Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LATAR BELAKANG TENTANG PEMBETUKAN MINYAK DAN GAS


BUMI

Minyak bumi atau julukannya adalah emas hitamyang merupakan cairan kental,
berwarna hitam atau kehijauan, mudah terbakar dan berada di lapisan atas dari beberapa kerak
bumi.
Hampir semua kegiatan manusia di era modern ini membutuhkan minyak bumi,
sehingga minyak bumi dan gas alam menjadi sumber utama energi di dunia yaitu sekitar 65,5%,
batubara 23,5%, air 6% serta sumber energi lainnya. Pengertian lain, Minyak bumi juga disebut
dengan Proteleum (Latin: petrus = batu , oleum = minyak) yang merupakan zat cair licin
mudah terbakar.

A. Teori Pembentukan Minyak Bumi

1. Teori Biogenetik (Organik)

Teori ini menyebutkan bahwa Minyak Bumi dan Gas Alam terbentuk dari beraneka jasad
organik seperti hewan dan tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan pasir dan lumpur.
Kemudian endapan lumpur ini menghanyutkan senyawa pembentuk minyak bumi ini dari
sungai menuju ke laut dan mengendap di dasar lautun selama jutaan tahun. Akibat pengaruh
waktu, temperatur dan tekanan lapisan batuan di atasnya menyebabkan organisme itu menjadi
bintik-bintik minyak ataupun gas

2. Teori Anorganik

Teori menyebutkan bahwa minyak bumi terbentuk karena aktivitas bakteri. Unsur seperti
oksigen, belerang dan nitrogen dari zat yang terkubur akibat aktivitas bakteri berubah menjadi
zat minyak yang berisi hidrokarbon

3. Teori Duplex

Teori ini merupakan teori yang banyak digunakan oleh kalangan luas karena
menggabungkanTeori Biogenetik dengan Anorganik yang menjelaskan bahwa minyak bumi
dan gas alam terbentuk dari berbagai jenis organisme laut baik hewan maupun tumbuhan.

Akibat pengaruh waktu, temperatur, dan tekanan, maka endapan Lumpur berubah menjadi
batuan sedimen. Batuan lunak yang berasal dari Lumpur yang mengandung bintik-bintik
minyak dikenal sebagai batuan induk (Source Rock). Selanjutnya minyak dan gas ini akan
bermigrasi menuju tempat yang bertekanan lebih rendah dan akhirnya terakumulasi di tempat
tertentu yang disebut dengan perangkap (Trap).

Dalam suatu perangkap (Trap) dapat mengandung (1) minyak, gas, dan air, (2) minyak dan air,
(3) gas dan air. Jika gas terdapat bersama-sama dengan minyak bumi disebut dengan
Associated Gas. Sedangkan jika gas terdapat sendiri dalam suatu perangkap disebut Non
Associated Gas. Karena perbedaan berat jenis, maka gas selalu berada di atas, minyak di
tengah, dan air di bagian bawah. Karena proses pembentukan minyak bumi memerlukan waktu
yang lama, maka minyak bumi digolongkan sebagai sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui (unrenewable). - chem-is-try.org

B. Proses Pembentukan Minyak Bumi

Nah kan kita sudah tahu mengenai teori pembentukan minyak bumi, sekarang kita tinggal
mengetahui gimana sih proses terbentuknya. Selain itu penjelasanya dilengkapi dengan gambar
yang sudah disediakan oleh sumber terpercaya kami

1. Fotosintesa Ganggang

Gambar 1.Fotosintesa Ganggang


Minyak bumi dibuat secara alami, pertama tama dihasilkan oleh ganggang yang
berfotosintesa, kenapa ganggang? Karena ganggang merupakan biota terpenting dalam
menghasilkan minyak bumi, sebenarnya tumbuhan tingkat tinggi bisa saja namun tumbuhan
tersebut cenderung lebih menghasilkan gas ketimbang minyak bumi

2. Pembentukan Batuan Induk (Source Rock)

Gambar 2 Pembentukan Batuan Induk


Proses terjadinya

Minyak bumi selanjutnya ialah pembentukan batuan induk. Batuan induk ini terbentuk
karena ganggang yang sudah mati terendapkan di cekungan sedimen lalu membentuk Batuan
Induk, batuan induk merupakan batuan yang memiliki kandungan Carbon yang tinggi (High
Total Organic Carbon). Namun tidak sembarang cekungan bisa menjadi Batuan Induk,
makanya proses ini sangat spesifik

