Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN SELF MANAGEMENT EDUCATION DIABETES DENGAN KADAR

GULA DARAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BULELENG I

(DIABETES SELF MANAGEMENTC EDUCATION RELATIONSHIP WITH BLOOD


GLUCOSE LEVELS)
Putu Agus Septiawan 1, Ni Made Dwi Yunica A2 , Putu Indah Sintya Dewi3
Program Studi S1 Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng
e-mail: agusseptiawan@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Terapi relaksasi otot progresif adalah terapi yang ditujukan dengan cara menurunkan
kebutuhan metabolisme, sehingga ketubuhan insulin juga dapat dikurangi dan menjadi salah satu terapi
komplementer yang menjadi alternative dalam menstabilkan gula darah. Tujuan: tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetehaui Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Glukosa
Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar I. Metode: penelitian
ini adalah penelitian pre eksperimental dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Sampel terdiri dari 44
responden. Teknik sampling: yang digunakan adalah bagian dari probability sampling yaitu purposive
sampling, pengumpulan data menggunakan perlakuan pemberian terapi relaksasi otot progresif dan
observasi. Hasil: Analisis data menggunakan distribusi frekuensi dan uji Paired Dependent T-test dengan
nilai ɑ 0,05. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,003, makan H0 ditolak yang berarti ada
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar I.

Kata Kunci : Relaksasi Otot Progresif, Kadar Gula Darah, Diabetes Melitus

ABSTRACT

Introduction: Progressive muscle relaxation therapy is a therapy aimed at reucing metabolic needs, so
that the insulin need can also be reduces and become one of the comeplementary therapies that are an
alterbative in stabilizing blood sugar. The purpose of this research is to know The Effect Of Progressive
Muscle Relaxation Therapy on Decreasing Blood Glucose Levels in Regency Puskesmas Banjar I. The
design of this research is pre experimental research with quantitative research epproach. The sampple
consists of 44 respondents. Sampling technique uses is part of probability sampling that is purposive
samping, collecting data using intervention of progressive muscle relaxation and observation. Data
analysis using frequency distribution and Paired Sample T – test with value α 0,05. The result of
statistical test showed the p value is 0,003 then Ho is rejected which means there is Effect between
Progressive Muscle Relaxation Therapy on Decreasing Blood Glucose Levels in Regency Puskesmas
Banjar I.

