Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik ( PGK ) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Chang, Daly, dan Elliot, 2016).
Menurut Fresenius Medical Care (dalam Aminal 2017) Pasien
gagal ginjal kronik (GGK) diseluruh dunia pada akhir 2011 mencapai
2.786.000 orang, dengan rata-rata bertambah 6-7% pertahunya, dan terus
meningkat secara signifikan diseluruh dunia. Taiwan merupakan negara
dengan jumlah penderita GGK tertinggi didunia , dengan jumlah penderita
mencapai 2.850 orang per satu juta populasi. Berdasarkan data Badan
Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memperlihatkan
yang menderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50%
sedangkan yang diketahui dan mendapatkan pengobatan hanya 25% dan
12,5% yang terobati dengan baik (Indrasari, 2015).
Indonesia termasuk Negara dengan tingkat penderita penyakit
ginjal kronik yang cukup tinggi, data dari ASKES tahun 2016 tercatat
17.507 pasien, tahun berikutnya tercatat 23.261 dan data terakhir tahun
2016 Tercatat 24.141 orang pasien (Namawi,2015). Hasil data dari
KEMENKES RI mengenai jumlah penderita penyakit gagal ginjal
diindonesia menempati urutan kedua setelah jantung dengan pertembuhan
hamper 100% dari tahun 2016-2017 (Dinkes Jateng, 2017). Data
Indonesian Renal Regristy (IRR) melaporkan jumlah penderita GGK
diindonesia tercatat 22.304, tahun 2017 meningkat menjadi 28,782 (IIR,
2016).
Berdasarkan data dari Riskesdas 2017 prevalensi penyakit ginjal
kronik sesuai diagnosis dokter di indonesia sebesar 0,2%. Di urutan
pertama ditempati oleh Sulawesi Tengah dengan prevalensi 0,5%, di ikuti

1
oleh Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara dengan prevalensi 0,4%.
Sementara NTT, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur masing-masing memiliki
prevalensi sebesar 0,3%. Karena rusaknya unit penyaring ginjal maka
pasien penyakit ginjal kronik memerlukan terapi pengganti ginjal yang
salah satunya dengan hemodialisis (Baradero. dkk, 2016). Jumlah
penderita gagal ginjal kronik dijawa tengah sebanyak 3.363 pasien, dimana
2.192 pasien baru dan 1.171 pasien aktif (IRR, 2016).
Hemodialysis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada
penderita gagal ginjal kronik (GGK). Meskipun pasien CKD sudah
mendapatkan terapi pengganti ginjal berupa hemodialysis rutin, fungsi
ginjal pasien akan menurun secara progresif yang mengakibatkan
munculnya berbagai macam komplikasi penyakit, yang salah satunya
adalah anemia. Anemia terjadi pada 80-90% orang dengan penyakit Gagal
Ginjal Kronik (GGK) (Suwitra, 2017).
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Suyoto (2018), pada bulan
Januari 2018 terhitung 86% dari 123 pasien mengalami anemia. Kemudian
pada bulan Februari 2018 terhitung 89,4% dar 100 pasien, pada bulan
Maret 2018 terhitung 87,2 % dari 117 pasin dalam kondisi anemia, and
pada bulan April 2018 terhitung 89% dari 127 pasien mengalami anemia
dimana kadar hemoglobin pasien hemodialysis <10gr/dl. Kadar
hemoglobin yang tinggi dan rendah akan mempengaruhi kondisi yang
sedang mengalami penurunan fungsi ginjal. Kadar hemoglobin yang
rendah mengakibatkan terjadinya kelelahan-kelelahan utama dan penyerta
pada pasien CKD diantaranya sesak nafas, kelemahan fisik dan keletihan.
Menurut berbagai literature, kelelahan atau keletihan bagi setiap
individu maupun kelompok masyarakat memiliki arti sendiri dan bersifat
subjektif. Letih adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi
dan ketahanan dalam bekerja. Keletihan menunjukkan kondisi yang
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya beermuara pada
kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh
(Kring & Crane, 2018).

2
Berdasarkan studi pendahuluan Seno (2018), yang melakukan
penelitian pada bulan April 2018 dengan melakukan wawancara langsung
pada 75 pasien dan melihat dokumentasi pada buku catatan hemodialisa,
70% pasien mengekuh sesak, sulit tidur, mudah lela dan tidak mampu lagi
berjalan lebih dari 50 meter.
Berdasarkan fenomena diatas kelompok tertarik melakukan asuhan
keperawatan pada pasien CKD dengan anemia dan keletihan.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Kelompok mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan Anemia dan Keletihan di ruang
Hemodialisa.
b. Tujuan khusus
a) Kelompok mampu memahami penyakit Gagal Ginjal Kronik
(GGK).
b) Kelompok mampu memhami tentang Hemodialisa
c) Kelompok mampu memahami tentang penyakit Anemia.
d) Kelompok mampu memahami tentang definisi Keletihan.
e) Mahasiswa dapat mengkaji pasien, menegakkan diagnosa, melakukan
intervensi keperawatan, dan melakukan evaluasi pada pasien kelolaan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronik


1. Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya di eliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa (Suharyanto & Madjid, 2018).
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin &
Sari, 2017).