3. Pengendapan Batuan Induk

Gambar 3. Pengendapan Batu Induk


Kemudian batuan induk tertimbun oleh batuan lain selama jutaan tahun, salah satu
batuan yang menimbun Batuan Induk ini adalah batuan sarang. Batu Sarang merupakan batu
sarang ini umumnya terbentuk dari batu gamping, pasir maupun batu vulkanik yang tertimbun
bersama dan terdapat ruang berpori.
Semakin lama, batuan lain akan menumpuk dan dasarnya akan semakin tertekan
kedalam sehingga suhunya akan semakin bertambah. Minyak terbentuk pada suhu antara 50
sampai 180 derajat Celsius. Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan tercapai bila
suhunya mencapat 100 derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah karena cekungan itu
semakin turun dalam yang juga diikuti penambahan batuan penimbun, maka suhu tinggi ini
akan memasak karbon yang ada menjadi gas.

4. Proses Akhir

Gambar 4. Proses Akhir


Karbon terkena panas dan bereaksi dengan hidrogen membentuk hidrokarbon. Minyak
yang dihasilkan oleh batuan induk yang telah matang ini berupa minyak mentah. Walaupun
berupa cairan, ciri fisik minyak bumi mentah berbeda dengan air. Salah satunya yang terpenting
adalah berat jenis dan kekentalan. Kekentalan minyak bumi mentah lebih tinggi dari air, namun
berat jenis minyak bumi mentah lebih kecil dari air. Minyak bumi yang memiliki berat jenis
lebih rendah dari air cenderung akan pergi ke atas. Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk
batuan yang menyerupai mangkok terbalik, maka minyak ini akan tertangkap dan siap
ditambang.
BAB II

PERANAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA

Upaya pencarian minyak di Indonesia telah dimulai sejak 1871. Baru pada 1883 secara
kebetulan dijumpainya tanda-tanda terdapatnya minyak bumi di sekitar Telaga Tunggal oleh
AJ Zijlker. Pada tanggal 15 Juni 1885, setelah memperoleh konsesi dari Sultan Langkat dia
berhasil menemukan sumur minyak pada sumur Telaga Tunggal dengan cadangan yang cukup
ekonomis. Lapangan ini kemudian dikenal dengan Telaga Said.
Keberhasilan tersebut membuka peluang banyak perusahaan-perusahaan yang mencari
minyak dan mengusahakannya. Hal ini terbukti semakin meluasnya penemuan-penemuan
lapangan minyak di Indonesia seperti di Surabaya, Cepu, Jambi, Aceh Timur, Palembang dan
Kalimantan Timur. Bahkan, sejak pemerintahan Orde Baru dengan masuknya para kontraktor
minyak asing, semakin banyak lapangan minyak dan gas bumi (migas) yang ditemukan dan
dihasilkan, termasuk juga hasil minyak dan gas bumi dari lepas pantai (offshore).
Hingga 1970, minyak dan gas bumi yang dihasilkan hanya berasal dari daratan
(onshore). Eksplorasi besar-besaran dimulai sejak 1966 (mulai pemerintah Orde Baru), baik
eksplorasi di daratan maupun di lautan. Baik yang dilakukan oleh Pertamina sendiri maupun
oleh kontraktor minyak asing, terutama atas dasar kontrak bagi hasil (Production Sharing
Contract/PSC).
Sebagai hasilnya, mulai 1971 lapangan dari lepas pantai mulai berproduksi.
Pelonggokan minyak dan gas bumi di Indonesia berkaitan erat dengan cekungan sedimen
berumur tersier.

Tahana (status) eksplorasi dewasa ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut,
 Cekungan yang telah lama menghasilkan dengan hasil eksplorasi sebelum 1965, dengan
penerapan berbagai cara modern menunjukkan bahwa longgokan hidrokarbon masih dapat
dijumpai di cekungan tersebut, seperti cekungan di Sumatera Utara, Tengah, Selatan,
Timur Laut dan Tenggara, Jawa, Kutai dan Tarakan di Kalimantan Timur, serta di Salawati
Irian Jaya.
 Wilayah kerja yang sebelumnya dianggap kurang menarik ternyata masih banyak
kontraktor yang berminat seperti Muara Kampar dan daerah Dumai, masing-masing oleh
Total dan Esso.
 Cekungan di Indonesia bagian Timur cukup menarik, walaupun sebelumnya kurang
menarik, karena adanya penemuan di wilayah kerja Union Texas di Tomori blok Sulawesi
Tengah melalui penemuan struktur Tiaka.
 Cekungan yang sudah ada petunjuknya dan yang membutuhkan penelitian lebih lanjut
termasuk cekungan yang terdapat di sekitar laut Arafura, Maluku

Mutu dan sifat minyak bumi dari lapangan Sumatera dan Jawa berdasarkan parafin,
kecuali dari lapangan Kenali Asam di Jambi dan Kruka di Jawa Timur yang berdasarkan
parafin aspal dan aspal. Minyak bumi dari lapangan Kalimantan umumnya berdasarkan parafin
aspal dan juga minyak dari Klamono, Irian Jaya.

