Anda di halaman 1dari 6

Peran Puskesmas dalam Gerakan Nasional

Perbaikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan


Posted: September 21, 2016Tags:Comments: 0
Tingginya angka kematian balita di Indonesia salah satunya disebabkan oleh karena masih tingginya angka
kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita yang menyebabkan anak menjadi mudah terserang penyakit.
Kasus balita gizi kurang berupa stunting (balita pendek) masih banyak di jumpai di Indonesia terutama di
daerah pinggiran atau daerah dengan status ekonomi rendah. Salah satunya di daerah Tambak Wedi Surabaya,
tempat saya bertugas sebagai dokter puskesmas. Disana banyak saya jumpai kasus stunting pada balita.
Stunting sendiri terjadi bukan karena keturunan melainkan disebabkan oleh kurangnya asupan gizi baik pada
saat ibu hamil maupun pada saat anak berusia sampai 2 tahun.
Hal ini sesuai dengan data WHO yang menyebutkan bahwa terdapat 162 juta balita penderita stunting di
seluruh dunia, dimana 56% berasal dari Asia. Indonesia bahkan termasuk dalam lima besar negara dengan
prevalensi stunting tertinggi di Asia-Afrika. Sedangkan menurut Riskesdas 2013, prevalensi balita gizi buruk
dan kurang di Indonesia mencapai 19,6 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan data
Riskesdas 2010 sebesar 17,9 persen.
Penyebab dari tingginya angka kejadian stunting secara langsung disebabkan oleh rendahnya asupan gizi dan
masalah kesehatan. Selain itu pengaruh tidak langsung berasal dari pola asuh, ketersediaan makanan,
ketersediaan air minum bersih serta sanitasi dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Seluruh faktor
penyebab ini dipengaruhi oleh beberapa akar masalah yaitu kelembagaan, politik, kebijakan ekonomi,
sumberdaya, lingkungan, teknologi dan kependudukan.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan tersebut, Kemenkes beserta
sektor-sektor pemerintah dan swasta terkait telah menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2015-
2019 yang mengedepankan partisipasi multisektor dan telah menemukan bukti bahwa integrasi yang baik
antar program , keleluasaan dalam penganggaran dan kapasitas kelembagaan yang kuat dapat menjawab
tantangan dalam upaya pencapaian ketahanan pangan dan gizi.

Dalam hal mempercepat perbaikan gizi tersebut, Indonesia telah menginisiasi gerakan bersama berdasar
Peraturan Pemerintah no.42/2013 berupa Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Kebijakan ini
menekankan konsep betapa pentingnya 1000 hari pertama kehidupan bagi seseorang.

Seribu hari pertama kehidupan adalah masa awal kehidupan yang dimulai saat didalam kandungan sampai 2
tahun pertama setelah kelahiran. Seribu hari pertama kehidupan merupakan periode emas seorang anak untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal. Gangguan yang terjadi pada periode ini, khususnya asupan gizi yang
tidak tepat, akan berdampak pada kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak yang bersifat permanen dan
berjangka panjang serta lebih sulit untuk diperbaiki setelah anak berusia 2 tahun.

Dampak terjadinya gangguan gizi pada masa seribu hari pertama kehidupan yaitu Gangguan gizi kronis
(pendek) dan kelebihan gizi. Gangguan gizi kronis (pendek) dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak
yang berdampak jangka panjang pada rendahnya kemampuan kognitif dan prestasi pendidikan, serta gangguan
pertumbuhan yang berdampak jangka panjang pada rendahnya daya tahan kemampuan kerja. Sedangkan untuk
kelebihan gizi (kegemukan) dapat menyebabkan gangguan metabolisme tubuh yang dapat meningkatkan risiko
penyakit metabolik seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung, kanker, stroke dan hipertensi.