Keywords: Progressive Muscle Relaxation, Blood Glucose Levels, Diabetes Melitus

PENDAHULUAN Diabetes melitus adalah salah satu


Diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat
sekelompok kelainan heterogen yang di tandai fungsi atau struktur dari jaringan atau organ
oleh kenaikan kadar glukosa darah atau tubuh yang secara progresif menurun dari waktu
hiperglikemia. Pada diabetes melitus ke waktu karena usia atau gaya hidup. Diabetes
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap melitus tipe 2 sifatnya bukan bawaan dari lahir
insulin dapat menurun atau pancreas dapat tetapi di sebabkan oleh paktor gaya hidup dan
menghentikan sama sekali produksi insulin makanan yang dikonsumsi setiap hari serta
(Brunner & Suddarth, 2001 dalam Wijaya & faktor degeneratif, sehingga pada umumnya
Putri, 2013:04). penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang
berumur leih dari 30 tahun. Selain itu, diabetes
melitus tipe 2 sering tidak didiagnosis sampai yaitu Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap
komplikasi muncul (Foreman, Ellitt & Smith Kadar Gula Darah. Desain penelitian adalah One
2011 dalam Andriani, 2015). Diabetes melitus Group Pra-Post Test Design.
adalah kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan
karena gangguan sekresi insulin dan aksi insulin HASIL PENELITIAN
ataupun keduanya. Hiperglikemia kronis atau Sampel dalam penelitian ini
Diabetes Melitus dikaitkan dengan kerusakan menggunakan sampel penderita Diabetes
secara progresif, kelainan fungsi dan kegagalan Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar I.
organ yang berbeda terutama mata, ginjal, saraf, Adapun karakteristik responden sebagai berikut:
jantung dan pembuluh darah. Beberapa proses
patogenik juga menyebabkan kejadian Diabetes Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden di
melitus (Standar Of Medical Care in Diabetes, berdasarkan umur
2018). Penatalaksanaan dan pengelolaan 95%
N Mean Min Max SD
diabetes melitus tipe-2 di Indonesia difokuskan CI
pada 4 pilar penatalaksanaan diabetes yaitu 45,12-
Usia 44 47.20 35 60 6.845
terapi nutrisi medis, edukasi, latihan jasmani 49,28
atau beraktivitas dan terapi farmakologis Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan
(Priantora & sulistianingsih, 2014). bahwa usia termuda pada responden adalah 35
Terapi komplementer merupakan terapi tahun dan usia tertua pada responden adalah 60
yang bersifat pengobatan yang alami untuk tahun. Dari 44 orang diperoleh nilai rata-rata
menangani penyebab penyakit dan memacu (mean) usia responden adalah 47,20.
tubuh sendiri untuk menyembuhkan
penyakitnya. Teknik relaksasi otot progresif Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan
merupakan teknik relaksasi otot dalam yang Jenis Kelamin
tidak memerlukan imajinansi, ketekunan, atau Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
sugesti (Herodes, 2010:107). Dengan metode
Laki – laki 31 68,9
relaksasi dapat mengontrol sistem saraf yang
bermanfaat untuk menurunkan glukosa dalam Perempuan 13 28,9
darah. Relaksasi progresif yaitu salah satu
Total 44 100
relaksasi yang sederhana, mudah dalam
pelaksanaannya, dan tidak memerlukan biaya Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat
yang banyak. Relaksasi ini merupakan teknik dilihat bahwa dari total 44 responden sebagian
relaksasi yang mengkombinasikan latihan nafas besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu
dalam dan serangkaian seri kontraksi dan sebanyak 13 orang (28,9) dan sebagian kecil
relaksasi otot tertentu (Kustanti & Widodo, berjenis kelamin perempuan perempuan yaitu
2008 dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011:107). sebanyak 31 orang (28,9).
Teknik relaksasi otot progresif adalah
Tabel 43 Karakteristik Responden Berdasarkan
salah satu teknik untuk mengurangi ketegangan
Jenjang Pendidikan
otot dengan proses yang simpel dan sistematis
dalam menegangkan sekelompok otot kemudian
Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
merilekskannya kembali yang dimulai dengan
otot wajah dan berakhir pada otot kaki. SD 20 45,5
Tindakan ini biasanya memerlukan waktu 15-30 PT 3 6,8
menit dan dapat disertai dengan instruksi yang
direkam yang mengarahkan individu untuk Total 44 100
memperhatikan urutan otot yang rilekskan
teknik relakasi ini salah satu terapi dalam Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat
manajemen stress, control psikofisiologis dan dilihat bahwa dari total 44 responden terdapat 20
meningkatkan fungsi organ (Marks, 2011 dalam orang (45,5%) berpendidikan SD, dan tingkat
Prasetya, 2016). penguruan tinggi yaitu sebanyak 3 orang (6,8%)