Berat jenis minyak bumi Indonesia berdasarkan parafin berkisar antara 20o API dan
45o API, yang berdasarkan parafin aspal antara 20o API dan 35o API, dan berdasarkan aspal
antara 17o dan 28oAPI. Tanpa pengecualian, kada belerang minyak Indonesia sangat rendah,
rata-rata hanya 0,1 persen dan 0,4 persen.
Dari hasil kegiatan eksplorasi dan hasil kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR),
ternyata adanya peningkatan cadangan dan rasio cadangan dengan produksi yang dapat
dipertahankan pada tingkat yang masih aman. Sumber daya minyak bumi yang tersedia
diperkirakan mencapai 50 miliar barel, yang tersimpan dalam 60 cekungan. Sedangkan,
cadangan gas bumi diperkirakan sekitar 97 triliun kaki kubik yang terdiri dari 74,3 triliun kaki
kubik cadangan terbukti (proven) dan 22,7 triliun kaki kubik cadangan potensial yang tersebar
di daerah kerja Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Kepulauan Natuna dan Sulawesi Selatan.
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi yang disingkat dengan Pertamina, merupakan satu-satunya BUMN yang bergerak dalam
usaha bidang minyak dan gas bumi yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan
pengolahan, pengangkutan, dan penjualan.
Kepada Pertamina disediakan seluruh wilayah hukum pertambangan minyak dan gas
bumi. Pertamina dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk PSC. Dewasa
ini perusahaan yang bergerak juga terdapat kontraktor minyak asing. Hingga akhir 1988 jumlah
perusahaan yang bekerja atas dasar kontrak sebanyak 68 perusahaan, terdiri dari 2 perusahaan
atas dasar Kontrak Karya dan 66 atas dasar PSC. Selama 1988, ada penambahan 10 kontrak
baru antara pihak Pertamina dengan beberapa kontraktor minyak asing.

1. Produksi Minyak Bumi


Pada 1971 merupakan lembaran baru bagi Indonesia dalam produksi, karena saat itu
bukan saja menghasilkan minyak dari daratan, tetapi mulai menghasilkan minyak yang berasal
dari lepas pantai. Hal ini merupakan bukti nyata keberhasilan Orde Baru yang memberikan
peluang kepada Kontraktor Minyak Asing untuk melakukan kegiatannya di Indonesia,
terutama di lepas pantai.
Pada bulan Agustus 1971 produksi pertama minyak Indonesia dari lepas pantai
diperoleh dari lapangan Arjuna di wilayah kerja kontraktor Atlantic Richfield Indonesia, Inc.
(ARII) di daerah lepas pantai utara Jawa Barat. Juga selanjutnya dalam bulan September 1971
produksi minyak lepas pantai dari 23 sumur mencapai jumlah 10.900 barel per hari, pada 1976
dengan cepat jumlah produksi minyak dari lepas menjadi 426 ribu barel per hari dengan
sebanyak 314 sumur.
Produksi minyak mentah Indonesia mengalami puncaknya pada 1977 dengan jumlah
produksi dari daratan sebanyak 1.083,2 ribu barel per hari dan dari lepas pantai mencapai 602,1
ribu barel per hari yang berarti produksi minyak mentah Indonesia pada 1977 sebesar 1.685,3
ribu barel per hari.
Pada 1988, produksi minyak mentah Indonesia mencapai jumlah hampir 492 juta barel
atau rata-rata lebih dari 1,3 juta barel per hari. Jumlah tersebut berasal dari Pertamina 24,6 juta
barel, Lemigas 0,2 juta barel, perusahaan Kontrak Karya 9,6 juta barel dan dari perusahaan-
perusahaan PSC sebanyak 388,3 juta barel (dari dulu dominan ya, hasil produksi dari
perusahaan-perusahaan migas selain Pertamina lebih banyak, Red).

Dibandingkan 1987 produksi minyak mentah Indonesia dengan 1988 mengalami


kenaikan 2,3 persen. Di samping itu, pada 1988 Indonesia juga menghasilkan kondesat sebesar
60,3 juta barel lebih dan pada 1987 hampir 56,4 juta barel. Gambaran produksi minyak bumi
kondensat Indonesia selama Pelita IV terlihat dalam tabel 1, sedangkan prospek produksi
selama Repelita V terlihat dalam tabel 2.