2. Etiologi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary
illness). Penyebab yang sering adalah diabetes militus dan hipertensi.
Selain itu, ada beberapa penyebab lainya dari gagal ginjal kronis, yaitu
(Robinson, 2018):
a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis)
b. Infeksi kronis (pyelonefritis)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)
d. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)
e. Obstruksi saluran kemih (nephorolithisis)
f. Penyakit kolagen (Systermic Lupus Erythematosus)
g. Obat – obatan nefrotoksik (aminoglikosida)
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti
glomerolunefritis akut, gagal ginjal akut, penyakit ginjal polikistik,
obstruksi saluran kemih, pielonefritis, nefrotoksin, dan penyakit sistemik,

4
seperti diabetes melitus, hipertensi, lupus eritematosus, poliartritis,
penyakit sel sabit, serta amiloidosis (Bayhakki, 2017).

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan
gangguan yang bersifat sistematik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam
peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction),
sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda
dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis (Robinson, 2017)
a. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotesis, mulut
kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual.
Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala
yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan
iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan
cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis
metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output
dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiumyopati, uremic
pericarditis, effuse pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade
jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
c. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan
efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic
lung, dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukan adanya inflamasi dan ulserasi pada
mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi,
dan kemungkinan juga disertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif,
duodenal, lesi pada usus halus / usus besar, colitis, dan pankreatitis.

5
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan
vomiting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering da nada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal
pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan reflek
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukan
adanya metabolic encephalophaty.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi
sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolism
karbohidrat.
h. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet.
Biasanya masalah yang serius pada system hematologiditunjukan
dengan adanya perdarahan (pulpura, ekimosis, dan petechiae).
i. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur
pathologis, dan kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).

4. Patofisiologi\
Patofisiologi GGK tergantung dari etiologi diagnosisnya, pada
awalnya keseimbangan cairan dan sisa-sisa metabolisme masih bergantung
pada ginjal yang sakit, hingga fungsi ginjal menurun kurang dari 25%.
Mulai muncul manifestasi klinis GGK namun kecil, hal ini dikarenakan
nefron-nefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Akibat

6
dari nefron yang rusak laju filtrasi, reabsorbsi dan sekresinya mengalami
peningkatan serta hipertrofi. Seiring dengan bertambahnya nefron yang
mati, maka nefron yang masih sehat menghadapi tugas yang semakin
berat. Akibatnya nefron-nefron tersebut mengalami kerusakan dan
akhirnya mati. Seiring dengan semakin parahnya penyusutan dari nefron,
maka terjadinya pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah
ke ginjal (Corwin, 2017).
Selanjutnya gagal ginjal masuk ke tahap insufisiensi ginjal. Sisa-
sisa metabolisme mulai terakumulasi dalam darah dan akan
mengakibatkan tertimbunnya produk buangan di dalam darah yang tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini dapat mengganggu kerja dari sistem
tubuh lainnya (Milner dalam Mardyaningsih, 2014). Sistem kerja tubuh
yang terganggu akibat gagal ginjal meliputi sistem gastrointestinal,
integumen, hematologi, saraf dan otot, kardiovaskuler serta endokrin.
Pasien GGK sering mengalami manifestasi klinis yang disebabkan oleh
penyakit primer (diabetes mellitus) dan efek patologis intrinsik uremia
(Corwin, 2009). Dari urutan kejadian tersebut dapat menimbulkan tanda-
tanda gejala dan komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Akibat semakin
banyaknya sisa-sisa metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal,
maka gejala akan semakin berat. Pasien akan merasa kesulitan menjalani
aktivitas sehari-hari dan berdampak pada kualitas hidup pasien (Corwin,
2017).
Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang
berasal dari nefron. Insifiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50%
dalam hal GFR(Glomelular Filtration Rate). Pada penurunan fungsi rata-
rata 50% biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri,
nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi
kegagalan fungsi ginjal maka keseimbngan cairan dan elektrolit pun
terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir
sama dengan gagal ginjal akut, namun awitan waktunya saja yang
membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa dampak yang

7
sistemik terhadap seluruh system tubuh dan sering mengakibatkan
komlikasi (Mandara, 2018).

5. Patways

6. Penatalaksanaan
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis
adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup
klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan
penatalaksanaan perpadu dan serius, sehingga akan meminimalisir
komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien. Oleh karena itu,

8
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan
pada klien gagal ginjal kronik (Robinson, 2018) :
a. Perawatan kulit yang baik
Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik melalui personal
hygiene (mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun yang mengandung
lemak dan lotion tanpa alkohol untuk mengurangi rasa gaatal. Jangan
gunakan gliserin/sabun yang mengandung gliserin karena akan
mengakitbatkan kulit tambah kering.
b. Jaga kebersihan oral
Lakukan perawat oral hygine melalui melalui sikat gigi dengan
bulu sikat yang lembut/spon. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan
manis) untuk mengurangi rasa tidak nyaman dimulut.
c. Beri dukungan nutrisi.
Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu makanan
favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan tinggi intake kalori,
rendah natrium dan kalori.
d. Pantau adanya hyperkalemia
Hiperkalemia biasanya ditunjukan dengan adanya kejang / kram
pada lengan dan abdomen, dan diarea. Selain itu pemantauan
hyperkalemia dengan hasil ECG. Hyperkalemia bisa diatasi dengan
dialysis.
e. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemiabisa diatasi dengan
pemberian antasida (kandungan alumunium / kalsium karbonat).
f. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Dilakukan dengan memeriksa ada / tidaknya distensi vena
jugularis, ada tidaknya crackles pada auskultasi paru. Selain itu, status
hidrasi bisa dilihat dari kringat berlebih dari aksila, lidah yang kering,
hipertensi, dan edema perifer. Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah
500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam.
g. Konrol tekanan darah.