.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif yang menggunakan desain penelitian
Pre Experimental, jumlah sampel yang
digunakan yaitu sejumlah 44 orang yang
mengalami diabetes. Penelitian korelasional
bertujuan mengkaji pengaruh antara variabel
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kadar Glukosa rata-rata rentang usia antara 45,12-49,28 tahun.
Darah Sebelum Dilalkukan Terapi Relaksasi Responden memiliki usia tertinggi 60 tahun dan
Oto Progresif Di Wilayah Kerja Puskesmas usia terendah 35 tahun.
Banjar I Kabupaten Buleleng Berdasarkan data yang diperoleh dari 44
N Mean Min Max SD responden, sebagian besar responden berumur di
Glukosa atas usia 40 tahun, hal ini sesuai dengan apa
44 240,16 201 299 27,75 yang disampaikan oleh Hasznam bahwa kurva
Darah
kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 mencapai
Berdasarkan pada Tabel 4.4 diatas puncaknya pada usia setelah 40 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa dari 44 responden karena kelompok usia tersebut lebih berisiko
disimpulkan bahwa glukosa darah pre test lebih tinggi terkena Diabetes Melitus Tipe 2
(sebelum diberikan perlakuan) yaitu nilai akibat menurunnya toleransi glukosa yang
terendah 201 mg/dL, dan nilai tertinggi sebesar berhubungan dengan berkurangnya sensitifitas
299 mg/dL. sel perifer terhadap efek insulin (Hasznam, 1991
dalam Indriyani, Suprapto & Santoso, 2008:94).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kadar Glukosa Menurut peneliti kelompok umur 46
Darah Setelah Dilalkukan Terapi Relaksasi Oto tahun keatas lebih beresiko terkena Diabetes
Progresif Di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar I Melitus Tipe 2 karena pada kelompok umur
Kabupaten Buleleng tersebut fungsi tubuh manusia mulai mengalami
N Mean Min Max SD penurunan, begitu pula dengan pankreas,
pankreas bisa terjadi gangguan dengan adanya
Glukosa sekresi insulin dan menyebabkan Diabetes
44 223,02 146 299 45,34
Darah Melitus Tipe 2.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rudi, Nara Kwureh (2017:4)
Berdasarkan pada Tabel 4.5 diatas dengan judul ”Faktor Risiko yang
menunjukkan bahwa dari 44 responden Mempengaruhi Kadar Gula Darah Puasa pada
disimpulkan bahwa glukosa darah post test Pengguna Layanan Laboratorium”, yang
(setelah diberikan perlakuan) yaitu dengan nilai menyatakan bahwa faktor penyebab Diabetes
terendah 146 mg/dL, dan nilai tertinggi yaitu Melitus Tipe 2 disebabkan oleh faktor usia,
299 mg/dL. terdapat 45 responden berusia lebih dari 45
tahun, hal ini akibat terjadi penurunan fungsi
Tabel 4.7 Pengaruh Terapi Relaksasi Otot endokrin pankreas untuk memproduksi insulin
Progresif Terhadap Penurunan Kadar Glukosa berkurang menyebabkan peningkatan kadar gula
Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 darah.
Di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar I Dilihat dari karakteristik jenis kelamin
Variabel N Mean P.Value responden yang mengalami Diabetes Melitus
Glukosa Darah sebagian besar berjenis kelamin perempuan
Pre test 44 240,16 0.003 yaitu 31 orang (68,9%) sedangkan yang berjenis
post test 223.03 kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (28,9%).
Menurut peneliti hal tersebut
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat dikarenakan perempuan cenderung memiliki
bahwa hasil uji statistik Paired Sample T Test, resiko peningkatan IMT (Indeks Massa Tubuh)
dapat dilihat nilai signifikansinya adalah 0,003 lebih besar dari laki-laki, sehingga resiko terjadi
(p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho Diabetes Melitus lebih tinggi.
ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat Analisa data di atas sesuai dengan teori
disimpulkan bahwa ada Pengaruh Terapi Gerrich (1991), Diabetes Melitus lebih banyak
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan terjadi pada wanita, hal ini dipicu oleh adanya
Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes persentase timbunan lemak badan pada wanita
Melitus Tipe 2. lebih besar daripada laki-laki, yang berakibat
dapat menurunkan sensitifitas kerja insulin pada
PEMBAHASAN otot dan hati ( Gerrich, 1991 dalam Afriza,
Karakteristik Responden Penderita Diabetes 2015).
Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Hal ini sejalan dengan penelitian yang
Banjar I dilakukan oleh Indriyani, Supriyatno dan
Dilihat dari karakteristik usia responden Santoso (2009:99) dengan judul “Pengaruh
yang merupakan penderita Diabetes Melitus tipe Latihan Fisik : Senam Aerobik Terhadap Kadar
2 di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar I rata- Gula Darah Pada Penderita DM Tipe 2 di
rata usia responden adalah 47,20 tahun. Dengan Wilayah Kerja Puskesmas Bukiteja Purbalingga