Tabel 1
Produksi Minyak Mentah Indonesia Termasuk Kondensat
Pelita IV
Tahun Jumlah (jutaan barel) Per hari (ribu barel)
1984/85 532,2 1.458,0
1985/86 490,9 1.344,9
1986/87 516,1 1.414,1
1987/88 508,0 1.387,3
1988/89* 511,0 1.400,0
*angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 2
Produksi Minyak Mentah Indonesia Termasuk Kondensat
Repelita V
Tahun Jumlah (jutaan barel) Per hari (ribu barel)
1989/90 511,0 1.400,0
1990/91 522,7 1.432,0
1991/92 535,8 1.464,0
1992/93 546,0 1.496,0
1993/94 558,0 1.529,0
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Perkiraan produksi minyak mentah termasuk kondensat selama Repelita V tersebut berasal dari
Pertamina, C&T, CPI, CSR, Huffco, Petromer Trend, PTSI, Tesoro, C&T (Kontrak Karya),
PTSI (Kontrak Karya), ARII, Conoco, Hudbay, Maxus, Kodeco, Marathon, Total Ind., Unocal
dan Arbini.

2. Produksi Gas Bumi


Seperti halnya minyak bumi, dengan masuknya perusahaan-perusahaan minyak asing
pada masa Orde baru dalam bentuk PSC, maka hasil gas bumi Indonesia meningkat. Pada 1970,
produksi gas bumi Indonesia hanya 297,4 juta kaki kubik per hari, kemudian meningkat
menjadi 1.847,7 miliar kaki pada 1988, bail berasal dari daratan maupun lepas pantai. Produksi
gas bumi dari lepas pantai dimulai pada 1971 yang jumlahnya baru 2,7 juta kubik dan terus
meingkat pada 1977 menjadi 700 juta kaki kubik. Dibandingkan dengan produksi gas bumi
pada 1987 sebesar 1.732 miliar kaki kubik, berarti pada 1988 mengalami kenaikan 6,7 persen.

Produksi gas bumi tersebut berasal dari Pertamina, Lemigas, Kontrak Karya (PT Caltex
Pacific Indonesia/CPI, PT Calasiatic Topco/C&T, PT Stanvac Indonesia/PTSI) dan dari para
kontraktor atas dasar PSC (Mobil Oil, Asamera/Sumut, PT Arco/Laut Jawa, Union Oil/Unocal,
Inpex Ltd., Total Indonesia, Roy M. Huffington, Tesoro, Petromer Trend, Calasiatic
Topco/MF&K, Conoco, Hudbay, Kodeco Energy CO, PT Stanvac Rimau, Marathon Pet.
Indonesia. (familiar kan nama-nama itu, walau ada yang berubah karena merger atau
bergabung, ternyata sudah lama loh mereka bantu ekplorasi dan eksploitasi migas
Indonesia, Red)

Produksi gas bumi 1988 terbesar dari kontraktor atas dasr PSC, yakti mencapai jumlah
lebih dari 1.576, 5 miliar kaki kubik selama Repelita V, seperti terlihat dalam tabel 3 dan tabel
4.

Tabel 3
Produksi Gas Bumi Indonesia Pelita IV
Tahun Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1984/85 4.241
1985/86 4.334
1986/87 4.542
1987/88 4.759
1988/89* 4.931
*angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 4
Produksi Gas Bumi Indonesia Repelita V
Tahun Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1989/90 5.249
1990/91 6.184
1991/92 6.428
1992/93 6.510
1993/94 7.607
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

3. Pemanfaatan Gas Bumi


Sejalan dengan keberhasilan Indonesia menemukan lapangan-lapangan minyak mentah
berikut gas (associated gas) dan gas bumi yang non-associated, maka produksi gas bumi bisa
ditingkatkan sesuai dengan peningkatan jumlah kebutuhan, baik untuk dalam negeri maupun
untuk tujuan ekspor, terutama berupa LNG ataupun LPG.
Dari tahun ke tahun gas bumi yang dimanfaatkan terus meningkat. Pada 1988 jumlah
gas bumi yang dimanfaatkan sebanyak 1.716,1 miliar kaki kubik lebih atau 92,9 persen dari
seluruh produksi gas bumi saat itu. Adapun pemanfaatan sebanyak itu dimanfaatkan untuk
LNG sebanyak 1.025,0 miliar kaki kubik lebih, untuk Pupuk Sriwijaya, Pupuk Kalimantan
Timur, Pupuk Asean dan Pupuk Iskandar Muda seluruhnya 143,6 miliar kaki kubik. Yang
dimanfaatkan untuk bahan bakar perusahaan sendiri sebesar 89,5 miliar kaki kubik lebih, dan
untuk Krakatau Steel, Pupuk Kujang, serta pabrik semen Cibinong dan yang dijual setempat
sebesar 88,5 miliar kaki kubik. Untuk pemanfaatan lainnya, seperti LEX Plant Union Oil,
Kilang NGL Arco di Laut Jawa, kilang LPG di Rantau dan Mundu serta bahan bakar setempat.
Jumlah gas bumi yang dibakar (flared) dan susut sekitar 131,5 miliar kaki kubik atau
7,1 persen dari jumlah produksi 1988. Gambaran pemanfaatan gas bumi selama Pelita IV serta
prospek pemanfaatan gas bumi selama Repelita V terlihat dalam tabel 5 dan tabel 6.