9
Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah
dengan mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan
antihipertensi.
h. Pantau ada tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi
i. Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan napas akibat obstruksi.
j. Jaga kondisi septik dan aseptic setiap prosedur perawatan (pada
perawatan luka oprasi)
k. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan
Pantau kadar hemoglobin dan hematocrit klien. Pemberian heparin selama
klein menjalani dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
l. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran
delirium, dan kejang otot. Berikan diazepam / fenitoin jika dijumpai
kejang.
m. Atasi komplikasi dari penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi,
maka harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium,
diuretic, preparat inotropik (digitalis / dobutamin) dan lakukan dialysis
jika perlu. Kondisi asidosis metabolic bisa diatasi dengan pemberian
natrium bikarbonat atau dialysis.
n. Laporkan segera jika ditemui tanda-tanda pericarditis (Friction rub dan
nyeri dada).
o. Tata laksana dialisis / transplantasi ginjal
Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal makan dilakukan
dialisis. Jikaa memungkinkan koordinasi untuk dilakukan ransplantasi
ginjal.

7. Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakan
diagnosa gagal ginjal kronis :

10
a. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui
fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine clearance (klirens
kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal (Renal Function Test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui
status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.
b. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada / tidaknya infeksi pada
ginjal atau ada / tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada
jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi Ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan
informasi yang mendukung utuk menegakkan diagnosis gagal ginjal.
Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukan adanya obtruksi atau
jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pum akan
terlihat.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik
adalah (Robinson, 2018):
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur pathologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri)
c. Anemia

11
Selain berfungsi dalaam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami
defisiensi diginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d. Disfungsi seksual.
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering
mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita
dapat terjadi hiperprolakinemia.

9. Diagnosis Keperawatan
1. Kelebihan Volume cairanberhubungan dengan retensi cairan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut
3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah
4. Gangguan pertukaran gas
5. Kerusakan integritas kulit.

10. Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan Volume cairan berhubungan dengan retensi cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kelebihan volume cairanteratasi dengan
Kriteria Hasil :
- Terbebas dari edema, efusi, anaskara

Intervensi :
a. Kaji adanya oedema
Rasional : Oedema menunjukan adanya kelebihan volume cairan
b. Ukur denyut jantung dan awasi TD
Rasional : Perawatan invasif diperlukan untuk mengkaji volume
intravaskuler khususnya pada pasien dengan fungsi jantung buruk
c. Monitor pemasukan cairan.
Rasional : Untuk menentukan fungsi ginjal
d. Ukur balance cairan
Rasional : Untuk menentukan output dan input

12
e. Kolaborasi pemberian obat diuritika dengan dokter
Rasional : Untuk mempercepat pengeluaran urine.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 14 jam pasien
diharapkan mempertahankan/meningkatkan berat badan dan selera
untuk makan dengan
Kriteria Hasil :
- Tidak ada penurunan berat badan

Intervensi :
a. kaji/catat pemasukan diet.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan diet.
b. Tawarkan perawatan mulut / sering cuci mulut.
Rasional : memberi kesegaran pada mulut dan miningkatkan selera
makan.
c. Ajurkan / berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual.\
d. Kolborasi dengan ahli gizi untuk diit rendah protein dan rendah
garam
Rasional : diit untuk pasien gagal ginjal.
3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 14 jam pasien
mampu activity toleran dengan
Kriteria Hasil :
- Mampu melakukan aktivitas sehari - hari ( ADLs) secara mandiri

Intervensi :
a. Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sember
energi.
Rasional : Nutrisi yang cukup memberikan sumber energi.
b. Beri bantuan dalam aktifitas dan ambulasi.

13
Rasional : Memberikan keamanan pada pasien
c. Ajarkan teknik mengontrol pernafasan saat aktifitas
Rasional : Menghemat energi dalam tubuh.
d. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
Rasional : Memulihkan kembali otot yang mengalami kekakuan.
4. Gangguan pertukaran gas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan
Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat

Intervensi :
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : memperlancar ventilasi
b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Rasional : fisioterapi dada dapat melancarkan pernapasan
c. Auskultasi suara nafas, catat adanya
Rasional : mengetahui adanya kelainan
d. Berikan bronkodilator.
Rasional : melancarkan pernapasan.
5. Kerusakan integritas kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan
Kriteria Hasil:
- Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)

Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Rasional : agar tidak panas
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
Rasional : Kerutan dapat menyebabkan lecet

14
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab
Rasional : kebersihan menghindari infeksi
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Rasional : menghindari dicubitus
e. Monitor kulit akan adanya kemerahan
Rasional : kemerahan tanda ada infeksi
f. Kolaborasi pemberian obat topical
Rasional : untuk membunuh bakteri.

B. Hemodialisa
1. Definisi
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma &
Nurarif, 2017).
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan
atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang
digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam
tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan menggunakan
sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel
(ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar toksin atau zat
beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen
atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2017).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan
biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal,
dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis
merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi

15
ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada
pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi
pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan
HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2018).

2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan dilakukannya hemodialisa adalah sebagai berikut; pertama,
menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatin, dan sisa metabolisme
yang lain. Kedua, menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan
tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. Ketiga,
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal. Keempat, menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain. (Mutaqqin, 2016).
3. Indikasi Hemodialisa
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut
dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
a. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
e. Kelebihan cairan.
f. Perikarditis dan konfusi yang berat.
g. Hiperkalsemia dan hipertensi.