“, yang menyatakan bahwa jenis kelamin juga Kadar Gula darah sewaktu dan gula darah puasa
dapat berpengaruh terhadap kejadian Diabetes sebagai pengendalian Diabetes Melitus sebagai
Melitus, wanita lebih beresiko terkena Diabetes berikut, untuk kadar gula darah sewaktu
Melitus karena secara fisik wanita berpeluang dikatakan baik apabila kadar gula darah sebesar
dalam peningkatan indeks massa tubuh lebih 110-<145 mg/dl, dikatakan sedang apabila kadar
besar dibandingkan laki-laki, sindrom siklus gula darah sewaktu sebesar 145-179 mg/dl dan
bulanan (premenstrual syndrome), pasca dikatakan buruk apabila kadar gula darah
menopause yang membuat distribusi lemak sewaktu sebesar ≥ 180 mg/dl. Kadar gula darah
tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat puasa dikatakan baik apabila sebesar 80-109
proses hormonal tersebut sehingga wanita lebih mg/dl, dikatakan sedang apabila kadar gula
beresiko terkena Diabetes Melitus Tipe 2. darah puasa sebesar 110-125 mg/dl dan
Dilihat dari karakteriktik tingkat dikatakan buruk bila kadar gula darah puasa
pendidikannya dari 44 responden terdapat 20 sebesar ≥126 mg/dl (Amir dkk, 2015).
orang (45,5%) berpendidikan SD, 12 orang
(27.3%) berpendidikan SMP, 9 orang (20,5%) Gambaran Kadar Glukosa Darah Responden
pendidikan SMA, dan sebagian kecil Diabetes Melitus Tipe II Sebelum DIberikan
berpendidikan penguruan tinggi yaitu sebanyak Terapi Relaksasi Otot Progresif
3 orang (6,8%). Sebelum diberikan terapi relasasi otot
Menurut peneliti Pendidikan progresif pada responden Diabetes Melitus di
mempunyai kaitan yang tertinggi terhadap Puskesmas banjar 1, peneliti melakukan
prilaku pasien untuk menjaga dan meningkatkan
komunikasi untuk menumbuhkan hubungan
kesehatannya. Pendidikan bagi diabetes melitus
berhubungan dengan prilaku pasien dalam saling percaya antara responden dengan peneliti,
melakukan pengendalian terhadap gula darah selanjutnya peneliti mengisi lembar observasi
agar tetap stabil. Hal ini sejalan dengan kadar gula darah responden, dari skor yang
penelitian hang dilakukan oleh Juahar, Yusuf diperoleh, didapatkan bahwa dari 44 responden
2017 yang berjudul “Hubungan Tingkat rata-rata kadar gula darah responden Diabetes
Pendidikan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Melitus Tipe 2 adalah sebesar 240.16, Standar
Rawat Jalan Terhadap Kepatuhan Penggunaan
Deviation 27.751 dan Standar Error Mean
OAD (oral anti diabetes) di Apotek RSI Unisma
Malang”, yang menunjukan bahwa terdapat 4.184.
hubungan bermakna antara tingkat pendidikan Menurut asumsi peneliti bahwa kadar
dengan kepatuhan penggunaan OAD (oral anti gula darah dapat meningkat dengan cukup
diabetes) (ρ=0,002). signifikan bilai tidak disertai dengan aktivitas
fisik, karena aktivitas fisik dapat menjadi salah
Kadar Glukosa Darah Di Wilayah Kerja satu cara yang dapat menurunkan kadar glukosa
Puskesmas Banjar I Kabupaten Buleleng
darah.
Karakteristik responden berdasarkan kategori
kadar gula darah menunjukan bahwa dari 44 Kadar Gula Darah yang tinggi tersebut
responden Diabetes Melitus Tipe 2 sebelum dikarenakan terjadinya hiperglikemia akibat
diberikan terapi yaitu terdapat 44 yang gangguan resistensi insulim dan akibat dari
berkategori buruk (100%), sedangkan kadar gula gangguan sekresi insulin. Faktor pencetus
darah dari 44 responden Diabetes Melitus Tipe 2 peningkatan kadar gula darah ini juga akibat dari
setelah diberikan terapi yang berkategori sedang ketidakmampuan responden dalam mengontrol
yaitu 17 responden (38,6%) dan berkategori atau menurunkan kadar gula darahnya agar tetap
buruk yaitu 27 responden (61,4%).
Menurut peneliti banyak responden yang normal, faktor tersebut antara lain akibat gaya
memiliki kriteria kadar gula darah buruk, hal ini hidup yang salah dan kurangnya aktivitas fisik
dikarenakan beberapa faktor misalnya (Brunner & Suddart, 2002:1224).
kurangnya edukasi mengenai penyakit Diabetes Hal ini sejalan dengan penelitian yang
Melitus, kurangnya aktivitas fisik, faktor dilakukan oleh Sanjaya, Fuji dan Huda,
lingkungan dan psikologi, serta tidak mau Miftachul (2014:29) dengan judul “Pengaruh
melakukan diet DM. Senam Diabetes Terhadap Penurunan Kadar
Gula darah yaitu glukosa dasar yang digunakan
Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus DI
dalam proses pembakaran sel-sel tubuh. Gula
adalah unsur dari nutrient yang dipergunakan Wilayah Kerja Puskesmas Peterong Jombang”,
dalam proses metabolisme sel. menyatakan hasil penelitiannya 16 responden
mengalami peningkatan kadar gula darah
sebesar (34.1%). Dari Dari hasil analisa dengan
aplikasi SPSS dengan uji Wilcoxon Signed Hal ini sejalan juga dengan penelitian