Tabel 5
Pemanfaatan Gas Bumi Indonesia Pelita IV
Tahun Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1984/85 3.890
1985/86 3.973
1986/87 4.159
1987/88 4.350
1988/89* 4.384
*angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 6
Produksi Gas Bumi Indonesia Repelita V
Tahun Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1989/90 5.073
1990/91 5.689
1991/92 5.978
1992/93 6.054
1993/94 7.416
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Bachrawi Sanusi, Hasil Tambang, Minyak dan Gas Bumi Indonesia, 1991.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, termasuk
pula kebutuhan akan pelumas bahan baku industri dan lain-lain, Pertamina memiliki kilang
minyak di Pangkalan Brandan, Dumai, Sungai Pakning, Musi, Cilacap, Wonokromo,
Balikpapan dan Cepu.
Pada 1988 jumlah BBM yang dihasilkan dari kilang-kilang tersebut berupa bahan bakar
untuk pesawat terbang (Avgas) lebih dari 68 ribu barel. Dibandingkan dengan 1987 turun 21
persen. Minyak pesawat terbang (Avtur) lebih dari 5.795 ribu barel atau naik 54 persen
dibandingkan dengan produksi 1987. Bensin mobil (Mogas) hampir 31.958 ribu barel atau naik
6,7 persen dibanding 1987. Minyak tanah lebih dari 41.413 ribu barel atau turun 1,9 persen
dibandingkan 1987 (itu sebabnya konversi ke LPG 3 kg, sudah ada tanda penurunan, Red).
Minyak solar (ADO/High Speed Diesel/HSD) hampir 51.480 ribu barel atau naik 4,6 persen
dibandingkan dengan 1987. Minyak diesel (Industrial Diesel Oil/IDO) hampir 9.781 ribu barel
atau naik 0,4 persen dibanding dengan 1987. Minyak bakar hampir 18.367 ribu barel atau turun
5,8 persen dibandingkan 1987.
Secara keseluruhan jumlah produksi BBM selama 1988 mencapai 158.862 barel atau
naik 3,6 persen dibandingkan 1987. Di samping BBM dihasilkan juga BBM sekunder (Naptha,
HOMC, LSWR), bukan BBM (LPG, Tolouena, Xylol, Superbenzex, SBPX 40B,
pelarut/HAWS, BGO, Lube Base Oil, Bitumen/aspal, Ready Wax/lilin, Calcined Coke, Green
Cokes dan Polytam), minyak setengah jadi (intermediate), dan lain-lain (banyak ya, hasil
produk sampingan minyak mentah kalau dikelola, bukan hanya digunakan untuk bahan bakar
saja loh, Red).
BAB III

PROSES EKSPLORASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS

Minyak dan gas bumi merupakan hasil dari proses makhluk hidup purbakala yang mati
dan terkubur selama jutaan tahun, mendapatkan tekanan dan pemanasan suhu tinggi lalu
berproses menjadi mineral. Untuk membawa minyak dan gas bumi sampai ke permukaan
dibutuhkan proses yang panjang dan mahal. Industri migas modern membagi proses ini
menjadi dua tahap, yaitu tahap eksplorasi dan tahap produksi. Kegiatan eksplorasi
dimaksudkan untuk menemukan cadangan migas sedangkan kegiatan produksi bertujuan untuk
mengangkatnya ke permukaan.
Kegiatan Eksplorasi :

1. Studi Geologi
Studi Geologi dilakukan untuk memahi struktur dan sususnan batu pada lapisan bawah
permukaan. Dari hasil studi ini maka dapat diketahui area yang perlu dikaji lebih lanjut
dengan studi geofisika.

Gambar 5. Studi Geologi

2. Studi Geofisika
Studi Geofisika dilakukan untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari permukaan
hingga kedalaman beberapa kilometer dibawahnya. Proses ini berlangsung 6 bulan
hingga 1.5 tahun tergantung dari luasan area dan kedalam yang dituju. Metode yang
paling banyak digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan adalah survei seismik.

Gambar 6. Studi Geofisika.