Selain berfokus pada penanganan gizi pada anak, Perempuan juga perlu mendapat perhatian khusus akan hal
ini. Mengapa? Karena perempuan dewasa yang kurang gizi (berat badan kurang dan postur pendek) berisiko
melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi BBLR berisiko gagal tumbuh selama usia
anak, remaja dan dewasa. Sehingga pada saat dewasa berisiko melahirkan generasi kurang gizi selanjutnya.
Kehamilan dini dari remaja yang kurang gizi akan menambah risiko lahirnya bayi dengan BBLR dan remaja
tersebut akan tumbuh menjadi perempuan dewasa dengan berat badan rendah dan postur pendek. Apabila
masalah ini tidak diatasi, maka akan terjadi masalah anak pendek intergenerasi. Melalui gerakan seribu hari
pertama kehiduppan ini akan memutus rantai kekurangan gizi pada perempuan sehingga akan menghasilkan
generasi baru yang lebih sehat dan cerdas.

Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan primer di
Indonesia. Menurut Depkes RI 2004, puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja.

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melaui puskesmas yakni terwujudnya kecamatan sehat menuju
Indonesia sehat, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan lagi menjadi dua yakni upaya kesehatan
wajib dan upaya kesehatan pengembangan.

Upaya kesehatan wajib terdiri dari promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan
anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular serta upaya pengobatan,

Sedangkan upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah
ada yaitu upaya kesehatan sekolah, kesehatan kerja, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan jiwa, kesehatan
mata, kesehatan usia lanjut dan pengembangan obat tradisional.

Sebagai pelaksana teknis dinas kesehatan , dalam rangka mensukseskan program 1000 hari pertama kehidupan,
puskesmas Tambak Wedi Surabaya memiliki beberapa program yang berkaitan dengan program nutrisi 1000
hari pertama kehidupan yaitu melalui program KIA dan Gizi.

Program KIA:

1. Antenatal Care (ANC)


 Pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali
 Suntik imunisasi TT (Tetanus Toxoid)
 Pemberian tablet besi minimal 90 hari
 Rujukan ibu hamil risiko tinggi
 Kelas Ibu Hamil
2. Post Natal Care
 Pemeriksaan Nifas
 Pemberian vitamin A pada ibu nifas
3. Pelayanan Neonatus
 Pemberian Imunisasi Dasar
4. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Program Gizi:

1. Penimbangan Bayi Balita (posyandu)


2. Pelacakan dan Perawatan Gizi Buruk
3. Stimulasi dan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
4. Pos Gizi (praktek memasak dengan kandungan gizi yang benar)
5. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Bumil (Ibu Hamil), Busui (Ibu Menyusui), KEK
6. Penyuluhan ASI eksklusif dan MP-ASI Baduta (Balita dibawah usia dua tahun)
7. Pemberian vitamin A dan obat cacing

Program KIA di Puskesmas Tambak Wedi Surabaya dilaksanakan oleh satu dokter penanggung jawab KIA
dan tiga bidan. Sedangkan untuk program Gizi dilaksanankan oleh satu petugas gizi dan satu petugas promkes.
Kegiatan-kegiatan program ada yang dilakukan harian, bulanan, semesteran (6 bulan sekali) dan tahun
(setahun sekali). Beberapa kegiatan investigasi dan intervensi dilakukan setiap saat jika ditemukan masalah di
lapangan seperti kasus gizi buruk atau kasus kematian ibu hamil. Kegiatan-kegiatan program tersebut dapat
dilakukan di dalam maupun di luar gedung puskesmas.

Target yang dicapai oleh Puskesmas Tambak Wedi Surabaya selama tahun 2015 adalah sekitar 95% yang
mengalami peningkatan dari target tahun sebelumnya sebesar 80%. Evaluasi yang dilakukan dari pencapaian
kinerja tersebut adalah masih kurangnya SDM (sumber daya manusia) baik berupa tenaga professional medis
maupun kader, masih minimnya fasilitas baik kendaraan, gedung maupun alat penunjang kesehatan seperti
timbangan, kompor dan sound system, rendahnya pendidikan yang menyebabkan rendahnya kesadaran warga
karena terhalang oleh budaya setempat, serta kurangnya kerja sama yang baik antar sektor di wilayah setempat.

Akan tetapi perbaikan tetap dilakukan karena puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di
wilayah setempat. Puskesmas tidak hanya menjadi upaya kesehatan kuratif (pengobatan) tetapi juga harus
menjadi upaya promotif (promosi), preventif (pencegahan) dan rehabilitatif (rehabilitasi). Dan semua itu juga
tergantung dari sektor-sektor terkait di masyarakat yang harus saling bahu membahu dalam upaya perbaikan
kesehatan terutama gizi ibu dan anak dalam 1000 hari pertama kehidupan.