4. Indikasi Hemodialisis Kronik


Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama,

16
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari
hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2018):
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

5. Prinsip Kerja Hemodialisis


Ada tiga prinsip yang mendasari cara kerja hemodialisa, yaitu; difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat terlarut ke dialisat karena
adanya perbedaan kadar di dalam darah.
b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmosilitas dan dialisat.
c. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat terlarut dan air karena
perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat 9Muttaqin, 2016).

6. Pedoman Pengkajian Praprosedur Hemodilasis


Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan hemodialisis yang komprehensif, berikut
adalah pedoman dalam melakukan pengkajian keperawatan praprosedur
hemodialisa.
1. Pengkajian Anamnesis
a. Inform consent atau surat persetujuan pada pasien sebelum
melakukan hemodialisa
b. Kaji identitas klien
Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan
c. Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis
Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan progam dokter

17
d. Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan
praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladktif terutama pada pasein yang
pertama kali divonis untuk cuci darah dapat memepengaruhi
pelaksanaan. Peran perawat sangat penting untuk membantu pasien
dalam mencari mekanisme koping yang positif.
e. Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis
Rasional: untuk menentukan tingkat koorperatif dan sebaga materi
dasar untuk memberikan penjelasan prosedur hemodialisis sesuai
dengan tingkat pengetahuannya.
f. Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan
informed consent
Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu
diberi penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat
pesetujuan tindakan.
g. Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.
Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Timbang berat badan pasien
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan
hemodialisis. Berat badan akan menurun pada saat prosedur selesai
dilaksanakan.
b. Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi
dan tekanan darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini
harus diukur pada saat selesai prosedur dengan membandingkan
hasil pra dan sesudah prosedur.
3. Pengkajian Penunjang
a. Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan
hemodialisis, meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN,
Kreatinin dan elektrolit.

18
b. Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV
Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan
universa; precaution dan mencegahan menular
c. Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT
Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan
enzim serum hati.

7. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa


1. Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
a. Alat
1) Avbl(Arteri Venous Blood Line)
2) Dialyzer (pollypure 16s)
3) Hd pack (infused, ultrafix, alcohol swab 2, hansaplast, souit 10.
Spuit 20, spuit 1 cc, handscoon, kasa, deab)
4) Cairan bikarbonat
5) Cairan acid
6) Nacl 90% 1 litrer
7) Nacl 500 ml
8) Av fistula 1 inc
9) Av fistula 1,25 inc
10) Tourniquet
11) Hd set double lumen
12) Gentamisin inj
13) Betadine
14) Alkohol 70%
15) Cairan desinfektan mesin
16) Heparin
17) Air RO
18) Dialifer inj
19) D5% 500 ml.
20) Spuit 3cc.
b. Langkah – langkah:

19
1) Pre Hd
Nyalakan mesin masukkan tube A dan Tube B ke drigen
masing masing, tunggu layar monitor test siap. Priming
Arterial line dipasang disegmen pump, infuse set
sambungakan ke nacl lalu ke selang yang pendek, venous line
pasang disebelah kiri, buka klem infuse set buka klem ujung
runcing/conector keluarkan nacl 20 cc dengan spuit 20 cc
sebanyak 2 kali, sedot lagi masukan ke selang yang panjang
untuk heparin isi spuit 10 cc dengan menggunakan arterial
line, isi buble trap merah lalu sambung ke dialyzer sesuai arah
petunjuk dialyzer (biru diatas) ujung tumpul buble trap venuse
line sambung ke dialyzer. Taruh ujung runcing atau konektor
ke gelas ukur alirkan nacl dengan memencet blood p dengan
kecepatan 150. Isi buble trap biru tunggu sampai nacl 1 liter
habis. Setelah habis sambung venus line dengan arterial line
dengan menggunakan konektor,ganti nacl dengan yang 500ml.
Soacking Matikan blood pump buka klem merah buka klem
biru bypass dinyalakan dialyzer dibalik merah diatas.
Masukan handsen ke dialyzer lalu handsen yang warna merah
dimasukan ke dializer, matikan bypass dan nyalakn blood
pump. Masukan heparin sirkulasi 1000 unit. Sambung ke
pasien jika sudah siap (dressing/penusukan).
2) Ending Hd
Lima belas menit sebelum selesai ukur tanda-tanda vital
pasien siapkan tempat sampah, tutup dialyzer serta spuit 10 cc
yang disambung ke infused, turunkan blood pump sebelum
timeleft habis. Timeleft 00 blood pump matikan dengan
kecepatan 150. Klem merah sama klem putih sambung klem
merah ke infused spuit 10 cc sambung ke klem putih. Lalu
buka klem merah dan infused lalu nyalakan blood p. sampau
bertemu alarm air buble alarm. Lalu keluarkan sensor air
buble lalu pencet return prime blood p nylakan sampai kira-

20
kira venous line bening. Matikan blood p pisahkan ke tubuh
pasien,bereskan alat.

8. Komplikasi
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian
dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit
ginjal kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun
tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani
HD. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD
adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun
dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi
intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H reguler.
Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat.
Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension
(HID). Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Daurgirdas et al., 2018).
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit
punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2018; Bieber
dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau
HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi
dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang,
hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia
(Daurgirdas et al., 2018).
Komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien
dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat
dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini (Bieber dan Himmelfarb, 2016).
1. Penyakit jantung
2. Malnutrisi

21
3. Hipertensi / volume excess
4. Anemia
5. Renal osteodystrophy
6. Neurophaty
7. Disfungsi reproduksi
8. Komplikasi pada akses
9. Gangguan perdarahan
10. Infeksi
11. Amiloidosis
12. Acquired cystic kidney disease.