3. Survei Seismik
Melalui kegiatan seismik keadaan di bawah tanah dapat direkontruksi menjadi gambar
2 dimensi atau 3 dimensi. Kegiatan seismik ini berlangsung selama 1 – 4 tahun
tergantung dari lokasi dan tipe reservor.

Gambar 7. Dimensi gambar bawah tanah

Berdasarkan hasil interpretasi gambar jika ditemukan lapisan yang berpotensi


menyimpan cadangan migas, maka selanjutnya akan dilakukan kegiatan pengeboran
eksplorasi.
4. Pengeboran Eksplorasi
Data seismik yang akurat belum tentu menjamin terdapat cadangan migas, data tersebut
harus dibuktikan dengan kegiatan pengeboran, semakin dalam lapisan yang dibor maka
semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Pengeboran merupakan kegiatan
terpenting dalam eksplorasi maupun produksi. Lama waktu pengeboran bisa memakan
waktu 1 – 4 buan.

Gambar 8. Kegiatan pengeboran


Kegiatan eksplorasi mengandung resiko dan ketidak pastian yang sangat tinggi, oleh
karena itu dibutuhkan modal yang sangat besar, teknologi yang canggih, dan sumber daya
manusia yang berpengalaman. Resiko terburuk dari kegiatan eksplorasi adalah dray hole atau
tidak ditemukannya cadangan migas. Akan tetapi keduanya tidak dapat ditemukan tanpa
kegiatan eksplorasi. Jika kegiatan eksplorasi ini telah berhasil maka akan dilanjutkan dengan
tahapan pengembangan atau Produksi.
Kegiatan Produksi :
Kegiatan produksi ini mencakup pengeboran sumur pengembangan serta pembangunan
fasilitas produksi. Kegiatan produksi ialah mengangkat migas ke permukaan, aliran migas akan
masuk ke dalam sumur lalu dinaikan ke permukaan melalui tubing, migas kemudian dialirkan
ke sumur, lalu naik ke permukaan melalui pipa salur setelah itu dialirkan lagi ke separator.
Separator berfungsi untuk memishakan migas dari material yang tidak dibutuhkan hingga
akhirnya minyak dan gas bumi dipisahkan. Proses ini biasanya memakan waktu 6 bulan – 3
tahun.

Gambar 9. Proses pada Separator

Setelah proses tersebut minyak akan dialirkan menuju tangki pengumpul sedangkan gas
dialirkan melalui pipa kepada konsumen. Proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan
tekanan alami atau menggunakan metode pengangkatan buatan

