.
Vogel. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.
London: Longman.

Anda mungkin juga menyukai