Ranks Test didapatkan nilai ρ=( 0,003) lebih yang dilakukan oleh Novitasari, Firdha (2011:9)
rendah dari α= 0,05 yang berarti H₀ di tolak dengan judul “ Pengaruh Senam Tera Terhadap
artinya ada pengaruh senam Diabetes terhadap Kadar Gula Darah Pada Lansia Dengan Diabetes
penurunan kadar gula pada penderita Diabetes Melitus Di Kecamatan Sumbersari Kabupaten
Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Peterongan Jember”, menyatakan bawah analisis yang
Jombang. digunakan adalah uji T-Test Dependet. Hasil uji
T- Test Dependet diperoleh t hitung sebesar
Gambaran Kadar Glukosa Darah Responden 14,082 dan t tabel sebesar 2,032, karena t hitung
Diabetes Melitus Tipe II Sebelum DIberikan >t tabel yaitu 14,082 > 2,032, maka berarti H₀
Terapi Relaksasi Otot Progresif ditolak. Pada penelitian ini didapatkan nilai uji
Setelah diberikan terapi relaksasi otot beda Paired T-Test yaitu p value sebesar 0,0005.
progresif yang dilakukan selama 2 minggu Karena p<0,05, maka H₀ ditolak. Berdasarkan
dengan frekuensi 30 menit setiap kali terapi dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa senam
satu responden mendapatkan 7 kali pada pasien Tera memiliki pengaruh terhadap kadar gula
dengan Diabetes Melitus Tipe 2, peneliti darah lansia dengan Diabetes Melitus di
melakukan penilaian terhadap kadar gula darah Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
dengan menggunakan lembar observasi kadar
gula darah. Hasil penelitian menunjukan bahwa Menganalisis Pengaruh Relaksasi Otot
dari 44 responden rata-rata kadar gula darah Progresif Terhadap Penurunan Glukosa
pada pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Darah Pada Penderita Diabetes Melitus
adalah 195.57, Standar Deviation adalah 41.420 Tipe II
dan Standar Errot Mean adalah 6.244. Hasil uji statistic menggunakan uji
Hasil penelitian menunjukan adanya Paired Sample T Test menunjukan bahwa p
penurunan skor kadar gula darah pada pasien value yaitu 0,003 (<0,05) yang berarti Ho
dengan Diabetes Melitus Tipe 2. Penurunan ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
kadar gula darah dikarenakan responden berhasil Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhdap
dalam melakukan latihan fisik, keberhasilan Penurunan Glukosa Darah Pada Penderita
latihan fisik karena diberikan sesuai dengan Diabetes Melitus Tipe II.
dosis latihan yang benar yang disebut dengan Menurut asumsi peneliti, bahwa
FIT ( Frekuensi, Intensity, Time).. Selain dosis peningkatan kadar gula darah disebabkan oleh
latihan penyebab penurunan kadar gula darah beberapa faktor salah satunya stress, stress dapat
juga dikarenakan oleh penggunaan OHO (Obat memicu peningkatan kadar gula darah. Salah
Hipoglikemik Oral) serta kepatuhan diet DM. satu teknik yang dapat digunakan untuk
Menurut asumsi peneliti bahwa penatalaksanaan menurunkan kadar gula darah adalah dengan
diabetes melitus sederhana, namun perlu melakukan relaksasi karena dapat menurunkan
keaktifan dan kemapuan dari pasien itu sendiri aktivitas saraf – saraf simpatis.
salah satu yang paling sederhana adalah dengan Hal ini sesuai dengan teori yang
melakukan aktivitas fisik yang ringan salah dinyatakan dari Smeltzer, Bare, Hinkle, dan
satunya relaksasi otot progresif. Mengingat Cheever (2008) dalam Kuswandi (2008) yang
responden dengan Diabetes Melitus Tipe 2 jadi menyatakan bahwa teknik relaksasi merupakan
diberikan latihan fisik yang ringan dan tidak salah satu tindakan keperawatan yang dapat
perlu imajinasi dalam melakukan terapi ini. mengurangi kecemasan dan secara otomatis
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dapat menurunkan kadar gula darah. Relaksasi
dilakukan oleh Linda Juwita, dkk (2016) yang dapat mempengaruhi hipotalamus untuk
berjudul “Pengaruh Terapi Relaksasi Benson mengatur dan menurunkan aktivitas sistem saraf
Terhadap Kadar Gula Darah Pada Lansia simpatis. Stress tidak hanya dapat meningkatkan
Dengan Diabetes Melitus yang menyatakan kadar gula darh secara fisiologis, pasien dalam
bahwa ada pengaruh yang signifikan pada keadaaan stress juga dapat mengubah pola
relakasi benson terhadap kadar gula darah kebiasaannya yang baik, terutama dalam hal
dimana nilai p value = 0,001. makan, latihan dan pengobatan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang buruk (100%). Gambaran post test (setelah
dilakukan oleh Kuswandi (2008) pada penelitian diberikan terapi relaksasi otot progresif) bahwa
yang berjudul “Pengaruh Relaksasi Terhadap dari 44 responden yang diteliti terdapat 17 orang
Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien (38,6%) memiliki gula darah sedang, 27 orang
Diabetes Melitus Tipe II Di Sebuah Rumah (61.4%) memiliki gula darah buruk.