9. Proses Hemodialisa
Efektivitas hemodialisa dapat tercapai bila dilakukan 2-3 kali dalam seminggu
selama 4-5 jam, atau paling sedikit 10-12 jam seminggu. Hemodialisa di
Indonesia biasanya dilakukan 2 kali seminggu dengan lama hemodialisa 5 jam,
atau dilakukan 3 kali seminggu dengan lama hemodialisa 4 jam.
Sebelum hemodialisa dilakukan pengkajian pradialis, dilanjutkan dengan
menghubungkan pasien dengan mesin hemodialisa dengan memasang blood line
dan jarum ke akses veskuler pasien, yaitu akses masuknya darah ke dalam tubuh.
Arteio venous fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena
cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien.
Setelah blood line dan vaskuler terpasang, proses hemodialisa dimulai. Saat
dialisis darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser. Darah mulai
mengalir dibantu pompa darah. Cairan normal saling diletakkan sebelum pompa
darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi introdialis. Infus heparin diletakkan
sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan yang digunakan. Darah
mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi
pertukaran darah dan zat sisa. Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh pasien
dengan kecepatan 200-400 ml/menit.
Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang
meninggalkan dialiser akan melewati detektor udara. Darah yang sudah disaring
kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa. Dialisis
diakhiri dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin

22
dan membilas selang untuk mengembalikan darah dari pasien. Pada akhir dialisis
sisa akhir metabolisme dikeluarkan. Keseimbangan elektrolit tercapai dan buffer
system telah diperbarui (Muttaqin, 2016).

C. HEMOGLOBIN
1. Definisi
Hemoglobin adalah malprotein pengangkut oksigen yang
mengandung zat besi dalam sel merah dan sel mamalia dan hewan
lainnya. Meolkul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat
gugus heme, suatu molekul organic dengan dengan satu atom besi
(Aminal, 2017).
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen ini membentuk
oxyhemoglobin didalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka
oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hemoglobin


Beberapa faktor yang mempeengaruhi hemoglobin adalah :
a. kecukupan besi dalam tubuh.
Zat besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia
gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah mrah yang lebih
kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah.
b. Metabolisme Besi Dalam Tubuh
Zat besi yang terdapat didalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah
dari 4 gram. Ada dua bagian besi dalam tubuh yaitu bagian fungsional
yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian merupakan
cadangan.

3. Metode Pemeriksaan Hemoglobin


Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang
paling sederhana adalah metode sahli, dan yang lebih canggih adalah metode

23
cyanmethemoglobin. (Bachyar, 2009) Metode yang lebih canggih adalah
metode cyanmethemoglobin. Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh
kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan
ion sianida membentuk sian-methemoglobin yang berwarna merah. Intensitas
warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena
yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Namun,
fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga belum semua laboratorium
memilikinya.

4. Normal Hemoglobin

Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmenrespiratorik dalam butiran-


butiran darah merah (Costill, 1998). Jumlah hemoglobin dalam darah normal
adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut
“100 persen” (Evelyn, 2009). Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang
sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku
bangsa. Namun WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal
berdasarkan umur dan jenis kelamin (WHO dalam Arisman, 2002).

kelompok Umur Hb (gr/100ml)


Anak 1. 6 bulan sampai 6 11
tahun
2. 6-14 tahun 12

Dewasa 1. Laki-laki 13
2. Wanita 12
3. Wanita hamil 11

5. Makanan yang bisa meningkatkan Hemoglobin


Makanan yang bisa meningkatkan hemoglobin rendah adalah
1. Tingkatkan asupan zat besi
Makanan yang kaya akan zat besi antara lain :
a) daging dan ikan
b) jeroan seperti hati ayam atau sapi
c) Telur
d) sayuran hijau seperti bayam
e) kacang-kacangan dan biji-bijian (contoh kacang hijau, kacang kedelai)

24
f) brokoli
2. Makanan tinggi vitamin C
makanan tinggi vitamin C contohnya jeruk, stowbery, jambu biji, papaya,
kiwi, dan sayuran hijau lain-lain
3. Makanan yang tinggi folat
sumber folat yang baik terdapat pada : daging sapi, bayam, nasi, kacang-
kacangan, kacang polong, kacang merah, alpukat, selada.

D. Keletihan
1. Definisi
Keletihan adalah perpaduan dar wujud penurunan fungsi mental dan
fisik yang mengahsilkan berkurangnya semangat krja seingga
mengakibatkan efektifitas dan efisiensi kerja menurun (Saito, 2018).
Keletihan merupakan hasil dari akumulasi produk yang dhasilkan
akibat metabolisme tubuh dan ditambah dengan mekanisme kontraksi otot.
Keletihan adalah keadaan terus menerus lelah yang mempengaruhi performa
pekerja, kesehatan dan keselamatan dan membutuhkan istirahat atau tidur
untuk peemulihannya, efek yang ditimbulkan dari kelelahan antara lain
kehilangan kewaspadaan, penurunan pertimbangan atau pemikiran,
mengantuk saat mengemudi, tertidur saat berkendara, penurunan ddaya
ingat, dan perubahan suasana hati/mood (NTC, 2016).

2. Stadium Keletihan
Terdapat 3 stadium keadaan performa pada manusia dalam aktivitasnya yang
kontinyu yaitu
1. Stadium 1
Terdapat permulaan aktivitas performa dengan cepat meningkat. Pada
kondisi ini seseorang sulit untuk berkosentrasi, tetapi pekerjaan yang di
lakukan masih di rasakan ringan.
2. stadium 2
Performa mencapai ketinggian yang optimal dan berjalan tetep untuk
waktu yang lama. Pada kondisi ini seseorang merasa bahwa ia dapat melakukan
aktivitas dalam waktu yang lama tetapi suatu saat ia akan sadar bahwa
tenaganya terbatas dan merasakan pekerjaan yang di jalaninya sangat berat.