Eksplorasi Minyak Bumi di Indonesia


Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada 1988 kegiatan eksplorasi berlangsung baik di
permukaan maupun di bawah tanah. Adapun cara yang digunakan meliputi cara geologi,
termasuk penginderaan jauh, geofisika, serta pemboran dalam. Eksplorasi geofisika
menggunakan cara penampungan gempa dan cara gaya berat. Cara gempa telah melalui
lintasan lebih dari 32,7 ribu km dan cara gaya berat sejauh lebih dari 5,7 ribu km. selama 1988
jumlah pemboran eksplorasi sebanyak 135 pemboran/lubang dengan jumlah kedalaman hampir
mencapai 274 ribu meter. Jumlah tersebut berasal dari pemboran eksplorasi yang dilakukan
Pertamina sebanyak 13 buah dengan kedalaman 29,4 ribu meter lebih. Pemboran yang
dilaksanakan kontraktor PSC sebanyak 110 pemboran dengan jumlah kedalaman seluruhnya
lebih dari 220,1 ribu meter dan dilaksanakan oleh Kontrak Karya (PT Stanvac) sebanyak 12
pemboran eksplorasi dengan kedalaman seluruhnya 24,3 ribu meter. (hmm, ternyata dari dulu
kontribusi Pertamina dalam eksplorasi hanya mampu sekitar 9-10 persennya saja,Red)
Dari pemboran eksplorasi selama 1988 telah memperoleh hasil longgokan minyak
sebanyak 39 buah (Pertamina 2, PSC 15 dan Kontrak Karya 3). Dilihat dari perkembangan
tersebut menunjukkan bahwa selama 1988 angka perbandingan keberhasilan yakni 1 : 2,1.
DI Indonesia, kedalaman lapisan yang berproduksi berkisar antara 150-2.000 meter,
tetapi rata-rata antara 400-1.600 meter. Adapun sumur yang terdangkal terdapat di daerah
Tarakan, Sanga-Sanga, Bula dan Jawa bagian timur laut. Longgokan hidrokarbon pada
kedalaman sekitar 3.000 meter masih tergolong mempunyai arti ekonomi, hal terbukti dari
hasul yang diperoleh dalam pemboran secara modern, seperti yang telah dilakukan di lapangan
Attaka dan struktur Badak di Kalimantan Timur, serta lapangan Arun di Aceh.
Sebagai gambaran, walaupun pada 1988 termasuk tahun pasaran dan harga minyak
dunia cukup prihatin, tetapi ternyata selama tahun tersebut beberapa penemuan sumur minyak
dan gas bumi dari kegiatan eksplorasi masih tetap berkembang (pantas, periode 1970-1990an
produksi minyak bisa lebih dari 1 juta barel per hari, bahkan sentuh 1,6 juta barel per hari, Red).
Selama 1988, penemuan sumur-sumur minyak dan gas bumi seperti yang diperoleh
Pertamina dari beberapa sumur yang terdapat di Sumbagut dan Jawa. Penemuan dari kontraktor
atas dasar Kontrak Karya terjadi di Sumatera Tengah yang dilakukan PT Stanvac Indonesia.
Penemuan terbesar sumur-sumur minyak dan gas bumi dari kegiatan pemboran eksplorasi
berada dari kontraktor yang berdasarkan PSC. Penemuannya antara lain di daratan, Asamera
menemukan beberapa sumur di Sumatera Selatan, Caltex di wilayah kerja CPP, perusahaan
CSR di Bula-Seram, Hudbay di Selat Malaka, Huffco di Kalimantan Timur, Stanvac di wilayah
kerja Rimau A-1, Trend di Sumatera, Union Texas di Tomori, Shell di Jambi dan Unocal di
wilayah kerja daratan Teweh.
Selain yang terbesar, ditemukan juga sumur-sumur minyak dan gas bumi dari kegiatan
pemboran eksplorasi selama 1988 dilakukan kontraktor atas dasar PSC, yakni Arco dari
beberapa sumur di barat daya Jawa dan di tenggara Kangean, Conoco dari sumur yang terdapat
di Natuna “B”, Deminex dari wilayah kerja Simenggaris, Hudbay dari wilayah kerja Selat
Malaka, Japec dari Gebang Seranggang, maxus dari beberapa sumur minyak dan gas bumi di
wilayah kerja Sumatera Tenggara, Union Texas dari Tanaki dan Unocal dari wilayah
Kalimantan Timur.
Selama Repelita V, diperkirakan dilakukan kegiatan eksplorasi untuk seismik rata-rata
34.600 km per tahun dan pemboran ekplorasi 176 sumur per tahun.
BAB IV

PERANAN CONTROL SYSTEM PADA PROSES EKSPLORASI DAN


PRODUKSI

1. Sistem PLC pada Remot Therminal Unit (RTU)


RTU adalah pengontrol jarak jauh dimana control sistemnya menggunakan PLC yang
berguna sebagai pengirim data ke Distributed Control System (DCS). PLC mengirim data
berupa data analog, digital input dan digital output. Data analog berupa arus 4 – 20 mAmp
yaitu berupa pressure, temperature dan flow.
2. Sistem SCADA pada Operator pada Central Control Room (CCR)
Sistem scada ini adalah sebuah sistem yang dapat mengontrol dan memonitoring data
yang akusisi dari mesin, transmitter dan lainnya yang akan ditampilkan pada monitor.
Operator di CCR menggunakan sistem SCADA untuk mengambil data wellhead (flow,
pressure, dan temperature) dan remote untuk menshutdown well. SCADA terdiri dari link radio
dan RTU dengan PLC dan terhubung ke DCS di CCR.
3. Sistem DCS pada pada Central Control Room (CCR)
Data yang diterima DCS harus sama dengan data yang dikirim oleh PLC yang ada di
RTU. DCS akan mengetahui apabila terjasi sesuatu yang ada di well head control panel dan
yang ada di RTU.
Operator di CCR menggunakan DCS untuk mengendalikan operasi normal plan. DCS
terdiri dari laya PC operator (HMI) dan Field Control System (FCS) yang terubung dengan
transmitter dan control valve untuk proses pengukuran dan pengontrolan (control loop). Jika
proses menyimpang dari operasi akan mengambil tindakan.
4. Sistem DCS Pada CO2 Removal Plant
 CO2 Removal Unit adalah bagian dari pemrosesan gas yang bertujuan mengurangi kadar
CO2 dalam gas. Pengurangan kadar CO2 dilakukan dengan pengontakan antara gas bumi
dan larutan DEA (diethanol amine).
 Sistem kontrol yang digunakan CO2 Removal Unit adalah Honeywell PlantScape Process
yang merupakan produk automasi industri bertipe Distributed Control System (DCS).
 DCS pada CO2 removal plant berfungsi sebagai interface bagi operator untuk
mengendalikan jalannya proses secara elektronis. DCS ini bertindak pula sebagai server
dengan sebuah client. Software yang digunakan adalah CO2 Removal Plantscape Release
400 dari HONEYWELL.
Gambar 6.Tampilan pengendalian Amine Contactor