Dalam mewujudkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat Indonesia dengan prioritas 1000
hari pertama kehidupan, puskesmas memiliki andil dan fungsi sangat besar terhadap kemajuan program
tersebut. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia memiliki peran dalam pelacakan,
perawatan, dan pengobatan pada kasus kasus gizi kurang maupun gizi buruk melalui program puskesmas KIA
dan Gizi. Pelaksanaan program puskesmas tersebut hendaknya selalu dievaluasi dan di tingkatkan kinerja nya
agar perbaikan gizi dapat segera tercapai dan Indonesia mampu mencetak generasi-generasi penerus bangsa
yang lebih baik lagi.

Daftar Pustaka
Kemenkes, Balitbang. Riskesdas 20013. [internet].[19-09-
2016]. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
Siswono. Masyarakat Global Serukan Kemitraan untuk Mengatasi Masalah Gizi. [internet].[15-09-
2016]. http://gizi.depkes.go.id/gizi-sebagai-komponen-inti-dari-pembangunan-berkelanjutan-
masyarakat-global-serukan-kemitraan-untuk-mengatasi-masalah-gizi
Ummiyun. Implementasi Pelayanan Promotif dan Preventif di Puskesmas Tapian Dolok Kabupaten
Simalungun Tahun 2015. 2015. [internet].[16-09-2016]. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/50413
Wahana Visi Indonesia. 1000 Hari Pertama Kehidupan Penentu Ribuan Hari Berikutnya. [internet].[16-09-
2016].http://wvindonesia.org/images/article/4141/Aksi%20Gizi%20Booklet.pdf
Zahraini,Yuni. 1000 Hari: Mengubah Hidup, Mengubah Masa Depan.[internet].[15-09-
2016] http://gizi.depkes.go.id/1000-hari-mengubah-hidup-mengubah-masa-depan
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 69 TAHUN 1994
TENTANG
PENGADAAN GARAM BERYODIUM
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dipandang
perlu melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan berbagai
gangguan terhadap kesehatan manusia akibat dari kekurangan yodium
melalui kegiatan iodisasi garam ;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk mengatur
pengadaan garam beryodium dengan Keputusan Presiden;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945


2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian (lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 No 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1991 tentang Standar N asional
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3434);
5. Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan
dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PENGADAAN GARAM BERYODIUM

Pasal 1

Garam yang dapat diperdagangkan untuk keperluan konsumsi manusia atau ternak, pengasinan
ikan, atau bahan penolong industri pangan adalah garam beryodium yang telah memenuhi
Standar Industri Indonesia (SII)/ Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pasal 2

Garam sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, sebelum diperdagangkan wajib terlebih dahulu
diolah melalui proses pencucian dan iodisasi.

Pasal 3

Dalam hal garam sebagaimana dalam pasal 2 telah memenuhi syarat untuk langsung diiodisasi,
proses iodisasi dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melalui proses pencucian.

Pasal 4

Garam beryodium yang diperdagangkan wajib dikemas dan diberi label.

Pasal 5

(1) Pengolahan, pengemasan, dan pelabelan garam beryodium dilakukan oleh :


a. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Garam.
b. Badan Hukum Swasta dan Koperasi yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian.
(2) Persyaratan teknis pengolahan, pengemasan dan pelabelan garam beryodium ditetapkan
oleh Menteri Perindustrian.

Pasal 6

(1) Menteri Perindustrian melakukan pengawasan terhadap pengolahan, pengemasan, dan


pelabelan garam beryodium.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Mente ri Perindustrian
berkoordinasi dengan Departemen/Lembaga terkait.
(3) Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dibebankan pada Anggaran Belanja Departemen Perindustrian.

Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presiden ini diatur oleh Menteri
Perindustrian setelah berkoordinasi dengan Menteri terkait.

Pasal 8

Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka segala ketentuan mengenai pengadaan garam
beryodium yang bertentangan dengan Keputusan Presiden ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 9

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Oktober 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Salinan sesuai dengan
aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan Perundang-undangan
u.b
Kepala Bagian Penelitian
Perundang-undangan I

Ttd
V.Nahattands, S.H.

Anda mungkin juga menyukai