Sakit Di Tasikmalaya” yang menyatakan bahwa Gambaran pengaruh relaksasi otot
ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan progresif terhadap penurunan kadar glukosa
sesudah diberikan terapi relaksasi diuji dengan darah bahwa hasil uji statistik Paired Sample T
Test, dapat dilihat nilai signifikansinya adalah
paired sample T test. Hasil menunjukan terjadi
0,003 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho
penurunan kadar gula darah sesudah diberika ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat
relaksasi dengan nilai p = 0,000. disimpulkan bahwa “ada pengaruh Terapi
KETERBATASAN PENELITIAN Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan
Demikian pembahasan dari penelitian Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes
yang dilakukan, peneliti menyadari dalam Melitus Tipe 2”
penelitian yang dilakukan masih banyak
kekurangan yang dimiliki oleh peneliti. Pada DAFTAR PUSTAKA
penelitian ini, tidak menjelaskan dan
menjabarkan faktor – faktor lain yang dapat Andriani., (2015), Pengaruh Latihan Slow Deep
mempengaruhi penurunan kadar gula darah Breathing Terhadap Penurunan Kadar Gula
seperti aktivitas fisik dan penggunaan obat Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2,
selain OHO seperti penggunaan obat herbal. Tesis, Bali, Universitas Udayana Denpasar.
Adanya faktor counfounding yang tidak Anani, Udiyono dan Ginanjar.(2012). Hubungan
diperhatikan oleh peneliti ini seperti diet DM, Antara Perilaku Pengendalian Diabetes dan
kurangnya edukasi mengenai Diabetes Melitus, Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan
dan akibat faktor psikologi dan lingkungan oleh Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arja
karena itu hasil penelitian ini akan lebih baik winagun Kabupaten Cirebon). Jurnal
apabila yang dianalisa tidak hanya berdasarkan Kesehatan Masyarakat. 1 (2) 467
dari latihan fisik seperti relaksasi otot progresif.
Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal
KESIMPULAN DAN SARAN Bedah Vol.2 Edisi 8. Jakarta: ECG
SIMPULAN
Dafianto, R. 2016. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif
Karakteristik responden berdasarkan Terhadap Resiko Ulkus Kaki Diabetik pada
usia dapat disimpulkan bahwa usia termuda pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah
pada responden adalah 35 tahun dan usia tertua Kerja Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember,
pada responden adalah 60 tahun. Dari 44 orang Skripsi, jember, Universitas Jember.
diperoleh nilai rata-rata (mean) usia responden Dwi Kurniawati & Edi Supayitno, 2016. Pengaruh
adalah 47,20. Karakteristik responden Relaksasi Otot Progresif Pada Penderita
berdasarkan jenis kelamin bahwa dari total 44 Hipertensi Grade 2 Di Posyandu Dusun
responden sebagian besar responden berjenis Dagaran, Jurnal Keperawata Indonesia,5-7.
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 13 orang (28,9) Endar Sulis Tyani, Wasinto Utomo, Yesi Hasneli N,
dan sebagian kecil berjenis kelamin perempuan (2015). Efektivitas Relaksasi Otot Progresif
perempuan yaitu sebanyak 31 orang (28,9). Terhadap Tekanan Darah pada Penderita
Karakteristik responden berdasarkan jenjang Hipertensi Esensial di Puskesmas Tanaya
Raya Pekanbaru, Jurnal Keperawatan
pendidikan bahwa dari total 44 responden Indonesia, 2(2), 5-9.
terdapat 20 orang (45,5%) berpendidikan SD, 12
orang (27.3%) berpendidikan SMP, 9 orang Guyton, A. C, dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar
(20,5%) pendidikan SMA, dan sebagian kecil Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
berpendidikan penguruan tinggi yaitu sebanyak Hasdianah. 2015. Mengenal Diabetes Melitus Pada
3 orang (6,8%). Orang Dewasa Dan Anak-anak Dengan Solusi
Gambaran pre test (sebelum diberikan Herbal. Yogjakarta: Nuhamedika.
terapi relaksasi otot progresif) menunjukkan
I Ketut Sudiana & Ika Yuni Widiawati, 2015.
bahwa dari 44 responden yang diteliti semua Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stress
responden memiliki kadar gula darah yang Psikologis dan Prilaku Perawatan Diri Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2, Junal Keperawatan Aesculapius.
Masyarakat,10(2),137-146.
Qurratuaeni, (2009). Faktor-faktor yang
Indriyani, Suprianto & Santoso, (2009). Pengaruh Berhubungan Dengan Terkendalinya Kadar
Latihan Fisik : Senam Aerobik Terhadap Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di
Kadar Gula Darah Pada Penderita DM Tipe 2 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Skripsi,
Di Wilayah Kerja Puskesmas Bukiteja Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif
Purbalingga. Media Ners. 1(2) 49-99 Hidayatullah.