25
3. Stadium 3
Pada titik keletihan akan terus bertambah dengan performa kerjaanya
akan terus menurun. Tetapi efek emosi yang hebet dapat menaikan
performanya dengan tiba-tiba, bahkan bisa lebih tinggi dalam keadaan
optimalnya. faktor yang penting kita perhatiakan ialah saat optimal
performance berakhir, dimana keletihan mulai timbul. Apabila kaadaan
memaksa minimum, maka aktivitas sealanjutnya membahayakan.

26
BAB III
DATA PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
1. Identias Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Kebondalem, Kendal
Diagnosa Medis : CKD (Chronic Kidney Disease)
Identitas Penganggung Jawab
Nama : Ny. E
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : S2
Hubungan Dengan Pasien : Istri

B. Riwayat Kesehatan Saat Ini


1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan susah BAK.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan setiap kecapekan badan pasien lemas dan
sering demam. Lalu pada akhirnya pasien periksa ke Dokter. Lalu
dokter menyuruh pasien untuk rutin melakukan hemodialisa karena
fungsi ginjal mengalami masalah.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Pasien mengatakan dulu sering menjadi supir untuk wisata, untuk
mengatasi kantuknya pasien selalu minum kratingdeng dan kopi. Pasien
juga mengatakan juga sering makan-makanan cepat saji dan mie instan.

27
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama dengan pasien.
5. Genogram

keterangan :
X : Laki-Laki yang sudah meninggal

X : Perempuan yang sudah meninggal

: Pasien

: Laki-Laki

: Perempuan

: Anggota Keluarga

C. Pola Fungsional
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan paham tentang penyakitnya, apa saja yang
menyebabkan penyakitnya tambah parah.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
a. Makan

28
Pasien mengatakan tidak nafsu makan. Makan 3x sehari tetapi
tidak pernah habis satu porsi. Pasien tidak menggunakan obat
penambah nafsu makan. Pasien tidak mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan.
b. Minum
Pasien mengatakan minum 1,5 liter perhari.
3. Pola Eliminasi
a. BAB
Pasien mengatakan BAB lancar, tidak mengalamI konstipasi,
pasien BAB s1x sehari, dan tidak menggunakan obat pencahar.
b. BAK
Pasien mengatakan BAK susah terkadang keluar tetapi sangat
sedikit.
4. Pola Aktifitas dan Latihan
Pasien mengatakan mengalami hambatan dalam kegitaan sehari-hari
Karena perutnya yang semakin membesar. Pasien juga mudah lelah saat
melakukan kegiatan.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan mengalami susah tidur, biasanya pasien tidur
jam 19.00 wib dan bangun jam 24.00 wib setelah itu sudah tidak bisa
tidur lagi. Pasien juga sulit tidur untuk tidur siang hari.
6. Pola Kognitif-Perceptual Sensori
a. Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran.
b. Pasien tidak mengalami masalah dalam mengingat dan bicara.
c. Pasien mengatakan tidak mengalami nyeri.

D. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)

1. Kesadaran
Composmentis.
2. Keadaan Umum
Lemah.
3. Vital Sign
S : 36C

29
TD : 180/120 mmHg
N : 78x/menit
RR : 18X/menit
4. Kepala
Mesochepal, rambut bersih, tidak terdapat luka, tidak terdapat
uban, rambut berwarna hitam.
5. Mata
Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sklera ikterik.
6. Hidung
Tidak ada secret, tidak terdapat polip, tidak ada perdarahan, dan
tidak menggunakan alat bantu pernafasan.
7. Telinga
Tidak ada penumpukan serumen, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
8. Mulut dan Tenggorokan
Tidak mengalami gangguan bicara, gigi caries, tidak mengalami
kesulitan dalam menelan dan mengunyah, dan tidak mengalami
benjolan pada leher.
9. Dada
a. Jantung
I : Simetris, ictus cordis terlihat di Inntercosta ke 5
P : Ictus cordis teraba di intercostal ke 5
P : Pekak
A: Bunyi jantung regular
b. Paru-paru
I : Simetris, pengembangan paru-paru kanan dan kiri sama
P : Vocal fremitus kanan kiri
P : Sonor
A : Vesikuler
10. Abdomen
I : Perut yang membesar karena acites.
P : Pembesaran abdomen.
P : Adanya acites sehingga terdengar bunyi pekak.
A : Peristaltik usus 22x/menit

30
11. Genetalia
Tidak terpasang kateter.

12. Ekstermitas
a. Atas
Tidak mengalami pembengkakan dan tidak terpasang infus.
b. Bawah
Terjadi pembengkakan pada eksterrmitas bawah.
13. Kulit
Tirgor kulit kering, kulit sawo matang.
14. Data Laboratorium
Laboratorium Test Nilai Normal Hasil

Hb Level 11-12 gr/dl 6,1 gr/dl

Trombosit 15-440 10/ul 2,5.000

Ureum 10,0-50,0 mg/dl

Creatinine L : 0,7 – 1,3 mg/dl 3,5 mg/dl


P : 0.6 – 1,1 mg/dl
Albumin 3,5 – 5,3 g/dl 2,1 g/dl

Asam Urat

Gula Darah

A. ANALISA DATA

TGL/JAM DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI TTD

12 Januari Ds : Pasien mengatakan mudah keletihan Anemia


2019 lelah ketika beraktivitas.
Do : Pasien tampak susah
beraktivitas dan berjalan karena
perut yang semakin membesar.