 Sistem kontrol pada CO2 Removal Unit dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
Server serta Workstation, Control System Panel, I/O device, dan perangkat
komunikasinya. Server serta Workstation berfungsi sebagai penyimpan data-data dan HMI
untuk operator. Control System Panel berfungsi sebagai kontroller dalam sistem kontrol.
I/O device ada yang bernilai analog dan digital. Perangkat komunikasi dalam sistem
kontrol menggunakan jaringan Ethernet, jaringan ControlNet, dan sistem Foundation
Fieldbus
BAB V
SISTEM DISTRIBUSI PRODUKSI

Fluida dari sumur-sumur produksi (oil wells) melalui suatu sistim perpipaan yang
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan sistim Individual flow line atau dengan
menggunakan Production Line di pompakan ke gathering station.

Pada sistem individual flow line, masing-masing flow line dari sumur produksi
dihubungkan dengan header yang terdapat di gathering station, sedangkan pada sistim
production line, flow line dari setiap sumur produksi dihubungkan dengan masing-masing
header yang terdapat pada production line yang ada di jalan utama menuju ke gathering station.
Di gathering station, fluida kemudian diarahkan ke unit Separator untuk dipisahkan gasnya dari
minyak dan air sebelum kemudian masuk ke unit berikutnya yaitu Gas Boot. Gas yang
dipisahkan dialirkan ke vapor recovery unit untuk diproses lebih lanjut, tetapi tidak setiap
lapangan dilengkapi alat tersebut.

Setelah dari gas boot, proses selanjutnya terjadi di Wash Tank yang digunakan selain
untuk menampung fluida yang datang dari sumur- sumur minyak setelah melalui separator dan
wash tank, juga untuk memisahkan air dan minyak. Waktu retensi atau retention time yang
cukup diperlukan untuk pemisahan air dan minyak. Setelah terjadi pemisahan, air dari wash
tank dengan menggunakan water leg akan dialirkan ke fasilitas pengolahan air (water
treatingplant) sebagai bahan baku untuk keperluan air injeksi, sedangkan minyaknya mengalir
ke Shipping Tank. Dari shipping tank kemudian minyak dipompakan ke Hydro Carbon
Transportation (HCT) / Pusat Penampung Produksi/Pusat Penampung Minyak. Sebelum
minyak dipompakan dari shipping tank ke HCT/PPP/PPM, perlu dianalisa kandungan dasar
sedimen dan airnya atau BS&W ( Basic Sediment and Water ).
BAB VI
KESIMPULAN

Dari makalah ini kita dapat menyimpulkan bahwa:


 Industri minyak dan gas bumi modern membagi proses menjadi dua tahap, yaitu tahap
eksplorasi dan tahap produksi. Kegiatan eksplorasi dimaksudkan untuk menemukan
cadangan migas sedangkan kegiatan produksi bertujuan untuk mengangkatnya ke
permukaan.
 Kegiatan eksplorasi dan produksi mengandung resiko yang tinggi oleh karena itu
dibutuhkan modal yang sangat besar, teknologi yang canggih, dan sumber daya manusia
yang berpengalaman.
 Minyak dan Gas bumi sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Kenaikan
BBM akan meningkatkan inflasi, kemiskinan, serta pengangguran. Dengan demikian,
efeknya akan kembali ke pendapatan negara, karena berkurangnya pendapatan dari
sektor pajak pendapatan.
DAFTAR PUSTAKA

http://lumba2sirkus.blogspot.co.id/2013/10/perjalanan-serta-peran-minyak-dan-gas.html

http://www.elektro.undip.ac.id/el_kpta/wp-content/uploads/2012/05/L2F008107_MKP.pdf

https://www.youtube.com/watch?v=EaYnJxMildU

https://casdiraku.wordpress.com/2010/02/17/peran-strategis-minyak-dan-gas-bumi/
http://direktoritraining.com/pentingnya-minyak-bumi-dan-gas-alam/

https://www.academia.edu/4055536/Form_laporan_petrochina_swest
MAKALAH

Eksplorasi Dan Produksi Minyak Dan Gas

disusun oleh:

Wina Noor Dwiyani 14223882

Institut Sains dan Teknologi Nasional

Jurusan Teknik Industri

Program Studi Teknik Telekomunikasi Ekstensi S1

2016

Anda mungkin juga menyukai