Juahar & Yusuf, (2017). Hubungan Tingkat Rudi & Nara Kwureh, (2017). Faktor Risiko yang
Pendidikan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Mempengaruhi Kadar Gula Darah Puasa pada
Rawat Jalan Terhadap Kepatuhan Penggunaan Pengguna Layanan Laboratorium. Jurnal
OAD (oral anti diabetes) di Apotek RSI Keperawatan,2(2), 6-10
Unisma Malang. Media Ners. 2(2) 5-9
Rizki Maulia Indiyani & Ambarwati. 2017. Terapi
Kuswandi, (2008). Pengaruh Relaksasi Terhadap Relaksasi Teknik Nafas Dalam (Deep
Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Breathing) dalam Menurunkan Kadar Gula
Diabetes Melitus Tipe II Di Sebuah Rumah Darah Pada Paien Diabete Melitus Tipe 2.
Sakit Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia.4-6
1(2)99
RISKESDAS BALI. (2013). Dalam Angka Riskesdas
Linda, Juwika & Kusnandar, (2016). Perngaruh 2013 Provinsi Bali. Badan Penelitian dan
Terapi Relaksasi Benson Terhadap Kadar Pengembangan Kesehatan Kementerian
Gula Darah Pada Lansia Dengan Diabetes Kesehatan RI.
Melitus. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2(1)9
Sanjaya,Fuji & Huda, Miftachul. (2014). Pengaruh
M. Clevo Rendi, Margareth T.H. 2012. Asuhan Senam Diabetes Terhadap Penurunan Kadar
Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus
Dalam. Yogjakarta: Nuha Medika. Di Wilayah Keraja Puskesmas Peterong
Jombang. Junal Kesehatan. 1(2) 29-45
Melorose, J., Perroy, R., & Careas, S. (2011).
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Statewide Agricultural Land Use Baseline
2015, 1, 3–7.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.0
04

Novitasari, Firda. (2011). Pengaruh Senam Tera


Terhadap Kadar Gula Darah Lansia dengan
Diabetes Melitus Di Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember. Jurnal Kesehatan. 1(2)9-12

Nursalam. 2015. Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi3.
Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmojo, Soekidjo. 2012. Metode Penelitian


Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Of, S., & Carediabetes, M. (2018). 2018-ADA-


Standards-of-Medical Care in Diabetes,
41(January).

Prasetya., (2016). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot


Progresif Terhadap Perubahan Tingkat
Insomnia pada Lansia, Tesis, Makasar,
Universitas Islam Negeri Alauddin.

Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah.


Yogjakarta: Nuha Medika

Priantoro & Sulistianingsih. 2014. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media

Anda mungkin juga menyukai