31
12 Januari Ds : Pasien mengatakan Kelebihan volume Retensi cairan
2019 BAK sedikit dan jarang. cairan
Do : Balance cairan
Input – IWL + Output
Input :
Minum : 1500cc
Makan : 400cc
AM : 5cc x 84 = 420
Total = 2320
Output :
BAK : 200 cc
IWL = 15 X BB
15 X 84 = 1.260
Total = 1.460
Input – IWL + Output
2320 – 1.260 + 200
Total = 860
BB Pre HD : 84 kg
BB Post HD: 80 kg
12 Januari Ds : Pasien mengatakan tidak Ketidakseimbangan Mual
2019 nafsu makan, ssatu porsi makan Nutris Kurang Dari
tidak habis. Pasien mengatkan Kebutuhan Tubuh
lidah pahit saat makan.
Do : Pasien Nampak lemas dan
pucat.
A : BB : 84
TB : 170
IMT : 4,9
B : Albumin 2,1 g/dl
C : Pucat, lemah
D : Tidak nafsu makan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

32
1. Keletihan berhubungan dengan anemia.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan.
3. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Mual.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. TTD
TGL/JAM TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
DX
12 Januari 1 Setelah dilakukan tindakan 1X5 - Berikan edukasi cara
2019 jam diharapkan pasien dapat penggunaan tongkat.
membatasi aktivitas yang berat agar - Beriakn edukasi tentang
keletihan dapat berkurang. pembatasan aktivitas berat.
Dengan KH : - Berikan edukasi tentang
- Keletihan dapat makanan yang dapat
berkurang. meningkatkan hb dalam
- Hb dalam batas tubuh.
normal.
- Tidak
mengalami sesak
dalam
beraktivitas.
12 Januari 2 Setelah dilakukan tindakan 1X5 - Monitor tanda-tanda vital
2019 jam diharapkan keseimbangan - Lakukan terapi hemodialisa
cairan dlam tubuh pasien dapat - Ukur balance cairan
dikontrol. - Jelaskan pada pasien
- Dengan KH : pentingnya pembatasan
- BB post HD sesuai dengan cairan.
dry weight - Kaji adanya odema
- Tidak mengalami odema - Pantau berat badan pasien.
- Penumpukan cairan pada
abdomen berkurang.
13 Januari 3 Setelah dilakukan tindakan 1X5 - Berikan edukasi pada pasien
2019 jam diharapkan pasien lebih paham pentingnya makan untuk
pentingnya makan untuk tubuh agar tubuh.

33
tidak terjadi gangguan nutrisi. - Manajemen adanya alergi.
Dengan KH : - Ajarkan pasien untuk makan
- Nutrisi dalam tubuh sedikit tapi sering.
terpenuhi. - Monitor nutrisi
- Satu porsi makan habis.
- Tidak terjadi mual saat
makan.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
TGL/JAM IMPLEMENTASI RESPON TTD
DX
12 Jnuari 1 - Memberikan edukasi Ds : Pasien mengatakan belum pernah
2019 cara penggunaan menggunakan tongkat sebelumnya.
tongkat. Do : Pasien tidak pernah menggunakan
- tongkat saat berjalan.
- Memberikan edukasi Ds : Pasien mengatakan setelah sakit
tentang pembatasan sudah tidak pernah beraktivitas yang
aktivitas gerak. berat.
Do : Dulu pasien sering menyetir jauh
untuk mengantar tetangganya liburan
tetapi setalah sakit sudah tidak lagi.
Ds : Pasien mengatakan paham setelah
- Memberikan edukasi
dijelaskan makanan apa saja yang dapat
tentang makanan
meningkatkan hb dalam darah.
yang dapat
Do : Pasien diberikan edukasi bahwa
meningkatkan hb
makanan yang kaya zat besi, vit c dan
dalam tubuh.
kacang-kacangan adalah makanan yang
baik untuk meingkatkan hb.

12 Januari 2 - Memonitor tanda- Ds : -


tanda vital Do :
S : 36C

34
TD : 180/120 mmHg
N : 78x/menit
RR : 18X/menit

- Melakukan terapi Ds : Pasien mengatakan rutin melakukan


hemodialisa hemodialisa setiap minggunya.
Do : Pasien selalu rutin melakukann
hemodialisa setiap minggunya yaitu pada
hari rabu dan sabtu.

- Mengkaji adanya Ds : Pasien mengatakan terjadi odema


odema dikaki.
Do : terdapat odema kaki bawah kanan
dan kiri.

12 Januari 3 - Memberikan edukasi Ds : Pasien mengerti pentingnya makan


2018 pada pasien bagi kesehatan tubuh.
pentingnya makan
Do : Pasien paham makanan apa saja yang
untuk tubuh.
diperbolehkan untuk penderita CKD.

Ds : Pasien mengatakan tidak mempunyai


- Mengkaji adanya
alaergi terhadap suatu makanan.
alergi.
Do : pasien tidak alergi dengan makanan
ataupun obat.

- Mengajarkan pasien Ds : Pasien mengatakan saat makan


untuk makan sedikit lidahnya pahit.
tapi sering. Do : Pasien makan tidak habis satu porsi.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
NO
TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN TTD
DX
12 Januari 1 S : Pasien mengatakan paham cara membatasi aktivitas yang berat dan

35
2019 paham tentang makanan apa saja yang meningkatkan HB.
O : Pasien tau bahwa sayuran yang akan zat besi, vit c dan kacang-
kacangan baik untuk meningkatkan hb.
A : Masalah belum teratasi.
P : Pertahankan intervensi.
12 Januari 2 S : Pasien mengatakan berat badan turun saat melakukan hemodialisa.
2019 O : Berat badan pasien turun dari 84 menjadi 80.
A : Masalah belum teratasi.
P : Pertahankan intervensi
12 Januari 3 S : Pasien saat makan lidahnya pahit.
2019 O : Pasien makan tidak habis satu porsi.
A : Masalah belum teratasi.
P : Pertahankan intervensi

36
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Suyoto (2018), pada bulan Januari 2018

terhitung 86% dari 123 pasien mengalami anemia. Kemudian pada bulan Februari 2018

terhitung 89,4% dar 100 pasien, pada bulan Maret 2018 terhitung 87,2 % dari 117 pasin

dalam kondisi anemia, and pada bulan April 2018 terhitung 89% dari 127 pasien mengalami

anemia dimana kadar hemoglobin pasien hemodialysis <10gr/dl. Kadar hemoglobin yang

tinggi dan rendah akan mempengaruhi kondisi yang sedang mengalami penurunan fungsi

ginjal. Kadar hemoglobin yang rendah mengakibatkan terjadinya kelelahan-kelelahan utama

dan penyerta pada pasien CKD diantaranya sesak nafas, kelemahan fisik dan keletihan.

Menurut berbagai literature, kelelahan atau keletihan bagi setiap individu maupun

kelompok masyarakat memiliki arti sendiri dan bersifat subjektif. Letih adalah aneka keadaan

yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Keletihan menunjukkan

kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya beermuara pada kehilangan

efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Kring & Crane, 2018).

Menurut penelitian Lerna (2017), yang menyatakan bahwa kadar hemoglobin rendah

akan menyebabkan jumlah sel darah merah menjadi sedikit, akibatnya transport oksigen

menurun, produksi ATP menurun, energy menurun, jika kondisi tersebut berlangsung lama

maka pengaruhnya adalah terjadi kelelahan fisik. Manifestasi klinisnya adalah kelemahan

37
umum, mudah lelah, nyeri seluruh tubuh, penurunan toleransi aktivitas, gangguan pola tidur

dan ketidakmampuan konsentrasi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rahmat (2017) “Hubungan Kadar

Hemoglobin Dengan Tingkat Keletihan Pasien Cronic Kidney Disease Yang Menjalani

Hemodialisis DI RS PKU Muhammadiyah Gamping”, disimpulkan bahwa terdapat hubungan

signifikan antara kejadian keletihan pada pasien dengan kadar hemoglobin yang rendah.

38
BAB IV
KESIMPULAN

1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didukung oleh penelitian lain bahwa sebagian
besar pasien CKD yang menjalani hemodialisa menderita keletihan.
Penelitian dari Rahmat (2017), terdapat hubungan kadar hemoglobin dengan tingkat
keletihan pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa.
2. Saran
Dari hasil laporan pendahuluan di atas diharapkan bisa melakukan olahraga,
menjaga asupan nutrisi yang adekuat serta istirahat yang teratur.

39
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir, dkk. (2007). Gagal Ginjal. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Aminah, Siti. (2017). Tingkat Depresi Dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Berdasarkan Tingkatan Usia Di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal . Jurnal Akper
Mumahamdiyah Kendal. Volume 15 nomer 1. Diakses pada ejurnal stikespku. Ac. id

Baradero, M dkk. (2016) Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. (2016). Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney.
9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W.
editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.

Chang Esther, Daly Jhon, & Elliott Doug.(2016). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan. Jakarta: EGC

Daurgirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2018). Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2017). Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Diakses pada tanggal 20 Januari 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2016/1
3_Jateng_2016.pdf&ved=2ahUKEwjujqawyPDaAhUGp48KHR7vDsoQFjAAegQIAh
AB&usg=AOvVaw33hqC93CAmpProCx2FuEsh

Indrasari, Nur, Denita. (2015). Perbedaan Kadar Ureum dan Kreatinin pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik Berdasarkan Lama Menjalani Terapi Hemodialisa di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta, http://www.perbedaan kadar ureum dan kreatinin pasien
ggk/hemodialisa, rsp khmmadiyah,ygt, Diakses Tanggal 21 Maret 2016.

Indonesian Renal Registry (IRR). (2016). Report of Indonesian Renal Registry

Mandara B, Denino VP.2018. Patofisiology Second Edition. London: Jones and Bartlett
Publishers Inc.

40
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Robinson JM. (2018). Professional Guide to Disease Tenth Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2017). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.

Kidney International Organization. 2009. KDIGO Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis, Evaluation, Prevention, and Treatment of Chronic Kidney 47 Disease-
Mineral and Bone Disorder (CKD-MBD).
http://www.nature.com/ki/journal/v76/n113s/full/ki2009189a.html. Diakses Pada
tanggal 10 Desember 2018.

Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2017). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian RI tahun 2017.
Seno, Y., J., Choi, K., Y., Park, Y., R., Bae, J., L., (2018). Depression, Symptoms and the
quality of life patient son hemodialysis for end stagerenal disease. American Journa
lNephrology, 29, 36-42. DOI: 10. 11 59/000150599.

Seno Pitoyo, 2018. “Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Tingkat Keletihan Pasien
Chronic Kidney Disease Yang Menjalani Hemodialisa Di RS PKU Muhammadiyah
Gamping”. Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
https://www.scribd.com

41

Anda mungkin juga menyukai